2.1 Jaringan Saraf Tiruan
2.1.4 Arsitektur JST
Arsitektur JST menggambarkan susunan lapisan-lapisan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lapisannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6,
Gambar 6 JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf.
Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah sel saraf. Pada jaringan sel saraf diatas, setiap informasi I(r) yang diterima oleh
sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut:
W(1,1) W(1,2) • • • W(1,r) W(2,1) W(2,2) • • • W(1,r) W = • • • • • • • • • • • • • • • • • • W(s,1) W(s,2) • • • W(s,r)
Sel-sel saraf selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga lapisan yang disebut lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer) seperti tampak pada Gambar 7. Pada gambar tersebut ditunjukkan sebuah JST dengan 1 lapisan masukan (lapisan j), 2 lapisan tersembunyi (lapisan i dan k) dengan keluaran Oi dan Ok, dan 1 lapisan keluaran (lapisan l) dengan keluaran Ol.
Lapisan Masukan j Lapisan Tersembunyi i & k Lapisan Keluaran l
Gambar 7 Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lapisan. Pada lapisan masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi untuk menerima informasi dari luar yang dapat berbentuk file data, gambar hasil digitasi, atau informasi lain yang merupakan hasil pengolahan dengan program sebelumnya. Pada lapisan tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari lapisan masukan dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu (Wij dan Wki) pada informasi tersebut, dimana Wij bobot dari lapisan ke-j ke lapisan ke-i dan Wki bobot dari lapisan ke-i ke lapisan ke-k. Pengolahan informasi pada arsitektur JST dengan banyak lapisan seperti pada Gambar 7 dapat dijelaskan dengan Gambar 8.
I
Gambar 8 JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf.
O = F3(W3*F2(W2*F1(W1*I+b1)+b2)+b3) s1x1 S2x1 s3x1 F1 F3 W1 b2 W2 b1 rx1 F2 b3 W3 + + + n3 n2 n1
O
s3x1 s2x1 s1x1 s3x1 1 1 1 s3xs2 s2xs1 s1xr s1x1 s2x1 I O1 O2 r O1=F1(W1*I+b1) O2=F2(W2*O1+b2) O3=F3(W3*O2+b3) Masukansetiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara
fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada
tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu,
masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik
yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson et al., 2001;
Bahri & Freon, 2000; Reid et al., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor
akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa
deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan
tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya.
Oleh Reid et al. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan
ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan
pada:
(1) Tingkatan kawanan (the school level), deskriptor-deskriptor didapatkan dari
hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra
akustik dari masing-masing kawanan ikan.
(2) Tingkatan satuan elemen jarak contoh (the element distance sampling unit,
EDSU), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang
terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei
dilakukan.
(3) Tingkatan wilayah (the region level), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu
hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan,
misalnya dengan satelit.
Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan
deskriptor utama (Reid et al., 2000), yaitu:
(1) Positional Descriptors, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan
yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman
(posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi
awal dan akhir pixel pada arah vertikal dan horizontal.
(2) Morphometric Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi
dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan
lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan
kekasarannya.
(3) Energetic Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi
akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap pixel, dan pusat
massa kawanan ikan.
(4) School Environment Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak
terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan.
(5) Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari
Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan
balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya.
Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan
morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr),
kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar
perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah
beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan
sardine, anchovy, dan horse mackerel.
Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi sardine,
anchovy, dan horse mackarel (Haralabous & Georgakarakos, 1996)
Deskriptor
Simbol & Persamaan
Satuan
General
Species Id
SPE
Morphological
Height
H
m
Length
L
m
Perimeter
P
m
Area
A
m
2Elongation
L/H
Circularity
P
2/4πA
Rectangularity
(LH)/A
Radius of perimeter
Rmean, Rmin, Rmax, Rcv
m
Fractal dimension
2[ln(P/4)]/ln(A)
Bathymetric
School depth
Dmean, Dmin, Dmax
m
Bottom depth
Bmean, Bmin, Bmax
m
Altitude
Amean, Amin, Amax
M
Energetic
Total school energy
E
V
2School energy
Emean, Emax, Ecv
V
2Index of dispersion Evar/Emean V
2Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis
seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Frĕon (1988), Diner et al. (1989),
Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor
yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat
dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor bathymetric, morphometric, dan
energetic.
(Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp), dan lemadang
(Coryphaena spp); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar
antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang
populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (Decapterus spp),
kembung (Rastreligger), teri (Stolephorus spp), Lemuru bali (Sardinella Lemuru),
dan jenis-jenis selar (Selaroides spp, Alepes spp, dan Atale spp). Dilihat dari
kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai
kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Frĕon & Misund
(1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk
mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk
melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk
kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (fish
schooling) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang
disebut gerombolan ikan (fish shoaling).
2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis
Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan
ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan
berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom
air (Bahri & Frĕon, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan
ikan dapat dilihat berikut ini:
(1) Reid
et al. (2000), kawanan ikan merupakan fenomena biologis yang
dipengaruhi kondisi internal dan eksternal kumpulan ikan pada saat itu.
(2) Breder & Halpern (1946) yang diacu Frĕon & Misund (1999), kawanan ikan
adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang
tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama.
(3) Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang
bersama-sama.
(4) Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang
terpolarisasi dan tersinkronisasi.
(5) Frĕon & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang
tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi
sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam
kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan
polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara
individu (nearest neighbour distance) yang tertentu. Dalam kawanan
umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat
jarang terlihat pada gerombolan ikan.
(6) He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan.
Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (fish school) adalah
kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir
dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan
tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena
kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu tetapi tidak terorganisir
sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat
spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan.
Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru
(sardinella lemuru). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005),
mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan
ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa
Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi
ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang
menggambarkan kumpulan lemuru.
Gambar 10 Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP).
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan
ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil
dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target
menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti
sebelumnya antara lain;
(1) Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval,
bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lapisan dasar dan permukaan umumnya
berbentuk pipih sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund,
1993).
(2) Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin
lambat pergerakannya (Hara,1987), tetapi menurut Misund (1993) hal tersebut
tidak berlaku untuk kawanan ikan capelin yang bergerak semakin cepat ketika
kawanannya semakin besar.
(3) Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam
hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982).
Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut
pada siang hari (Frĕon et al., 1993). Jack Mackarel banyak dijumpai dekat
permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas
(Williams & Pullen, 1993).
(4) Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin
besar densitasnya (Misund, 1993). Densitas ikan pelagis dipengaruhi posisi
vertikal thermoklin. Jika thermoklin semakin dekat permukaan maka kawanan
ikan pelagis semakin tipis dan semakin tebal jika thermoklin bergerak kearah
lapisan dasar (Inakage & Hirano, 1983).
(5) Diperairan Laut Jawa dan Selat Makassar, secara vertikal kawanan ikan di
Laut Jawa berbeda berdasarkan musim (Nugroho et al., 1997), tetapi tidak
terdapat perbedaan nyata tentang penyebaran densitas ikan pelagis di perairan
Selat Makassar antara siang dan malam hari (Pasaribu et al., 1997).
Selanjutnya He (1989) mengemukakan bahwa kawanan ikan pelagis dapat
dibedakan berdasarkan struktur (structure), ukuran (size), dan bentuk (shape) atau
pola dari kawanan ikan.
2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis
Struktur kawanan ikan dapat dilihat dari pola kawanan (pattern) yang
memperlihatkan posisi individu ikan relatif terhadap individu lain yang ada
disekitarnya. Pola yang umum terlihat pada sebuah kawanan ikan adalah pola
berbentuk berlian. Struktur pola pergerakan berbentuk berlian ditentukan oleh jarak
terdekat antara individu yang berdampingan (nearest neighbouring distance, NND).
Pengaturan jarak terdekat antar individu ikan dilakukan untuk mengurangi tekanan air
yang diterima ikan ketika sedang beruaya (Freon & Misund,1999). Lebih lanjut He
(1989) mengemukakan bahwa semakin panjang ukuran ikan maka semakin besar
jarak terdekatnya tetapi semakin cepat ikan beruaya maka semakin kecil jarak
terdekat antara individu. Posisi ikan dalam kawanannya diilustrasikan dengan
Gambar 11.
NND: nearest neighbouring distance
Gambar 11 Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989).
Besarnya variasi jarak terdekat antar individu bergantung pada spesies ikan,
sudut arah pergerakan kawanan (heading) yang dipengaruhi oleh arah arus, dan
ukuran ikan dalam kawanan (size). Kalaupun terdapat variasi jarak terdekat antara
individu akibat variasi ukuran panjang ikan, variasi tersebut tidak akan lebih dari 30%
(He, 1989).
2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis
Ukuran kawanan ikan adalah luasnya ruang yang ditempati oleh kawanan
ikan. Ukuran kawanan ikan bervariasi dan dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan,
waktu harian (siang atau malam hari), musim, dan tahapan fisiologis perkembangan
ikan (Freon & Misund, 1999). Spesies ikan pelagis besar umumnya menunjukkan
kawanan ikan yang lebih besar tetapi dengan densitas yang lebih kecil dibanding
spesies ikan pelagis yang lebih kecil (He, 1989).
Pada malam hari umumnya kawanan ikan terpecah menjadi kawanan-
kawanan yang mengelompok pada kawanan yang lebih kecil yang berpencar pada
beberapa lapisan (Shaw, 1961 yang diacu Frĕon & Misund, 1999).
Pada musim gugur (fall) dan musim dingin (winter) kawanan anchovy
membentuk kawanan ikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kawanan ikan
anchovy pada musim semi (spring) dan musim panas (summer) (Frĕon & Misund,
1999). Pada musim gugur dan musim dingin anchovy utara dapat membentuk
kawanan ikan dengan ukuran 25-35 m pada arah horisontal dan 12-40 m pada arah
vertikal sedangkan ukuran kawanan hering saat makan lebih kecil dibandingkan
dengan saat memijah tetapi, ukuran kawanan ikan hering dan capelin yang terbesar
dapat ditemukan pada saat ikan tersebut memijah (He, 1989).
2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis
Bentuk kawanan ikan bervariasi. Jika dilihat dari atas maka rataan
perbandingan antara panjang, lebar, dan kedalaman kawanan ikan adalah sebesar 3: 2:
1 (He, 1989). Variasi bentuk kawanan ikan ini bergantung pada aktivitas kawanan
tersebut saat terdeteksi. Bentuk kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya
berbeda dengan bentuk kawanan ikan yang sedang makan.
Kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya umumnya membelah
menjadi bagian yang kecil atau berubah bentuk menjadi bentuk bola yang berputar
dengan tujuan untuk membingungkan pemangsanya. Pecahan-pecahan kecil dari
ikan-ikan tersebut akan membentuk kawanan seperti semula jika ancaman dari
pemangsa telah dapat dihindari (Frĕon & Misund, 1999).
Kawanan ikan yang sedang beruaya cepat memiliki ukuran panjang kawanan
yang lebih besar dibandingkan dengan lebarnya (He, 1989). Gambar 12 dan Gambar
13 menggambarkan beberapa ilustrasi tentang bentuk dan pola kawanan ikan di
dalam kolom air.
(2) Tipe 2, Fish in school menggambarkan citra akustik sebaran beberapa kawanan
ikan yang terstruktur yang terdapat pada kolom air.
(3) Tipe 3, Fish in aggregations menggambarkan sejumlah besar gema dari ikan-
ikan tunggal yang menggerombol yang menyebar secara acak pada kolom air,
tanpa adanya struktur yang jelas.
(4) Tipe 4 dan 5, Fish in a pelagic & demersal layers menggambarkan citra akustik
dari kawanan besar ikan pelagis (a) dan ikan demersal (b) yang terdapat di kolom
dan dekat dasar perairan.
Dalam disertasi ini deskriptor akustik kawanan ikan pelagis dengan tipe 2, 4 dan 5 yang
akan diukur sebagai data penelitian. Hal ini didasarkan pada studi literatur yang
dilakukan sebelumnya dimana hampir semua kawanan ikan pelagis ekonomis beruaya
dengan tipe sebagaimana yang disebutkan (Lawson et al., 2001; Lu & Lee, 1995;
Coetzee, 2000; Bahri & Freon, 2000).
Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik, ekstraksi deskriptor hidroakustik, dan identifikasi kawanan ikan berdasarkan deskriptor hidroakustik.
Pengukuran data hidroakustik sebagian besar dilakukan secara vertikal dan dilakukan dengan alat scientific echosounder. Data hasil pengukuran selanjutnya diproses dengan cara tertentu dan ditampilkan dalam bentuk citra akustik dua- dimensi (2-D). Walaupun digambarkan secara 2-D, informasi yang terdapat pada sebuah data citra akustik bersifat tiga-dimensi (3-D). Karena itu, dari citra akustik yang dihasilkan dapat diperoleh informasi tentang bentuk dan posisi kawanan ikan dalam kolom air serta intensitas hamburan balik dari kawanan tersebut.
Metode identifikasi yang digunakan hingga saat ini tidak dapat secara langsung bekerja pada citra akustik maka identifikasi tidak dilakukan secara langsung pada citra tersebut tetapi pada deskriptor hidroakustik yang terkandung dalam data citra akustik. Karena itu, ekstraksi deskriptor akustik yang terdapat pada sebuah data hidroakustik merupakan permasalahan tersendiri dalam disertasi ini. Saat ini telah tersedia banyak program ekstraksi yang dapat digunakan untuk keperluan itu tetapi dalam disertasi ini digunakan Program ADA-2004.
Dalam disertasi ini, identifikasi kawanan ikan dilakukan dengan Metode Statistik dan JST. Hasil identifikasi metode statistik selain digunakan sebagai masukan JST juga digunakan sebagai pembanding hasil identifikasi JST. Secara menyeluruh metode penelitian dalam disertasi ini dapat dirangkum dalam bentuk diagram alir seperti tampak pada Gambar 14.
Gambar 14 Diagram alir metode penelitian.
15 Desk. teridentifikasi 8 Desk. utama METODE STATISTIK JSTPB1 JSTPB2 8 Desk. utama JSTPB3 Validasi Silang Identifikasi JSTPB3 Identifikasi JSTPB2 Validasi Silang SELESAI Identifikasi STATISTIK Rancangan awal JSTPB Citra akustik Ikan Uji Citra Akustik Ikan Target Matriks Data Akustik Hitungan Deskriptor Identifikasi JSTPB1 17 Desk hidroakustik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam disertasi ini, identifikasi spesies kawanan lemuru dilakukan dengan Metode Statistik dan Metode JST. Hasil dari kedua metode ini selanjutnya dibandingkan untuk melihat apakah terdapat perbedaan nyata antara hasil keduanya. Dalam melakukan identifikasi, kedua metode ini pada dasarnya melakukan hal yang sama yaitu melihat kesamaan antara variabel-varibel deskriptor dari ikan target dengan variabel- variabel deskriptor dari ikan uji.
Gambar 14 menunjukkan seluruh proses yang akan dilakukan dalam mengolah data akustik baik data akustik kawanan ikan target (data akustik dari kawanan ikan yang sudah diidentifikasi dan klasifikasi), maupun data akustik kawanan ikan uji (data akustik dari kawanan ikan yang akan di identifikasi dan klasifikasi). Dengan demikian data kawanan lemuru akan terdiri dari dua kelompok data yaitu kelompok data kawanan ikan target dan kelompok data kawanan ikan uji.
3.1 Data Akustik
Data akustik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data threshold dari kawanan lemuru (Sardinella lemuru) yang diperoleh dari hasil survei akustik yang telah dilakukan sebelumnya.
Data akustik lemuru diperoleh dari hasil survei akustik yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dilakukan di Selat Bali pada bulan September 1998 (musim peralihan II, September-November), bulan Mei 1999 (musim peralihan I, Maret-Mei), dan bulan Agustus 2000 (musim timur, Juni-Agustus) dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya IV. Pengukuran data akustik dilakukan dengan SIMRAD Scientific Echosounder EK-500 tipe bim terbagi (split
beam) dengan tipe transduser ES120-7F dengan frekwensi 120kHz, dan
maksimum daya pancar 1500watt. Transduser dipasang secara tetap (hull
mounted) di bawah Kapal Riset Baruna Jaya IV. Gambar 15 menunjukkan lintasan survei akustik Kapal Baruna Jaya IV.
Gambar 15 Lintasan survei kapal Baruna Jaya IV di Selat Bali tahun 1998, 1999, 2000.
3.1.1 Pemrosesan data akustik
Pemrosesan data akustik dilakukan terhadap data ikan target dan data ikan
uji. Pemrosesan data lemuru dilakukan dengan program SIMRAD Echo
Processing 500 (EP-500) versi 5. dengan menggunakan fasilitas analyze pelagic layer, analyze trace tracking, dan analyze expended integral dengan Time Varied Gain (TVG) 40log(r). Dari pemrosesan ini didapatkan citra akustik dan Matriks Data Akustik (MDA) dari kawanan ikan target dan ikan uji yang akan diidentifikasi. Secara garis besar citra akustik dan MDA didapatkan dengan cara sebagai berikut:
(1) Menghapuskan jejak-gema (echo-trace) dari konsentrasi biomassa bukan target dengan menetapkan ambangbatas (threshold) Scattering Volume (SV) dan Target Strength (TS) dari spesies kawanan ikan target.
(2) Mengelompokkan pixel dari kawanan ikan target, untuk hitungan nilai deskriptor.
(3) Mengelompokkan rataan energi kawanan ikan target untuk menghilangkan jejak-gema dari kumpulan plankton.
Pada tahapan ini dihasilkan matriks data akustik yang berisi nilai SV, TS dan informasi tambahan lainnya seperti posisi vertikal dan horisontal kawanan ikan. Hasil dari tahapan ini selanjutnya digunakan sebagai data masukan dalam menghitung nilai-nilai deskriptor. Sebelum citra akustik kawanan ikan diproses lebih lanjut maka terlebih dahulu dilakukan seleksi morfometrik, batimetrik, dan energetik terhadap citra tersebut. Hal ini dilakukan selain untuk mengurangi kemungkinan tercampurnya data kawanan ikan yang diinginkan dengan data kawanan ikan lainnya juga untuk memudahkan dalam proses pengelompokan nantinya. Kriteria morfometrik, batimetrik, dan energetik yang digunakan adalah sebagai berikut:
(1) Kriteria Morfometrik; ukuran minimal panjang dan tinggi kawanan ikan masing-masing 5m dan 6m, sedangkan ukuran maksimalnya tidak dibatasi. Kriteria ini diambil berdasarkan hasil penelitian Simmonds et al. (1996); Coetzee (2000); Bahrie & Freon (2000) terhadap kawanan ikan mackarel, sardine, anchovy, dan herring.
(2) Kriteria Batimetrik; posisi vertikal kawanan ikan dibatasi antara selang kedalaman 10-250m. Pada selang kedalaman ini 80% kawanan ikan yang paling sering tertangkap oleh masyarakat pada bulan Mei, Agustus, dan September adalah kawanan lemuru Selat Bali (Wudianto, 2001).
(3) Kriteria Energetik; kriteria energetik yang digunakan adalah kriteria yang didasarkan pada hasil penelitian Wudianto (2001) yang menyebutkan bahwa intensitas hamburan balik (SV) kawanan lemuru bali yang terukur pada kedalaman seperti yang disebutkan diatas adalah berkisar antara -80dB sampai -30dB dengan nilai TS berkisar antara -50db sampai -41dB atau setara dengan panjang ikan antara 7,5-21,5cm.
3.1.2 Data hasil tangkapan
Data hasil tangkapan adalah data ikan tangkapan yang diperoleh dengan menggunakan pukat cincin dan atau hasil tangkapan nelayan yang melakukan penangkapan di sekitar areal survei. Data hasil tangkapan diperlukan untuk mengidentifikasi citra akustik kawanan ikan target dengan cara membandingkan data hasil tangkapan dengan citra akustik kawanan ikan. Dari hasil perbandingan
Fauziyah (2005). Data ini digunakan sebagai data pembimbing dalam identifikasi dan klasifikasi dengan Metode Statistik Terbimbing (supervised identification and classification) sedangkan dalam identifikasi dan klasifikasi dengan Metode JST data ini digunakan sebaga data pelatihan (data latih).
3.1.3 Matriks data akustik
Matriks data akustik merupakan matriks hasil olahan data akustik dari