• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

LINGKUNGAN KELUARGA DAN PENGASUHAN ALTERNATIF

4.2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia dini merupakan masa-masa emas perkembangan anak yang biasa dikenal dengan istilah Golden Age. Masa Golden Age ialah masa anak usia dini untuk mengekplorasi hal-hal yang ingin mereka lakukan, senang bermain dan peka terhadap rangsangan sekitar. Pada masa ini, otak anak-anak berkembang sangat pesat. Pada rentang usia tersebut otak anak akan menerima dan menyerap berbagai macam informasi dari lingkungan sekitarnya, tanpa mengetahui baik dan buruk. Pada rentang waktu itulah terjadi perkembangan mental, fisik maupun spiritual pada anak secara cepat dan signifikan. Anak akan mulai mempelajari segala hal dan karakternya sudah mulai terbentuk. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan sejak usia dini sebagai langkah persiapan anak menghadapi masa-masa depannya.

Pemberian pendidikan sejak usia dini ini sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I, Pasal I butir 14 Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada Pasal 28 lebih dijelaskan lagi tentang PAUD, dimana dinyatakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum pendidikan dasar melalui jalur formal, non formal maupun informal. PAUD menyediakan berbagai kegiatan, seperti kognitif, bahasa, emosi, fisik, dan motorik. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan anak baik bersifat motorik maupun non-motorik.

PAUD pada jalur pendidikan formal dapat berupa Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) atau yang sederajat dengan rentang usia 4-6 tahun. PAUD pada jalur non-formal dapat berupa Kelompok Bermain (KB) dengan

24 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 rentang usia 2-4 tahun. Sedangkan PAUD jalur pendidikan informal dapat berupa Taman Penitipan Anak (TPA) dengan rentang usia 3 bulan sampai 2 tahun dan satuan PAUD dengan rentang usia 4-6 tahun.

Secara umum, Pendidikan Anak Usia Dini ditujukan untuk mengembangkan potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuan utama PAUD adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. Sementara tujuan penyertanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Angka partisipasi PAUD diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2013. Partisipasi PAUD anak kelompok umur 0-6 tahun sebesar 12,52 persen. Sementara untuk rentang kelompok umur yang lebih sempit (3-6 tahun) partisipasi PAUD menjadi lebih besar yaitu 21,10 persen.

Partisipasi PAUD untuk anak kelompok umur 5-6 tahun sebesar 29,47 persen, anak kelompok umur 3-4 tahun sebesar 13,31 persen, dan anak kelompok umur 0-2 tahun sebesar 0,69 persen. PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur 5-6 tahun dan hanya sedikit diikuti oleh anak kelompok umur 0-2 tahun. Dapat dikatakan bahwa PAUD lebih banyak diikuti oleh anak kelompok umur Taman Kanak-kanak (TK) dibanding kelompok umur lain. Apabila dilihat berdasarkan klasifikasi daerah, ada perbedaan nyata angka partisipasi PAUD anak laki-laki dan anak perempuan. Di daerah perkotaan, angka pertisipasi PAUD anak laki-laki lebih tinggi dibanding yang perempuan. Partisipasi PAUD anak laki-laki di daerah perkotaan sebesar 16,12 persen dan partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 13,36 persen. Sebaliknya di daerah perdesaan, partisipasi PAUD anak perempuan sebesar 9,72 persen dan partisipasi anak laki-laki sebesar 5,75 persen.

25 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Secara keseluruhan, partisipasi PAUD anak laki-laki tidak berbeda secara signifikan dibanding yang perempuan.

Tabel 4.1 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD

Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah Jenis Kelamin

Kelompok Umur (Tahun)

0-2 3-4 5-6 3-6 0-6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 0,76 15,61 39,99 27,26 16,12 Perempuan 0,72 14,72 31,53 22,54 13,36 Laki-laki+Perempuan 0,74 15,18 36,02 25,01 14,80 Perdesaan : Laki-laki 0,33 5,95 13,83 9,71 5,75 Perempuan 0,81 12,65 19,12 16,07 9,72 Laki-laki+Perempuan 0,57 9,14 16,61 12,90 7,73 Perkotaan+Perdesaan : Laki-laki 0,62 12,59 31,81 21,78 12,87 Perempuan 0,75 14,08 27,02 20,37 12,15 Laki-laki+Perempuan 0,69 13,31 29,47 21,10 12,52

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dilihat menurut kabupaten/kota, persentase anak laki-laki yang mengikuti PAUD paling banyak adalah di Kota Tangerang Selatan dan untuk anak perempuan adalah di Kota Tangerang. Sementara, persentase anak yang mengikuti PAUD paling kecil adalah di Kabupaten Lebak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan PAUD di Kabupaten lebak masih sedikit.

26 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 4.3

Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Kabupaten Kota dan Jenis Kelamin di Provinsi Banten, 2013 Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28 ayat (2) PAUD dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu TK/RA/BA, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu, dan satuan PAUD Sejenis Lainnya, seperti PAUD-TAAM, PAUD-PAK, PAUD-BIA, TKQ dan PAUD Lembaga Lainnya.

Jenis PAUD yang paling banyak diikuti oleh anak usia 0-6 tahun adalah TK/RA/BA sebesar 55,32 persen. Kemudian di urutan berikutnya adalah Satuan PAUD lainnya sebesar 25,47 persen dan Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/Posyandu sebesar 15,84 persen. Partisipasi PAUD untuk Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak sangat kecil, masing-masing sebesar 2,17 persen dan 1,20 persen. Menariknya, jenis PAUD Taman Penitipan Anak (TPA) hanya diikuti oleh anak di daerah perkotaan, terlihat dari angka partisipasi PAUD untuk Taman pendidikan anak di daerah perdesaan yang sebesar nol persen. Hal ini dapat

7,09 4,2 17,02 6,07 16,86 12,76 5,49 21,63 12,87 10,41 6,76 10,56 11,59 21,73 7,67 11,48 11,71 12,15 Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel Provinsi Banten Perempuan Laki-laki Sumber : Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

27 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

dimungkinkan karena untuk saat ini penyelenggaraan TPA masih terkonsentrasi di daerah perkotaan yang tujuannya memenuhi kebutuhan ibu-ibu yang bekerja.

Tabel 4.2 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun yang Sedang Mengikuti PAUD Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis PAUD di Provinsi Banten, 2013 Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Jenis PAUD TK/RA/BA Kelompok Bermain Taman Penitipan Anak Pos PAUD/PAUD Terintegrasi BKB/ Posyandu Satuan PAUD Sejenis Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan : Laki-laki 59,42 1,85 0,91 14,61 23,20 Perempuan 59,35 0,00 2,26 12,49 25,90 Laki-laki+Perempuan 59,39 1,06 1,49 13,70 24,36 Perdesaan : Laki-laki 47,90 7,08 0,00 25,28 19,74 Perempuan 33,65 6,40 0,00 24,00 35,96 Laki-laki+Perempuan 38,96 6,65 0,00 24,48 29,91 Perkotaan+Perdesaan : Laki-laki 57,81 2,58 0,79 16,10 22,72 Perempuan 52,51 1,70 1,66 15,55 28,57 Laki-laki+Perempuan 55,32 2,17 1,20 15,84 25,47

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten 4.3 Perkawinan Anak Usia Dini

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam undang-undang perkawinan tersebut, umur

28 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 menjadi salah satu syarat dalam melaksanakan perkawinan. Dalam undang-undang tersebut telah ditentukan batas minimal usia perkawinan bagi pria adalah 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun. Dalam pasal 7 ayat (1), pada usia tersebut baik pria maupun wanita diasumsikan telah cukup matang untuk memasuki gerbang perkawinan dengan segala permasalahannya. Selain itu, penetapan batas usia minimal perkawinan ini dimaksudkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Namun pada kenyataannya masih saja terjadi perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai batas umur yang ditentukan yang dikenal dengan istilah perkawinan usia dini.

Faktor-faktor penyebab perkawinan usia dini dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari luar diri anak. Faktor yang berasal dari dalam diri anak antara lain faktor pendidikan, pemahaman agama, telah melakukan hubungan biologis, dan kehamilan sebelum pernikahan. Faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain faktor orang tua, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya.

Perempuan yang melahirkan pada usia muda memiliki resiko yang lebih besar. Belum kuatnya fungsi rahim dan hormonal serta kurang pahamnya perawatan pada masa kehamilan berakibat pada rentannya kehamilan seperti terjadinya tekanan darah tinggi, lahir prematur, berat bayi lahir rendah, serta tingginya angka kematian ibu dan bayi. Perkawinan usia dini juga sangat memengaruhi fisik ataupun psikologis anak yang dilahirkan kelak. Ketrampilam mengasuh anak serta pengendalian emosi seorang ibu yang menikah pada usia dini pada umumnya masih kurang. Hal ini menimbulkan resiko anak yang dilahirkan akan mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, dan gangguan psikologis.

Ditinjau dari sisi sosial, perkawinan dini dapat berdampak negatif yaitu mengurangi harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian. Hal ini disebabkan emosi yang masih labil, gejolak darah muda, dan cara pola pikir yang belum matang. Di samping ego yang tinggi dan kurangnya tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga sebagai suami-istri. Jika dilihat dari segi kependudukan,

29 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

perkawinan usia dini mengakibatkan tingginya tingkat fertilitas sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kependudukan. Dalam publikasi ini, perkawinan usia dini diartikan sebagai keadaan dimana anak wanita berumur 10-17 tahun telah berstatus kawin atau pernah kawin dengan umur kawin pertama 15 tahun ke bawah.

Gambar 4.4

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Kawin dan Pernah Kawin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

Di Provinsi Banten terdapat sebesar 1,16 persen anak perempuan berumur 10-17 tahun berstatus kawin dan pernah kawin dengan persentase terbesar terdapat di Kabupaten Lebak (2,62 persen) dan persentase terkecil terdapat di Kota Tangerang (0,18 persen).

Persentase anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di daerah perkotaan. Persentase anak perempuan 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin di daerah perdesaan sebesar 1,55 persen, dengan rincian sebesar

0,18 0,60 0,80 0,92 0,96 1,92 2,28 2,62 1,16 Kota Tangerang Kota Serang Serang Tangerang Kota Tangerang Selatan Pandeglang Kota Cilegon Lebak Provinsi Banten

30 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 1,47 persen berstatus kawin dan 0,08 persen berstatus cerai hidup. Sementara untuk daerah perkotaan sebesar 0,94 persen, dengan rincian sebesar 0,9 persen berstatus kawin dan 0,04 persen berstatus cerai hidup. Kecenderungan melakukan perkawinan pada usia muda di daerah perdesaan dipengaruhi oleh berbagai hal seperti faktor ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Sebagian orang tua di perdesaan menikahkan anaknya dengan harapan setelah anak menikah dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Selain itu, pada umumnya anak perempuan yang memasuki usia remaja dan belum menikah akan dianggap sebagai perawan tua. Hal inilah yang menyebabkan perkawinan pada usia muda di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.

Tabel 4.3 Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan Tipe Daerah di Provinsi Banten, 2013

Tipe Daerah

Status Perkawinan

Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati

(1) (2) (3) (4) (5)

Perkotaan 99,05 0,90 0,04 0,00

Perdesaan 98,45 1,47 0,08 0,00

Perkotaan+Perdesaan 98,84 1,10 0,06 0,00

Sumber: Susenas 2013, BPS Provinsi Banten

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar anak perempuan berumur 10-17 tahun (98,84 persen) masih berstatus belum kawin dan sisanya 1,16 persen pernah kawin dengan rincian 1,1 persen berstatus kawin dan 0,06 persen berstatus cerai hidup. Hal ini sangat memprihatinkan karena dalam usia yang sangat muda anak-anak tersebut sudah mengalami perceraian yang tentunya akan menimbulkan dampak psikologis bagi perkembangan anak ke depannya.

31 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Gambar 4.5

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan di Provinsi Banten, 2013

Anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu yang umur kawin pertamanya 15 tahun ke bawah, 16 tahun, serta 17 tahun. Dari keseluruhan anak perempuan berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin, sebesar 15,96 persen diantaranya melakukan perkawinan usia dini (umur perkawinan pertama 15 tahun ke bawah). Sedangkan sisanya sebesar 31,38 persen melakukan perkawinan pertama di umur 16 tahun dan sebesar 52,66 persen melakukan perkawinan pertama di umur 17 tahun.

Belum Kawin 98,84 Kawin 1,1 Cerai (Cerai Hidup + Cerai Mati) 0,06

32 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013 Gambar 4.6

Persentase Anak Perempuan 10-17 Tahun yang Berstatus Kawin dan Pernah Kawin Menurut Umur Kawin Pertama di Provinsi Banten, 2013

Perkawinan usia dini dapat berakibat pada tidak terpenuhinya secara optimal salah satu hak anak yaitu mendapatkan pendidikan. Pendidikan adalah salah satu cara untuk peningkatan kualitas hidup warga. Namun pada sebagian besar kasus perkawinan usia dini, anak akan terhenti pendidikannya. Hal ini dapat meningkatkan angka putus sekolah. Selain itu, banyak pihak masih berpikir ketika seorang siswa hamil tidak berhak mengikuti Ujian Akhir Nasional. Namun, dengan membiarkan anak putus sekolah adalah bentuk pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Lebih jauh lagi, membiarkan anak dengan pernikahan dini putus sekolah akan membuat kemiskinan berulang serta kemungkinan kejadian pernikahan anak-anak pada generasi selanjutnya terus berlanjut. Oleh karena itu, perhatian dari berbagai pihak diperlukan dalam menanggulangi perkawinan usia dini agar tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas.

15,96 31,38

52,66 ≤15 Tahun

16 Tahun ≥17 Tahun

33 Profil Anak Provinsi Banten Tahun 2013

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menentukan nasib suatu bangsa, atau khususnya di Provinsi Banten. Pentingnya pembangunan kesehatan ini telah menjadikannya sebagaisalah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs). Oleh karena itu, pemerintah baik pusat maupun daerah terus berupaya keras dalam meningkatkan pembangunan kesehatan dengan membuat kebijakan-kebijakan serta penyediaan fasilitas penunjang dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Pemantauan kondisi kesehatan masyarakat sangat diperlukan untuk melihat perkembangan capaian yang didapat serta dapat dijadikan sebagai landasan untuk membuat kebijakan-kebijakan baru dengan hasil yang lebih baik.

Kebutuhan hak dasar akan kesehatan harus dimulai sejak masa anak-anak. Pemenuhan kebutuhan kesehatan pada anak sejalan dengan Konvensi tentang Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989. Pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang anak pun dapat dirampas haknya atas akses ke pelayanan perawatan kesehatan tersebut.

Berikut akan disajikan gambaran kondisi kesehatan anak di Provinsi Banten, yang terdiri dari sub bab penolong kelahiran, Air Susu Ibu (ASI), imunisasi, keluhan kesehatan, akses ke pelayanan kesehatan dan tingkat unjungan. Informasi tentang pelayanan antenatal dan kematian anak tidak dapat ditampilkan dalam publikasi ini dikarenakan belum tersedianya data terbaru.

KESEHATAN DASAR

Dokumen terkait