• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2013 (DATA TERPILAH GENDER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2013 (DATA TERPILAH GENDER)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PROFIL ANAK

PROVINSI BANTEN

TAHUN 2013

(DATA TERPILAH GENDER)

BADAN PUSAT STATISTIK

PROVINSI BANTEN

(4)
(5)

PROFIL ANAK PROVINSI BANTEN TAHUN 2013

ISBN :

978-602-0932-07-1

No Publikasi

: 36000.1450

Katalog BPS

: 4103001.36

Ukuran Buku

: 18,2 cm x 25,7 cm

Jumlah Halaman

: x+102 halaman

Naskah :

Bidang Statistik Sosial

Gambar Kulit :

Bidang Statistik Sosial

Diterbitkan Oleh :

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

Dicetak Oleh :

CV. Dharmaputra

(6)
(7)

i Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, penduduk Banten tercatat sebesar 10,6 juta jiwa dan lebih dari sepertiganya (35,93 persen) adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Besarnya proporsi jumlah anak memerlukan perhatian khusus semua pihak karena keberlanjutan suatu bangsa sangat tergantung dari kualitas anak yang dihasilkan.

Pemenuhan hak-hak anak menjadi suatu hal yang mutlak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga menghasilkan generasi penerus yang berkualitas. Untuk mengetahui sejauh mana pemenuhan hak-hak anak di Provinsi Banten, BPS Provinsi Banten bekerja sama dengan Bappeda Provinsi Banten menyusun publikasi “Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 (Data Terpilah Gender)”.

Pada publikasi ini disajikan pemenuhan hak-hak anak berdasarkan 5 kluster Hak-hak anak yang ditetapkan dalam Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) Tahun 1989. Data yang disajikan berupa indikator-indikator dalam bentuk tabel dan grafik.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian publikasi ini, disampaikan penghargaan dan terima kasih. Dan semoga bermanfaat.

Serang, Desember 2014 Kepala,

(8)
(9)

iii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 3

1.3 Sumber Data 3

1.4 Sistematika Penyajian 4

BAB II STRUKTUR PENDUDUK USIA 0-17 TAHUN 5

2.1 Jumlah dan Komposisi Anak 5

2.2 Tren Penduduk 0-17 Tahun 8

2.3 Rasio Jenis Kelamin (RJK) 9

BAB III HAK SIPIL DAN KEBEBASAN 10

3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran 10

3.2 Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 15

BAB IV LINGKUNGAN KELUARGA DAN PENGASUHAN ALTERNATIF 20

4.1 Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama 20

4.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 23

4.3 Perkawinan Anak Usia Dini 27

BAB V KESEHATAN DASAR DAN KESEJAHTERAAN 33

5.1 Penolong Kelahiran 34

5.2 Air Susu Ibu (ASI) 36

5.3 Imunisasi 42

5.4 Keluhan Kesehatan 46

5.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan 50

5.6 Tingkat Kunjungan 52

BAB VI PENDIDIKAN 54

6.1 Partisipasi Sekolah 54

6.2 APS, APM dan APK 58

6.2.1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 59

(10)

iv Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

6.2.3 Angka Partisipasi Kasar (APK) 63

6.3 Angka Putus Sekolah 66

6.4 Alasan Tidak Sekolah 70

6.5 Angka Buta Huruf 73

6.6 Sarana Ke sekolah 76

BAB VII PERLINDUNGAN KHUSUS 80

7.1 Anak Bermasalah Hukum 81

7.1.1 Anak Pelaku Tindak pidana 82

7.1.2 Anak Korban Tindak pidana 86

7.2 Anak Jalanan 89

7.3 Anak dengan Kesulitan Fungsional 91

7.3.1 Kesulitan Melihat 93

7.3.2 Kesulitan Mendengar 93

7.3.3 Kesulitan Berjalan/Naik Tangga 94

7.3.4 Kesulitan Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi 95

7.3.5 Kesulitan Mengurus Diri Sendiri 96

7.4 Anak 10-17 Tahun yang Bekerja 97

7.4.1 Umur Anak yang Bekerja 97

7.4.2 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan 99 7.4.3 Anak 10-17 Tahun Bekerja menurut Jam Kerja Pada

Pekerjaan Utama

100

(11)

v Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Penduduk Provinsi Banten Usia 0-17 Tahun Menurut

Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2013

7 Gambar 3.1 Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran dan

Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

11 Gambar 3.2 Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

12 Gambar 3.3 Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan di Provinsi Banten, 2013

14 Gambar 3.4 Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte

Kelahiran Menurut Alasan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

15

Gambar 3.5 Persentase Anak Berusia 5-17 Tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

19

Gambar 4.1 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

21

Gambar 4.2 Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

22

Gambar 4.3 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

26

Gambar 4.4 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan Pernah Kawin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

29

Gambar 4.5 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan di Provinsi Banten, 2013

31 Gambar 4.6 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Berstatus

Kawin dan Pernah Kawin Menurut Umur Kawin Pertama di Provinsi Banten, 2013

32

Gambar 5.1 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten 2013

(12)

vi Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 5.2 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran dan

Kabupaten Kota di Provinsi Banten 2013

36 Gambar 5.3 Persentase Balita yang Pernah Diberi ASI Menurut Jenis

Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten 2013

37 Gambar 5.4 Persentase Balita yang Pernah Diberi ASI Menurut

Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten 2013

38 Gambar 5.5 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) bagi Balita Menurut

Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

39 Gambar 5.6 Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan) Tanpa Makanan

Tambahan dan ASI dengan Makanan Tambahan bagi Balita Menurut Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

40

Gambar 5.7 Persentase Balita Berumur 2-4 Tahun yang Memiliki Riwayat Mendapat ASI Ekslusif (6 Bulan) Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

41

Gambar 5.8 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

43 Gambar 5.9 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi Menurut

Jenis Imunisasi dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

44 Gambar 5.10 Persentase Balita Berumur 1-4 Tahun yang Mendapat

Imunisasi Lengkap Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

45

Gambar 5.11 Persentase Balita Berumur 1-4 Tahun yang Mendapat Imunisasi Lengkap Menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

46

Gambar 5.12 Persentase Anak yang Sakit Menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

47 Gambar 5.13 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan

Menurut Jenis Keluhan Terbesar dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

48

Gambar 5.14 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

49

Gambar 5.15 Persentase Anak yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Penggunaan Obat menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

(13)

vii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Gambar 5.16 Persentase Anak yang Berobat Jalan ke Fasilitas Medis menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

52

Gambar 5.17 Tingkat Kunjungan Anak ke Fasilitas Kesehatan di Provinsi Banten, 2013

53 Gambar 6.1 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun Menurut

Kabupaten/Kota dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2013

58

Gambar 6.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Usia 7-17 Tahun menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

60 Gambar 6.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Anak Usia 7-17 Tahun

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

61 Gambar 6.4 Angka Partisipasi Murni (APM) Anak Usia 7-17 Tahun

menurut Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

62 Gambar 6.5 Angka Partisipasi Murni (APM) Anak Usia 7-17 Tahun

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

63 Gambar 6.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-17 Tahun menurut

Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

64 Gambar 6.7 Angka Partisipasi Kasar (APK) Anak Usia 7-17 Tahun menurut

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

65 Gambar 7.1 Warga Negara Indonesia Pelaku Tindak Kejahatan Menurut

Klasifikasi Umur di Provinsi Banten, 2013

86 Gambar 7.2 Persentase Korban Kejahatan Selama Tahun 2013 Menurut

Kelompok Usia dan Jenis Kelamin, di Provinsi Banten

87 Gambar 7.3 Persentase Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Provinsi

Banten Periode Mei-Desember 2013

89 Gambar 7.4 Jumlah Anak Jalanan Menurut Jenis Kelamin, Banten

2010-2013

90 Gambar 7.5 Jumlah Anak Jalanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten, 2013

91 Gambar 7.6 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Anak Umur 10-17 Tahun menurut Kelompok umur di Provinsi Banten, 2013

98 Sumber : Susenas 2013

Sumber : Susenas 2013

Sumber : Susenas 2013 Sumber : Susenas 2013

(14)

viii Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur, Jenis

Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin (RJK), 2013

5 Tabel 2.2 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur

Sekolah, 2013

6 Tabel 2.3 Proyeksi Penduduk Provinsi Banten Umur 0-17 Tahun,

2010-2015

8 Tabel 3.1 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet

dalam 3 Bulan Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

17

Tabel 3.2 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

18

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2013

25

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD di Provinsi Banten, 2013

27

Tabel 4.3 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

30 Tabel 5.1 Persentase Anak yang Berobat Jalan menurut Jenis Fasilitas

Kesehatan dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

51 Tabel 6.1 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Tipe Daerah,

Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2013

56

Tabel 6.2 Persentase Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Sekolah di Provinsi Banten, 2013

57 Tabel 6.3 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang

Pernah/Sedang Sekolah menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

67

Tabel 6.4 Angka Putus Sekolah Penduduk menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Sekolah di Provinsi Banten, 2013

(15)

ix Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Tabel 6.5 Angka Putus Sekolah Penduduk Berumur 7-17 Tahun menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Provinsi Banten, 2013

70

Tabel 6.6 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Tidak/Belum Pernah Sekolah/Tidak Bersekolah Lagi menurut Alasan Tidak/Belum Pernah Sekolah/Tidak Bersekolah Lagi, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

73

Tabel 6.7. Angka Buta Huruf Anak Berumur 5-17 Tahun menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Provinsi Banten, 2013

75

Tabel 6.8 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun yang Masih Sekolah menurut Sarana Angkutan ke Sekolah, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

77

Tabel 6.9 Persentase Penduduk Berumur 7-17 Tahun ke Atas yang Masih Sekolah menurut Sarana Angkutan ke Sekolah dan Jenjang Pendidikan di Provinsi Banten, 2013

78

Tabel 7.1 Jumlah Narapidana dan Tahanan Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin pada Lapas dan Rutan di Provinsi Banten, Desember 2013

84

Tabel 7.2 Jumlah Narapidana dan Tahanan Menurut Kelompok Usia pada Lapas dan Rutan di Provinsi Banten, Desember 2013

85 Tabel 7.3 Jumlah Anak Usia 10-17 tahun menurut Jenis dan Tingkat

Kesulitan di Provinsi Banten, 2010

92 Tabel 7.4 Persentase Anak usia 10-17 Tahun menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Melihat di Provinsi Banten, 2010

93 Tabel 7.5 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Mendengar di Provinsi Banten, 2010

94 Tabel 7.6 Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan Berjalan/Naik Tangga di Provinsi Banten, 2010

95

Tabel 7.7 Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur

dan Tingkat Kesulitan

Mengingat/Berkonsentrasi/Berkomunikasi di Provinsi Banten, 2010

96

Tabel 7.8

Persentase Anak usia 10-17 tahun menurut Kelompok Umur dan Tingkat Kesulitan Mengurus Diri Sendiri di Provinsi Banten, 2010

(16)

x Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Tabel 7.9 Anak Umur 10-17 Tahun menurut Jenis Kegiatan Utama dan

Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

97 Tabel 7.10 Persentase Anak yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan

dan Status Pekerjaan di Provinsi Banten, 2013

99 Tabel 7.11 Persentase Anak yang Bekerja menurut Jam Kerja, Partisipasi

Sekolah dan Status Pekerjaan di Provinsi Banten, 2013

(17)

1 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

1.1 Latar Belakang

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin langsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Hal ini sangat disadari oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia, maka pada tahun 1989 PBB membuat Konvensi Hak Anak (KHA). Konvensi Hak Anak tersebut memuat 31 hak anak yang terpilah dalam 5 kluster. Indonesia telah meratifikasi KHA tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Agar lebih menjamin, anak-anak mendapatkan haknya secara layak, Pemerintah mengundangkan UU nomor 23 tahun 2002 tetang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang tesebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, penduduk Banten mencapai 10,6 juta jiwa, dan sekitar 35,93 persen diantaranya adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Dapat dikatakan bahwa investasi terhadap anak di masa kini merupakan investasi besar untuk bangsa di masa datang.

Untuk mewujudkan anak yang berkualitas, hak-hak anak harus dikedepankan. Anak harus diberi hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan yang layak, terbebas dari intimidasi dan diskriminasi serta hak-hak sipil lainnya. Data yang ada memberikan gambaran bahwa tidak semua anak dapat menikmati hak-haknya. Masih ada sebagian dari mereka yang belum dapat menikmatinya.

(18)

2 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Dari aspek pendidikan, berdasarkan Susenas 2012, sekitar 82,3 persen anak usia 5-17 tahun masih bersekolah. Pada kelompok usia yang sama, persentase anak yang belum pernah bersekolah sekitar 11,9 persen dan yang tidak bersekolah lagi sekitar 5,8 persen. Penyebab utama tidak terpenuhi hak anak dari aspek pendidikan adalah masalah ekonomi, yaitu ketidakmampuan orang tua/wali anak untuk memberikan pendidikan. Dampak dari tidak terpenuhinya hak anak dari aspek pendidikan yaitu semakin banyak anak yang harus bekerja.

Tidak dapat dipungkiri, anak usia 10-17 tahun sudah ada yang bekerja. Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor perdagangan dengan status sebagai buruh ataupun pekerja tidak dibayar. Keadaan ini merupakan salah satu gambaran terjadinya eksploitasi terhadap anak.

Hak anak lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah hak untuk mendapat kesehatan yang baik. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar dapat mewujudkan anak yang berkualitas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Banten adalah 32 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut jauh dari target MDGs (23 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup) yang ingin dicapai pada tahun 2015. Sementara pada tahun yang sama, Angka Kematian Balita adalah sebesar 38 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 32 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Indikator lainnya adalah status gizi anak, dimana berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi Balita Kurang Gizi (BKG) pada tahun 2012 di Provinsi Banten adalah sebesar 17,2 persen yang terdiri dari 4,3 persen gizi buruk dan 12,9 persen gizi kurang.

Pemenuhan hak sipil anak dapat dilihat dari status kepemilikan akte kelahiran. Berdasarkan Susenas 2012, sekitar 66,0 persen anak balita memiliki akte kelahiran dan sisanya tidak memiliki. Hal ini mencerminkan belum terpenuhinya hak anak terhadap identitasnya dan masih lemahnya sistem pendataan atau registrasi kelahiran. Tidak dimilikinya akta kelahiran

(19)

3 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

menyebabkan ketidakjelasan identitas anak, yang akan membawa sejumlah implikasi seperti diskriminasi, tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, rawan menjadi korban perdagangan manusia, mudah dijadikan pekerja anak, rawan menjadi korban kejahatan seksual, dan lain-lain. Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka diperlukan adanya data profil anak sebagai gambaran keadaan anak-anak di Provinsi Banten secara menyeluruh diberbagai bidang. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Banten bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Banten melakukan suatu kajian analisis deskriptif mengenai situasi dan kondisi anak-anak di Banten. Penyusunan profil dalam jangka pendek menjadi sangat penting untuk disusun dan dikembangkan sebagai basis data dan masukan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak.

1.2 Tujuan

Publikasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi tentang kondisi anak di Provinsi Banten ditinjau dari pemenuhan hak-hak anak

1.3 Sumber Data

Publikasi ini menggunakan berbagai macam sumber data yaitu:

a.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2013

b.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013

c.

Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksi Penduduk

d.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

e.

Polres

(20)

4 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 1.4 Sistematika Penyajian

Secara sistematis publikasi ini disajikan dalam tujuh bab. Pemilihan bab dalam penyusunan Profil Anak disesuaikan dengan lima kluster hak anak pada Konvensi Hak Anak (KHA) yakni: hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, dan perlindungan khusus. Pengelompokan tentang isi KHA ke dalam lima kluster oleh Komisi Hak Anak PBB dilakukan dengan pertimbangan mempermudah pemahaman publik serta mempermudah dalam penyusunan laporan implementasinya kepada PBB. Dalam setiap kluster telah ditentukan indikator rinci, meskipun demikian karena keterbatasan data, tidak semua indikator tersebut disajikan dalam publikasi ini. Bab pertama menyajikan pendahuluan yang berisi latar belakang penyusunan publikasi, tujuan, sumber data serta sistematika publikasi. Bab kedua menyajikan tentang Struktur Penduduk 0-17 tahun. Bab ketiga menyajikan tentang Hak Sipil dan Kebebasan. Bab keempat tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, bab kelima Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Bab keenam Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni budaya, sedangkan bab ketujuh Perlindungan Khusus yang berisi tentang anak bermasalah hukum, anak bermasalah sosial, anak bekerja dan anak cacat.

(21)

5 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

2.1 Jumlah dan Komposisi Anak

Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal (1) Ayat (1) adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya diperlukan untuk membentuk anak tumbuh menjadi manusia berkualitas. Kebutuhan anak yang tidak terpenuhi dengan baik dikhawatirkan akan menyebabkan turunnya kualitas hidup anak atau timbulnya berbagai masalah sosial pada diri anak.

Tabel 2.1 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin (RJK), 2013

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

Pada tahun 2013 penduduk Provinsi Banten umur 0-17 tahun sebanyak 3,96 juta jiwa atau mencapai 34,59 persen dari keseluruhan penduduk. Dengan

Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan Laki-laki+

Perempuan Rasio Jenis

Kelamin

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 0-17 2 032 324 34,78 1 928 868 34,39 3 961 192 34,59 105,36 18+ 3 811 871 65,22 3 679 428 65,61 7 491 299 65,41 103,60 Jumlah 5 844 195 100,00 5 608 296 100,00 11 452 491 100,00 104,21

STRUKTUR PENDUDUK

USIA 0-17 TAHUN

(22)

6 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 demikian, sepertiga penduduk Provinsi Banten merupakan anak-anak yang masih membutuhkan perlindungan dari keluarga, masyarakat maupun negara.

Pemenuhan kebutuhan dasar untuk anak-anak di bidang pendidikan dasar, kesehatan, prasarana lingkungan dasar, dan sebagainya merupakan kewajiban bagi pemerintah. Usia bayi maupun balita merupakan masa-masa kritis dimana mereka masih sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit sehingga membutuhkan layanan kesehatan yang baik. Di bidang kesehatan, pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas kesehatan anak dengan layanan imunisasi, pemberian vitamin dan makanan tambahan. Peran serta orang tua untuk akses kepada pelayanan kesehatan mutlak diperlukan guna mengurangi angka kesakitan dan angka kematian pada bayi, balita dan anak.

Pemenuhan kebutuhan pendidikan anak juga tidak kalah penting. Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk generasi bangsa yang berkualitas. Disamping pendidikan keluarga yang telah diberikan oleh orang tua, pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah mutlak diperlukan.

Tabel 2.2 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur Sekolah, 2013 Kelompok

Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

(1) (2) (3) (4) 0-4 616 776 589 352 1 206 128 5-6 231 139 218 299 449 438 7-12 645 515 611 752 1 257 267 13-15 321 768 303 867 625 635 16-17 217 126 205 598 422 724 Jumlah 2 032 324 1 928 868 3 961 192

Sumber: Proyeksi Penduduk 2010-2035

Dari 11,45 juta orang penduduk Provinsi Banten tercatat sebanyak 1,26 juta orang berada pada kelompok usia pendidikan dasar yaitu 7-12 tahun, sebanyak

(23)

7 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

1,05 juta orang berada pada kelompok pendidikan usia menengah (13-17 tahun), dan sebanyak 1,66 juta orang berada pada kelompok usia pendidikan pra sekolah (0-6 tahun).

Jumlah anak paling tinggi adalah di Kabupaten Tangerang, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini tentunya wajar, mengingat Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk paling besar di Provinsi Banten. Sementara, jumlah anak paling sedikit adalah di Kota Cilegon. Jumlah anak laki-laki lebih banyak dibanding anak perempuan. Hal yang sama terjadi di semua kabupaten/kota.

Gambar 2.1

Penduduk Provinsi Banten Usia 0-17 Tahun Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2013

Dengan melihat besarnya jumlah penduduk muda yang memerlukan pendidikan ini, pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban untuk menyediakan akses pendidikan yang adil dan merata dan perluasan kesempatan belajar bagi seluruh anak usia sekolah sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

70154 119069 223425 226600 247347 277202 305342 563185 66819 112964 211615 218838 228049 259448 294624 536511 Kota Cilegon Kota Serang Pandeglang Kota Tangsel Lebak Serang Kota Tangerang Tangerang Laki-Laki Perempuan

(24)

8 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 2.2 Tren Penduduk 0-17 Tahun

Trend penduduk usia 0-17 tahun periode 2010-2015 disajikan pada Tabel 2.3. Pada kurun 2010-2015, jumlah penduduk usia 0-17 tahun memperlihatkan trend yang meningkat. Pada tahun 2010, jumlah penduduk usia 0-17 tahun sekitar 3,82 juta jiwa meningkat menjadi 4,05 juta jiwa pada tahun 2015. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan jumlah anak usia 0-4 tahun dari 1,12 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi 1,23 juta jiwa pada tahun 2015. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa tingkat kelahiran di Banten masih cukup tinggi. Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa TFR di Banten sebesar 2,5, angka ini stagnan tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan hasil SDKI 2007. Angka TFR 2,5 memberikan arti bahwa rata-rata wanita di Banten melahirkan anak antara 2-3 orang selama masa reproduksinya. Trend jumlah anak pada kelompok usia lainnya memberi pola yang bisa fluktuatif.

Tabel 2.3 Proyeksi Penduduk Provinsi Banten Umur 0-17 Tahun, 2010-2015

Kelompok Umur Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 0-4 1 122 509 1 156 070 1 183 709 1 206 128 1 222 435 1 229 320 5-9 1 033 396 1 044 792 1 062 206 1 085 493 1 112 622 1 144 193 10-14 1 041 621 1 040 639 1 038 703 1 036 497 1 037 452 1 043 983 15-17 622 526 625 770 629 915 633 074 632 628 629 492 Jumlah 3 820 052 3 867 271 3 914 533 3 961 192 4 005 137 4 046 988

(25)

9 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

2.3 Rasio Jenis Kelamin (RJK)

Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa RJK kelompok umur 0-17 tahun sebesar 105,36 yang artinya pada tahun 2013 penduduk berumur 0-17 tahun lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Sementara pada kelompok umur 18 tahun ke atas, proporsi penduduk laki-laki berkurang dibanding penduduk berumur 0-17 dengan RJK sebesar 103,60. Hal ini berkaitan dengan angka harapan hidup laki-laki yang memang lebih rendah daripada perempuan.

Meskipun penduduk laki-laki lebih banyak daripada perempuan, guna mewujudkan kesetaraan gender maka baik anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan yang layak.

(26)

10 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 3.1 Kepemilikan Akte Kelahiran

Hak anak yang terkait dengan hak sipil dan kebebasan adalah hak mendapatkan nama dan status kebangsaan serta hak untuk mengakes terhadap teknologi informasi dan komunikasi. Hak mendapat status kebangsaan dapat dilihat dari kepemilikan akte kelahiran. Dalam Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) PBB pasal 7 dinyatakan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus mempunyai nama serta kewarganegaraan.

Akte kelahiran adalah bukti catatan kewarganegaraan seseorang atau sebuah sertifikasi formal/resmi mengenai identitas dan keluarga seseorang yang diterbitkan oleh pemerintah setempat. Akte kelahiran seharusnya dimiliki oleh setiap warga, dan keberadaan akte ini sangat penting sekali untuk dipergunakan dalam berbagai keperluan. Sampai saat ini masih banyak anak di Banten yang identitasnya tidak atau belum tercatat dalam akta kelahiran, sehingga secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi eksploitasi terhadap anak, seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan.

Pada Gambar 3.1, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2013 menunjukkan bahwa hampir 2/3 anak balita di Provinsi Banten mempunyai akte kelahiran. Sisanya tidak mempunyai akte atau pun tidak mengetahui tentang kepemilikan akte anak tersebut. Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin anak balita, tidak ada perbedaan nyata dalam kepemilikan akte kelahiran.

HAK SIPIL DAN

KEBEBASAN

(27)

11 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Gambar 3.1

Persentase Balita Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Apabila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, ada perbedaan yang sangat nyata antara daerah yang bertipe perdesaan dan perkotaan dalam hal kepemilikan akter kelahiran untuk anak balita. Untuk daerah kabupaten yang tipikal perdesaan kecuali Kabupaten Tangerang, persentase anak balita yang memiliki akte kelahiran cukup rendah. Di Kabupaten Pandeglang, tercatat hanya 37,32 persen anak balita yang memiliki akte kelahiran. Persentase yang hampir sama terjadi di Kabupaten Lebak, sekitar 38,35 persen anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Kabupaten lainnya yang mempunyai persentase yang rendah adalah Kabupaten Serang dimana hanya 57,12 anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Daerah lain yang mempunyai persentase lebih rendah dari angka Provinsi adalah Kota Serang. Di kota ini, baru sekitar 65,72 persen anak balita yang mempunyai akte kelahiran. Sungguh disayangkan, Kota Serang sebagai ibu kota Provinsi Banten yang seharusnya menjadi cermin kemajuan Provinsi Banten ternyata masih tertinggal dibandingkan dengan daerah Tangerang maupun Cilegon. Kota Tangerang Selatan mempunyai persentase tinggi untuk

65,95 65,95 65,95 33,57 33,56 33,57 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Laki-laki Perempuan Total

Punya Tidak Punya Tidak Tahu

(28)

12 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 anak balita yang memiliki akte kelahiran yaitu 87,64 persen kemudian diikuti oleh Kota Tangerang (84,48 persen) dan Kota Cilegon (82,64 persen) dan Kabupaten Tangerang (69,38 persen) (Gambar 3.2). Rendahnya kepemilikan akte kelahiran oleh Balita di beberapa Kabupaten dapat dikaitkan dengan penolong kelahiran si balita itu sendiri. Balita yang ditolong kelahirannya oleh Dokter/Bidan umumnya mempunyai akte kelahiran karena kadang kala Dokter/Bidan menyediakan pelayanan tambahan untuk pengurusan akte kelahiran. Sedangkan Balita yang ditolong kelahirannya oleh Dukun bersalin umumnya tidak mempunyai akte kelahiran. Di Kabupaten Lebak dan Pandeglang, sebagian besar balita penolong kelahirannya adalah dukun bersalin (liat pada Bab V).

Gambar 3.2

Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

Dari data di atas dapat dilihat bahwa keperdulian orang tua terhadap hak-hak anak khususnya pada aspek hak-hak sipil masih dirasakan kurang. Untuk meningkatkan keperdulian orang tua/wali terhadap hal ini perlu dikaji penyebab

37,32 38,35 57,12 65,72 69,38 82,64 84,48 87,64 65,95 - 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Pandeglang Lebak Kab Serang Kota Serang Kab Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Tangsel Banten

(29)

13 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

mengapa tersebut terjadi. Beberapa faktor dijadikan sebagai penyebab utama mengapa orang tua/wali tidak memenuhi hak anak untuk memperoleh akte kelahiran. Penyebab paling utama adalah ketidak mampuan secara ekonomi orang tua/wali untuk memperoleh akte kelahiran. Pada Gambar 3.3 dapat dilihat persentase anak balita yang tidak mempunyai akte kelahiran berdasarkan alasan yang dikemukakan oleh orang tua/walinya. Sekitar 54,54 persen beralasan karena biaya mahal/tidak ada biaya. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian dari instansi terkait. Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Banten sudah menerapkan pembuatan akte kelahiran gratis, menjadi pertanyaan apabila masalah biaya mahal masih menjadi kendala kepemilikan akte lahir di Provinsi Banten. Alasan lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat dalam mengurus akte kelahiran (6,67 persen) dan ketidak perdulian masyarakat tentang pentingnya akte kelahiran (tidak merasa perlu) yaitu sebesar 5,59 persen. Perlu upaya sosialisasi dari instansi terkait tentang kemudahan membuat akte kelahiran dan juga penyadaran bagi masyarakat tentang pentingnya kepemilikan akte kelahiran. Di dalam akta kelahiran terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) dan sesungguhnya merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945.

Pada Gambar 3.4, dapat dilihat bahwa kendala biaya menjadi kendala utama dalam kepemilikan akte kelahiran di seluruh kabupaten/kota kecuali di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Di Pandeglang, sebanyak 73,17 persen anak balita yang tidak punya akte kelahiran terkendala karena biaya mahal. Kendala biaya ini masih menjadi penghalang utama di 5 kabupaten/kota lainnya dengan besaran persentase yaitu 64,01 persen di Kabupaten Lebak; 57,36 persen di Kota Serang; 55,57 persen di Kota Cilegon; 51,33 persen di Kabupaten Tangerang dan 48,02 persen di Kabupaten Serang.

(30)

14 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 3.3

Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Alasan di Provinsi Banten, 2013

Di Kabupaten Tangerang, sebanyak 12,07 persen balita yang tidak mempunyai akte kelahiran beralasan karena tidak mengetahui cara mengurus akte kelahiran. Sungguh sangat disayangkan, Kabupaten Tangerang yang berdekatan dengan ibu kota Negara, namun informasi mengenai cara pembuatan akte kelahiran tidak sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih gencar agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui tentang bagaimana proses pembuatan akte kelahiran.

Satu hal yang patut disayangkan adalah ketidakperdulian masyarakat tentang pentingnya kepemilikan akte kelahiran. Sebanyak 15,91 persen anak balita yang tidak punya akte kelahiran di Kabupaten Serang disebabkan karena orang tua/wali mereka tidak merasa perlu untuk membuat akte kelahiran. Persentase yang cukup tinggi pun terjadi di Kabupaten Pandeglang yaitu 11,07 persen. Perlu upaya yang gencar dalam rangka penyadaran masyarakat tentang hak-hak anak yang terkait dengan hak atas kewarganegaraan. Tanpa memiliki akte kelahiran, orang tua/wali telah merampas hak-hak kewarganegaan si anak.

54,54 2,46 2,93 6,67 5,95 27,44 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

Biaya mahal/tidak ada biaya Perjalanan jauh

Tidak tahu kelahiran harus dicatat Tidak tahu cara mengurusnya Tidak merasa perlu Lainnya

(31)

15 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Akte kelahiran sangat diperlukan dalam berbagai urusan salah satunya adalah pendaftaran sekolah.

Gambar 3.4

Persentase Penduduk 0-4 tahun yang Tidak Memiliki Akte Kelahiran Menurut Alasan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013 3.2 Akses Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Komunikasi adalah salah satu jembatan agar manusia dapat berinteraksi antar sesama. Dengan komunikasi pula, arus pengetahuan/informasi dapat mengalir dari satu orang ke orang lainnya. Pada awalnya, komunikasi antar sesama manusia dilakukan dengan cara sederhana. Seiiring dengan perubahan jaman, cara komunikasi semakin berkembang. Pada saat ini komunikasi telah didukung oleh pengetahuan teknologi informasi.

Dalam Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 17 menyatakan bahwa negara harus menjamin bahwa anak mempunyai akses ke informasi dan bahan dari suatu diversitas sumber-sumber nasional dan internasional; terutama yang ditujukan

21,91 23,94 51,33 48,02 57,36 55,57 64,01 73,17 54,54 7,05 8,69 12,07 2,46 7,52 8,38 6,39 2,29 6,67 - - - 15,91 4,58 8,34 3,65 11,07 5,95 - 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Kota Tangsel Kota Tangerang Kab Tangerang Kab Serang Kota Serang Kota Cilegon Lebak Pandeglang Banten

Biaya mahal/tidak ada biaya Tidak tahu cara mengurusnya Tidak merasa perlu

(32)

16 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 pada peningkatan kesejahteraan sosial, spiritual dan kesusilaannya dan kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk tujuan ini, maka Negara harus : (a) Mendorong media massa untuk menyebarluaskan informasi dan bahan yang mempunyai manfaat sosial dan budaya pada anak; (b) Mendorong kerjasama internasional dalam produksi, pertukaran dan penyebarluasan informasi dan bahan tersebut dari suatu diversitas budaya, sumber-sumber nasional dan internasional; (c) Mendorong produksi dan penyebarluasan buku anak-anak; (d) Mendorong media massa agar mempunyai perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan linguistik anak, yang menjadi anggota kelompok minoritas dan merupakan penduduk asli; (e) Mendorong perkembangan pedoman-pedoman yang tepat untuk perlindungan anak dari informasi dan bahan yang merusak kesejahteraannya.

Pada saat ini, teknologi informasi dan komunikasi yang sangat menunjang kehidupan manusia adalah internet. Dengan internet, tidak ada lagi batasan jarak dan waktu dalam berkomunikasi. Dengan itu, cara manusia berinteraksi antar satu dengan yang lain telah berubah secara drastis menjadi lebih cepat dan mudah. Internet adalah salah satu keajaiban penemuan di dunia. Penemuan internet merubah dunia menjadi lebih dinamis dan serba cepat. Kemajuan internet telah menyentuh banyak sisi kehidupan manusia. Kejadian di belahan dunia lain bisa kita ketahui dengan segera melalui internet. Manusia pun saling berinteraksi melalui internet. Aktifitas perdagangan juga berkembang pesat dengan bantuan internet. Menurut catatan Internet World Statistics, Amerika Utara adalah pengguna akses internet terbesar di dunia dengan penetrasi mencapai 78,6 persen, Australia/Oseania 67,8 persen, Eropa mencapai 63,5 persen, Amerika Latin/Karibia 43 persen, Timur Tengah 40,2 persen, Asia 27,5 persen, dan terakhir adalah Afrika 15,6 persen. Jumlah totalnya mencapai sekitar 2,4 milyar orang atau lebih dari sepertiga penduduk dunia (Profil Anak Indonesia, 2012).

(33)

17 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Tabel 3.1 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki+

Perempuan (1) (2) (3) (4) 5-6 1,46 1,23 1,35 7-12 10,33 7,38 8,89 13-15 28,38 35,10 31,53 16-17 46,72 49,98 48,29 Total 18,38 18,52 18,45

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Pengguna internet tidak hanya dibatasi bagi orang dewasa. Pada saat ini, pengenalan internet sudah dilakukan sejak usia dini. Sejak sekolah dasar, anak sudah dikenalkan dengan internet. Sekitar 18,45 persen anak usia 5-17 tahun pernah mengakses internet selama tiga bulan terakhir sebelum tanggal survei. Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang berarti antar pengguna internet anak laki-laki dan anak perempuan. Dilihat berdasarkan kelompok umur, semakin tinggi kelompok umur semakin besar pula persentase anak yang mengakses internet. Pada kelompok usia 5-6 tahun, hanya sekitar 1,35 persen anak yang mengakses internet. Pada usia ini, umumnya orang tua mengenalkan anak dengan berbagai aplikasi-aplikasi yang bersifat edukasi. Namun sering kali pula anak mengakses internet terkait dengan permainan yang bersifat online. Pada usia meningkat remaja, 13 tahun ke atas, penggunaan internet semakin marak. Sekitar 31,53 persen anak usia 13-15 tahun mengakses internet, sedangkan anak usia 16-17 tahun yang mengakses internet sebesar 48,29 persen. Semakin meningkatnya usia, semakin tinggi pula kebutuhan untuk mengakses internet. Mengakses internet dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan pengetahuannya. Selain menambah pengetahuan, akses internet dibutuhkan anak remaja untuk dapat berkomunikasi di media sosial.

(34)

18 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Mudahnya anak untuk mengakses internet merupakan salah satu wujud pemenuhan hak anak terhadap teknologi informasi. Namun demikian, Pemerintah harus melindungi anak agar internet tidak berdampak buruk pada anak.

Pada Tabel 3.2 dapat dilihat proposi anak berusia 5-17 tahun yang mengakses internet selama tiga bulan sebelum survei menurut partisipasi sekolah dan jenis kelamin. Hampir seluruh anak usia 5-17 tahun yang mengakses internet adalah pelajar yaitu sebesar 96,67 persen. Anak yang belum/tidak pernah sekolah namun mengakses internet sebesar 0,07 persen, diduga mereka mengakses internet untuk mengakses permainan online. Hanya sekitar 3,26 persen anak yang mengakes internet sudah tidak bersekolah lagi.

Tabel 3.2 Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Partisipasi Sekolah Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan

(1) (2) (3) (4)

Belum/Tidak Pernah Sekolah 0,13 0,00 0,07

Masih Sekolah 97,40 95,89 96,67

Tidak Bersekolah Lagi 2,47 4,11 3,26

Total 100,00 100,00 100,00

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dilihat berdasarkan kabupaten/kota, persentase anak usia 5-17 tahun yang mengakses internet paling banyak adalah di Kota Tangerang, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Sementara, persentase anak yang mengakses internet paling sedikit adalah di Kabupaten Lebak, masing-masing sebesar 6,31 persen anak laki-laki dan 6,82 persen anak perempuan.

(35)

19 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Gambar 3.5

Persentase Anak Berusia 5-17 Tahun yang Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

7,55 6,31 15,11 7,98 43,38 17,68 15,66 34,13 18,38 10,67 6,82 16,60 8,49 37,52 22,49 19,27 29,48 18,52 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Provinsi Banten Perempuan Laki-laki

(36)

20 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Dalam mukadimah Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa anak agar perkembangan kepribadiannya tumbuh secara utuh dan serasi maka anak harus tumbuh kembang dalam lingkungan keluarga dalam suasana kebahagiaan cinta dan pengertian. Oleh karena itu, anak sebaiknya tinggal dalam keluarga yang utuh. Namun demikian, tidak tumbuh kembang anak akan lebih optimal apabila anak sudah berinteraksi dengan lingkungan lain di sekitarnya. Dalam bagian ini akan dibahas tentang anak yang tinggal dalam keluarga serta anak yang mengikuti pendidikan usia dini.

4.1 Anak dan Keluarga yang Tinggal Bersama

Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Keluarga adalah lingkungan pertama dimana anak berinteraksi, sehingga dari sinilah proses pendidikan dimulai. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Pendidikan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan karakter dan kepribadian anak. Pendidikan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Peran ibu dalam pendidikan lebih banyak dibanding peran ayah, karena ibu memiliki lebih banyak kesempatan bersama anak sementara ayah biasanya lebih banyak bekerja. Selain itu, ibu memiliki kesempatan yang tidak dimiliki ayah karena ibulah yang mengandung, melahirkan dan menyusui anak. Karena itu, peluang seorang anak tinggal serumah dengan ibu kandung menjadi lebih besar.

LINGKUNGAN KELUARGA

DAN PENGASUHAN ALTERNATIF

(37)

21 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Dalam pembahasan ini, anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung mencakup anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung saja, serta anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung beserta bapak kandung. Untuk melihat persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung, digunakan data Susenas 2013.

Gambar 4.1

Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

Persentase anak yang tinggal serumah dengan ibu kandung mencapai sebesar 92,72 persen, sedangkan 7,28 persen anak tidak tinggal bersama ibu kandungnya. Hal ini dapat dimungkinkan karena ibu kandung telah meninggal atau ibu kandung tinggal di rumah tangga lain.

Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan yang berarti antara persentase anak laki-laki dan anak perempuan yang tinggal serumah dengan ibu kandung. Persentase anak laki-laki yang tinggal serumah dengan ibu kandung sedikit lebih tinggi (92,93 persen) dibanding anak perempuan (92,50 persen). Di daerah perkotaan, persentase anak laki-laki yang tinggal dengan ibu kandungnya lebih tinggi (94,01 persen) dibanding anak perempuan (92,49 persen) dan sebaliknya di

94,01

90,92

92,93

92,49 92,52 92,5

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan

(38)

22 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 daerah perdesaan persentase anak perempuan yang tinggal dengan ibu kandungnya lebih tinggi (92,52 persen) dibanding anak laki-laki (90,92 persen).

Gambar 4.2

Persentase Anak yang Tinggal Serumah dengan Ibu Kandung Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013

Bila dilihat menurut kabupaten/kota, persentase anak laki-laki yang tinggal dengan ibu kandung yang paling besar adalah di Kota Serang sebesar 96,55 persen dan persentase anak perempuan yang tinggal dengan ibu kandung yang paling besar adalah di Kota Tangerang Selatan sebesar 94,69 persen. Sementara persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung yang paling kecil untuk anak laki-laki adalah di Kabupaten Pandeglang dan untuk anak perempuan adalah di Kabupaten Lebak. Hal ini dimungkinkan karena di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak banyak ibu yang harus bekerja di luar daerah sehingga tidak dapat tinggal bersama anak mereka.

90,48 92,43 91,77 91,97 94,62 93,18 96,55 95,80 92,93 91,70 90,39 92,47 92,86 92,39 94,00 92,90 94,69 92,50 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

Perempuan Laki-laki

(39)

23 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

4.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia dini merupakan masa-masa emas perkembangan anak yang biasa dikenal dengan istilah Golden Age. Masa Golden Age ialah masa anak usia dini untuk mengekplorasi hal-hal yang ingin mereka lakukan, senang bermain dan peka terhadap rangsangan sekitar. Pada masa ini, otak anak-anak berkembang sangat pesat. Pada rentang usia tersebut otak anak akan menerima dan menyerap berbagai macam informasi dari lingkungan sekitarnya, tanpa mengetahui baik dan buruk. Pada rentang waktu itulah terjadi perkembangan mental, fisik maupun spiritual pada anak secara cepat dan signifikan. Anak akan mulai mempelajari segala hal dan karakternya sudah mulai terbentuk. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan sejak usia dini sebagai langkah persiapan anak menghadapi masa-masa depannya.

Pemberian pendidikan sejak usia dini ini sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I, Pasal I butir 14 Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada Pasal 28 lebih dijelaskan lagi tentang PAUD, dimana dinyatakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum pendidikan dasar melalui jalur formal, non formal maupun informal. PAUD menyediakan berbagai kegiatan, seperti kognitif, bahasa, emosi, fisik, dan motorik. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan anak baik bersifat motorik maupun non-motorik.

PAUD pada jalur pendidikan formal dapat berupa Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) atau yang sederajat dengan rentang usia 4-6 tahun. PAUD pada jalur non-formal dapat berupa Kelompok Bermain (KB) dengan

(40)

24 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 rentang usia 2-4 tahun. Sedangkan PAUD jalur pendidikan informal dapat berupa Taman Penitipan Anak (TPA) dengan rentang usia 3 bulan sampai 2 tahun dan satuan PAUD dengan rentang usia 4-6 tahun.

Secara umum, Pendidikan Anak Usia Dini ditujukan untuk mengembangkan potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuan utama PAUD adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Sementara tujuan penyertanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Angka partisipasi PAUD diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013. Partisipasi PAUD anak kelompok umur 0-6 tahun sebesar 12,52 persen. Sementara untuk rentang kelompok umur yang lebih sempit (3-6 tahun) partisipasi PAUD menjadi lebih besar yaitu 21,10 persen.

Partisipasi PAUD untuk anak kelompok umur 5-6 tahun sebesar 29,47 persen, anak kelompok umur 3-4 tahun sebesar 13,31 persen, dan anak kelompok umur 0-2 tahun sebesar 0,69 persen. PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur 5-6 tahun dan hanya sedikit diikuti oleh anak kelompok umur 0-2 tahun. Dapat dikatakan bahwa PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur Taman Kanak-kanak (TK) dibanding kelompok umur lain. Apabila dilihat berdasarkan klasifikasi daerah, ada perbedaan nyata angka partisipasi PAUD anak laki-laki dan anak perempuan. Di daerah perkotaan, angka pertisipasi PAUD anak laki-laki lebih tinggi dibanding yang perempuan. Partisipasi PAUD anak laki-laki di daerah perkotaan sebesar 16,12 persen dan partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 13,36 persen. Sebaliknya di daerah perdesaan, partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 9,72 persen dan partisipasi anak laki-laki sebesar 5,75 persen.

(41)

25 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Secara keseluruhan, partisipasi PAUD anak laki-laki tidak berbeda secara signifikan dibanding yang perempuan.

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah Jenis Kelamin

Kelompok Umur (Tahun)

0-2 3-4 5-6 3-6 0-6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 0,76 15,61 39,99 27,26 16,12 Perempuan 0,72 14,72 31,53 22,54 13,36 Laki-laki+Perempuan 0,74 15,18 36,02 25,01 14,80 Perdesaan : Laki-laki 0,33 5,95 13,83 9,71 5,75 Perempuan 0,81 12,65 19,12 16,07 9,72 Laki-laki+Perempuan 0,57 9,14 16,61 12,90 7,73 Perkotaan+Perdesaan : Laki-laki 0,62 12,59 31,81 21,78 12,87 Perempuan 0,75 14,08 27,02 20,37 12,15 Laki-laki+Perempuan 0,69 13,31 29,47 21,10 12,52 Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dilihat menurut kabupaten/kota, persentase anak laki-laki yang mengikuti PAUD paling banyak adalah di Kota Tangerang Selatan dan untuk anak perempuan adalah di Kota Tangerang. Sementara, persentase anak yang mengikuti PAUD paling kecil adalah di Kabupaten Lebak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan PAUD di Kabupaten lebak masih sedikit.

(42)

26 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 4.3

Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013 Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 ayat (2) PAUD dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu TK/RA/BA, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu, dan satuan PAUD Sejenis Lainnya, seperti PAUD-TAAM, PAUD-PAK, PAUD-BIA, TKQ dan PAUD Lembaga Lainnya.

Jenis PAUD yang paling banyak diikuti oleh anak usia 0-6 tahun adalah TK/RA/BA sebesar 55,32 persen. Kemudian di urutan berikutnya adalah Satuan PAUD lainnya sebesar 25,47 persen dan Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu sebesar 15,84 persen. Partisipasi PAUD untuk Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak sangat kecil, masing-masing sebesar 2,17 persen dan 1,20 persen. Menariknya, jenis PAUD Taman Penitipan Anak (TPA) hanya diikuti oleh anak di daerah perkotaan, terlihat dari angka partisipasi PAUD untuk Taman pendidikan anak di daerah perdesaan yang sebesar nol persen. Hal ini dapat

7,09 4,2 17,02 6,07 16,86 12,76 5,49 21,63 12,87 10,41 6,76 10,56 11,59 21,73 7,67 11,48 11,71 12,15 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Provinsi Banten Perempuan Laki-laki

(43)

27 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

dimungkinkan karena untuk saat ini penyelenggaraan TPA masih terkonsentrasi di daerah perkotaan yang tujuannya memenuhi kebutuhan ibu-ibu yang bekerja.

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD di Provinsi Banten, 2013 Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Jenis PAUD TK/RA/BA Kelompok Bermain Taman Penitipan Anak Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/ Posyandu Satuan PAUD Sejenis Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 59,42 1,85 0,91 14,61 23,20 Perempuan 59,35 0,00 2,26 12,49 25,90 Laki-laki+Perempuan 59,39 1,06 1,49 13,70 24,36 Perdesaan : Laki-laki 47,90 7,08 0,00 25,28 19,74 Perempuan 33,65 6,40 0,00 24,00 35,96 Laki-laki+Perempuan 38,96 6,65 0,00 24,48 29,91 Perkotaan+Perdesaan : Laki-laki 57,81 2,58 0,79 16,10 22,72 Perempuan 52,51 1,70 1,66 15,55 28,57 Laki-laki+Perempuan 55,32 2,17 1,20 15,84 25,47 Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

4.3 Perkawinan Anak Usia Dini

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam undang-undang perkawinan tersebut, umur

(44)

28 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 menjadi salah satu syarat dalam melaksanakan perkawinan. Dalam undang-undang tersebut telah ditentukan batas minimal usia perkawinan bagi pria adalah 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun. Dalam pasal 7 ayat (1), pada usia tersebut baik pria maupun wanita diasumsikan telah cukup matang untuk memasuki gerbang perkawinan dengan segala permasalahannya. Selain itu, penetapan batas usia minimal perkawinan ini dimaksudkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Namun pada kenyataannya masih saja terjadi perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai batas umur yang ditentukan yang dikenal dengan istilah perkawinan usia dini.

Faktor-faktor penyebab perkawinan usia dini dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari luar diri anak. Faktor yang berasal dari dalam diri anak antara lain faktor pendidikan, pemahaman agama, telah melakukan hubungan biologis, dan kehamilan sebelum pernikahan. Faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain faktor orang tua, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya.

Perempuan yang melahirkan pada usia muda memiliki resiko yang lebih besar. Belum kuatnya fungsi rahim dan hormonal serta kurang pahamnya perawatan pada masa kehamilan berakibat pada rentannya kehamilan seperti terjadinya tekanan darah tinggi, lahir prematur, berat bayi lahir rendah, serta

tingginya angka kematian ibu dan bayi. Perkawinan usia dini juga sangat

memengaruhi fisik ataupun psikologis anak yang dilahirkan kelak. Ketrampilam mengasuh anak serta pengendalian emosi seorang ibu yang menikah pada usia dini pada umumnya masih kurang. Hal ini menimbulkan resiko anak yang dilahirkan akan mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, dan gangguan psikologis.

Ditinjau dari sisi sosial, perkawinan dini dapat berdampak negatif yaitu mengurangi harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian. Hal ini disebabkan emosi yang masih labil, gejolak darah muda, dan cara pola pikir yang belum matang. Di samping ego yang tinggi dan kurangnya tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga sebagai suami-istri. Jika dilihat dari segi kependudukan,

(45)

29 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

perkawinan usia dini mengakibatkan tingginya tingkat fertilitas sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kependudukan. Dalam publikasi ini, perkawinan usia dini diartikan sebagai keadaan dimana anak wanita berumur 10-17 tahun telah berstatus kawin atau pernah kawin dengan umur kawin pertama 15 tahun ke bawah.

Gambar 4.4

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan Pernah Kawin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

Di Provinsi Banten terdapat sebesar 1,16 persen anak perempuan berumur 10-17 tahun berstatus kawin dan pernah kawin dengan persentase terbesar terdapat di Kabupaten Lebak (2,62 persen) dan persentase terkecil terdapat di Kota Tangerang (0,18 persen).

Persentase anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di daerah perkotaan. Persentase anak perempuan 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin di daerah perdesaan sebesar 1,55 persen, dengan rincian sebesar

0,18 0,60 0,80 0,92 0,96 1,92 2,28 2,62 1,16 Kota Tangerang Kota Serang Serang Tangerang Kota Tangerang Selatan Pandeglang Kota Cilegon Lebak Provinsi Banten

(46)

30 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 1,47 persen berstatus kawin dan 0,08 persen berstatus cerai hidup. Sementara untuk daerah perkotaan sebesar 0,94 persen, dengan rincian sebesar 0,9 persen berstatus kawin dan 0,04 persen berstatus cerai hidup. Kecenderungan melakukan perkawinan pada usia muda di daerah perdesaan dipengaruhi oleh berbagai hal seperti faktor ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Sebagian orang tua di perdesaan menikahkan anaknya dengan harapan setelah anak menikah dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Selain itu, pada umumnya anak perempuan yang memasuki usia remaja dan belum menikah akan dianggap sebagai perawan tua. Hal inilah yang menyebabkan perkawinan pada usia muda di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.

Tabel 4.3 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah

Status Perkawinan

Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati

(1) (2) (3) (4) (5)

Perkotaan 99,05 0,90 0,04 0,00

Perdesaan 98,45 1,47 0,08 0,00

Perkotaan+Perdesaan 98,84 1,10 0,06 0,00

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak perempuan berumur 10-17 tahun (98,84 persen) masih berstatus belum kawin dan sisanya 1,16 persen pernah kawin dengan rincian 1,1 persen berstatus kawin dan 0,06 persen berstatus cerai hidup. Hal ini sangat memprihatinkan karena dalam usia yang sangat muda anak-anak tersebut sudah mengalami perceraian yang tentunya akan menimbulkan dampak psikologis bagi perkembangan anak ke depannya.

(47)

31 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Gambar 4.5

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan di Provinsi Banten, 2013

Anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu yang umur kawin pertamanya 15 tahun ke bawah, 16 tahun, serta 17 tahun. Dari keseluruhan anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin, sebesar 15,96 persen diantaranya melakukan perkawinan usia dini (umur perkawinan pertama 15 tahun ke bawah). Sedangkan sisanya sebesar 31,38 persen melakukan perkawinan pertama di umur 16 tahun dan sebesar 52,66 persen melakukan perkawinan pertama di umur 17 tahun.

Belum Kawin 98,84 Kawin 1,1 Cerai (Cerai Hidup + Cerai Mati) 0,06

(48)

32 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 4.6

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Berstatus Kawin dan Pernah Kawin Menurut Umur Kawin Pertama di Provinsi Banten, 2013

Perkawinan usia dini dapat berakibat pada tidak terpenuhinya secara optimal salah satu hak anak yaitu mendapatkan pendidikan. Pendidikan adalah salah satu cara untuk peningkatan kualitas hidup warga. Namun pada sebagian

besar kasus perkawinan usia dini, anak akan terhenti pendidikannya. Hal ini dapat

meningkatkan angka putus sekolah. Selain itu, banyak pihak masih berpikir ketika seorang siswa hamil tidak berhak mengikuti Ujian Akhir Nasional. Namun, dengan membiarkan anak putus sekolah adalah bentuk pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Lebih jauh lagi, membiarkan anak dengan pernikahan dini putus sekolah akan membuat kemiskinan berulang serta kemungkinan

kejadian pernikahan anak-anak pada generasi selanjutnya terus berlanjut. Oleh

karena itu, perhatian dari berbagai pihak diperlukan dalam menanggulangi perkawinan usia dini agar tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas.

15,96 31,38

52,66 ≤15 Tahun

16 Tahun ≥17 Tahun

(49)

33 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menentukan nasib suatu bangsa, atau khususnya di Provinsi Banten. Pentingnya pembangunan kesehatan ini telah menjadikannya sebagaisalah satu tujuan Millennium

Development Goals (MDGs). Oleh karena itu, pemerintah baik pusat maupun daerah

terus berupaya keras dalam meningkatkan pembangunan kesehatan dengan membuat kebijakan-kebijakan serta penyediaan fasilitas penunjang dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Pemantauan kondisi kesehatan masyarakat sangat diperlukan untuk melihat perkembangan capaian yang didapat serta dapat dijadikan sebagai landasan untuk membuat kebijakan-kebijakan baru dengan hasil yang lebih baik.

Kebutuhan hak dasar akan kesehatan harus dimulai sejak masa anak-anak. Pemenuhan kebutuhan kesehatan pada anak sejalan dengan Konvensi tentang Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989. Pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang anak pun dapat dirampas haknya atas akses ke pelayanan perawatan kesehatan tersebut.

Berikut akan disajikan gambaran kondisi kesehatan anak di Provinsi Banten, yang terdiri dari sub bab penolong kelahiran, Air Susu Ibu (ASI), imunisasi, keluhan kesehatan, akses ke pelayanan kesehatan dan tingkat unjungan. Informasi tentang pelayanan antenatal dan kematian anak tidak dapat ditampilkan dalam publikasi ini dikarenakan belum tersedianya data terbaru.

KESEHATAN DASAR

DAN KESEJAHTERAAN

(50)

34 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 5.1 Penolong Kelahiran

Penolong kelahiran merupakan faktor yang sangat memengaruhi tingkat keselamatan dan kesehatan ibu dan bayi dalam proses kelahiran. Penolong kelahiran adalah salah satu bagian dari pelayanan antenatal care, yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan primer.

Penolong kelahiran didefinisikan sebagai orang yang biasa memeriksa wanita hamil atau memberikan pertolongan selama persalinan dan masa nifas. Penolong kelahiran dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan dan bukan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan adalah mereka yang mendapatkan pendidikan formal seperti dokter spesialis kandungan, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, sedangkan bukan tenaga kesehatan misalnya dukun terlatih maupun dukun tidak terlatih.

Seringkali seorang ibu yang akan melahirkan ditolong lebih dari satu orang penolong kelahiran. Misalnya seorang ibu pada awal persalinannya ditolong oleh dukun, karena terjadi masalah maka harus dibawa ke bidan. Dalam kasus tersebut, ada dua penolong kelahiran dimana penolong kelahiran pertama adalah dukun, sedangkan penolong kelahiran terakhir adalah bidan. Pada sub bab ini akan diulas mengenai penolong kelahiran terakhir.

Berdasarkan data Susenas 2013 seperti yang disajikan pada Gambar 5.1, dapat dilihat bahwa penolong kelahiran terakhir paling banyak di Provinsi Banten adalah bidan, baik balita laki-laki maupun perempuan yaitu sebesar 57,35 persen dan 60,88 persen. Penolong kelahiran yang tertinggi berikutnya adalah dukun bersalin. Masih tingginya persentase kelahiran di Provinsi Banten yang ditolong oleh dukun diduga disebabkan oleh faktor budaya dan sarana prasarana kesehatan yang kurang memadai. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah untuk meningkatkan jumlah tenaga kesehatan maupun menyediakan sarana prasarana kesehatan yang memadai di seluruh wilayah Provinsi Banten.

Gambar

Tabel 2.1   Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur, Jenis   Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin (RJK), 2013
Tabel 2.2 Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur Sekolah, 2013
Tabel 2.3  Proyeksi Penduduk Provinsi Banten Umur 0-17 Tahun, 2010-2015
Tabel 3.1    Proporsi Anak Berusia 5-17 tahun yang Mengakses Internet dalam 3   Bulan Terakhir menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di   Provinsi Banten, 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan secara empiris pengaruh persepsi kontrol perilaku, pengetahuan pajak dan persepsi wajib pajak mengenai keadilan

Pengecambahan benih kelapa sawit terjadi setelah terlebih dahulu diberi perlakuan pemanasan di ruang pemanas selama 60 hari pada suhu 39 o -40 o C dengan kadar air tidak kurang

Ziarah kubur adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/ pribadi yang dilakukan secara individu atau kelompok, dengan tujuan mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan cara meningkatkan kemampuan mengenal konsep bilangan melalui teknik pembelajaran Make A Match pada

Rajah 7: Graf Ln nilai kecekapan lawan ketumpatan spesimen pada tenaga berbeza bagi sistem SSG 10 Dari rajah-rajah 1 – 7, boleh diperhatikan bahawa nilai kecekapan untuk alat

Dengan ini memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “

Berangkat dari penjelasan ini dalam pemahaman penulis faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya secara sederhana dapat di klasifikasikan kedalam

Mengingat pembukuan merupakan hal yang terpenting dalam penetuan pajak terutang, maka peneliti hanya melakukan penelitian pada sistem pembukuan dengan menekankan