2.1 Jaringan Saraf Tiruan
2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan
2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis ...
22
2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis ...
25
2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis ...
26
2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis ...
27
3 METODOLOGI ...
31
3.1 Data Akustik ...
33
3.1.1 Pemrosesan data akustik ...
34
3.1.2 Data hasil tangkapan ...
35
3.1.3 Matriks data akustik ...
36
xiii
4 DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK KAWANAN IKAN PELAGIS ...
40
4.1 Pendahuluan ...
40
4.2 Metode Penelitian ...
43
4.3 Hasil ...
47
4.3.1 Analisis korelasi ...
48
4.3.2 Analisis komponen utama ...
55
4.4 Pembahasan ...
57
4.5 Kesimpulan ...
60
5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS
DENGAN METODE STATISTIK ...
61
5.1 Pendahuluan ...
61
5.2 Metode Penelitian ...
62
5.3 Hasil ...
67
5.3.1 Analisis gerombol ...
67
5.3.2 Analisis diskriminan ...
72
5.4 Pembahasan ...
78
5.5 Kesimpulan ...
80
6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS
DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN
BALIK ...
82
6.1 Pendahuluan ...
82
6.2 Metode Penelitian ...
83
6.2.1 Perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...
85
6.2.2 Perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...
91
6.3 Hasil ...
93
6.3.1 Hasil perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...
93
6.3.2 Hasil perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...
101
6.4 Pembahasan ...
110
6.5 Kesimpulan ...
112
xiv
7.1 Karakteristik Kawanan Lemuru ...
113
7.2 Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik ...
115
8 KESIMPULAN DAN SARAN ...
119
8.1 Kesimpulan ...
119
8.2 Saran ...
120
DAFTAR PUSTAKA ...
121
xv
pengukuran ...
49
4
Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik ...
49
5
Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)
deskriptor batimetrik kawanan ikan berdasarkan selang waktu
pengukuran ...
51
6
Matriks korelasi antar deskriptor batimetrik ...
51
7
Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)
deskriptor energetik kawanan ikan berdasarkan selang waktu
pengukuran ...
52
8
Matriks korelasi antar deskriptor energetik ...
52
9
Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik, batimetrik, dan
energetik ...
54
10
Deskriptor hidroakustik untuk analisis statistik (Fauziyah, 2005) ...
63
11
Kelompok kawanan ikan hasil analisis gerombol ...
67
12
Hasil pengelompokan 56 kawanan ikan (data A) dengan Metode Analisis
Gerombol Terbimbing ...
71
13
Nilai rataan deskriptor pada masing-masing kelompok ...
73
14
Koefisien fungsi diskriminan dan struktur matriks fungsi ...
74
15
Eigenvalue dari kempat fungsi diskriminan ...
75
16
Hasil klasifikasi dengan Metode Analisis Diskriminan ...
77
xvi
17
Perbandingan hasil pelatihan beberapa metode pelatihan JSTPB model
8(5-1) dengan menggunakan data pelatihan yang sama ...
94
18 Perbandingan hasil pelatihan berdasarkan arsitektur jaringan yang
berbeda dengan fungsi aktivasi tansig-purelin ...
99
19
Deskriptor pada unit sel masukan JSTPB1 ... 102
20
Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB1 ...
103
21
Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB2 ...
106
22
Deskriptor pada unit sel masukan JSTPB3 ... 107
23
Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB3 ...
109
24 Rangkuman hasil identifikasi dan klasifikasi dengan metode yang
xvii
4
Pemrosesan umpan balik ...
9
5
Arsitektur JSTPB sederhana ...
12
6
JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf
... 14
7
Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lapisan ...
16
8
JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah
sel saraf ...
17
9
Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas
hamburan balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya
... 20
10
Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP) ...
24
11
Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989) ...
26
12
Bentuk-bentuk kawanan ikan yang terdeteksi dengan peralatan Sonar
(He, 1989) ...
28
13
Pola sebaran ikan di dalam kolom air (Reid, 2000) ...
29
14
Diagram alir metode penelitian ...
32
15
Lintasan survei kapal Baruna Jaya IV di Selat Bali tahun 1998, 1999,
2000 ...
34
16 Deskriptor hidroakustik kawanan ikan pelagis ...
41
17
Diagram alir analisis deskriptor hidroakustik ...
44
xviii
sebelumnya (a) ...
47
19
Hasil plot AKU deskriptor hidroakustik ...
56
20
Karakteristik deskriptor hasil AKU pada malam dan siang hari ...
57
21
Diagram alir identifikasi dan klasifikasi dengan Metode Statistik ...
65
22
Contoh beberapa citra akustik kawanan ikan di Selat Bali ...
69
23
Posisi anggota kelompok kelima kawanan ikan terhadap fungsi
diskriminan 1 dan 2 ...
76
24
Karakteristik 8 deskriptor utama dari kelima kelompok kawanan ikan
... 78
25
Diagram alir proses perancangan hingga operasional JSTPB ...
84
26
Grafik fungsi aktivasi Sigmoid Bipolar dan Linier ...
87
27
Diagram alir algoritma jaringan ...
89
28
Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel masukan yang berbeda
(a) Jumlah unit masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah unit sel
masukan Vs MSE ...
95
29
Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel lapisan tersembunyi yang
berbeda (a) Jumlah unit sel tersembunyi Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah
unit sel tersembunyi Vs MSE ...
96
30
Grafik hasil pelatihan berdasarkan arsitektur jaringan yang berbeda
dengan fungsi aktivasi tansig-purelin (a) Model JSTPB Vs Jumlah
iterasi (b) Model JSTPB Vs MSE ...
98
31
Grafik hasil pelatihan dengan jumlah pola masukan yang berbeda (a)
Jumlah pola masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah pola masukan Vs
MSE ... 100
32
Hasil simulasi data uji model JSTPB1 dengan arsitektur 8(8-1) dengan
Metode Pelatihan Levenberg-Marquard ... 103
33
Diagram Pareto JSTPB1 ... 104
xx
Halaman
1 Data latih mentah ...
126
2 Data latih dalam bentuk z-score ... 127
3 Data latih dalam bentuk bipolar ...
128
4 Histogram deskriptor hidroakustik data latih ... 129
5 Data uji mentah ...
133
6 Data uji dalam bentuk logaritmik ... 134
7 Data uji dalam bentuk z-score ... 135
8 Data uji dalam bentuk bipolar ... 136
9 Histogram deskriptor hidroakustik data uji ... 137
10 Hasil analisis gerombol ... 142
11 Hasil analisis diskriminan ...
144
12 Hasil hitungan JSTPB1 ...
152
13 Hasil hitungan JSTPB2 ...
154
14 Hasil hitungan JSTPB3 ...
158
15 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB1 ... 160
16 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB2 ... 161
17 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB3 ... 162
18 Deskripsi, sebaran, dan produksi lemuru ...
163
xxi
(architecture)
aktivasi, dan koneksi antar lapisan.
Bias
= Parameter sel saraf yang ditambahkan ke masukan
terbobot yang selanjutnya diproses oleh fungsi aktivasi.
Bobot (weight)
= Besaran pengali yang berfungsi menguatkan atau
melemahkan masukan yang diberikan kedalam sebuah sel
saraf.
Citra akustik
(echogram)
= Rekaman dari rangkaian gema yang divisualisasikan.
Deskriptor
(descriptor)
= Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat
dari pantulan akustik, baik berupa morfometrik,
batimetrik, dan energetik.
Fungsi aktivasi
(activation function)
= Fungsi aktivasi adalah fungsi yang secara spesifik
menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah
sel setelah sel tersebut menerima sinyal terbobot.
Gema (echo)
= Gelombang suara yang dipantulkan obyek.
Gerombolan
(shoaling)
= Kelompok ikan yang terdiri dari beberapa kawanan ikan,
bersifat tidak homogen, dan memiliki karakteristik
masing-masing.
Hamburan balik
(backscattering)
= Jumlah energi per satuan waktu yang dipantulkan oleh
target selama transmisi suara dari transducer.
Iterasi (epoch)
= Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data.
Jaringan saraf tiruan
(artificial neural
networks)
xxii
dihitung dengan
∑
=−
=
1 i 2 i i 2 12(x
y
)
D
Jaringan umpan
maju (feedforward
network)
= Lapisan jaringan yang hanya menerima masukan dari
lapisan sebelumnya.
Kawanan
(schooling)
= Salah satu kelompok dari gerombolan, bersifat homogen,
tersinkronisasi dan terpolarisasi ketika beruaya.
Kekuatan target
(target strength)
= Rasio intensitas gema yang diukur pada jarak 1m dari
permukaan transducer dengan intensitas yang datang
mengenai target.
Klasifikasi
(classification)
= Asosiasi antar vektor masukan dan vektor target.
Lemuru campuran
= Kawanan ikan yang tercampur yang terdiri dari sempenit,
protolan, dan lemuru.
Lemuru protolan
= Lemuru yang berukuran panjang total antara 11-15cm.
Lemuru sempenit
= Lemuru yang berukuran panjang total kurang dari 11cm.
Pelatihan (training)
= Proses yang dilakukan terhadap setiap masukan terbobot
dan bias agar jaringan mencapai kondisi tertentu yang
diinginkan.
Perambatan balik
(back propagation)
= Metode pelatihan terbimbing dimana galat di rambatkan
balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi
bobot.
Perceptron = Jaringan lapisan tunggal dengan fungsi aktivasi biner.
Sel saraf (neuron)
= Elemen dasar pemrosesan pada jaringan saraf.
xxiii
Energetik
(energetic)
= Sifat internal kawanan dilihat dari pancaran energinya.
Kedalaman
minimum (minimum
depth)
= Jarak terdekat antara permukaan laut dengan kawanan.
Ketinggian
minimum (minimum
altitude)
= Jarak terdekat antara dasar perairan dengan kawanan.
Ketinggian relatif
(relative altitude)
= Rasio antara rataan ketinggian kawanan dengan
kedalaman perairan (%)
Kurtosis
= Ukuran yang digunakan dalam menentukan ekor dan
puncak suatu sebaran.
Luas
= Total pixel dalam citra akustik kawanan ikan.
Panjang (length)
= Jarak antar pixel terdepan dan terbelakang dari kawanan.
Rataan energi
akustik (mean
acoustic energy)
= Energi akustik dari pixel atau backscattering cross
section.
Rataan kedalaman
(mean depth)
= Jarak dari permukaan laut ke titik tengah kawanan.
Skewness
= Kemenjuluran, menyatakan sifat sebaran terhadap nilai
rataannya.
xxiv
AFD
= Analisis Fungsi Diskriminan
AG
= Analisis Gerombol
AKU
= Analisis Komponen Utama
JST
= Jaringan Saraf Tiruan
JSTPB
= Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik
MDA
= Matriks Data Akustik
MSE = Mean Square Error
SV = Backscattering Volume
Selama ini, identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan berdasarkan data
hidroakustik dilakukan dengan menggunakan metode echo counting, echo
integrations, echosounder mapping, dan sonar mapping. Identifikasi spesies ikan dengan keempat metode ini dilakukan dengan menganalisis karakteristik sinyal hamburan balik (echo backscattered) dari kawanan ikan tertentu. Hasil analisis sinyal akustik selanjutnya dibandingkan dengan data spesies ikan yang tertangkap pada saat sampling dilakukan. Pengambilan contoh spesies ikan dapat dilakukan
dengan metode trawling dan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan
pengambilan data hidroakustik. Sementara itu, identifikasi dan klasifikasi data hidroakustik dengan keempat metode ini umumnya dilakukan dengan Metode
Statistik Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA),
Analisis Gerombol (Cluster Analysis, CA), dan Analisis Diskriminan
(Discriminant Function Analysis, DFA) sebagaimana yang dilakukan oleh Lu & Lee (1995), Weill et al. (1993), Haralabous & Georgakarakos (1996), Coetzee (2000), Simmonds et al. (1996), dan Lawson et al. (2001). Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi tersebut, pendugaan biomassa dari spesies kawanan ikan tertentu dilakukan.
Metode analisis data hidroakustik seperti dijelaskan di atas membutuhkan waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit, juga masih bersifat subjektif. Selain itu pada kondisi tertentu metode ini sangat sulit untuk dilakukan dan hasilnya hanya cocok digunakan pada daerah dimana pengambilan sampling dilakukan (Haralabous & Georgakarakos, 1996; Lawson et al., 2001). Sebagai gambaran akibat dari dibutuhkannya biaya dan waktu yang tidak sedikit dalam identifikasi spesies, di Departemen Kelautan dan Perikanan terdapat sejumlah besar echogram
(selanjutnya disebut citra akustik) data hidroakustik yang diambil dari hasil survei akustik sebelumnya yang hingga tulisan ini dibuat belum juga teridentifikasi (Nugroho, Januari 2005, komunikasi pribadi).
Karena itu dikembangkanlah metode identifikasi spesies kawanan ikan melalui proses identifikasi data sinyal hamburan balik yang dilakukan dengan menganalisis sekumpulan parameter kuantitatif dari data sinyal hamburan balik yang bersifat unik, yang dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos & Paterakis, 1993) atau dari populasi akustik (Gerlotto & Frĕon, 1988; Lu & Lee, 1995). Dengan demikian estimasi stok biomassa dari setiap spesies dilihat dari kawanannya dan penangkapan ikan yang lebih selektif secara ekonomis dan berkelanjutan dimungkinkan untuk dilakukan (Marchal & Petitgas, 1993; Cochrane et al., 1998). Salah satu metode identifikasi yang dapat digunakan dan sedang dikembangkan saat ini adalah metode identifikasi dan klasifikasi dengan Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural networks), yang selanjutnya disingkat JST.
JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari sistem pemrosesan informasi pada jaringan sel saraf manusia (Lawrence, 1992). JST memiliki kemampuan dasar untuk mempelajari contoh masukan dan keluaran yang diberikan, kemudian berdasarkan masukan dan keluaran tersebut, sistem ini berlatih beradaptasi dengan lingkungan (Kusumadewi, 2004). Penggunaan JST dalam identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan dilakukan dengan memberikan masukan berupa parameter kuantitatif yang bersifat unik yang diambil dari pola-pola sinyal hamburan balik dari spesies kawanan ikan target yaitu kawanan ikan yang sudah teridentifikasi secara hidroakustik dan menjadi objek penelitian. Parameter yang unik tersebut dijadikan sebagai parameter pembanding untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kawanan ikan pelagis lainnya. Penggunaan JST untuk identifikasi kawanan ikan telah dilakukan oleh Jaya & Sriyasa (2004) dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan terbatas.
Karena hal-hal tersebut di atas maka proses identifikasi dan klasifikasi dengan metode jaringan sel saraf tiruan, tidak lagi bergantung pada asumsi-asumsi yang berkaitan dengan distribusi dari spesies kawanan ikan pelagis tertentu
kondisi apapun karena tidak memerlukan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan distribusi ikan.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini akan membahas tentang penggunaan Metode Jaringan Saraf
Tiruan Perambatan Balik (feed-forward back propagation neural networks)
selanjutnya disingkat JSTPB dan Metode Analisis Statistik untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis dengan menjadikan spesies kawanan ikan lemuru (Sardinella lemuru) sebagai spesies kawanan ikan target dan ikan uji.
JSTPB yang akan digunakan adalah JSTPB dengan struktur lapisan tunggal dan banyak lapisan. JSTPB dengan lapisan tunggal (single-layer) tersusun dari satu lapisan masukan (input layer), satu lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer), sedangkan struktur JSTPB dengan banyak lapisan (multi layers) terdiri dari satu lapisan masukan (input layer), beberapa lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer).
Parameter pembanding yang akan digunakan dan selanjutnya disebut
deskriptor adalah parameter yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Coetzee (2000), Bahri & Frĕon (2000), Lawson et al. (2001); Fauziyah (2005).
Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang telah dikemukakan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan:
(1) Pemilihan deskriptor yang dapat secara efisien digunakan untuk
mengidentifikasi kawanan ikan target (Lu & Lee, 1995).
(2) Perancangan arsitektur JST yang baik yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesies kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996).
(3) Ketelitian hasil identifikasi JST sangat bergantung pada jumlah data yang digunakan dalam proses pelatihannya. Pertanyaannya adalah berapa banyak data yang diperlukan untuk mendapatkan hasil identifikasi dengan ketelitian yang maksimal (Haralabous & Georgakarakos, 1996).
1.3 Tujuan
Mengembangkan penggunaan Metode JST untuk identifikasi kawanan pelagis guna meningkatkan kecepatan dan ketelitian metode tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur JST, deskriptor, dan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat memberikan hasil identifikasi dengan ketelitian yang maksimal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan waktu, dana, dan meningkatkan ketepatan dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan.
1.5 Hipotesis
Kecepatan dan ketelitian identifikasi kawanan spesies ikan pelagis dengan Metode JST dapat ditingkatkan dengan:
(1) Menentukan deskriptor hidroakustik yang paling berperan untuk dijadikan dasar identifikasi kawanan ikan pelagis,
(2) Menentukan dengan tepat jumlah sel saraf dan lapisan tersembunyi yang dibutuhkan untuk identifikasi kawanan ikan pelagis,
(3) Menentukan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat menghasilkan ketelitian yang memadai.
Deskriptor hidroakustik yang paling berperan dalam identifikasi selain didapatkan dari hasil analisis statistik diskriminan juga didapatkan dari hasil analisis diagram pareto JST. Jumlah sel saraf dan lapisan tersembunyi sebagaimana disebutkan diatas dapat dilihat pada model JST yang dipilih. Jumlah data pelatihan minimal ditentukan berdasarkan ketelitian maksimal yang dapat dicapai dengan jumlah data tersebut.
yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis.
Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine
http://www.MedicineNet.org,15 Juli 2005).
Inti sel yang terletak di pusat badan sel saraf dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung mitokondria, lisosom, badan golgi, dan badan napsel. Mitokondria merupakan alat respirasi sel sementara lisosom menangani pembentukan enzim-enzim pencernaan. Proses ekskresi sel dilakukan oleh badan golgi sedangkan badan napsel berperan aktif dalam sintesis protein.
Rangsangan atau impuls berupa sinyal elektris akan diterima oleh dendrit dan diteruskan melalui dendron menuju badan sel saraf. Akson kemudian membawa impuls menyeberangi sinapsis (pertemuan antara akson suatu sel saraf dengan dendrit sel saraf lain) dan mengantarkan impuls tersebut ke sel saraf berikutnya.
Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut;
(1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992).
(2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992).
(3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur
jaringan otak biologi. Dari sudut pandang teknis, JST dapat diinterpretasi sebagai kumpulan model matematik yang mencoba melakukan fungsi- fungsi sel saraf otak dalam memproses sejumlah informasi dengan
tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa;
(1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi.
(2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi.
(3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat
digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.
JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih pilot-pilot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi
minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem
pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, tetapi pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule).
2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural)
Sel saraf tiruan disebut juga elemen pemrosesan, nodes, atau sel. Setiap sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lainnya, sedangkan untuk menghasilkan keluarannya sendiri maka setiap sel saraf tiruan
menjumlahkan masukan yang diterimanya dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu pada setiap masukan. Selanjutnya, dengan memperhatikan batasan aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya, masukan-masukan tersebut dijadikan sebagai keluaran dengan menggunakan fungsi transfer. Dengan demikian kualitas koneksi antara satu sel saraf tiruan dengan sel saraf tiruan lainnya ditentukan dengan besarnya nilai bobot yang diberikan.
Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal.
Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O.
Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan.
Gambar 3 memperlihatkan sel saraf tunggal dengan r masukan. Elemen bobot W(1,1), W(1,2), …, W(1,r) diberikan pada setiap masukan I(1), I(2), …, I(r) untuk mendapatkan masukan berbobot W*I.
Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel.
2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology)
Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback).
target
I K/M
pembaruan bobot O
Gambar 4 Pemrosesan umpan balik.
Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory
sel saraf awal
sel saraf pembanding
connections dan exitatory connectios. Disebut inhibitory connections karena koneksi bersifat mencegah atau menghambat terjadinya pengiriman sinyal. Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lapisan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung mengirimkan sinyal seperti yang terjadi antara sel saraf tiruan yang satu dengan sel saraf tiruan lain yang ada pada lapisan berikutnya.
2.1.3 Aturan pembelajaran (learning rule)
Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot
sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai W+ΔW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb’s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule).
1) Aturan Hebb (Hebb’s Rule)
Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut; j i j i η a o ΔW = ………. (2)
dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara koneksi sel saraf j ke sel saraf i, ai adalah fungsi aktivasi dari sel saraf i, oj adalah keluaran dari sel saraf j, dan η adalah laju pembelajaran (learning rate). Laju pembelajaran merupakan indikator yang menunjukkan berapa besar perubahan yang dapat terjadi pada jaringan