• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Hasil Penelitian

5.1.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen yang diteliti. Adapun variabel dependennya yaitu dismenore primer dan variabel independennya yaitu status gizi dan aktivitas fisik.

Jumlah seluruh siswi yang terlibat dari penelitian ini ada 140 orang. Namun 1 orang siswi tidak mengisi kuesioner secara lengkap dan 10 orang siswi termasuk dalam kriteria eksklusi sehingga tidak dimasukkan dalam penelitian. Pada akhirnya total sampel yang diikutkan dalam penelitian ini ada 129 orang.

5.1.2.1 Karakteristik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Karakteristik siswi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu dapat dilihat dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik siswi SMA negeri 1 Pahae Julu n % Usia (n=129) 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 6 36 50 31 3 3 5 28 39 24 2 2 Usia Menarche (n=129) Dini ( ≤11 tahun) Normal (12-15 tahun) Terlambat ( > 15 tahun) 3 122 4 2 95 3 Lama menstruasi (n=129) 2-3 hari 4-5 hari 6-7 hari 30 93 6 23,3 72,1 4,6

Menstruasi secara rutin (n=129) Ya Tidak 111 18 86 14

Rentang/Jarak antar siklus menstruasi (n=129)

< 21 hari 21-35 hari >35 hari 128 1 99,2 0,8 Siklus Menstruasi (n=129) Teratur Tidak teratur 128 1 99,2 0,8

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi siswi berdasarkan usia cukup bervariasi. Dimana responden siswi yang paling banyak berada pada usia 17 tahun (50%), diikuti 16 tahun (28%), 18 tahun (24%), 15 tahun (5%), serta 19 dan 20 tahun masing-masing 2%.

Distribusi usia menarche diketahui bahwa sebagian besar siswi memiliki usia menarche yang normal yaitu sekitar 122 orang siswi (94,6%) , diikuti usia menarche yang dini 3 orang (2 %) dan terlambat 4 orang (3%).

Distribusi lama menstruasi diketahui bahwa 93 orang (72,1%) siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu memiliki lama menstruasi selama 4-5 hari. Sedangkan 30 orang (23,3%) siswi mengalami lama menstruasi 2-3 hari, dan 6 orang (4,6%) siswi mengalami menstruasi 6-7 hari.

Distribusi siklus menstruasi diketahui bahwa sebanyak 11 orang (86 %) siswi selalu mengalami menstruasi secara rutin sedangkan 18 siswi (14%) tidak rutin mengalami menstruasi. Sebanyak 128 siswi (99,2%) mengalami jarak antar siklus menstruasi antara 21-35 hari, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswi yang mengalami siklus menstruasi secara teratur sebanyak 128 orang (99,2 %). Sisanya, yaitu 1 orang siswi memiliki jarak antar siklus menstruasi 35-40 hari (siklus menstruasi tidak teratur).

5.1.2.2 Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang dialami selama 6 bulan terkahir. Dismenore primer ini dibagi dalam dua kategori yaitu ya dan tidak. Ya untuk siswi yang mengalami dismenore primer dan tidak bagi siswi yang tidak mengalami dismenore primer. Distribusi frekuensi siswi yang mengalami dismenore primer dapat dilihat dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Dismenore Primer Jumlah Persentase

1. Ya 124 96,1 %

2. Tidak 5 3,9 %

Total 129 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswi mengalami dismenore primer selama 6 bulan terakhir yaitu sebanyak 124 (96,1 %) orang, sedangkan yang tidak menderita dismenore primer hanya 5 (3,9 %) orang.

5.1.2.3 Distribusi Derajat Dismenore Primer

Dari 129 siswi yang mengalami dismenore primer tersebut, setiap orang mengalami derajat keparahan dismenore primer yang berbeda-beda. Derajat keparahan dismenore primer ini dibagi kedalam empat kategori yaitu derajat 0, derajat 1, derajat 2, dan derajat 3. Derajat keparahan dismenore primer yang terjadi pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Derajat Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Dismenore Primer Jumlah Persentase

1 Derajat 0 5 3,9 %

2 Derajat 1 124 96,1 %

3 Derajat 2 0 0 %

4 Derajat 3 0 0 %

Jumlah 129 100 %

Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh bahwa sebagian besar siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yaitu 124 (100 %) orang menderita dismenore primer derajat 1 (satu) dan, sedangkan sisanya 3,9 % menderita derajat 0, dan untuk siswi yang menderita dismenore primer derajat 2 dan derajat 3 tidak ada sama sekali atau 0 (0 %) orang

5.1.2.4 Status Gizi Siswi

Berdasarkan Kemenkes RI tahun 2010, status gizi remaja berusia 5-18 tahun berdasarkan IMT/U dibagi menjadi 5 kategori yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas. Status gizi sangat kurus jika < -3 SD, kurus jika berada pada -3 SD sampai dengan < -2 SD, normal berada pada -2 SD sampai dengan 1 SD, status gizi gemuk jika berada pada 1 SD sampai dengan 2 SD, dan obesitas jika berada pada > 2 SD. Status gizi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Status Gizi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Status Gizi Jumlah Persentase

1 Sangat Kurus 0 0 % 2 Kurus 0 0 % 3 Normal 113 87,6 % 4. Gemuk 15 11,6 % 5 Obesitas 1 0,8 % Jumlah 129 100 %

Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa siswi dengan status gizi sangat kurus dan kurus masing-masing 0 (0 %) orang, normal 113 (87,6 %) orang, gemuk 15 (11,6 %) orang, dan obesitas 1 (0,8 %) orang.

5.1.2.5 Aktivitas Fisik Siswi

Menurut Baecke, aktivitas fisik siswi dibagi menjadi tiga yaitu, aktivitas bekerja, aktivitas olahraga dan aktivitas waktu luang. Keseluruhan aktivitas ini kemudian diakumulasikan untuk mengetahui aktivitas fisik seseorang. Kategori aktivitas fisik sendiri dibagi menjadi tiga yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No. Aktivitas Fisik Jumlah Persentase

1. Ringan 14 10,9 %

2. Sedang 100 77,5 %

3. Berat 15 11,6 %

Total 129 100 %

Bedasarkan penelitian diperoleh bahwa siswi yang mempunyai aktivitas fisik ringan sebanyak 14 (10,9 %) orang, aktivitas fisik sedang 100 (77,5 %) orang dan aktivitas fisik berat sebanyak 15 (11,6 %) orang.

5.1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen yaitu hubungan status gizi dengan dismenore primer serta hubungan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Untuk melihat hubungan kemaknaan antara variabel ini dilakukan uji chi square untuk melihat status gizi dan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Jika subjek total > 40, uji chi square digunakan tanpa melihat expected count, yatiu nilai yang dihitung bila hipotesis 0 benar (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Adapun total sampel yang digunakan dalam sampel ini sebanyak 129 orang.

5.1.3.1 Status Gizi

Untuk melihat hubungan antara status gizi dengan dismenore primer dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.6 Hasil Tabulasi Silang Status Gizi dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

No Status Gizi Dismenore Primer

Jumlah n p-value Ya Tidak n % N % 1. Sangat kurus 0 0 0 0 0 0,391 2. Kurus 0 0 0 0 0 3. Normal 108 95,6 5 4,4 113 4. Gemuk + Obesitas 16 100 0 0 16 Total 124 96,1 5 3,9 124

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi dengan status gizi gemuk dan obesitas lebih banyak menderita dismenore primer (100 %) daripada siswi yang mengalami status gizi normal (95,6%). Hasil uji statistik chi square dari penelitian ini menunjukkan hasil p-value 0,391 (p-value > 0,05), hasil ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan dismenore primer.

5.1.3.2 Aktivitas Fisik

Untuk melihat hubungan aktivitas fisik dan dismenore primer dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 5.7 Hasil Tabulasi Silang antara Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

No Aktivitas Fisik Dismenore Primer Jumlah N p-value Ya Tidak n % n % 1. Ringan 14 100 0 0 14 0,47 2. Sedang 95 95 5 5 100 3. Berat 15 100 0 0 15 Jumlah 124 96,1 5 3,9 129

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi dengan aktivitas fisik sedang (95 %) lebih sedikit menderita dismenore primer daripada siswi dengan aktivitas fisik ringan (100 %) dan berat (100 %). Hasil uji statistic chi square dari penelitian ini menunjukkan hasil p-value 0,47 (p-value > 0,05), hasil ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan dismenore primer.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Analisis Univariat 5.2.1.1 Karakteristik Siswi

Gambaran umum siswi yang menjadi responden umur penelitian berkisar 15 sampai 20 tahun.Siswi yang menjadi responden ini berasal dari kelas XI dan XII SMA jurusan IPA dan IPS. Beberapa penelitian menduga bahwa usia adalah salah satu faktor resiko dismenore primer. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

usia. Demikian juga hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 angka kejadian dismenore berkisar 45-95% dikalangan perempuan usia produktif seperti dikemukakan oleh Proverawati & Misaroh (2009) dalam Rakhma (2012) .

Usia menarche adalah usia pertama kali menstruasi. Usia menarche ini dibagi tiga yaitu dini, normal dan terlambat (Winkjosastro dalam Senolinggi dkk.,2007). Dikatakan menarche dini, jika usia menarche ≤ 11 tahun, normal 12-15 tahun, dan terlambat > 15 tahun. Dari hasil peneltian didapatkan bahwa usia menarche sebagian besar siswi adalah normal (95 %). Hal ini juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Senolinggi dkk. (2007) yang menunjukkan bahwa responden yang diteliti juga sebagian besar memiliki usia menarche yang normal (67,3%). Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) menunjukkan 61 % mahasiswi FKM dan FIK Depok memiliki usia menarche yang normal . Menurut penelitian yang dilakukan Xiaoshou (2010) dalam Silviana (2012) bahwa usia menarche yang dini mengarah ke siklus ovulatorik yang awal sehingga meningkatkan resiko terjadinya dismenore primer lebih dini. Sedangkan menurut Zukri et al (2009) dalam Silviana (2012), orang yang menarche lebih dini (≤ 11 tahun) meningkatkan resiko dismenore primer.

Lama menstruasi adalah lama waktu yang diperlukan mulai dari keluarnya darah saat menstruasi sampai darah berhenti (Silviana,2012). Lama menstruasi siswi dibagi menjadi 3 kategori yaitu 2-3 hari, 4-5 hari dan 6-7 hari. Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sebagian besar memiliki lama menstruasi yang masih dalam kisaran normal (2-7 hari). Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana terhadap mahasiswi FIK dan FKM Depok dimana sebagian besar mahasiswi juga memiliki lama menstruasi yang normal 81,7%. Sebanding juga dengan penelitian yang dilakukan novia dan puspitasari (2008) bahwa sebagian besar responden yang mereka teliti (84%) memiliki lama menstruasi yang normal. Beberapa penelitian menyebutkan, menstruasi yang lama akan menyebabkan miometrium berkontraksi

lebih lama sehingga memicu pelepasan prostaglandin yang bisa menjadi faktor timbulnya dismenore.

Siklus menstruasi yaitu periode yang dibutuhkan antar tiap proses pendarahan menstruasi. Siklus Menstruasi dibagi dua yaitu teratur dan tidak teratur. Dikatakan teratur jika siklus menstruasinya 21-35 hari (Silviana,2012). Sebanyak 99,2 % siswi SMA negeri 1 Pahae Julu mengalami siklus menstruasi yang teratur. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siwi memiliki rentang atau jarak antar siklus menstruasi 21-35 hari. Sedangkan satu orang siswi memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur yaitu 35-40 hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siklus menstruasi yang tidak teratur menjadi salah satu faktor resiko dismenore.

5.2.1.2 Dismenore primer

Prevalensi dismenore primer yang terjadi di siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sangat tinggi yaitu mencapai 96,1 %. Angka kejadian dismenore primer yang tinggi ini di dukung juga oleh penelitian Purba dkk. (2013) yang menyebutkan bahwa penderita dismenore di SMK Negeri 10 Medan tahun 2013 mencapi 81,30%. Studi yang dilakukan di beberapa negara juga menyebutkan prevalensi dismenore primer cukup tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan Hudson (2007), dia menyebutkan bahwa angka kejadian dismenore di dunia sangat besar, yaitu sampai mencapai 50 % penduduk wanita dunia. Tak hanya Hudson, Unsal et al juga mendukung hal ini, dalam penelitian dilakukan di Turki Barat pada wanita umur 18-45 tahun, sekitar 66,7% diantaranya menderita dismenore. Demikian juga di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Silviana (2012) terhadap mahasiswi FIK dan FKM UI Depok, yang menyatakan bahwa sebesar 77,9 % mahasiswi FIK dan FKM UI mengalami dismenore primer.

5.2.1.3 Derajat Dismenore Primer

nyeri untuk mengatasinya (Fujiwara, 2003). Penanganannya hanya dengan istirahat, tidur, di kompres, atau dibiarkan saja. Penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012), yang menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswi FIK dan FKM UI juga menderita dismenore primer derajat satu yaitu sebesar 61,8 %.. Sedangkan sebagian kecil siswa berada derajat 0, artinya tidak nyeri sama sekali atau dengan kata lain tidak mengalami dismenore primer.

5.1.2.4 Status gizi

Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sebagian besar memiliki status gizi yang normal. Hal ini didukung oleh faktor demografi dan pekerjaan dari orang tua siswi sendiri yang mayoritas bertani dan beternak. Angka kecukupan gizi mereka dapat diperoleh dari hasil kebun dan sawah pribadi, seperti padi, sayur dan juga daging serta ikan dari hasil beternak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana yang diteliti paling banyak pada status gizi yang normal (71%) diikuti status gizi lebih (15,3%) dan status gizi kurang (13,7%).

5.2.1.5 Aktivitas Fisik

Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu rata-rata memiliki aktivitas fisik yang sedang. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana dari responden yang diteliti, sebanyak 42,8% memiliki aktivitas fisik sedang, 29,8% memiliki aktivitas fisik ringan, dan 27,5% memiliki aktivitas fisik berat. Hal ini juga didukung oleh berbagai faktor antara lain :

a. Pelajaran Olahraga. Siswi SMA masih mempunyai pelajaran wajib olahraga

sehingga membantu mereka untuk beraktivitas khususnya dalam aktivitas olahraga (kuesioner Baecke).

b. Jarak Sekolah. Jarak Sekolah yang jauh dan minimnya kendaraan disana,

c. Pekerjaan Orang tua. Orang tua siswi SMA negeri 1 Pahae Julu ini,

sebagian besar bekerja sebagai petani sehingga mayoritas siswi membantu orang tua mereka bekerja di sawah atau di ladang sepulang dari sekolah.

5.2.2 Analisis Bivariat

5.2.2.1 Status Gizi dengan Dismenore Primer

Berdasarkan hasil penelitian, status gizi gemuk dan obesitas 100 % mengalami dismenore primer, sedangkan untuk status gizi normal lebih sedikit mengalami dismenore primer (96,1 %). Dari sini dapat disimpulkan bahwa status gizi gemuk dan obes cenderung lebih mudah mengalami dismenore primer daripada orang dengan status gizi normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012) bahwa mahasiswi yang memiliki IMT lebih, cenderung untuk mengalami dismenore primer yaitu sekitar 80 %, sedangkan mahasiswi yang memiliki IMT normal, prevalensinya lebih sedikit mengalami dismenore primer (74,2 %). Selain itu juga, penelitian yang dilakukan Sirait dkk. (2012) memperlihatkan bahwa status gizi normal (87,2%) lebih sedikit mengalami dismenore primer daripada yang status gizi lebih (100%).

Namun dilihat dari segi kebermaknaan hubungan, didapatkan bahwa tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012) terhadap mahasiswi FKM dan FIK Depok, bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian dismenore primer (p-value 0,161).Ketidakbermaknaan hubungan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya variasi responden penelitian dimana jumlah responden dengan status gizi kurus dan sangat kurus tidak ada sama sekali (0%).

5.2.2.2 Aktivitas Fisik dan Dismenore Primer

aktivitas sedang hanya 95 % yang menderita dismenore primer. Menurut hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas fisik rendah dan berat lebih beresiko menderita dismenore primer dari pada siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana mahasiswi yan memiliki aktivitas rendah dan berat cenderung mengalami dismenore primer.Hal ini jugga berhubungan dengan penelitian yang dilakukan Thing (2011) pada siswi di SMA Santo Thomas 1 Medan bahwa 50 % siswi yang tidak berolahraga mengalami dismenore primer.

Namun dilihat dari segi kebermaknaaan hubungan, bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan dismenore primer. Sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana dimana didapatkan p-value sebesar 0,164 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer. Ketidakbermaknaan hubungan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya instrumen penelitian yang dipakai menggunakan Kuesioner Baecke yang mengandalkan ingatan dan persepsi dari responden (Silviana, 2012)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait