• Tidak ada hasil yang ditemukan

a.Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap pembentukan Kurs

Salah satu model kurs tradisional yang sangat penting didasarkan pada kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar Negara. Artinya, model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya

perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Itulah sebabnya model ini lazim disebut sebagai Pendekatan Perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs (elasticity approach to exchange rate

determination). Menurut pendekatan ini kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan

menyeimbangkan nilai ekspor dan impor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam system kurs mengambang yang berlaku pada saat ini.

Peningkatan kurs atau penurunan nilai mata uang tersebut akan membuat harga dari beberapa komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan brbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal penduduk domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (impor sama dengan ekspor).

b. Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs

Pendekatan ini mempostulasikan atau menyatakan bahwa kues tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing – masing negara.

Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otorita moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riil negara tersebut, atau tingkat harga – harga umum yang berlaku serta suku bunga.

Semakin tinggi pendapatan riildan harga – harga yang berlaku di negara tersebut, maka akan semakin besar pula permintaan akan uang di negara tersebut karena setiap individu dan perusahaan memerlukan lebih banyak uang untuk membiayai transaksi hariannya. Di lain pihak, semakin tinggi suku bunga yang ada, maka akan semakin besar biaya

opportunitas penyimpanan uang (uang tunai atau simpanan yang tidak menghasilkan bunga) sehingga setiap orang akan memilih asset atau sekuritas yang menghasilkan bunga seperti obligasi atau deposito perbankan. Itu berarti, tingkat permintaan uang memiliki hubungan terbalik dengan besaran atau tingkat bunga.

c. Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Pembentukan Kurs

Pendekatan ini merumuskan kesimpulan yang menyatakan kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong terjadinya kemerosotan suku bunga di negara yang bersangkutan, sehingga akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri.

Pembelian secara besar – besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya, depresiasi itu merangsang peningkatan ekspor suatu negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya. Pada

gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi negara domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya.

d. Mekanisme Pasar Valas

Bursa atau pasar valas diartikan sebagai suatu tempat atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan atau penawaran atas valas.

Misalnya, Indonesia ingin mengimpor barang konsumsi dari Cina seharga US$ 1050 juta. Karena pembayaran harus dilakukan dalam bentuk US$, maka Indonesia sebagai importir, Indonesia harus menggunakan cadangan devisanya untuk melakukan pembayaran dalam bentuk US$ tersebut. Jumlah nilai yang dibayarkan Indonesia terhadap Cina harus sesuai dengan kurs US$ yang berlaku pada waktu tersebut.

Transaksi penjualan dan pembelian kurs valas dapat dilakukan dengan cara spot

rate-spot market dan forward rate-forward market. Spot market adalah bursa valas dimana

dilakukan transaksi jual dan beli valas dengan kurs spot dalam jangka waktu 2 x 24 jam.

Spot market diartikan sebagai suatu bursa valas setempat, misalnya di Jakarta, Tokyo, New

York, Paris, Hong Kong, dan di tempat lain, dimana berlaku spot rate, yaitu nilai kurs valas yang berlaku di tempat-tempat tersebut untuk jangka waktu maksimum 2x24jam. Pada umumnya international spot transaction interbank market untuk US$ dapat berlangsung dengan cara cepat (online and real time) karena diselenggarakan atau diselesaikan

dengan sistem komputer yang dikenal dengan CHIPS (Clearing House Interbank Payments

System) yang dioperasikan oleh New York Clearing House Association.

Sedangkan nilai kurs yang ditetapkan sekarang atau saat ini disebut dengan kurs

forward, dimana kurs forward ini digunakan dalam kurs market sehingga transasksi

pembelian dan penjualan valas diberlakukan untuk waktu yang akan datang (future period) antara lebih dari 2 x 24jam hingga biasanya satu tahun atau 12 bulan.

Forward rate dan forward market ini timbul karena adanya ketidakpastian dan

fluktuasi kurs, terutama semenjak berlakunya sistem kurs mengambang (floating exchange

rate system) setelah Dekrit presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971 yang antara lain

menyatakan bahwa nilai mata uang US$ tidak dikaitkan lagi dengan emas. Sebelumnya berdasarkan persetujuan Bretton Woods tahun 1944, sistem moneter internasional didasarkan pada sistem kurs tetap atau (fixed exchange rate system) dimana US$ dapat ditukardan dijamin sepenuhnya dengan emas dengan ketentuan US$35 sama dengan satu ons emas.

Semenjak diberlakukan sistem kurs mengambang tersebut maka banyak perusahaan dan perbankan, termasuk badan usaha pemerintah yang mengunakan forward market untuk mengadakan forward contact guna melindungi transaksi perdagangan dan keuangan internasionalnya dari resiko kerugian serta para pedagang valas yang mencari keuntungan dari fluktuasi kurs. Ada empat pelaku transaksi dalam pasar valas dilihat dari tingkatan yang berbeda, yaitu:

a. Pada tingkatan yang pertama yaitu para pelaku transaksi tradisional seperti wisatawan, importir, eksportir, investor dan sebagainya yang melakukan transaksi secara langsung.

b. Pada tingkatan yang kedua yakni bank-bank komersial yang bertindak sebagai perantara atau lembaga kliring atau antara pemakai atau sumber permintaan/para penghimpun sumber penawaran valas. Bank-bank komersial merupakan inti atau pusat pasar valas karena hampir semua transaksi internasional dalam nilai yang cukup besar melibatkan kegiatan pencatatan debet ataupun kredit pada bank-bank komersil di berbagai pusat keuangan dunia. Perdagangan valas di sesama bank disebut interbank trading yang nilainya cukup besar sehingga menjadi kegiatan utama dalam pasar valas.

c. Pada tingkatan ketiga adalah para pialang valas yang bertindak sebagai perantara pada bank-bank komersial untuk menukarkan berbagai jenis mata uang di kalangan bank-bank itu sendiri. Mereka berperan utama dalam pasar antar bank atau pasar mata uang asing berskala besar.

d. Pada tingkatan keempat adalah bank sentral yang bertindak sebagai pembeli dan penjual valas pada suatu negara. Peranan bank sentral adalah untuk mengurangi atau menambah cadangan valas atau sewaktu-waktu melakukan intervensi di pasar valas dengan tujuan untuk menstabilkan kurs.(Ahmad, 2001)

Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal diciptakan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan.

Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar

permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor turun, maka permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar.

b. Faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka

semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.

c. Kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh

spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.

Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan

jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Sebaliknya, jika ekspor menurun, maka jumlah valuta asing yang dimiliki semakin menurun sehingga nilai tukar juga cenderung mengalami depresiasi.

b. Faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka

nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan utang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (Portfolio Investment) dan investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment).

Dokumen terkait