• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara menganalisis hasil pengujian sesuai untuk nilai Angka Lempeng Total sesuai dengan ketentuan PPOMN (2006) yaitu :

a. Pilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Semua koloni dalam cawan petri dihitung dengan menggunakan alat penghitung koloni (Colony counter). Jumlah koloni dihitung rata-rata dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram.

b. Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 atau lebih besar dari 250, dihitung rata-rata jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram.

10

c. Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250 koloni, jumlah koloni dari masing-masing pengenceran dihitung seperti yang pada poin a dan poin b diatas, dan dihitung rata-rata jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali jumlah yang terkecil,dinyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram.

d. Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan petri tidak terletak antara 25-250 koloni, dihitung jumlah koloni seperti pada poin a dan poin b diatas, dan dinyatakan sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram

e. Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2, 4, atau 8 sektor. Jumlah koloni dihitung dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pembagi dan pengencer. Hasil dinyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau gram.

f. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengenceran dan hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau gram lebih besar dari jumlah yang didapat (>1600 x faktor pengenceran).

g. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, dinyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan faktor pengenceran yang terendah (<10).

h. Menghitung koloni perambat (spreader)

Ada 3 macam koloni perambatan pada koloni, yaitu : (1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah

(2) Perambatan yang terjadi diantara dasar cawan petri dan perbenihan (3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan perbenihan

Jika terjadi hanya 1 perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap 1. Tetapi jika 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal dari sumber yang terpisah-pisah, maka setiap sumber dihitung sebagai 1 koloni. Bila (2) dan (3) terjadi

11

maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena koloni dalam keadaan semacam ini agak sulit dihitung

i. Menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan kedua (dimulai dari kiri), sedangkan angka ketiga diganti dengan 0, apabila <5 dan apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang kedua.

Contoh : 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5,2 x 105) 86.300 dilaporkan sebagai 84.000 (8,4 x 104)

12 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamu merupakan salah satu kelompok obat tradisional yang sudah dikenal di Indonesia sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai sarana pemulihan kesehatan dari sakit. Ramuan yang ada dalam jamu terdiri dari berbagai bagian tanaman yang saling bekerja sama membantu perawatan dan untuk mencegah penyakit (Sukmawati, Proborini, dan Kawuri, 2012). Jamu serbuk yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar kualitas dan keamanannya secara mikrobiologis untuk dikonsumsi. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan dari BPOM sehingga jamu perlu diuji dan dianalisis kelayakan konsumsinya berdasarkan kualitas mikrobiologinya (BPOM RI, 2019). Uji cemaran mikroba dilakukan untuk menentukan cemaran mikrobiologi yang terkandung pada jamu tidak melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui kualitas dan keamanan dari bahan baku yang akan dijadikan sediaan farmasi. Cemaran mikroba yang tinggi dapat menyebab efek yang buruk bagi kesehatan (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Salah satu bentuk penyajian jamu yang ada di Indonesia diantaranya berupa jamu serbuk, yaitu sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau campuran dengan ekstrak yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas. Keuntungan dari jamu serbuk ini adalah produknya mempunyai daya simpan yang lebih lama dibandingkan jamu gendong, penampilan yang lebih baik, pemasaran yang lebih luas, bobot pada saat penjualan lebih ringan, dan mudah dalam penyajian, namun khasiat dan rasanya masih dapat dipertahankan (Samran dan Fatimah, 2018; Permata dan Sayuti, 2016). Adapun Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk jamu jahe merah produksi X yang dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Jamu jahe merah dipilih karena berdasarkan survey peneliti di Pasar Beringharjo, jamu jahe merah merupakan salah satu jamu yang banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia yaitu persentasi penggunaan tanaman obat paling banyak digunakan dalah jahe (50,36%) (MENKES, 2017). Selain itu, jamu jahe merah dapat bermanfaat untuk mengobati

13

batuk, membangkitkan nafsu makan, masuk angin, gatal, sakit kepala, gangguan pencernaan, analgesik, antipiretik, antiinflamasi, selesma dan lain-lain.

Pasar Beringharjo dipilih sebagai tempat pengambilan sampel karena Pasar Beringharjo merupakan pasar terbesar di Yogyakarta dan terletak di pusat kota.

Selain itu, Pasar Beringharjo juga merupakan pasar pusat penjualan bahan baku jamu seperti rimpang, simplisia, serbuk simplisia, serta merupakan pasar dengan penjual obat tradisional terbanyak di Yogyakarta.

Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti, terdapat tiga los penjual obat tradisional. Peneliti mengambil 9 sampel dari 3 toko obat tradisional yang dipilih secara acak. Dipilih 1 toko dari masing-masing los toko obat tradisional, kemudian dilakukan 3 kali pengambilan sampel sebagai replikasi yang dianggap dapat mempresentasikan penjual obat tradisional di pasar tersebut. Sampel yang sudah diambil kemudian disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat, dan sudah dibersihkan dengan alkohol. Wadah disterilkan dengan alkohol terlebih dahulu karena alkohol sangat efektif membunuh bakteri dengan mendenaturasi protein.

Selain itu, alkohol dapat bekerja cepat dan menguap dengan cepat tanpa meninggalkan residu. Alkohol yang digunakan yaitu etanol 70% karena konsentrasi etanol 65-95% juga dapat membunuh dengan sama baiknya, sedangkan etanol murni kurang efektif dibandingkan dengan campuran etanol dan air karena denaturasi membutuhkan air (Radji 2009).

Sterilisasi Alat, Media, dan Ruangan

Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme yang terdapat pada suatu benda. Sterilisasi penting dilakukan untuk membebaskan peralatan dan media dari mikroba (Rizal, Sumaryani, Suprihana, 2016). Apabila tidak dilakukan sterilisasi maka tidak dapat dibedakan cemaran mikroba yang tumbuh berasal dari sampel atau dari peralatan dan media yang digunakan.

Peralatan dan media yang digunakan dalam penelitian disterilisasi terlebih dahulu. Peralatan yang terbuat dari kaca dan tahan terhadap panas dibungkus, kemudian dilakukan proses sterilisasi ke dalam autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 20 menit. Media yang sudah dicampur dengan aquadest, dihomogenkan dengan

14

stirrer dan dipanaskan hingga jernih dalam hotplate kemudian dilakukan proses sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 15 menit (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilkan suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi 121˚C selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikroorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100˚C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121˚C , endospora dapat dibunuh dalam waktu 4 – 5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6 – 30 detik pada suhu 65˚C (Rizal, Sumaryati, Suprihana, 2016).

Sterilisasi ruangan dilakukan dengan mengelap permukaan meja kerja menggunakan alkohol 70 %. Pengujian dilakukan secara aseptis untuk meminimalkan kontaminasi sehingga bakteri yang tumbuh pada media benar-benar berasal dari sampel jamu jahe merah (Andriani, 2016).

Persiapan Sampel

Kemasan sampel jamu dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70%

kemudian kemasan sampel dibuka secara aseptis. Jamu serbuk jahe merah yang sudah dibuka, kemudian diambil dan dilarutkan dengan aquades steril.

Homogenisasi sampel

Homogenisasi adalah suatu cara penyajian sampel pemeriksaan untuk memperoleh distribusi mikroba sebaik mungkin di dalam sampel yang akan diperiksa. Tujuan homogenisasi adalah membebaskan sel-sel bakteri atau jamur yang mungkin terlindung di dalam bahan pemeriksaan dan untuk menormalkan kembali sel-sel bakteri dan jamur yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi yang kurang menguntungkan dalam sediaan farmasi yang akan diperiksa (Radji, 2009). Homogenisasi sampel dilakukan dengan cara mencampur 1 ml

15

larutan sampel jamu jahe merah dengan 9 ml pengencer BPW dalam labu ukur 10 ml, kemudian dihomogenkan. Ini diperoleh pengenceran 10−1

Pengenceran sampel

Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 mL dari pengenceran 10−1 dan ditambahkan 9 mL larutan pengencer, kemudian diperoleh pengenceran 10−2. Pengencer yang digunakan untuk uji ALT dan AKK adalah BPW (Buffered Peptone Water). BPW berfungsi dalam mendukung pH pertumbuhan akibat adanya perubahan pH yang disebabkan oleh pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme, serta menjaga agar mikroorganisme tidak rusak akibat perubahan pH tersebut. Kandungan pepton pada larutan BPW ini berfungsi sebagai sumber karbon, nitrogen, vitamin dan mineral bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu kandungan NaCl pada larutan BPW berfungsi dalam menjaga keseimbangan osmotik medium pertembuhan (Soesetyaningsih, Azizah, 2020).

Pengenceran AKK dilakukan sampai 10−4, sedangkan pengenceran ALT dilakukan sampai 10−6. Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam jamu sehingga koloni yang tumbuh tidak menumpuk dan mempermudah dalam perhitungan jumlah koloni (Yunita, Hendrawan, Yulianingsih, 2015; Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Uji Angka Kapang Khamir

Uji Angka Kapang Khamir merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menghitung jumlah koloni kapang/khamir pada sampel yang diteliti (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020). Media yang digunakan untuk uji AKK adalah PDA (Potato Dextrose Agar) (Afifi dan Sugiarti, 2016). PDA mengandung ekstrak potato, glukosa, dan agar. Glukosa dan potato/kentang merupakan sumber energi untuk memproduksi konidia dari kapang/khamir. Agar merupakan polisakarida asam yang diekstraksi dari ganggang merah tertentu (Putri, Sudimartini, Dharmayudha, 2020). Potato Dextrose Agar merupakan media yang umum digunakan untuk pertumbuhan jamur karena memilki pH 4,5 - 5,6 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan dengan pH 7,0 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30° C (Cappucino, 2014).

16

Media Potato Dextrosa Agar (PDA) dibuat dengan menimbang serbuk PDA dan ditambahkan aquadest, kemudian dipanaskan hingga larutan jernih.

Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Selain itu, media PDA ditambahkan dengan kloramfenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada media, sehingga diharapkan yang tumbuh pada media adalah kapang/ khamir. Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas bakteriostatik yang aktif melawa baik organisme gram positif dan gram negatif aerob dan anaerob yang menghambat kuat sintesis protein dengan mengikat secara reversibel ke subunit 50S dari ribosom bakteri dan menghambat pembentukan ikatan peptida (Katzung and Trevor, 2015).

Setiap cawan petri, dituang sebanyak 12-15 ml media PDA yang dicairkan pada suhu 45˚±1˚C. Pada uji AKK dilakukan pula kontrol media dengan cara menuangkan media PDA pada cawan petri dan membiarkannya memadat tanpa diisi pengencer BPW untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh murni berasal dari sampel. Serta dilakukan kontrol pengencer dengan cara menuangkan media PDA dan pengencer BPW pada cawan petri dan membiarkannya memadat untuk menjamin bahwa sampel tidak terdapat kontaminan (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020). Seluruh cawan petri diinkubasikan dengan suhu 25°C karena kapang dan khamir bersifat mesofilik yang dapat tumbuh pada suhu 25-30°C selama 5 hari dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati sampai hari ke-5 (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data yang bersifat kuantitatif yaitu dengan cara penghitungan jumlah mikroba yang muncul pada media yang telah diujikan. Hasil dianalisis dan dibandingkan dengan standar cemaran mikroba yang termuat dalam persyaratan Mutu Obat Tradisonal yang sesuai dengan Peraturan Kepala Bidang Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014. Koloni kapang yang dihitung adalah berbentuk serabut seperti kapas dan untuk khamir berbentuk bulat dan keduanya merupakan koloni yang tunggal atau terpisah (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

17

Kontrol Media Kontrol Pengencer

Gambar 2. Kontrol Media dan Kontrol Pengencer Uji AKK

Pada uji AKK dilakukan uji kontrol media dan kontrol pengencer untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Hasil dari uji kontrol media dan kontrol pengencer dapat dilihat pada Gambar 1. yaitu tidak terdapat pertumbuhan jamur yang menunjukkan bahwa tidak ada kontaminan dari media dan pelarut yang digunakan. Hasil rata-rata replikasi AKK setelah inkubasi sampai hari ke-5 ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Angka Kapang Khamir pada jamu serbuk jahe merah setelah inkubasi

Hasil uji AKK setelah inkubasi 5 hari yaitu tidak ada kapang atau khamir pada sampel jamu serbuk jahe merah, maka nilai AKK dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah (<1 x faktor pengenceran terendah) (PPOMN, 2006). Dipilih pengenceran 10−1, sehingga nilai AKK yang diperoleh berdasarkan Tabel.1 yaitu < 10 koloni/ g. Nilai tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala Bidang Pengawas Obat dan Makanan

18

(BPOM) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014, yaitu AKK yang diperbolehkan adalah ≤ 104 koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa jamu serbuk jahe merah telah dibuat dengan memperhatikan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) dengan baik. Selain itu menunjukkan pula bahwa penjual jamu serbuk telah melakukan penyimpanan dengan baik yaitu disimpan dalam tempat yang kering, tidak lembab, dan tidak terkena sinar matahari langsung untuk menghindari pertumbuhan jamur.

Pada penelitian uji AKK ini didapatkan nilai Standar Deviasi (SD) untuk masing-masing sampel A, B, dan C berturut-turut yaitu sebesar 0 , 0, dan 0. Nilai Koefisien Variasi (CV) untuk masing-masing sampel A, B, dan C berturut-turut yaitu sebesar 0 % , 0 %, 0 %. Berdasarkan nilai CV tersebut, dapat diketahui bahwa hasil analisis data ini memiliki tingkat ketelitian yang sangat teliti (CV = ≤ 1 %) (Kumalasari, Panggabean, Akkas, 2017).

Uji Angka Lempeng Total

Uji ALT merupakan metode untuk menghitung angka cemaran bakteri aerob mesofil yang terdapat dalam sampel dengan metode cara tuang (pour plate) pada media padat dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-45°C dengan posisi dibalik (Tivani, Amananti, Purgiyanti, 2018).Bakteri yang tergolong mesofil adalah bakteri yang mempunyai suhu pertumbuhan 20-40°C dengan suhu minimum pertumbuhan 10-20°C, dan suhu maksimum 40-45°C (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Prinsip dari metode ALT adalah menumbuhkan sel-sel mikroba yang masih hidup pada suatu atau beberapa media sehingga sel tersebut berkembang biak dan membentuk koloni-koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tanpa menggunakan mikroskop, dan koloni dapat dihitung menggunakan colony counter (Yunita, Hendrawan, Yulianingsih, 2015)

Media yang digunakan adalah media PCA karena mengandung nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Media PCA mengandung triptone 5.0 gr/L, ekstrak ragi 2.5 gr/L, glukosa 1.0 gr/L dan agar 9.0 gr/L untuk nutrisi pertumbuhan bakteri dengan pH 7,0±0,2. Media ini tidak mengandung agen inhibitor yang hanya membatasi pertumbuhan mikroba

19

tertentu saja, sehingga hampir semua mikroba mesofil aerob dapat tumbuh pada media ini. (Putri, Sudimartini, Dharmayudha, 2020).

Media plate count agar (PCA) ditimbang, dicampur dengan aquadest steril, dan dipanaskan hingga larutan kuning jernih. Selanjutnya media disterilkan meggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121˚C. Pada ALT digunakan metode pour plate yaitu dengan mengambil 1 ml sampel (semua seri pengenceran secara duplo) dan dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setiap cawan petri, dituang sebanyak ± 15 ml media PCA yang dicairkan pada suhu 45˚±1˚C. Setelah itu media diratakan dengan menggoyangkan cawan petri dan diinkubasi pada suhu 35-45°C selama 24 hingga 48 jam dalam posisi terbalik (Soesetyaningsih, Azizah, 2020).

Kontrol media dilakukan dengan cara menuangkan media PCA pada cawan petri dan membiarkanya memadat tanpa di isi pengenceran. Media PCA dikatakan steril apabila tidak ada pertumbuhan koloni bakteri dan kapang/khamir (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020). Kontrol pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media PCA dan pengencer BPW pada cawan petri dan membiarkannya memadat untuk menjamin bahwa sampel tidak terdapat kontaminan dari pengencer. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung menggunakan colony counter (Yunita, Hendrawan, Yulianingsih, 2015).

Kontrol Media Kontrol Pengencer

Gambar 3. Kontrol Media dan Kontrol Pengencer Uji ALT

Pada uji ALT dilakukan pula uji kontrol media dan kontrol pengencer. Hasil uji kontrol media dan kontrol pengencer dapat dilihat pada Gambar 2. yaitu tidak terdapat bakteri atau cemaran yang menandakan bahwa tidak ada kontaminan dari

20

media dan pengencer yang digunakan. Hasil pengamatan rata-rata replikasi ALT selama inkubasi ditunjukkan pada Tabel.2

Tabel 2. Angka Lempeng Total pada jamu serbuk jahe merah setelah inkubasi

Hasil uji ALT setelah inkubasi yaitu terdapat bakteri pada jamu serbuk jahe merah. Pada pedagang A dan B, pengenceran yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah pengenceran 10−1 karena jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran tersebut masuk dalam batas yang sesuai 25-250 koloni. Pada pedagang C, pengenceran yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah pengenceran 10−1 karena merupakan pengenceran terendah dengan jumlah koloni kurang dari 25.

Berdasarkan hasil uji ALT pada Tabel.2, maka diperoleh nilai ALT jamu serbuk jahe merah adalah 2,4 x 102 koloni/ g dan dapat diketahui pula bahwa jamu serbuk jahe merah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala Bidang Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014, yaitu ALT yang diperbolehkan adalah ≤ 106 koloni/g. Apabila angka lempeng total terlalu tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan karena bakteri ini dapat menghasilkan toksin yang menyebabkan penyakit diantaranya muntah, diare, demam dan infeksi (Saweng, Sudimartini, Suartha, 2020).

Nilai Standar Deviasi (SD) untuk masing-masing sampel A, B, dan C berturut-turut yaitu sebesar 28,9; 11,6; dan 10. Nilai Koefisien Variasi (CV) untuk masing-masing sampel A, B, dan C berturut-turut yaitu sebesar 10 % , 4 %, 7,7 %.

Berdasarkan nilai CV tersebut, dapat diketahui bahwa hasil analisis data ini

21

memiliki tingkat ketelitian yang sedang (2 % < CV < 5 %) dan ketelitian yang rendah (CV = > 5 %) (Kumalasari, Panggabean, Akkas, 2017). Hal ini terjadi karena pengukuran jumlah koloni hanya dilakukan sekali, setidaknya dilakukan 3 kali pengukuran masing-masing sampel untuk menghindari subjektivitas dalam pengamatan atau analisis, pengambilan sampel hanya dilakukan pada 3 toko, dan tempat penyimpanan serbuk jamu yang berbeda dari masing-masing penjual.

Adanya cemaran bakteri pada jamu serbuk jahe merah dapat berhubungan dengan pemilihan bahan baku jahe merah, proses pengolahan serbuk jamu, pengemasan produk jamu serbuk, dan penyajian kaitannya dengan pekerja dan lingkungan. Higiene atau masalah kesehatan dan kebersihan syarat penting bagi pembuat jamu. Kesehatan dan kebersihan pembuat jamu yang terjaga akan menjamin dihasilkannya jamu yang bebas mikroba atau tidak tercemar (Hadijah, 2015). Selain itu, cemaran bakteri dapat terjadi karena adanya pencemaran dari air, udara, faktor kelembaban saat penyimpanan, penyimpanan serbuk jamu jahe merah pada etalase toko obat yang bercampur dengan sediaan obat tradisional lainnya, serta kebersihan dari toko obat yang masih kurang.

Peneliti tidak melakukan identifikasi lebih lanjut pada sampel jamu serbuk jahe merah sehingga tidak diketahui dengan pasti koloni bakteri apa yang tumbuh pada media tersebut. Perlu dilakukan identifikasi bakteri lebih lanjut menggunakan media selektif terhadap bakteri patogen yang mungkin terdapat pada jamu serbuk jahe merah.

22 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai AKK pada jamu serbuk jahe merah yang dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta sebesar < 10 koloni/ g, maka jamu serbuk jahe merah memenuhi persyaratan KaBPOM 2014 yang menyatakan bahwa angka kapang khamir yang diperbolehkan ≤ 104 koloni/g.

2. Nilai ALT pada jamu serbuk jahe merah yang dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta sebesar 2,4 x 102 koloni/ g, maka jamu serbuk jahe merah memenuhi persyaratan KaBPOM 2014 yang menyatakan bahwa angka lempeng total yang diperbolehkan ≤ 106 koloni/g.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi jenis cemaran mikroba yang ditemukan pada ALT sediaan jamu serbuk, seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella spp, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.

23

Dokumen terkait