• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Hasil

4. Analisis Validitas Konstrak Subtes RA

Subtes RA dirancang oleh Rodolf Amthauer untuk mengukur aspek inteligensi yang berhubungan dengan kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan.

lainnya pada IST, diketahui bahwa RA memiliki korelasi yang paling tinggi, yaitu 0,999 dengan subtes ZR. Artinya, antara subtes RA dan ZR hanya 0,001 atau 0,1 persen saja yang tidak mengukur aspek yang sama. Padahal berdasarkan teorinya, subtes RA tidak mengukur aspek inteligensi yang benar-benar sama secara keseluruhan dengan subtes ZR serta diungkap dengan dua metode yang berbeda pula. Subtes ZR berfungsi untuk mengukur kemampuan berpikir teoritis dengan hitungan, berpikir induktif dengan angka-angka, serta kelincahan dalam berpikir. Bila dilihat lebih lanjut dari fungsi ukurnya, subtes RA dan ZR memang sama-sama mengukur kemampuan berhitung dan berpikir induktif, namun subtes RA lebih menekankan pada masalah praktis dan ZR masalah teoritis. Selain itu, subtes RA mengukur kemampuan dalam mengambil kesimpulan sedangkan subtes ZR tidak, subtes ZR mengukur fleksibilitas dalam berpikir sedangkan subtes RA tidak. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya subtes RA dan ZR tidak berkorelasi secara sempurna, apalagi subtes ini diungkap dengan dua metode yang berbeda. Subtes RA dengan metode menyelesaikan permasalahan berhitung dalam bentuk kalimat cerita dan subtes ZR diungkap melalui metode deret angka. Artinya, sekarang ini subtes RA dan ZR memiliki fungsi ukur yang sama, sehingga dalam penggunaannya, subtes RA dan ZR dapat dipilih salah satunya saja, menggunakan subtes RA atau ZR.

Apabila dilihat lebih lanjut, hasil analisis validitas subtes RA dan ZR tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa korelasi antara dua tes yang mengukur konstrak yang sama dan menggunakan dua metode yang berbeda akan

berkorelasi tinggi, tetapi tidak mendekati sempurna, karena korelasi yang mendekati sempurna hanya dimiliki oleh dua tes yang mengungkap konstrak yang sama dan menggunakan metode yang sama pula (Crocker & Algina, 2005).

Dilihat dari validitas diskriminannya, subtes RA tidak berdiskriminan dengan 8 subtes lainnya, karena semua subtes memiliki koefisien validitas > 0,3. Sehingga dapat dikatakan bahwa subtes-subtes pada IST mengukur aspek yang sama dan tidak berfungsi sebagai special factor.

Secara keseluruhan, korelasi antara subtes RA dengan 8 subtes lainnya yang cukup tinggi, berkisar dari 0,417 sampai 0,999. Hal ini menunjukkan IST, khususnya subtes RA tidak lagi berfungsi sesuai dengan ketentuan dan tujuan IST disusun. Amthauer menyatakan bahwa IST disusun berdasarkan teori faktor yang dinyatakan sebagai baterai tes dengan karakteristik memiliki korelasi yang rendah antar subtesnya, yaitu r = 0,25. Namun antara satu subtes dengan lainnya ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor yang sama (general factor) dan ada juga yang tidak berhubungan karena mengungkap faktor yang khusus (special factor) (Polhaupessy dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa IST, khususnya subtes RA tidak lagi berfungsi sebagaimana tes ini disusun oleh Amthauer pada tahun 1953. Hal ini diperkirakan terjadi karena IST yang dimiliki oleh P3M Fakultas Psikologi USU telah digunakan dalam waktu yang lama tanpa pernah mengalami revisi sehingga aitem-aitemnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu hal ini juga mungkin terjadi karena kerahasiaan tes yang sulit dikontrol. Menurut Azwar (2005), pengujian validitas konstrak merupakan proses yang

berlangsung terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai konstrak atau trait yang diukur.

Berdasarkan analisis terhadap validitas konstrak subtes RA, secara keseluruhan diketahui bahwa subtes RA tidak hanya mengukur kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan karena subtes RA juga mengungkap fungsi ukur subtes ZR. Selain itu, korelasi yang tinggi antar subtes menunjukkan IST, khususnya subtes RA tidak lagi berfungsi sebagai mana subtes ini disusun.

5. Analisis Karakteristik Psikometri Subtes RA

Secara keseluruhan, aitem dapat dikatakan baik setidaknya memiliki keempat karakteristik psikometri yang baik pula. Karakteristik psikometri tersebut akan saling mempengaruhi ( Murphy & Davidshofer, 2003). Pada dasarnya, indeks kesukaran aitem dan indeks diskriminasi aitem baik secara keseluruhan, akan dapat membuat reliabilitas dan validitas yang baik pula (Anastasi & Urbina, 2006).

Pada proses analisis ini, peneliti mencoba melakukan analisis berdasarkan indeks kesukaran aitem, indeks diskriminasi aitem, reliabilitas dan validitas subtes RA. Subtes RA dikatakan memiliki kualitas yang baik atau memuaskan jika memiliki keempat karakteristik psikometri tersebut dengan baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 20 aitem hanya 5 aitem yang memiliki p yang baik, yaitu aitem nomor 79, 81, 82, 83, dan 84. Hal ini didasari pada pernyataan Murphy & Davidshofer (2003) bahwa untuk tes inteligensi nilai p akan baik jika mendekati 0,5 namun tidak mendekati 0 atau 1. Jika dihubungkan dengan kategori

Allen & Yen (dalam Lababa, 2008) nilai p tersebut berada pada kategori sedang. Berdasarkan nilai d, 16 dari 20 aitem memiliki nilai d yang dianggap baik

karena memiliki d ≥ 0,4, yaitu aitem nomor 78,79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87,

88, 89, 90, 91, 92, dan 95. 4 aitem lainnya dianggap kurang baik dan membutuhkan revisi karena memiliki nilai d < 0,4, yaitu aitem nomor 77, 93, 94, dan 96.

Berdasarkan Tabel 11. juga terlihat bahwa aitem yang memiliki harga p terlalu tinggi atau aitem terlalu mudah seperti aitem nomor 77 dan harga p yang terlalu kecil atau aitem terlalu sulit seperti aitem nomor 96 akan memiliki harga d yang kecil, karena aitem yang terlalu mudah akan dapat dijawab oleh semua subjek dan aitem yang terlalu sulit akan dijawab oleh sebagian kecil subjek sehingga aitem tidak dapat membedakan subjek yang memiliki kemampuan yang diharapkan dan yang tidak memiliki kemampuan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa antara indeks kesukaran dan diskriminasi aitem saling terkait secara empirik meskipun berbeda secara konsep. Indeks kesukaran aitem secara langsung akan mempengaruhi indeks diskriminasi aitem ketika aitem sangat sulit dengan p mendekati 0 atau aitem sangat mudah dengan p mendekati 1 (Murphy & Davidshofer, 2003).

Secara keseluruhan, bila dihubungkan dengan reliabilitas, subtes RA memiliki reliabilitas yang kurang baik jika didasari oleh pernyataan Murphy & Davidshofer (2003) bahwa nilai koefisien relaibilitas yang baik untuk tes

inteligensi ≥ 0,9 sedangkan nilai koefisien reliabilitas subtes RA adalah 0,851.

indeks kesukaran aitem pada subtes RA yang bervariasi. Hal ini sejalan dengan teori yang meneyatakan bahwa indeks kesukaran aitem yang relatif tidak setara akan menurunkan nilai estimasi reliabilitas (Azwar, 2005). Jika dilihat dari indeks diskriminasi aitemnya, subtes RA memiliki 16 aitem yang memiliki nilai diskrimiansi aitem yang dianggap baik. Artinya sebagian besar aitem dapat membedakan antara individu yang memiliki kemampuan dengan individu yang tidak memiliki kemampuan sehingga aitem dapat dikatakan valid. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa indeks diskriminasi yang baik akan membuat tes valid dalam menjalankan fungsi ukurnya (Kumar, 2009). Namun, dari hasil analisis validitas konstraknya, subtes RA tidak memiliki validitas konstrak yang baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh issue yang menyatakan bahwa IST, yang didalamnya terdapat subtes RA telah bocor (Handayani, dalam Widianti, 2008 dan Widiyanta, 2010) sehingga subtes RA tidak lagi berfungsi sebagaimana subtes RA disusun.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis secara psikometri, subtes RA memiliki kualitas yang kurang baik sebagai tes inteligensi, khususnya jika digunakan untuk individu dengan latar belakang pendidikan SMA, D3, dan S1.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik psikometri subtes RA pada IST dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar subtes RA memiliki indeks kesukaran aitem yang kurang baik karena memiliki indeks kesukaran aitem yang mendekati 0 atau dalam kategori sulit.

2. Berdasarkan hasil analisis indeks diskriminasi aitem, sebagian besar subtes RA memiliki indeks diskriminasi aitem yang baik. Artinya, aitem dianggap dapat membedakan antara individu yang memiliki kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan dan individu yang tidak memiliki kemampuan tersebut.

3. Berdasarkan hasil analisis, subtes RA dianggap memiliki nilai reliabilitas yang kurang baik atau kurang dapat dipercaya sebagai tes inteligensi, khususnya untuk individu dengan latar belakang pendidikan SMA, D3, dan S1. Hasil ini didasari pada ketentuan Murphy & Davidshofer (2003) untuk tes inteligensi,

4. Berdasarakan hasil analisis validitas konstrak yang dilihat dari koefisien validitas konvergen dan diskriminan, subtes RA memiliki korelasi yang tinggi atau konvergen dengan 8 subtes lainnya pada IST. Artinya, subtes RA tidak berdiskriminan dengan 8 subtes lainnya. Dengan kata lain, subtes

subtes RA tidak memiliki validitas konstrak yang baik dalam mengukur kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan.

5. Secara psikometri, subtes RA memiliki kualitas yang kurang memuaskan dalam mengukur inteligensi individu saat ini, khususnya individu yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, D3, dan S1.

B. Saran

Dokumen terkait