5 PEMBAHASAN
5.3.2 Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan
Pada kondisi aktual, kelenturan bilah bambu pada posisi horizontal bukan hanya disebabkan oleh adanya beban dari arah atas ke bawah, namun juga sebaliknya pada proses pengangkatan dari bawah ke atas. Kelenturan juga dapat terjadi pada arah tegak lurus dengan posisi bilah vertikal.
Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, maka dapat diatur pemakaian bilah bambu dalam konstruksi alat penangkapan ikan secara optimal sebagai berikut. Pada alat penangkapan ikan yang memerlukan kekakuan bahan bambu, maka disarankan menggunakan bagian ujung dengan catatan beban yang akan diletakkan di atasnya ditata tidak di satu tempat melainkan di beberapa titik, sehingga dengan ketahanan lentur sebesar 359 kg per cm2 per titik dapat memangku beban lebih banyak. Jika seluruh bidang hanya menggunakan bilah dari satu bagian bambu – misalnya ujung – maka bagian batang bambu lainnya – pangkal dan tengah – akan tidak terpakai. Hal ini merupakan pemborosan.
Gambar 80. Anatomi bilah bambu.
Kulit bambu bagiandalam
Kulit bambu bagian luar Buluh bambu
·
··
··
··
··
·
··· ·······
··
Potongan melintang serabut
• ••• ••• ••• ••••••• ••• • •• ••••• ••••• •••• •••• •••• •••• •••
• •••••
• •••••••••••
• ••••
•
• •••••
• •••••
•
•
•
•••
••••••
•
•
•
•••
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Kondisi ini dapat diterapkan pada bidang datar atau dinding bawah dan dinding atas bubu, pada pelataran bagan atau sero atau alat tangkap sejenis.
Batang bambu yang paling lentur dapat ditempatkan khusus pada bagian alat penangkapan ikan yang memang menghendaki keadaan yang demikian. Jika seluruh bagian alat tangkap menggunakan hanya bagian pangkal atau bagian batang bambu yang paling lentur (Gambar 81), maka akan terjadi pelendutan. Sementara bagian batang bambu yang lain – tengah dan ujung – akan terbuang. Pelendutan ini semakin lama dapat mempengaruhi struktur konstruksi alat tangkap di bagian yang lain, misalnya pada sambungan dengan bagian yang lain di posisi tepi. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan tidak optimalnya konstruksi alat tangkap yang dibangun.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata. Oleh karena itu, sifat lendut dan kaku bilah bambu ini dapat dikombinasikan dalam satu luasan konstruksi horizontal.
Misalkan untuk badan bubu secara horizontal atau dinding bagian atas dan bagian bawah, bagian dasar rumah bagan, bagian dasar rumah jermal, sebaiknya digunakan bilah bambu campuran, ditata dengan baik dan seimbang antara bilah bambu yang berasal dari bagian pangkal, tengah dan ujung. Jika hanya bagian terlentur yang digunakan maka bila terjadi pelendutan dapat membuat perubahan konstruksi pada daerah sambungan atau menjadi tidak nyaman jika bagian dasar rumah bagan dan jermal diduduki. Dengan kombinasi pangkal, tengah dan ujung berselang-seling, maka sebelum bagian terlentur melendut karena beban, pada
Gambar 81. Ilustrasi pelendutan pada bagian konstruksi alat tangkap.
Kumpulan bilah bagian
batang bambu Bagian bambu melendut karena ada beban
posisi yang sejajar maka telah tertahankan oleh bagian batang yang kaku. Hal ini dapat mengurangi pemborosan dalam pemanfaatan batang bambu, dalam arti semua batang bambu akan terpakai. Kekuatan beban yang dapat ditahan dapat diambil dari nilai kekuatan yang terkecil, yaitu 216 kg/cm² atau untuk kondisi di dalam air sebesar 144 kg/cm² untuk satu titik beban.
Hasil uji ini juga dapat diterapkan dalam bingkai anco atau lever net
(Gambar 82). Bilah yang disarankan untuk digunakan adalah dari bagian pangkal dengan posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 untuk bingkai atas sebagai tempat mengikatkan tali anco, karena memiliki kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain. Sementara untuk bingkai bawah sebagai tempat merangkap jaring disarankan menggunakan bagian pangkal dengan posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1.
5.4 Pengujian Lentur Cantilever
5.4.1 Hasil uji
Berdasarkan hasil perhitungan modulus elastisitas, bagian batang bambu lebih kaku pada ukuran tebal:lebar 1:½ dibandingkan dengan ukuran yang lebih lebar. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan lentur, bagian batang bambu, posisi kulit luar dan lebar spesimen secara bersamaan memberikan reaksi yang berbeda. Misalkan pada posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 serta posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½ tegangan bambu dengan salah satu ujung tetap menurun dari arah pangkal ke ujung bambu. Sebaliknya terjadi pada posisi kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½, dari pangkal ke arah ujung batang bambu semakin
Anco
Tepi atas Tepi bawah
Gambar 82. Ilustrasi penggunaan batang bambu pada alat tangkap anco.
kuat, sedangkan pada posisi kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1 tidak berpola seperti ketiganya. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan standar deviasi dari hasil uji terhadap spesimen bambu sebagai ulangan. Berdasarkan hasil perhitungan tegangan lentur referensi dalam uji ini, maka bilah bambu bisa menahan beban lebih besar dengan penempatan beban yang tidak di satu titik dibandingkan dengan pembebanan satu titik di bagian ujung yang bebas seperti yang dilakukan dalam uji ini.
Jika dibandingkan dengan patokan Yap (1983) 100 kg/cm², maka seluruh spesimen uji lentur menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari patokan tersebut, khususnya pada kondisi yang terlindung. Untuk kondisi di dalam air, beberapa spesimen menunjukkan angka yang lebih kecil dari patokan. Beberapa spesimen dengan posisi kulit luar bambu berada di atas lebih tinggi kekuatannya.
5.4.2 Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan
Secara umum konstruksi tangkai pancing, serok dan anco menggunakan bambu tunggal, baik dalam bentuk bilah maupun dalam bentuk buluh bambu. Untuk konstruksi dalam bentuk bilah bambu, disarankan menggunakan bilah dari bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 dengan beban maksimum 175 kg. Posisi batang bambu ini berlawanan arah dengan posisi beban hasil tangkapan (Gambar 83). Sementara untuk konstruksi buluh bambu, sebaiknya dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu untuk menentukan besar beban yang dapat diangkat, karena spesimen dalam penelitian ini hanya berupa bilah.
# #
Posisi kulit luar bambu
Posisi beban Serok
Anco
Berdasarkan pada metode pengoperasian alat tangkap pancing gandar, serok dan anco, maka peluang sangat besar hanya terjadi pembebanan di satu titik, sehingga beban maksimum 175 kg harus betul-betul diperhatikan. Jika beban lebih besar, maka dapat menyebabkan kerusakan pada alat tangkap, akhirnya bisa jadi tangkai tersebut menjadi patah akibat keberatan beban. Istimewa pada pengoperasian pancing gandar, beban yang ditarik bisa jadi menjadi dinamis, sehingga pertimbangan beban maksimum perlu dipertimbangkan lagi akibat tarikan dari hasil tangkapan yang terkait.
5.5 Pengujian Tarik 5.5.1 Hasil uji
Hasil uji tarik untuk spesimen bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1 tidak didapatkan menggunakan mesin uji UTM Instron dengan kekuatan maksimal 5 ton. Satu dugaan hal ini disebabkan ukuran permukaan spesimen terlalu besar, sehingga tidak dapat menunjukkan data yang diharapkan. Selain untuk mengetahui kekuatan tarik bambu, uji dengan bentuk spesimen seperti ini dimaksudkan untuk melihat reaksi bambu terhadap gaya tarik yang diberikan pada saat uji berlangsung hingga terjadi kerusakan.
Dengan bentuk spesimen yang demikian, maka grafik hasil uji tarik yang diperoleh menunjukkan beberapa kali titik puncak. Jadi setelah mencapai satu titik maksimum grafik akan menurun sampai titik tertentu kemudian menaik lagi hingga mencapai titik puncak kedua, demikian terjadi beberapa kali. Hal ini dapat dimengerti, karena struktur anatomi bambu yang terdiri dari sejumlah serabut. Puncak pertama diperoleh pada saat serabut pertama putus, namun spesimen tidak langsung rusak semua, ada serabut lain yang lebih kuat dan belum putus. Serabut lain inilah yang menjadi kekuatan spesimen selanjutnya, demikian satu per satu hingga semua serabut pembentuk struktur bambu putus. Nilai titik puncak yang dipakai dalam perhitungan sifat mekanis adalah nilai titik puncak yang pertama.
Nilai tegangan tarik referensi yang diperoleh menunjukkan angka yang semakin tinggi dari pangkal ke arah ujung, khususnya pada tebal:lebar 1:½. Semakin tipis luas spesimen yang dijepit oleh alat uji, maka semakin mudah
melakukan uji tarik dan menyebabkan spesimen putus. Pada spesimen yang tebal diperlukan tenaga yang lebih banyak untuk membuat spesimen putus, dengan defleksi yang dibatasi, maka tenaga yang tersedia tidak cukup untuk memutuskan satu atau semua serabut spesimen, melainkan hanya cukup untuk mengencangkan kondisi jepitan.
Jika disandingkan dengan nilai kekuatan tarik Yap (1983), maka nilai-nilai yang diperoleh dari hasil uji jauh lebih kecil. Tegangan tarik yang dikemukakan oleh Yap sebesar 300 kg/cm², sedangkan hasil penelitian hanya 137 kg/cm². Perbedaan ini agak sulit jika dibandingkan, karena tidak diketahui Yap menggunakan spesimen buluh atau bilah dan jenis bambu apa.
5.5.2 Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan
Penerapan dalam pembuatan konstruksi alat tangkap untuk model uji tarik ini umumnya seiring dengan uji sifat mekanis yang lain, antara lain uji tekan. Secara khusus uji tarik dapat diaplikasikan pada sejumlah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara ditancapkan yang kemudian ditarik kembali pada saat
hauling, misalnya rakkang yang tangkainya terbuat dari bilah bambu. Pada jenis
alat tangkap bubu, kekuatan tarik umumnya seiring dengan kekuatan tekan yang terjadi, karena konstruksi bubu bambu membentuk dua bidang datar yang lebih mengandalkan interaksi dari beberapa tipe gaya. Gambar 84 menunjukkan beberapa macam gaya yang bekerja pada sebuah bambu sebagai bidang datar yang diberi beban se arah vertikal.
Pada konstruksi alat tangkap yang ditancapkan yang lebih besar seperti bagan tancap, sero, jaring bandrong dan sejenisnya, bahan bambu yang digunakan tidak dalam bentuk bilah, melainkan dalam bentuk buluh. Kekuatan tarik bilah dan buluh adalah berbeda, sehingga diperlukan uji tarik tersendiri untuk kondisi buluh bambu yang utuh.
5.6 Pengujian Tekan 5.6.1 Hasil uji
Grafik hasil uji tekan yang diperoleh juga menunjukkan beberapa kali titik puncak. Jadi setelah mencapai satu titik maksimum grafik akan menurun sampai
titik tertentu kemudian menaik lagi hingga mencapai titik puncak kedua, demikian terjadi beberapa kali terjadi hingga garis pada grafik datar atau menurun. Pencapaian titik puncak dalam uji tekan terlihat jelas dalam grafik, namun agak sulit bila dilihat pada proses penekanan spesimen, karena spesimen dalam proses semakin padat hingga batas defleksi tercapai. Bahkan untuk spesimen bagian ujung yang lebih tipis dibandingkan bagian pangkal, hasil uji tekan ada yang sangat “gepeng”. Demikian pula yang bisa terjadi pada penerapannya dalam konstruksi alat tangkap. Sulit terlihat bahwa bambu sudah benar-benar rusak, yang tampak hanya ukuran tinggi permukaan bambu sudah berkurang dari tinggi awal. Beban maksimum yang dipakai dalam perhitungan sifat mekanis adalah nilai titik puncak yang pertama.
5.6.2 Aplikasi dalam konstruksi alat penangkapan ikan
Uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat dapat diaplikasikan secara bersamaan dalam satu konstruksi alat penangkap ikan. Aplikasi uji tekan tegak lurus serat dalam konstruksi alat penangkap ikan secara umum lebih banyak menitikberatkan pada pembebanan secara horizontal, sedangkan tekan tegak lurus serat lebih banyak berfungsi sebagai tiang penyangga (Gambar 85). Aplikasi uji tekan tegak lurus serat dalam konstruksi alat penangkap ikan secara umum lebih
Gambar 84. Gaya pada bidang datar dengan beban arah vertikal.
Keterangan :
1. P = beban yang diberikan
2. Gaya tekan 3. Gaya tarik 4. Garis netral = 0 5. Defleksi P 1 3 4 3 3 P 1 2 4 5
banyak menggunakan bilah dengan posisi kulit luar di atas, karena kondisi kulit luar bambu memberikan permukaan yang lebih rata dibandingkan dengan permukaan bambu bagian dalam.
5.7 Kombinasi hasil uji mekanis dalam aplikasinya pada konstruksi alat penangkapan ikan
Sejumlah alat penangkapan ikan yang dibentuk dari bilah bambu dapat memanfaatkan hasil uji lentur sederhana, uji lentur cantilever, uji tarik dan uji tekan secara bersamaan. Jadi perhitungan kekuatan dalam konstruksi bambu juga harus mengkombinasikan lentur, tarik dan tekan. Alat penangkapan ikan yang konstruksinya terbuat dari bilah bambu antara lain sejumlah alat tangkap yang tergolong perangkap seperti pakaja (drifting fish pots), bubu tambun (fish pots), sero gantung (floating traps), umbing atau kecubang (tubular traps), sengkirai bilah (bamboo’s trap), siringan (bamboo’s filter), pengilar (bamboo’s trap), badong (ground fish pots); kelompok jaring angkat seperti anco (mobile lever nets) dan tangkul (stationary lever net); serta panah (arrow) dan busur (bow). Lentur cantilever terutama dicerminkan dalam tangkai pancing gandar (pole and line), tangkai serok (scoop net) dan tangkai anco (mobile lever net).
Tekan tegak lurus serat
Tekan sejajar serat
Beban
Gambar 85. Ilustrasi aplikasi kekuatan tekan pada konstruksi alat penangkapan ikan.
Lentur cantilever dapat diaplikasikan pada alat tangkap pancing gandar, namun agak berbeda proses pembebanannya. Aplikasi pada alat tangkap serok dan anco, pembebanan yang terjadi pasif, beban yang diangkat tidak memberikan perlawanan. Pada alat tangkap pancing gandar, beban yang terkait di mata pancing umumnya memberikan reaksi perlawanan, sehingga reaksi ini perlu diperhitungkan dalam perhitungan daya tahan konstruksi.
Konstruksi tangkai pancing seperti huhate biasanya menggunakan bambu utuh, hasil uji cantilever bilah ini tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perhitungan konstruksi, sehingga perlu dilakukan uji lentur tersendiri menggunakan model cantilever dengan contoh uji berbentuk buluh bambu. Untuk mengetahui tegangan lentur dari konstruksi tangkai pancing gandar dengan penggunaan bilah bambu tanpa kulit luar perlu mengadakan uji lentur tersendiri lagi menggunakan contoh uji yang sesuai dengan kondisi tangkai pancing tersebut.
Dalam proses pembebanan seperti Gambar 83 yang umum terjadi dalam konstruksi alat penangkap ikan, tidak hanya proses tekan tegak lurus serat yang terjadi, melainkan juga proses pelenturan, tekan dan tarik. Kombinasi proses tekan tegak lurus serat, kekuatan lentur, kekuatan tarik dan tekan sejajar serat dapat diperhitungkan secara bersama dalam proses pembuatan konstruksi alat tangkap.
Di Indonesia terdapat banyak jenis bambu, mulai dari yang berukuran diameter kecil hingga yang berdiameter lebih besar. Perbedaan jenis bambu yang dipakai tentunya akan menghasilkan nilai sifat mekanis yang berbeda. Oleh karena itu, untuk menambah khasanah pengetahuan dan memberikan informasi yang lebih banyak bagi pemakai alat penangkapan ikan dari bambu, disarankan untuk mengadakan penelitian yang sama dengan menggunakan jenis bambu yang berbeda sebagai bahan uji.
Alat penangkapan ikan dari bahan bambu tidak semua dibangun dari bilah bambu, ada juga yang dibangun dari rangkaian buluh bambu. Dalam tulisan ini spesimen buluh bambu tidak dibicarakan. Alat penangkapan ikan yang terbuat dari buluh bambu antara lain adalah berbagai jenis bagan, sero, sebagian konstruksi jermal, tangkai pancing, jaring bandrong dan lainnya. Antara bilah dan buluh bambu tentunya mempunyai nilai sifat mekanis yang berbeda. Oleh karena
itu penulis menyarankan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai uji yang sama namun menggunakan spesimen berbentuk buluh.
5.8 Perhitungan elastis bambu berdasarkan Hukum Hooke
Hukum Hooke mengemukakan bahwa tegangan merupakan perkalian antara elastisitas dan regangan. Berdasarkan perbandingan kurva hubungan stress
dan strain yang dihitung secara teoritis dan yang dihasilkan dari uji tarik, uji
tekan, simple beam bending test dan cantilever bending test bambu pada Gambar 64, 65 dan 66 untuk uji lentur sederhana, serta Gambar 68, 69 dan 70 untuk uji lentur cantilever, semua kurva yang bersangkutan menunjukkan kesesuaian. Kurva hasil uji laboratorium (experimental curve) terlihat hampir berimpitan dengan kurva hasil perhitungan (calculation curve), baik untuk uji tarik, uji tekan, uji lentur sederhana maupun uji lentur cantilever. Hal ini menunjukkan bahwa bambu yang diuji tersebut mempunyai sifat elastis yang dalam selang nilai terbatas mengikuti Hukum Hooke. Selang terbatas yang dimaksud di sini adalah selang nilai antara nol dan titik maksimum nilai stress pada kurva stress-strain
yang bersangkutan. Sebagaimana dituliskan dalam pendahuluan tentang kebaruan
(novelty) disertasi ini, bahwa bambu mempunyai sifat elastis dan mengikuti