• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Partisipasi Kasar (APK)

KESEHATAN DASAR DAN KESEJAHTERAAN

6.2. Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK)

6.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK)

Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Secara umum, APM SD persentasenya tidak berbeda signfikan. Seperti halnya APS, terlihat bahwa kesenjangan APM semakin tinggi sejalan dengan semakin meningkatnya jenjang pendidikan. Pada jenjang SMP, APM paling tinggi adalah di Kota Cilegon dan yang paling rendah adalah di Kabupaten Lebak. Sementara pada Jenjang SMA, APM paling tinggi adalah di Kota Tangerang dan yang paling rendah adalah di Kabupaten Lebak.

Gambar 6.5

Angka Partisipasi Murni (APM) Anak Usia 7-17 Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

6.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka Partisipasi Kasar (APK) mengindikasikan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan menurut jenjang pendidikan tanpa melihat umur. APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. APK SD merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang sekolah di SD/sederajat terhadap jumlah penduduk usia 7 – 12

60,67 52,98 71,04 68,19 77,71 71,59 69,99 73,33 68,60 73,01 65,08 82,34 81,59 80,93 85,32 77,01 73,96 77,71 93,73 97,09 96,74 97,68 93,24 95,49 96,23 97,80 96,12 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Banten SD SMP SMA

64 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 tahun. Nilai APK bisa lebih dari 100 persen apabila jumlah murid yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak di luar batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan (misal anak bersekolah di SD/sederajat berumur kurang dari 7 tahun atau lebih dari 12 tahun).

Gambar 6.6

Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-17 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Berdasarkan Gambar 6.6 diketahui bahwa APK SD sebesar 100,07 persen, APK SMP sebesar 90,73 persen dan APK SMA sebesar 76,51 persen. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APK. Penurunan APK pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi sejalan dengan kecenderungan penurunan APS dan APM pada usia atau jenjang yang semakin tinggi.

Jika dibandingkan dengan APM SD sebesar 96,12 persen, APK SD sebesar 100,07 menunjukkan bahwa ada sekitar 3,95 persen anak yang bersekolah di SD/sederajat berusia kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun. Dengan kata lain angka tersebut menunjukkan bahwa murid SD/ sederajat selain mencakup anak yang berusia 7 – 12 tahun, juga mencakup anak yang berusia kurang dari 7

10 0,80 99, 29 100,07 89,20 92,46 90,73 73,80 79,43 76,51

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

SD SMP SMA

65 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

tahun dan lebih dari 12 tahun. Kondisi ini diduga lebih banyak disebabkan banyak anak yang terlalu dini untuk bersekolah SD/sederajat.

Dilihat menurut jenis kelamin terlihat bahwa pada jenjang pendidikan SD/sederajat APK anak laki-laki lebih tinggi dibanding APK anak perempuan (APK SD anak laki-laki sebesar 100,80 dan APK SD anak perempuan sebesar 99,29). Sebaliknya pada jenjang SMP/ sederajat dan SM/sederajat, APK anak perempuan lebih tinggi dibanding APK anak laki-laki (Gambar 6.6).

Gambar 6.7

Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-17 Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

Pada beberapa Kabupaten/Kota, masih banyak anak usia dibawah 7 tahun atau diatas 12 tahun yang bersekolah pada jenjang SD. APK SMP paling tinggi adalah di Kota Cilegon sebesar 103,28 persen. Sebanyak 17,96 persen anak SMP di Kota Cilegon berusia dibawah 13 tahun atau diatas 15 tahun. APK SMA paling tinggi adalah di Kota Tangerang Selatan sebesar 93,22 persen dan paling rendah adalah di Kabupaten Lebak sebesar 63,46 persen.

74,86 63,46 71,24 68,77 91,05 78,83 76,41 93,22 76,51 88,83 74,64 92,94 96,73 99,04 103,28 84,93 85,68 90,73 98,00 103,39 101,56 102,16 94,70 100,77 98,06 99,96 100,07 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Banten SD SMP SMA

66 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 6.3 Angka Putus Sekolah

Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dan terarah. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Bab II Pasal 9 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Melalui pendidikan, terutama pendidikan di sekolah, seorang anak tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga dapat mengembangkan kepribadiannya sehingga menjadi pribadi yang matang secara kognitif, afektif, maupun motorik. Selanjutnya, di dalam UU No. 23 Tahun 2002 Bab IX Pasal 49 juga disebutkan bahwa negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Namun, pada kenyataannya tidak semua anak mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dan seluas-luasnya hingga menyebabkan mereka putus sekolah.

Putus sekolah didefinisikan sebagai seseorang yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan atau berhenti bersekolah dalam suatu jenjang pendidikan sehingga belum memiliki ijazah pada jenjang pendidikan tersebut. Dalam upaya penuntasan wajib belajar sembilan tahun, putus sekolah masih merupakan persoalan tersendiri yang perlu penanganan serius dalam mencapai pendidikan untuk semua (Education for All).

Tabel 6.3 menyajikan persentase penduduk berumur 7-17 tahun yang pernah/ sedang bersekolah menurut tipe daerah, jenis kelamin dan status sekolahnya. Pada tahun 2013, persentase penduduk usia 7-17 tahun yang pernah sekolah dengan status putus sekolah di Provinsi Banten sebesar 2,14 persen, artinya dari setiap 1000 orang penduduk usia 7-17 tahun terdapat 21 anak yang putus sekolah. Angka ini mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu, dan sering digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan di

67 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

bidang pendidikan. Bila dilihat menurut tipe daerah, anak putus sekolah lebih banyak terjadi di perdesaan (2,54 persen) dibandingkan di perkotaan (1,92 persen). Sementara itu, jika diamati berdasarkan jenis kelamin, putus sekolah lebih banyak dialami oleh anak laki-laki (2,80 persen) dibanding anak perempuan (1,43 persen). Pola ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.

Tabel 6.3 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Pernah/Sedang Sekolah Menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah/Jenis

Kelamin Masih Sekolah

Pernah Sekolah Putus Sekolah Tamat Sekolah

(1) (2) (3) (4) Perkotaan : Laki-laki 93.62 2.57 3.16 Perempuan 94.27 1.24 4.05 Laki-laki + Perempuan 93.94 1.92 3.60 Perdesaan : Laki-laki 90.38 3.19 5.28 Perempuan 91.77 1.79 5.73 Laki-laki + Perempuan 91.03 2.54 5.49 Perkotaan + Perdesaan : Laki-laki 92.42 2.80 3.94 Perempuan 93.40 1.43 4.63 Laki-laki + Perempuan 92.89 2.14 4.27

Sumber : Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Salah satu upaya pemerintah dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hak setiap anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang nyaman diciptakan suatu kawasan atau kota layak untuk tempat tinggal anak atau sekarang dikenal dengan Kota Layak Anak (KLA). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) mengembangkan 31 indikator KLA yang dikelompokkan melalui 5 kluster. Salah satu kluster menyebutkan bahwa semua anak berhak untuk memperoleh akses pendidikan dengan indikator rinci

68 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 yaitu tidak ada anak yang mengalami drop out atau putus sekolah pada semua jenjang pendidikan. Indikator ini menjadi ukuran capaian pemenuhan hak-hak anak dalam bidang pendidikan. Sejalan dengan masih adanya anak yang mengalami putus sekolah, peran aktif dari berbagai pihak (stakeholder) sangat diperlukan agar tidak ditemukan lagi adanya anak yang putus sekolah di semua jenjang pendidikan. Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa anak putus sekolah cenderung meningkat seiring bertambahnya kelompok umur, seperti pada Tabel 6.4. Pada kelompok umur 7-12 tahun terdapat 0,52 persen anak yang putus sekolah. Selanjutnya, pada kelompok umur 13-15 tahun sebesar 5,09 persen dan pada kelompok umur 16-17 tahun meningkat menjadi 3,07 persen anak putus sekolah.

Tabel 6.4 Angka Putus Sekolah Penduduk Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Sekolah di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Kelompok Umur

7-12 13-15 16-17 (1) (2) (3) (4) Perkotaan : Laki-laki 0.67 5.59 3.96 Perempuan 0.19 3.06 2.03 Laki-laki + Perempuan 0.43 4.38 3.01 Perdesaan : Laki-laki 0.82 7.49 4.63 Perempuan 0.50 4.98 1.50 Laki-laki + Perempuan 0.67 6.35 3.20 Perkotaan + Perdesaan : Laki-laki 0.73 6.29 4.19 Perempuan 0.30 3.73 1.87 Laki-laki + Perempuan 0.52 5.09 3.07

69 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Dilihat dari tipe daerah tempat tinggal, dari semua kelompok umur yang berbeda anak yang bertempat tinggal di daerah perdesaan lebih banyak yang mengalami putus sekolah dibandingkan anak yang berada di daerah perkotaan. Bila dilihat menurut jenis kelamin, anak laki-laki cenderung lebih banyak yang mengalami putus sekolah dibandingkan anak perempuan. Pola yang sama terjadi baik pada kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun maupun 16-17 tahun. Pada umumnya semakin tinggi kelompok umur, semakin tinggi pula persentase anak yang putus sekolah.

Pencanangan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun oleh pemerintah sejak tahun 1994 menunjukkan keberhasilan jika dilihat dari angka partisipasi sekolah di semua tingkatan (lihat Sub bab 6.2). Angka partisipasi murni SD saat ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 70-an persen dengan tren membaik setiap tahun. Meskipun angka partisipasi sekolah terus meningkat, namun masih terdapat sejumlah siswa yang tidak mampu melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah, terutama di jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa angka putus sekolah masih didominasi pada jenjang pendidikan SMP/sederajat yaitu sebesar 4,97 persen, kemudian disusul jenjang SD/sederajat sebesar 1,23 persen, dan SM/sederajat sebesar 0,79 persen (Tabel 6.5).

Berdasarkan tipe daerah tempat tinggal, anak putus sekolah yang tinggal di daerah perdesaan lebih besar persentasenya dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Kondisi ini berlaku pada jenjang pendidikan SMP/sederajat, sedangkan pada jenjang SD dan SM/sederajat berlaku sebaliknya. Menurut jenis kelamin, anak laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk putus sekolah dibandingkan anak perempuan. Pada jenjang SD/sederajat, angka putus sekolah anak laki-laki (1,77 persen) lebih tinggi daripada anak perempuan (0,65 persen). Begitu pula pada jenjang SMP/sederajat, angka putus sekolah anak laki-laki (6,20 persen) lebih tinggi daripada anak perempuan (3,60 persen). Pada jenjang SM/sederajat berlaku sebaliknya, meskipun perbedaannya tidak signifikan yaitu

70 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 angka putus sekolah anak perempuan (0,88 persen) lebih tinggi daripada anak laki-laki (0,71 persen).

Tabel 6.5 Angka Putus Sekolah Penduduk Berumur 7-17 Tahun Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah/ Jenis Kelamin

Jenjang Pendidikan

SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat

(1) (2) (3) (4) Perkotaan : Laki-laki 1.87 5.11 0.98 Perempuan 0.60 2.81 1.15 Laki-laki + Perempuan 1.25 4.00 1.07 Perdesaan : Laki-laki 1.62 7.95 0.00 Perempuan 0.75 5.04 0.00 Laki-laki + Perempuan 1.21 6.64 0.00 Perkotaan + Perdesaan : Laki-laki 1.77 6.20 0.71 Perempuan 0.65 3.60 0.88 Laki-laki + Perempuan 1.23 4.97 0.79

Sumber : Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dokumen terkait