• Tidak ada hasil yang ditemukan

reseptor nikotin, reseptor 5HT3, reseptor glutamat, dan pompa ion kalium. Reseptor GABAA adalah reseptor inhibitori neurotransmiter yang sebagian besar terletak di SSP (Garcia et al. 2010). Dengan demikian anestetikum secara umum bertindak sebagai sinyal yang akan merangsang reseptor GABAA

Anestetika umum injeksi, selain ketamine, bekerja meningkatkan pengaruh reseptor GABA

, menyebabkan hiperpolarisasi (inhibitori), mengganggu proses fisiologi dan menimbulkan perubahan klinis seperti hipnosis, depresi refleks spinal, dan amnesia (Cameron 2006; Garcia et al. 2010).

A pada otak khususnya subtipe ß3 menyebabkan kehilangan kesadaran dan subtipe ß2 (50% pada SSP) menyebabkan sedasi. Sedangkan anestetikum ketamine, anestetika gas, N2O, Xenon dan sejenisnya bekerja sedikit atau lemah pada reseptor GABAA atau Glisin, tetapi sangat kuat menghambat pada reseptor glutamat subtipe NMDA sehingga akan menutup aliran Ca2+

Reseptor GABA

dan membuka saluran ion K yang menyebabkan terjadinya analgesik kuat (Miller 2010).

A adalah reseptor yang ditemukan di SSP dan reseptor inilah merupakan target anestesi. Anestetika umum meningkatkan kerja GABA dan menginduksi saluran ion Cl. Pada dosis tinggi, anestetika dapat langsung mengaktivasi reseptor GABAA, tanpa GABA. Sedangkan anestetika apolar seperti xenon atau cyclopropan mempunyai pengaruh yang sedikit atau tidak berpengaruh pada reseptor GABAA. Pengaruh fungsional anestetika pada reseptor GABAA

Franks (2008) dan Miller (2010) menerangkan bahwa anestetikum volatil bekerja pada reseptor GABA

sangat tergantung pada komposisi reseptor subunitnya, yaitu subunit α, β, atau subunit γ

(Franks 2008; Miller 2010).

A subunit α pada transmembran (TM)2 dan TM3

bagian protein Ser270 (αS270). Propofol sebagai anestetikum intravena bekerja pada reseptor GABAA subunit ß TM2 dan TM3 bagian N265 (ßN265). Sedangkan anestetika isofluran dan halotan mempunyai ikatan anestetik pada TM1, TM2, TM3, dan TM4 bagian M159 yang sangat mempengaruhi tranduksi sinyal. Sedangkan isofluran dan xenon lebih banyak menghambat reseptor melalui kompetisi dengan glisin ( Gambar 5).

Mascia et al. (2000) menyebutkan bahwa alkohol dan anestetika mempengaruhi reseptor glisin dan reseptor GABAA melalui asam amino pada TM2

dan TM3 dari α subunit, yaitu pada reseptor glisin pada S267, A288, dan Ser270 sedangkan pada reseptor GABAA subunit β pada S270, A291, Asn 265, dan Met286.

Propofol mirip dengan propanethiol bekerja pada reseptor Glisin TM2 α1 (S267C),

pada reseptor GABAA TM2 α2 (S270C) ß1, pada TM3 α1 (A288C), pada TM3 α2

(A291C)ß1, pada TM2 β2 (Tyr445). Asam amino pada TM2 adalah tempat terikatnya anestetika dan alkohol (Gambar 5) (Mascia et al. 2000; Franks 2008; Miller 2010).

Gambar 5. Anestetika volatil (isofluran) bekerja pada reseptor GABAA

dan anestetika intravena (propofol) bekerja pada reseptor GABA subunit α

A

(Sumber : Miller 2010).

subunit β.

Tinjauan Anestetikum Umum Ketamine HCl

Ketamine HCl adalah anestetikum golongan phencyclidine (PCP) dengan rumus 2-(0-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanone hydrochloride, golongan nonbarbiturat, dan termasuk dissosiatif anestesi, yaitu pada dosis rendah sebagai preanestesi dan pada dosis lebih tinggi sebagai anestesi umum. Ketamine HCl merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan mempunyai tingkat keamanan lebar (Gambar 6) (Sulistia 1987; Adams 2001).

Gambar 6 Struktur kimia ketamine HCl

Ketamine HCl mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit yang kuat serta reaksi anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (Pathak et al.1982; Kul et al. 2001). Ketamine menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor N methyl D aspartate (NMDA). Ketamine diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor NMDA, pada daerah tempat kerja PCP. Afinitas ketamine sangat tinggi pada reseptor NMDA, sehingga menghasilkan pengaruh analgesik yang sangat kuat (Stawicki 2007). Sebagai antagonis NMDA, ketamine menghambat refleks nosiseptik spinal, yaitu menghambat konduksi rasa nyeri ke talamus dan daerah kortek. Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamine yang rendah akan menghasilkan pengaruh analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008). Ketamine juga menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa tempat di otak seperti pada talamus dan kortek serebral menjadi tertekan. Ketamine juga memperpanjang kerja GABA (gamma amino butyric acid), suatu neurotransmiter penghambat di otak dengan cara menghambat pengikatannya di ujung syaraf (Cullen 1997). Reseptor GABA dapat merubah permiabilitas ion Cl

-Adams (2001) menyebutkan bahwa aktivitas ketamine dapat secara langsung menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan (uptake) catecholamine terutama norepineprin. Ketamine dapat mengubah aktivitas dan dapat menyebabkan pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik (Adams 2001; Rudolph dan Antkoeiak 2004). Pengaruh klinis yang ditimbulkan ketamine sangat bervariasi seperti : analgesia, anestesi, halusinasi, neurotoksisitas, hipertensi arterial, dan bronkodilatasi. Ketamine juga menimbulkan agitasi (kehilangan orientasi, gelisah, dan menangis) yang sering disebut penomena

listrik jantung dengan memperpanjang interval PR dan QT, tetapi tidak mempengaruhi bentuk gelombang EKG. Ketamine juga dapat menghambat efferen vagal (vagolitik) melalui aktivitas pada syaraf pusat. Terhadap sistem kardiovaskuler, ketamine menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan cardiac output, peningkatan tekanan vena (Cullen 1997), peningkatan tekanan arteri, temperatur tubuh, dan peningkatan tekanan intraokuler (Haskin 1989).

Pemberian anestetikum ketamine secara tunggal dosis 10-15 mg/kg berat badan secara intra muskular pada anjing menimbulkan kekejangan otot dan hipersalivasi serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek. Mengatasi kerugian penggunaan anestetikum ketamine secara tunggal, ketamine sering dikombinasikan dengan obat lain sebagai preanestesi, misalnya sedatif tranquuilizer golongan penotiazin seperti acepromazin atau clorpromazin, sedatif hipnotik golongan α2-adrenoceptor seperti xylazine, dan golongan benzodiazepin seperti diazepam atau midazolam yang diberikan secara IM atau IV (Bishop 1996). Penggunaan kombinasi xylazine 2 mg/kgBB lima menit kemudian diikuti dengan ketamine 20 mg/kgBB, menyebabkan menurunnya denyut jantung, tekanan darah arteri dan respirasi (Kul et al. 2001). Waktu anestesi yang dihasilkan oleh kombinasi anestesi xylazine (2 mg/kgBB) dan ketamine (15 mg/kgBB) dalam satu spuit secara intamuskular pada anjing lokal sekitar 45 menit (Sudisma et al. 2001). Pemberian xylazine secara tunggal pada anjing akan menyebabkan muntah dan penurunan denyut jantung beberapa menit setelah pemberian xylazine (Bishop 1996).

Propofol

Propofol dapat digunakan secara tunggal pada prosedur anestesi yang singkat atau untuk induksi sebelum intubasi dan anestesi inhalasi. Propofol mempunyai pH netral dan dapat diberikan dalam bentuk emulsi minyak dalam air dengan konsentrasi 10 mg/ml. Walaupun propofol memperlihatkan warna putih seperti susu, sangat aman diberikan secara intravena. Propofol adalah turunan alkil penol (2,6-diisopropylphenol), seperti pada Gambar 7 (McKelvey dan Hollingshead 2003).

2,6-diisopropylphenol

Gambar 7 Struktur kimia propofol

Propofol termasuk agen anestetikum intravena short acting hypnotic. Propofol menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor GABAA (Intelisano et al. 2008). Propofol memperbesar pengaruh GABA yang mempunyai fungsi menghambat aksi (inhibitory) sistem syaraf pusat, meningkatkan konduksi Cl-

Propofol mempunyai molekul mirip alkohol, molekulnya akan bekerja dan berikatan pada reseptor GABA

yang menyebabkan hiperpolarisasi sehingga tingkat rangsangan sel (excitability) menurunkan, menyebabkan sedasi dan relaksasi (Mihic dan Harris 1997; Intelisano et al. 2008).

A pada membran sel syaraf pada otak khususnya reseptor GABAA subtipe ß3 pada transmembran (TM)2 dan TM3 bagian N265 (ßN265) sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan pada reseptor GABAA subtipe ß2 (50% pada SSP) akan menyebabkan sedasi. Subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABAA merespon propofol dan etomidat sehingga terjadi depresi respiratoris (Henschel et al. 2008). Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi arterial, bardikardi, depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Propofol menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta berakibat langsung penurunan tekanan darah dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Penelitian pada manusia, propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam Mohamadnia et al. 2008).

Efek samping propofol berhubungan dengan dosis penggunaan dan keuntungan penggunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang ditimbulkan (Dzikiti et al. 2007). Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007).

Propofol dapat dilarutkan dalam larutan salin (garam) atau dektrosa 5% dalam air untuk digunakan pada anjing. Larutan tersebut lebih akurat dan dapat melindungi efek samping terhadap respirasi dan kardiovaskular. Propofol tidak dianjurkan untuk dilarutkan dalam konsentrasi yang kurang dari 0,2% (2mg/ml), karena tidak dapat bercampur dengan pelarut atau agen lain. Tidak seperti cycloheksamin dan barbiturat, propofol dapat diberikan secara berulang-ulang dan injeksi dapat diulang setiap 3-5 menit atau sesuai dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan status pasien atau sebagai alternatif dapat diberikan secara infus terus-menerus. Periode pemulihan anestesi dengan propofol sangat cepat dan berjalan dengan lembut, walaupun diberikan secara berulang-ulang. Pemulihan anestesi dengan propofol pada anjing sekitar 20 menit (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Dosis propofol yang dibutuhkan pasien dan durasi anestesinya tergantung dari preanestetikum yang digunakan. Apabila digunakan dosis 6 mg/kg IV, onset anestesinya kurang dari 60 detik dan durasinya sekitar 5-10 menit. Dosis propofol yang kecil (0,2-0,4 mg/kg/menit) dapat diberikan pada pasien secara infusi terus-menerus dengan pompa injeksi atau tetes IV. Propofol dapat digunakan pada anjing dengan dosis pemberian 4mg/kg secara intravena (Bishop 1996). Penggunaan propofol pada hewan kecil sebagai induksi digunakan dosis 3-8mg/kg secara intravena, sedangkan sebagai pemeliharaan anestesi digunakan dosis 0,5-1mg/kg diulang setiap 3-5 menit atau dapat diberikan secara infusi intravena 0,3-0,5mg/kg/menit. Metode total intraveous anesthesia (TIVA) menggunakan propofol digunakan secara luas pada pasien manusia yang ditangani diluar ruang operasi. Propofol yang digunakan pada manusia mempunyai waktu pemulihan yang singkat, kadang lebih cepat dari isofluran dan menyebabkan muntah dan mabuk pasca operasi.

Penggunaan propofol dengan metode TIVA juga dipercaya sebagai anestesi alternatif untuk hewan kesayangan terutama anjing (Tsai et al. 2007).

Induksi anestesi pada anjing dengan propofol (4mg/kg) dan ketamine (2mg/kg) secara intravena dalam satu spuit dilanjutkan dengan infusi intravena dengan propofol (0,5mg/kg/menit) dan ketamine (0,2mg/kg/menit), menghasilkan anestesi dengan hemodinamik yang stabil (Intelisano et al. 2008). Anestesi pada anjing dengan kombinasi propofol (4mg/kg) dan ketamine (4mg/kg) secara intravena menghasilkan anestesi yang aman dan dapat digunakan sebagai alternatif anestesi untuk prosedur pembedahan yang panjang (Muhammad et al. 2009). Kombinasi propofol dengan preanestetikum mempunyai rentang keamanan yang lebar pada anjing. Eksitasi dan tremor otot jarang terjadi, oleh karena itu diperlukan preanestetikum seperti acepromazin(0,1mg/kg IV), pentobarbital (2mg/kg), atau diazepam (0,3-0,5mg/kg IV). Propofol sangat aman diberikan pada hewan dengan gangguan hati dan ginjal, karena metabolisme propofol sangat cepat. Satu kekurangan propofol adalah kelemahan untuk disimpan, karena mengandung minyak kedelai, lesithin, dan gliserol sehingga akan mendukung pertumbuhan bakteri. Ampul dan botol harus disimpan dengan aseptik dan tidak dianjurkan untuk digunakan setelah dibuka selama 12 jam (McKelvey dan Hollingshead 2003; Tsai et al. 2007; BBraun 2009).

Xylazine

Xylazine adalah salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan medetomidin adalah preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk menghasilkan sedasi, analgesi, dan pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain seperti romifidin sering digunakan pada kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk anjing dan kucing (Lemke 2004). Xylazine HCl mempunyai rumus kimia 2(2,6-dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro 1,3-thiazine hydrochloride, seperti disajikan pada Gambar 8. (Booth et al. 1977; Brander et al. 1991; Bishop 1996).

N-(2,6-dimethylphenyl)-5,6-dihydro-4H-1,3-thiazin-2-amine Gambar 8 Struktur kimia xylazine HCl

Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor α2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor α2

Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi panjang (Hall and Clarke 1983). Xylazine diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –48 jam (Hall and Clarke 1983; Brander et al. 1991).

-adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Adams 2001).

Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi, kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan akhirnya keadaan teranestesi (Hall dan Clarke 1983). Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine pada anjing menghasilkan efek samping merangsang muntah tetapi dapat mengosongkan lambung pada anjing diberi makan sebelum dianestesi.

Xylazine biasa digunakan pada kucing, anjing dan kuda sebagai agen sedatif untuk keperluan pembedahan minor dan untuk menguasai hewan atau handling. Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi bukan saja untuk sedasi dan analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi. Xylazine bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain seperti benzodiazepin atau opioid untuk menghasilkan sedasi. Xylazine juga dapat dikombinasikan dengan anestesi injeksi seperti ketamine, tiopental, dan propofol atau anestesi inhalasi seperti halotan dan isofluran untuk menghasilkan anestesi yang lebih baik (Lemke 2004). Xylazine biasanya digunakan sebagai preanestesi, tetapi pada anjing akan menyebabkan muntah sehingga bersifat kontra-indikasi untuk hewan yang menderita obstruksi gastro-intestinal. Waktu induksi dari suatu agen anestesi bisa dikurangi sampai 50-75% dengan pemberian preanestesi xylazine untuk menghindari overdosis (Bishop 1996).

Sebagai preanestesi pada kuda, xylazine dapat diikuti dengan tiopenton, metoheksiton atau ketamine. Dengan anestetikum ketamine, penggunaan xylazine adalah dosis 1,1 mg/kg berat badan secara intra muskular dan diikuti dengan ketamine 2,2 mg/kg berat badan. Pada anjing, xylazine bisa digunakan secara sub-kutan atau intra muskular dengan dosis 1-3 mg/kg berat badan (Bishop 1996). Xylazine dapat digunakan sebagai preanestetikum pada anjing dengan dosis 0,25-2mg/kg secara intramuskular dan dosis 0,2-0,5mg/kg secara intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Midazolam

Midazolam adalah golongan short-acting benzodiazepin (Gambar 9) umumnya digunakan pada manusia tetapi dapat digunakan pada anjing, kucing, babi, burung, dan kuda. Midazolam stabil dalam larutan, sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamine atau ketamine-larutan salin untuk pemberian secara infus, diabsorbsi dengan baik dan tidak mengiritasi jaringan bila diaplikasikan secara intramuskular (Lumb dan Jones 1996).

Gambar 9 Struktur kimia midazolam

Midazolam merupakan golongan Imidazobenzodiazepin yang larut dalam air, menghasilkan efek hipnotik, relaksasi otot dan lebih potensial daripada golongan benzodiazepine lain seperti diazepam (Plumb 1991; Luna et al. 1992). Golongan benzodiazepin memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABAA

Midazolam dimetabolisme di hati. Produk metabolit utama midazolam adalah hidroksimidazolam yang diekresikan melalui hati sebanyak 40-50%,

, sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007).

α

-hydroxymidazolam yang terbentuk akan segera terikat dengan asam glukoronat (tidak aktif) dan 50-70% dosis midazolam yang diberikan kemudian dieliminasi melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi midazolam pada manusia 1,5-3 jam (Anonim 2002). Midazolam mempunyai waktu paruh singkat dan aktivitas farmakologi yang rendah. Waktu paruh midazolam dalam serum dan durasi midazolam pada manusia lebih pendek dibandingkan penggunaan diazepam. Waktu paruh eliminasi midazolam pada manusia lebih kurang 2 jam sedangkan diazepam mencapai 30 jam (Plumb 1991).

Midazolam diabsorbsi cepat dengan kesempurnaan absorbsi 91% pasca injeksi intramuskular dan rentang bioavailabilitas 31-72% pada pemberian per-oral. Onset pasca injeksi midazolam secara intravena sangat cepat karena midazolam termasuk zat lipofilik tinggi. Reflekss akan berkurang pada 30-97 detik post pemberian midazolam pada manusia. Obat ini memiliki ikatan kuat dengan protein (94-97%) dan secara cepat menembus blood brain barrier (Plumb 1991). Menurut

Anonim (2002), ketersediaan hayati midazolam post injeksi intramuskular lebih dari 90% dan konsentrasi plasma maksimum pada manusia dicapai dalam 30 menit. Ikatan protein plasma midazolam adalah 96-98%. Selain menembus blood brain barrier, midazolam juga mampu menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin.

Midazolam dapat digunakan secara sendiri sebagai tranquilizer atau dikombinasikan dengan anestetikum umum untuk mencegah hipertonus otot dan meningkatkan sedasi. Pada anjing, midazolam diinjeksikan intramuskular atau intravena, walau pemberian intravena lebih sering digunakan untuk induksi anestesi (Lumb dan Jones 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi untuk mengurangi kegelisahan sebelum prosedur pembedahan, sebagai sedatif, hipnotik, dan menimbulkan amnesia (Stawicki 2007). Midazolam dapat mencegah hipertonus otot, meningkatkan efek sedasi, menghasilkan efek hipnotik, dan lebih potensial dibandingkan diazepam (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000).

Midazolam diindikasikan untuk sedasi preoperasi, amnesia, penanganan seizures atau status epilepsi, sedasi dan amnesia untuk endoskopi, dan dikombinasikan dengan agen anestesi lain sebagai anestesi umum (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma. Overdosis midazolam dapat ditangani dengan pemberian flumazenil (Stawicki 2007).

Midazolam lebih baik dibandingkan dengan diazepam. Midazolam bersifat stabil di dalam larutan sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamine atau ketamine-larutan saline untuk pemberian secara infus (Plumb 1991; Jacobson dan Hartsfield 1993). Midazolam diabsorbsi dengan baik dan tidak mengiritasi jaringan bila diaplikasikan intramuskular dan pengaruhnya akan muncul setelah tiga menit penyuntikan (Lumb dan Jones 1996). Dosis midazolam yang dianjurkan pada anjing 100-200 microgram/kgBB intravena, intramuskular atau subkutan (Lumb dan Jones 1996; Bishop 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi pada anjing dengan dosis 0,1-0,2mg/kg (maksimal 10mg) secara intramuskular maupun intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003). Midazolam juga sering digunakan pada kucing dan dikombinasikan dengan ketamine (0,2mg/kg midazolam dan 10mg/kg ketamine

IM). Penggunaan midazolam untuk preoperasi berkisar 0,066-0,22 mg/kgBB intramuskular atau intravena (Plumb 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Atropine

Atropine adalah prototipe agen menghambat muskarinik atau antimuskarinik dan merupakan ekstrak alkaloid dari tumbuhan belladona yang termasuk famili potato (Adams 2001). Atropine dan derivat alamiahnya adalah ester alkaloid ammonium tersier asam tropat (Katzung 1992). Secara kimia, molekul atropine terdiri dari dua komponen yang berikatan melalui ikatan ester. Komponen pertama adalah tropine yang merupakan sebuah basa organik dan komponen kedua adalah asam tropat (Gambar 10).

Gambar 10 Struktur kimia atropine

Atropine merupakan antimuskarinik, digunakan untuk mengurangi salivasi dan sekresi bronkial dan melindungi serta mencegah kejadian aritmia disebabkan prosedur atau sifat obat-obat anestesi. Sebagai preanestesi, atropine diindikasikan pada anjing untuk mencegah sejumlah saliva yang dapat menghalangi jalan nafas. Atropine dan hyoscin tidak direkombinasikan untuk preanestesi pada kuda karena dapat menyebabkan eksitasi dan medriasis. Atropine mencegah efek samping muskarinik dari antikolinesterase, yang digunakan untuk mengembalikan pengaruh non-depolarisasi obat-obat neuromuskular blok. Atropine adalah obat yang paling umum untuk digunakan sebagai antimuskarinik untuk pengobatan bradikardia. Penggunaan atropine pada anjing adalah 30–100 mikrograms/Kg BB (Bishop 1996). Dosis atropine sulfas sebagai preanestetikum 0,02-0,04 mg/kgBB intramuskular atau subkutan (Plumb 1991). Atropine biasa digunakan sebagai preanestetik pada anjing dengan dosis 0,02-0,04mg/kg secara subkutan, intramuskular, maupun secara

intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemakaian atropine sulfas dosis tinggi berakibat peningkatan frekuensi jantung dan tonus vagal perifer dan sentral. Kejadian disarithmia jantung dan takhikardi pada pemberian atropine sulfas pernah dilaporkan pada anjing (Lumb dan Jones 1996).

Perubahan Aspek Fisiologi dalam Anestesi

Pengamatan aspek fisiologi untuk pengawasan suatu anestesi dapat dikatakan sempurna apabila seluruh perubahan aspek fisiologi dapat diamati, tetapi perubahan aspek fisiologi pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh merupakan parameter yang terpenting diamati selama periode anestesi (Adams 2001, Flecknell, 1987). Kunci efektifitas anestesi dan tingkat keamanan selama periode anestesi adalah dilakukannya pengawasan dan pemantauan (monitoring) anestesi yang baik. Pemeriksaan cepat dan seksama selama periode anestesi dilakukan terhadap kedalaman anestesi, kardiovaskuler dan respirasi, oksigenasi, dan variabel yang lain, seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perubahan fisiologi yang diperiksa selama periode anestesi •Respirasi : kecepatan, kedalaman, dan sifat (gerak kantong reservoir dan gerakan dada). •Warna membrana mukosa dan capillary refill time (CRT).

•Denyut jantung

•Pulsus : kecepatan dan kekuatan

•Ketegangan rahang, posisi bola mata, dan aktivitas refleks palpebral. •Oksigenasi (kecepatan aliran dan tekanan)

•Temperatur tubuh pasien

Sumber: McKelvey dan Hollingshead 2003

Tanda-tanda vital dan refleks harus diperiksa selama hewan teranestesi. Tanda vital menunjukkan variabel yang mengindikasikan mekanisme respon keseimbangan (homeostasis) hewan terhadap anestesi, seperti denyut jantung, kecepatan respirasi,

capillary refill time (CRT), dan temperatur. Tanda vital bagi pasien menandakan kemampuan pasien untuk mempertahankan fungsi respirasi dan sirkulasi selama teranestesi. Tanda vital dapat diamati dengan indera (sentuhan, pendengaran, atau

penglihatan) atau menggunakan alat seperti mesin EKG atau oximeter. Tanda vital yang harus diperiksa selama teranestesi adalah denyut dan ritme jantung, pulsus, CRT, warna membrana mukosa, kehilangan darah, kecepatan dan kedalaman respirasi, dan temperatur. Tanda vital lain yang juga diperiksa adalah oksigenasi, CO2, EKG, dan tekanan darah. Sedangkan refleks adalah reaksi tidak sengaja dari hewan terhadap rangsangan seperti ditusuk atau dipukul. Refleks memberikan informasi terhadap kedalaman anestesi tetapi tidak berhubungan dengan keamanan anestesi atau mekanisme homeostasis pasien (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Sistem Kardiovaskeler

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah sebagai sistem sirkulasi atau alat transport. Sirkulasi darah akan mengangkut substansi penting untuk kesehatan dan kehidupan, seperti oksigen (O2) dan nutrisi yang diperlukan oleh setiap sel dalam tubuh. Darah juga membawa karbondioksida (CO2

Denyut jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O

) dan hasil sisa metabolisme tubuh dari tiap-tiap sel dan mengirimnya ke paru-paru, hati, atau ginjal sebagai tempat untuk pengeluaran (Cunningham 2002). Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan. Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikan ke jantung (Sherwood 2001, Cunningham 2002).

2 dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, membawa limbah metabolisme dan mempertahankan homeostasis seluler. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi dengan mempergunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung di rongga dada sebelah kiri, atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah

Dokumen terkait