• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5. Net Ekspor

2.5.4. Aneka Cara Ekspor

Dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :

a. Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kapada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan peraturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang diperoleh dariekspor ini dapat dijual kepada Bank Indonesia, sedang eksportir menerima pembayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penetapan nilai lawan kurs ( kurs valuta ) valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau dapat juga dipakai oleh eksportir.

b. Barter

Yang dimaksud dengan barter adalah pengiriman barang – barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Dalam hal ini berarti pengriman barang, tidak memerima pembayaran dalm mata uang asing, tapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah.

Sistem barter ini masih diteruskan dalam pergaulan antar bangsa dalam jaman modern dan dikenal dengan aneka istilah, seperti :

1. Direct Barter, yang dimaksud dengan “ direct barter “ atau barter langsung

merupakan sistem pertukaran barang dengan barang dengan mempergunakan alat “ penentu nilai “ atau lazim disebut dengan “ denominator of value “ suatu mata uang asing seperti Dolar Amerika, dan penyelesaian dilakukan melalui “ clearing “ pada

neraca perdagangan antara kedua negara yang bersangkutan. Sistem direct barter ini banyak dikembangkan untuk menampung kegiatan perdagangan internasional antara negara – negara sosialis dengan negara industri barat (kapitalis barat). Transaksi direct barter ini biasanya dilakukan melalui bank yang mempunyai staf ahli yang bergiat dalam perdagangan barter ini.

2. Switch Barter, disebut juga barter alih adalah bilamana salah satu pihak tidak

mungkin memanfaatkan sendiri barang yang diterimanya dari pertukaran itu, maka negara pengimpor itu dapat mengalihkan (switching) barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkan.

3. Counter Purchase, atau imbal beli atau lazim juga disebut dengan counter – trade

adalh suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Misalnya, suatu negara yang menjual suatu produk kepada negara lain harus membeli pula suatu produk negara tersebut atau dengan mengaitkan ekspor dengan impor. Perdagangan jenis ini dikenal sebagai counter purchase frame agreement.

4. Buy – Back Barter, atau barter beli kembali adalah suatu system penerapan alih

teknologi dari suatu negara maju kepada negara yang berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang, yang nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.

Yang dimaksud dengan konsinyasi adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Di dalam hal pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu di luar negeri.

Cara penjualan di luar negeri dapat dilaksanakan dengan penjualan di pasar bebas, atau juga mungkin dengan mengikutsertakan barang tersebut di dalam pelelangan atau yang biasa disebut juga pada “Commodities Exchange”. Commodities Exchange ini atau bursa hasil bumi terdapat di pusat pasar dunia seperti pada hasil bumi di London terdapat London

Commodities Exchange, dimana hasil bumi dari berbagai negara dilelang atau dimasukkan

di dalam Commodities Action.

d. Package - Deal

Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi terutama di negara-negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara. Pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan di negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi.

Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat banyak, apalagi peraturan yang berlaku.

Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku dapat dianggap sebagai usaha penyelundupan atau

smuggling.

Penyelundupan dapat dibagi dalam garis besarnya menjadi dua bagian, antara lain:

• Yang seluruhnya dilakukan secara ilegal.

• Penyelundupan administratif yang dilakukan dengan cara membonceng pada prosedur yang legal.

Sebelum dilakukan konfrontasi dengan Malaysia, sering terjadi adanya penyelundupan dari hasil bumi seperti karet dari daerah Kepulauan Riau ke Malaysia dan Singapore. Hal ini dapat dipandang sebagai penyelundupan ilegal. Tetapi ada pula penyelundupan yang dilakukan dengan membonceng pada prosedur yang legal. Manipulasi dalam mutu barang, kuantum, dalam ongkos angkut, dalam cara pengepakan barang ekspor dapat dimasukkan ke dalam kategori penyelundupan tidak kentara atau juga disebut penyelundupan administratif.

Agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang-kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono, 1996:23), antara lain:

a.Daya saing sesama negara produsen yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produksi serta mutu dari komoditi.

b.Tindak tanduk dan taktik serta teknik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan.

c.Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis.

d.Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi.

Sementara itu, menurut Soedrajad Djiwandono (1992:56), keberhasilan dalam peningkatan ekspor tergantung oleh tiga faktor, antara lain:

a.Perkembangan ekspor dan perdagangan dunia terutama mitra dagang dan negara-negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap perdagangan dunia serta terbukanya kesempatan akses ke pasar negara-negara tersebut, misalnya Amerika Serikat.

b.Iklim usaha yang baik yakni iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional. Penciptaan iklim ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan dan pengurangan berbagai bentuk pengaturan berupa perizinan,

pembatasan serta terbinanya kerjasama yang terpadu antara berbagai instansi terkait dalam peningkatan ekspor.

c. Perilaku dan kemampuan serta kesiapan dunia usaha dalam bersaing merebut pasar di luar negeri.(Amir, 2000)

2.6. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

Dokumen terkait