• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) untuk identifikasi kawanan lemuru dengan menggunakan deskriptor hidroakustik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) untuk identifikasi kawanan lemuru dengan menggunakan deskriptor hidroakustik"

Copied!
340
0
0

Teks penuh

(1)

AMIR HAMZAH MUHIDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Hidroakustik adalah karya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2007

(3)

Dalam disertasi ini dilakukan pemodelan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik (JSTPB) untuk mengidentifikasi kawanan lemuru (Sardinella lemuru) dengan menggunakan deskriptor hidroakustik. Dalam pemodelan ini identifikasi dengan Metode Statistik Analisis Gerombol (Cluster Analysis) dan Metode Analisis Diskriminan (Descriminant Function Analysis) digunakan sebagai pembanding. Deskriptor hidroakustik yang digunakan terdiri dari 15 jenis deskriptor hidroakustik yang dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor morfometrik, batimetrik, dan energetik. Ke-15 jenis deskriptor diekstrak dari 114 kawanan ikan dengan 58 diantaranya adalah kawanan ikan teridentifikasi (data latih) sedangkan 56 lainnya adalah kawanan ikan yang belum teridentifikasi (data uji).

Analisis gerombol dilakukan dengan 35 kawanan ikan data latih dan 56 kawanan ikan data uji dengan masing-masing 11 deskriptor, sedangkan analisis diskriminan dilakukan dengan 56 kawanan data uji yang sebelumnya telah diidentifikasi dengan analisis gerombol dan 15 deskriptor hidroakustik. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa +89% dari 56 kawanan tersebut adalah kawanan lemuru (50 kawanan) dengan 4 spesies kawanan ikan yaitu kawanan lemuru (12 kawanan), protolan (15 kawanan), sempenit (16 kawanan), dan campuran (7 kawanan) sedangkan 11% sisanya (6 kawanan) adalah kawanan non-lemuru. Dengan analisis diskriminan, klasifikasi terhadap 56 kawanan ikan dapat dilakukan dengan ketepatan hingga 98,2%, hanya 1 spesies kawanan sempenit yang teridentifikasi sebagai kawanan campuran sedang ke-55 kawanan ikan lainnya dapat diklasifikasikan dengan benar. Dari hasil analisis ini didapatkan 8 deskriptor utama yaitu deskriptor panjang (L), tinggi (H), luas (A), keliling (P), elongasi (E) dari kelompok deskriptor morfometrik; deskriptor tinggi relatif (Trel) dari kelompok deskriptor batimetrik; dan deskriptor rataan energi hamburan balik (Er) dan densitas (Dv) dari kelompok deskriptor energetik.

(4)

dan JSTPB3 yaitu model dengan lapisan tersembunyi tunggal dengan 8 unit sel pada lapisan masukan dan 8 unit sel pada lapisan tersembunyi, sedangkan JSTPB2 menggunakan model jaringan 15(15-1) yaitu model jaringan dengan 15 unit sel masukan pada lapisan masukan dan 15 unit sel pada lapisan tersembunyi. Untuk mendapatkan hasil identifikasi yang optimal maka komposisi akhir data latih dan uji yang digunakan dalam Metode Jaringan Saraf Perambatan Balik adalah 80 pola data pada data latih dan 30 pola data pada data uji. Dengan komposisi data seperti yang disebutkan di atas, didapatkan ketepatan tingkat identifikasi masing-masing untuk JSTPB1 100%, JSTPB2 70%, JSTPB3 73,3% dengan jumlah hitungan iterasi masing-masing JSTPB1 10 kali iterasi, JSTPB2 32 kali iterasi, dan JSTPB3 14 kali iterasi. Hasil analisis kontribusi pareto pada JSTPB2 menunjukkan bahwa dari 15 jenis deskriptor yang digunakan, hanya kelompok deskriptor morfometrik dan energetik yang berperan besar dalam analisis ini. Kelompok deskriptor morfometrik yaitu; deskriptor keliling (P), panjang (L), luas(A), elongasi (E), dan tinggi (H), kelompok deskriptor energetik yaitu; kurtosis (K), skewness (S), dan intensitas hamburan balik (Er). Deskriptor-deskriptor ini selanjutnya digunakan sebagai Deskriptor-deskriptor masukan JSTPB3.

Dalam disertasi ini disimpulkan bahwa; (1) Metode Statistik dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik dapat digunakan dengan baik untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan pelagis, (2) Dari kedua metode didapatkan bahwa Morfometrik kawanan ikan berperan lebih besar dalam proses identifikasi dan klasifikasi dibanding energetik dan batimetrik, (3) Model jaringan saraf yang ideal adalah 8(8-1) untuk JSTPB1 dan JSTPB3 serta 15(15-1) untuk JSTPB2, (4) Untuk mendapatkan tingkat ketepatan yang optimum maka data kawanan ikan yang akan diidentifikasi dengan metode ini maksimum berjumlah 35,7% dari total data latih yang tersedia.

(5)

(BPANN) model was used to identify schools of lemuru (Sardinella lemuru) utilizing hydroacoustic descriptors. Statistical methods of Cluster Analysis and Discriminant Function Analysis were used for comparison. Hydroacoustic descriptor approach categorized as morphometric, bathymetric, and energetic descriptors was performed by using 15 types of hydroacoustic descriptors. The 15-descriptor types were extracted from 114 fish schools echogram of which 58 were identified (training data) while the other 56 schools were unidentified (testing data).

Cluster analysis was performed on 35 fish school training data and 56 fish school testing data, each with 11 descriptors, while discriminant analysis was performed on 56 school testing data which had previously been identified with cluster analysis and 15 hydroacoustic descriptors. Results of cluster analysis showed that +89% of the 56 schools were lemuru (50 schools) with 4 fish species school namely lemuru (12 schools), protolan (15 schools), sempenit (16 schools), and combination (7 schools), while remaining 11% (6 schools) were non-lemuru schools. Using discriminant analysis, classification of 56 fish schools can be obtained with 98.2% accuracy; only 1 school of sempenit species was identified as combination of fish school, whereas the other 55 schools were correctly classified. Further, 8 key descriptors of the school were found, namely length (L), height (H), area (A), perimeter (P), Elongation (E) from morphometric descriptor category, Relative Altitude (Trel) from bathymetric descriptor category, and mean back-scattering energy (Er) and Density (Dv) from energetic descriptor category.

(6)

contribution analysis on BPANN2 showed that from 15 descriptor types used, only morphometric and energetic descriptor categories play major roles in this analysis. The descriptors from morphometric category were perimeter (P), length (L), area (A), elongation (E), and height (H), while descriptors from energetic category were kurtosis (K), skewness (S), and mean intensity of back-scattering (Er). These descriptors were then used as input descriptors for BPANN3.

In conclusion: 1) Statistical method and Back Propagation Neural Network can be well utilized to identify and classify pelagic fish schools, 2) Morphometric of fish schools played a larger role in identification and classification process compared to energetic and bathymetric, 3) Ideal neural network model was 8(8-1) for BPANN1 and BPANN3, and 15(15-1) for BPANN2, 4) In order to obtain optimum degree of accuracy, a maximum number of fish schools to be identified in the computation was 35.7% of total available training data.

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN

(Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI

KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN

DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

AMIR HAMZAH MUHIDDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

NIM : C561024011 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Indra Jaya, MSc. Ketua

Dr. Ir. Totok Hestirianoto, MSc. Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja

Anggota Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua,

Prof.Dr.Ir. John Haluan.MSc Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro.MS

(10)

RIWAYAT HIDUP

(11)

Tiruan terhadap Metode Statistik menjadikan metode ini menarik untuk diteliti. Penulis mencoba mempelajari faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan jaringan saraf tiruan dalam bidang perikanan.

Dengan selesainya penelitian dan tulisan disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Indra Jaya, Msc., sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, MSc., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan disertasi ini. Khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja penulis mengucapkan banyak terimakasih atas kemudahan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat langsung meneruskan pendidikan S2 ke S3 di PS.TKL IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Duto Nugroho, MSi.(Kepala BRPL-DKP), dan Dr. Ir. Bambang Sadatomo, MSc. (Peneliti senior BRPL-DKP) atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pelayaran survey akustik jalur Semarang-Tarakan yang sangat berkesan bagi penulis dan juga atas bantuan data akustik yang diberikan.

Terima kasih juga penulis haturkan kepada rekan-rekan alumni ITB di BPPT, Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc., Ir. Amarsyah di Departemen Kelautan dan Perikanan Gambir, dan rekan-rekan alumni ITB lainnya yang telah membantu menyediakan data survei akustik Selat Bali tahun 1998, 1999, 2000 yang penulis gunakan sebagai data penelitian dalam disertasi ini. Tidak lupa diucapkan terima kasih kepada kamerad Syaiful Akbar, David Pranata, Ultra Syahbunan, dan Arwin Lubis atas segala dukungan moral dan materil yang diberikan.

(12)

Kepada Rektor Universitas Hasanuddin, Rektor Institut Pertanian Bogor, dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional diucapkan terima kasih atas kesempatan dan bantuan beasiswa yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Terakhir kepada kedua orang tua, anak (Dhila, Dayat, dan Iba), istri (Niar), dan saudara-saudara tercinta atas dukungan moral dan materil yang diberikan terus menerus penulis mengucapkan beribu terima kasih. Semoga seluruh bantuan yang diberikan bernilai ibadah dan diberikan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Bogor, April 2007

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

………...

xx

GLOSARI

………

xxi

1 PENDAHULUAN

………...

1

1.1 Latar Belakang ………....

1

1.2 Batasan Masalah ………...

3

1.3 Tujuan ………...

4

1.4 Manfaat Penelitian ………..

4

1.5 Hipotesis ………...

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

………..………..

5

2.1 Jaringan Saraf Tiruan ………...

5

2.1.1 Sel saraf tiruan (a

rtificial neural

) ………...

7

2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (

topology

) ………...

9

2.1.3

Aturan

pembelajaran

(

learning rule

) ………...

10

2.1.4 Arsitektur JST ………...

14

2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan …...

18

2.2 Ikan Pelagis ...

22

2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis ...

22

2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis ...

25

2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis ...

26

2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis ...

27

3 METODOLOGI

...

31

3.1 Data Akustik ...

33

3.1.1 Pemrosesan data akustik ...

34

3.1.2 Data hasil tangkapan ...

35

(14)

xiii

3.3 Deskriptor

Akustik

...

37

3.4 Identifikasi, Klasifikasi dan Penentuan Deskriptor Utama dengan

Metode Statistik ...

37

3.5 Arsitektur JST ...

38

3.6 Rancangan Awal JST ...

39

3.7 Validasi Silang ...

39

3.8 Hasil Validasi Silang ...

39

4 DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK KAWANAN IKAN PELAGIS

...

40

4.1 Pendahuluan ...

40

4.2 Metode Penelitian ...

43

4.3 Hasil ...

47

4.3.1 Analisis korelasi ...

48

4.3.2 Analisis komponen utama ...

55

4.4 Pembahasan ...

57

4.5 Kesimpulan ...

60

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

DENGAN METODE STATISTIK

...

61

5.1 Pendahuluan ...

61

5.2 Metode Penelitian ...

62

5.3 Hasil ...

67

5.3.1 Analisis gerombol ...

67

5.3.2 Analisis diskriminan ...

72

5.4 Pembahasan ...

78

5.5 Kesimpulan ...

80

6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN

BALIK

...

82

6.1 Pendahuluan ...

82

6.2 Metode Penelitian ...

83

6.2.1 Perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...

85

6.2.2 Perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...

91

6.3 Hasil ...

93

6.3.1 Hasil perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...

93

6.3.2 Hasil perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...

101

6.4 Pembahasan ...

110

(15)

xiv

DAFTAR PUSTAKA

...

121

(16)

xv

1

Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi

sardine

,

anchovy

,

dan

horse mackarel

(Haralabous & Georgakarakos, 1996) ………

21

2 Deskriptor

hidroakustik

(Fauziyah, 2005) ...

42

3

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor morfometrik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

49

4

Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik ...

49

5

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor batimetrik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

51

6

Matriks korelasi antar deskriptor batimetrik ...

51

7

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor energetik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

52

8

Matriks korelasi antar deskriptor energetik ...

52

9

Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik, batimetrik, dan

energetik ...

54

10

Deskriptor hidroakustik untuk analisis statistik (Fauziyah, 2005) ...

63

11

Kelompok kawanan ikan hasil analisis gerombol ...

67

12

Hasil pengelompokan 56 kawanan ikan (data A) dengan Metode Analisis

Gerombol Terbimbing ...

71

13

Nilai rataan deskriptor pada masing-masing kelompok ...

73

14

Koefisien fungsi diskriminan dan struktur matriks fungsi ...

74

15

Eigenvalue dari kempat fungsi diskriminan ...

75

(17)

xvi

20

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB1 ...

103

21

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB2 ...

106

22

Deskriptor pada unit sel masukan JSTPB3 ... 107

23

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB3 ...

109

(18)

xvii

Halaman

1

Jaringan sel saraf biologi ...

5

2

Sebual sel saraf dengan masukan tunggal ...

8

3

Sebuah sel saraf dengan r masukan ...

8

4

Pemrosesan umpan balik ...

9

5

Arsitektur JSTPB sederhana ...

12

6

JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf

... 14

7

Arsitektur JST umpan maju (

feed-forward

) dengan banyak lapisan ...

16

8

JST dengan banyak lapisan (

multi layer

) dengan r masukan dan s buah

sel saraf ...

17

9

Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas

hamburan balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya

... 20

10

Sardinella lemuru

Bleeker, 1853 (DKP) ...

24

11

Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989) ...

26

12

Bentuk-bentuk kawanan ikan yang terdeteksi dengan peralatan Sonar

(He, 1989) ...

28

13

Pola sebaran ikan di dalam kolom air (Reid, 2000) ...

29

14

Diagram alir metode penelitian ...

32

15

Lintasan survei kapal Baruna Jaya IV di Selat Bali tahun 1998, 1999,

2000 ...

34

16 Deskriptor

hidroakustik

kawanan ikan pelagis ...

41

(19)

xviii

22

Contoh beberapa citra akustik kawanan ikan di Selat Bali ...

69

23

Posisi anggota kelompok kelima kawanan ikan terhadap fungsi

diskriminan 1 dan 2 ...

76

24

Karakteristik 8 deskriptor utama dari kelima kelompok kawanan ikan

... 78

25

Diagram alir proses perancangan hingga operasional JSTPB ...

84

26

Grafik fungsi aktivasi Sigmoid Bipolar dan Linier ...

87

27

Diagram alir algoritma jaringan ...

89

28

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel masukan yang berbeda

(a) Jumlah unit masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah unit sel

masukan Vs MSE ...

95

29

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel lapisan tersembunyi yang

berbeda (a) Jumlah unit sel tersembunyi Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah

unit sel tersembunyi Vs MSE ...

96

30

Grafik hasil pelatihan berdasarkan arsitektur jaringan yang berbeda

dengan fungsi aktivasi

tansig-purelin

(a) Model JSTPB Vs Jumlah

iterasi (b) Model JSTPB Vs MSE ...

98

31

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah pola masukan yang berbeda (a)

Jumlah pola masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah pola masukan Vs

MSE ... 100

32

Hasil simulasi data uji model JSTPB1 dengan arsitektur 8(8-1) dengan

Metode Pelatihan Levenberg-Marquard ... 103

(20)

xix

Pelatihan Levenberg-Marquard ...

105

35

Diagram Pareto JSTPB2 ... 106

36

Hasil simulasi data uji model JSTPB3 8(8-1) dengan Metode Pelatihan

Levenberg-Marquard ... 108

(21)

xx

4 Histogram deskriptor hidroakustik data latih ... 129

5 Data uji mentah ...

133

6 Data uji dalam bentuk logaritmik ... 134

7 Data uji dalam bentuk z-score ... 135

8 Data uji dalam bentuk bipolar ... 136

9 Histogram deskriptor hidroakustik data uji ... 137

10 Hasil analisis gerombol ... 142

11 Hasil analisis diskriminan ...

144

12 Hasil hitungan JSTPB1 ...

152

13 Hasil hitungan JSTPB2 ...

154

14 Hasil hitungan JSTPB3 ...

158

15 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB1 ... 160

16 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB2 ... 161

17 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB3 ... 162

18 Deskripsi, sebaran, dan produksi lemuru ...

163

(22)

xxi

DAFTAR ISTILAH

Akustik

(

acoustics

)

= Ilmu tentang suara yang mempelajari sifat perambatan

suara di dalam suatu medium.

Arsitektur

(

architecture

)

= Deskripsi tentang jumlah sel, lapisan tersembunyi, fungsi

aktivasi, dan koneksi antar lapisan.

Bias

= Parameter sel saraf yang ditambahkan ke masukan

terbobot yang selanjutnya diproses oleh fungsi aktivasi.

Bobot (

weight

)

= Besaran pengali yang berfungsi menguatkan atau

melemahkan masukan yang diberikan kedalam sebuah sel

saraf.

Citra akustik

(

echogram

)

= Rekaman dari rangkaian gema yang divisualisasikan.

Deskriptor

(

descriptor

)

= Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat

dari pantulan akustik, baik berupa morfometrik,

batimetrik, dan energetik.

Fungsi aktivasi

(

activation function

)

= Fungsi aktivasi adalah fungsi yang secara spesifik

menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah

sel setelah sel tersebut menerima sinyal terbobot.

Gema (

echo

)

= Gelombang suara yang dipantulkan obyek.

Gerombolan

(

shoaling

)

= Kelompok ikan yang terdiri dari beberapa kawanan ikan,

bersifat tidak homogen, dan memiliki karakteristik

masing-masing.

Hamburan balik

(

backscattering

)

= Jumlah energi per satuan waktu yang dipantulkan oleh

target selama transmisi suara dari

transducer

.

Iterasi (

epoch

)

= Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data.

Jaringan saraf tiruan

(

artificial neural

networks

)

(23)

xxii

(

schooling

)

tersinkronisasi dan terpolarisasi ketika beruaya.

Kekuatan target

(

target strength

)

= Rasio intensitas gema yang diukur pada jarak 1m dari

permukaan transducer dengan intensitas yang datang

mengenai target.

Klasifikasi

(

classification

)

= Asosiasi antar vektor masukan dan vektor target.

Lemuru campuran

= Kawanan ikan yang tercampur yang terdiri dari sempenit,

protolan, dan lemuru.

Lemuru protolan

= Lemuru yang berukuran panjang total antara 11-15cm.

Lemuru sempenit

= Lemuru yang berukuran panjang total kurang dari 11cm.

Pelatihan (

training

)

= Proses yang dilakukan terhadap setiap masukan terbobot

dan bias agar jaringan mencapai kondisi tertentu yang

diinginkan.

Perambatan balik

(

back propagation

)

= Metode

pelatihan

terbimbing

dimana galat di rambatkan

balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi

bobot.

Perceptron =

Jaringan

lapisan

tunggal dengan fungsi aktivasi biner.

(24)

xxiii

(

bathymetric

)

Dimensi fraktal

(

fractal dimension

)

= Bangun dengan dimensi bukan bilangan bulat.

Elongasi

(

elongation

)

= Rasio antara panjang dan tinggi kawanan

Energetik

(

energetic

)

= Sifat internal kawanan dilihat dari pancaran energinya.

Kedalaman

minimum (

minimum

depth

)

= Jarak terdekat antara permukaan laut dengan kawanan.

Ketinggian

minimum (

minimum

altitude

)

= Jarak terdekat antara dasar perairan dengan kawanan.

Ketinggian relatif

(

relative altitude

)

= Rasio antara rataan ketinggian kawanan dengan

kedalaman perairan (%)

Kurtosis

= Ukuran yang digunakan dalam menentukan ekor dan

puncak suatu sebaran.

Luas

= Total pixel dalam citra akustik kawanan ikan.

Panjang (

length

)

= Jarak antar pixel terdepan dan terbelakang dari kawanan.

Rataan energi

akustik (

mean

acoustic energy

)

= Energi akustik dari pixel atau

backscattering cross

section

.

Rataan kedalaman

(

mean depth

)

= Jarak dari permukaan laut ke titik tengah kawanan.

Skewness

= Kemenjuluran, menyatakan sifat sebaran terhadap nilai

rataannya.

(25)

xxiv

(26)

1.1 Latar Belakang

Pengembangan metode identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan berdasarkan data hidroakustik merupakan salah satu kunci penurunan tingkat kesalahan dalam pendugaan biomassa (Haralabous & Georgakarakos, 1996). Selama ini, identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan berdasarkan data

hidroakustik dilakukan dengan menggunakan metode echo counting, echo

integrations, echosounder mapping, dan sonar mapping. Identifikasi spesies ikan dengan keempat metode ini dilakukan dengan menganalisis karakteristik sinyal hamburan balik (echo backscattered) dari kawanan ikan tertentu. Hasil analisis sinyal akustik selanjutnya dibandingkan dengan data spesies ikan yang tertangkap pada saat sampling dilakukan. Pengambilan contoh spesies ikan dapat dilakukan

dengan metode trawling dan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan

pengambilan data hidroakustik. Sementara itu, identifikasi dan klasifikasi data hidroakustik dengan keempat metode ini umumnya dilakukan dengan Metode

Statistik Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA),

Analisis Gerombol (Cluster Analysis, CA), dan Analisis Diskriminan

(Discriminant Function Analysis, DFA) sebagaimana yang dilakukan oleh Lu & Lee (1995), Weill et al. (1993), Haralabous & Georgakarakos (1996), Coetzee (2000), Simmonds et al. (1996), dan Lawson et al. (2001). Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi tersebut, pendugaan biomassa dari spesies kawanan ikan tertentu dilakukan.

(27)

menganalisis sekumpulan parameter kuantitatif dari data sinyal hamburan balik yang bersifat unik, yang dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos & Paterakis, 1993) atau dari populasi akustik (Gerlotto & Frĕon, 1988; Lu & Lee, 1995). Dengan demikian estimasi stok biomassa dari setiap spesies dilihat dari kawanannya dan penangkapan ikan yang lebih selektif secara ekonomis dan berkelanjutan dimungkinkan untuk dilakukan (Marchal & Petitgas, 1993; Cochrane et al., 1998). Salah satu metode identifikasi yang dapat digunakan dan sedang dikembangkan saat ini adalah metode identifikasi dan klasifikasi dengan Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural networks), yang selanjutnya disingkat JST.

JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari sistem pemrosesan informasi pada jaringan sel saraf manusia (Lawrence, 1992). JST memiliki kemampuan dasar untuk mempelajari contoh masukan dan keluaran yang diberikan, kemudian berdasarkan masukan dan keluaran tersebut, sistem ini berlatih beradaptasi dengan lingkungan (Kusumadewi, 2004). Penggunaan JST dalam identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan dilakukan dengan memberikan masukan berupa parameter kuantitatif yang bersifat unik yang diambil dari pola-pola sinyal hamburan balik dari spesies kawanan ikan target yaitu kawanan ikan yang sudah teridentifikasi secara hidroakustik dan menjadi objek penelitian. Parameter yang unik tersebut dijadikan sebagai parameter pembanding untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kawanan ikan pelagis lainnya. Penggunaan JST untuk identifikasi kawanan ikan telah dilakukan oleh Jaya & Sriyasa (2004) dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan terbatas.

(28)

sebagaimana halnya yang dilakukan pada metode konvensional (Haralabous & Georgakarakos, 1996). Dengan demikian, identifikasi dan klasifikasi dengan jaringan sel saraf tiruan selain dapat dilakukan dengan cepat, dapat memperkecil peluang terjadinya kesalahan identifikasi akibat kesalahan manusia, dapat menekan biaya operasi, dan dapat juga digunakan secara bebas pada situasi dan kondisi apapun karena tidak memerlukan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan distribusi ikan.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini akan membahas tentang penggunaan Metode Jaringan Saraf

Tiruan Perambatan Balik (feed-forward back propagation neural networks)

selanjutnya disingkat JSTPB dan Metode Analisis Statistik untuk

mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis dengan menjadikan spesies kawanan ikan lemuru (Sardinella lemuru) sebagai spesies kawanan ikan target dan ikan uji.

JSTPB yang akan digunakan adalah JSTPB dengan struktur lapisan tunggal dan banyak lapisan. JSTPB dengan lapisan tunggal (single-layer) tersusun dari satu lapisan masukan (input layer), satu lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer), sedangkan struktur JSTPB dengan banyak lapisan (multi layers) terdiri dari satu lapisan masukan (input layer), beberapa lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer).

Parameter pembanding yang akan digunakan dan selanjutnya disebut

deskriptor adalah parameter yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Coetzee (2000), Bahri & Frĕon (2000), Lawson et al. (2001); Fauziyah (2005).

Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang telah dikemukakan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan:

(1) Pemilihan deskriptor yang dapat secara efisien digunakan untuk

mengidentifikasi kawanan ikan target (Lu & Lee, 1995).

(2) Perancangan arsitektur JST yang baik yang dapat digunakan untuk

(29)

1.3 Tujuan

Mengembangkan penggunaan Metode JST untuk identifikasi kawanan pelagis guna meningkatkan kecepatan dan ketelitian metode tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur JST, deskriptor, dan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat memberikan hasil identifikasi dengan ketelitian yang maksimal.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan waktu, dana, dan meningkatkan ketepatan dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan.

1.5 Hipotesis

Kecepatan dan ketelitian identifikasi kawanan spesies ikan pelagis dengan Metode JST dapat ditingkatkan dengan:

(1) Menentukan deskriptor hidroakustik yang paling berperan untuk dijadikan dasar identifikasi kawanan ikan pelagis,

(2) Menentukan dengan tepat jumlah sel saraf dan lapisan tersembunyi yang dibutuhkan untuk identifikasi kawanan ikan pelagis,

(3) Menentukan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat menghasilkan ketelitian yang memadai.

(30)

2.1 Jaringan Saraf Tiruan

[image:30.612.93.474.90.740.2]

Jaringan saraf manusia tersusun atas 1010 sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 103 hingga 105 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis.

Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine

http://www.MedicineNet.org,15 Juli 2005).

(31)

Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut;

(1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992).

(2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992).

(3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur

(32)

kemampuan sama atau lebih baik dari kemampuan sel saraf itu sendiri (Reid et al., 2000).

Dengan demikian diharapkan JST dapat bekerja lebih cepat dan akurat dalam pemrosesan informasi dibandingkan dengan jaringan saraf biologi dan dapat beradaptasi dengan dinamika informasi yang diterimanya sebagai mana hal tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa;

(1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi.

(2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi.

(3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat

digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.

JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih pilot-pilot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi

minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem

pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, tetapi pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule).

2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural)

(33)

dengan besarnya nilai bobot yang diberikan.

Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal.

Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O.

Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan.

(34)

[

]

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ) I( . . . I(2) I(1) ) (1, ..., (1,2), (1,1), I * r r W W W

W ………… (1)

Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel.

2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology)

Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback).

target

I K/M

pembaruan bobot O

Gambar 4 Pemrosesan umpan balik.

Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory

sel saraf awal

(35)

sel saraf tiruan lain yang ada pada lapisan berikutnya.

2.1.3 Aturan pembelajaran (learning rule)

Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini

dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot

sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai WW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb’s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule).

1) Aturan Hebb (Hebb’s Rule)

Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut;

j i j

i η a o

ΔW = ………. (2)

(36)

akibat proses pembelajaran atau berapa cepat jaringan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Lawrence (1992) mengemukakan bahwa jika dalam proses ini perubahan terjadi secara dramatis maka jaringan dapat bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada lamanya proses pembelajaran berlangsung bahkan lebih dari itu dapat berakibat jaringan tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik.

2) Aturan Delta (Delta Rule)

Aturan Delta merupakan variasi dari Aturan Hebb untuk jaringan dengan lapisan sel saraf tersembunyi. Aturan Delta disebut juga Rerata Kuadrat Terkecil (Least Mean Square/LMS) yang merupakan variasi dari Aturan Hebb. Aturan ini ditemukan oleh Bernard Widrow dan Ted Hoff dari Universitas Stanford tahun 1960 (Lawrence, 1992). Jaringan penemuan mereka dinamakan ADAptive LINear Element (ADALINE). Aturan ini menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan maka untuk memperkecil perbedaan tersebut harus dilakukan perubahan pada bobot koneksi. Secara matematis besarnya perubahan bobot dapat dituliskan sebagai berikut:

(t) O (t)) a (t) (T η ij Δ j i i − =

W ………..… (3)

dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara sel saraf ke-j ke sel saraf ke- i, Ti(t) adalah hasil yang diharapkan, ai(t) adalah hasil yang didapatkan sel saraf i, Oj adalah keluaran dari sel saraf j, t adalah waktu spesifik, dan η adalah laju pembelajaran.

3) Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule)

(37)

Lap. Masukan Lap. Tersembunyi Lap. Keluaran

Gambar 5 Arsitektur JSTPB sederhana.

Jika dalam proses pembelajaran terdapat N pasang data masukan (I) dan keluaran yang diharapkan (O) yang diberi indeks p (p = 1,2,3,…N) dari target yang teridentifikasi maka galat oleh sel saraf tunggal ke-i dari pasangan data ke-p adalah;

2 pi pi 2 1

pi (O O )

E = − ……… (4)

dengan Opi adalah keluaran yang dihasilkan oleh sel saraf ke-i untuk pasangan data ke-p. Sehingga total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lapisan adalah;

= i

2 pi pi 2 1

pi (O O )

E ……….. (5)

dan total galat yang dihasilkan oleh seluruh sel saraf untuk seluruh pasangan data pembelajaran p sebanyak N pasangan adalah;

∑ ∑

= p i 2

pi pi 2

1 (O O )

E ………...… (6)

(38)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi ij p W δ δE η W

Δ ... (7)

karena E fungsi dari A dan A fungsi dari W maka;

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ij pi pi pi ij pi W δ δA δA δE W δ δE

dan =

p ij pi

ij δW

δE W

δ δE

karena =

j ij pj

pi W O

A (fungsi aktivasi sel saraf ke-i pada pasangan data

ke-p) maka pj

ij pi O W δ δA

= (keluaran sel saraf ke-j dari pasangan data ke-p).

Jika pi

pi pi δ δA δE = −

maka

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi pi pi ij p W δ δA δA δE η W

Δ sehingga,

pj pi ij

pW η δ O

Δ = ∗ ∗ ... (8)

karena

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = pi pi pi pi pi pi δA δO δO δE δA δE

danOpi =f(Api)sehingga

) (A ' f δO δE δ pi pi pi

pi ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ −

= ………... (9)

jika I terletak pada lapisan keluaran maka

pi pi

δO δE

dapat dihitung langsung dari

persamaan (4) dan didapatkan (O O )

δO δE

pi pi pi

pi =

.

Karena O f(A )

pi

pi = , dA

df δA δO

pi pi =

sehingga δpi dari sel saraf dilapisan keluaran

menjadi

(

O O

)

f'(A )
(39)

k

dimana indeks k menunjukkan sel saraf ke-k pada lapisan sebelumnya. Dengan aturan ini maka galat yang diperoleh di lapisan atas dari pasangan data masukan dan keluaran dari pola-pola yang sudah teridentifikasi selanjutnya dikirimkan balik ke lapisan dibawahnya dengan tujuan untuk menghitung koreksi bobot koneksi antara sel saraf sesuai dengan persamaan (8).

2.1.4 Arsitektur JST

Arsitektur JST menggambarkan susunan lapisan-lapisan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lapisannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6,

[image:39.612.103.504.50.792.2]

Gambar 6 JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf.

(40)

sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut:

W(1,1) W(1,2) • • • W(1,r) W(2,1) W(2,2) • • • W(1,r) W = • • • • • • • • • • • • • • • • • • W(s,1) W(s,2) • • • W(s,r)

(41)

Lapisan Masukan j Lapisan Tersembunyi i & k Lapisan Keluaran l

(42)
[image:42.792.44.679.47.560.2]

I

Gambar 8 JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf.

O = F3(W3*F2(W2*F1(W1*I+b1)+b2)+b3)

s1x1 S2x1 s3x1

F1 F3

W1

b2 W2

b1

rx1

F2

b3 W3

+

+ +

n3

n2

n1

O

s3x1

s2x1

s1x1 s3x1

1 1 1

s3xs2

s2xs1

s1xr

s1x1 s2x1

I O1 O2

r

O1=F1(W1*I+b1) O2=F2(W2*O1+b2) O3=F3(W3*O2+b3)

(43)

setiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara

fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada

tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu,

masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik

yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson

et al

., 2001;

Bahri & Freon, 2000; Reid

et al

., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor

akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa

deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan

tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya.

Oleh Reid

et al

. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan

ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan

pada:

(1) Tingkatan kawanan (

the school level

), deskriptor-deskriptor didapatkan dari

hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra

akustik dari masing-masing kawanan ikan.

(2) Tingkatan satuan elemen jarak contoh (

the element distance sampling unit,

EDSU

), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang

terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei

dilakukan.

(3) Tingkatan wilayah (

the region level

), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu

hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan,

(44)

Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan

deskriptor utama (Reid

et al

., 2000), yaitu:

(1)

Positional Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan

yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman

(posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi

awal dan akhir pixel pada arah vertikal dan horizontal.

(2)

Morphometric Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi

dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan

lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan

kekasarannya.

(3)

Energetic Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi

akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap pixel, dan pusat

massa kawanan ikan.

(4)

School Environment Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak

terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan.

(5)

Biological Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari

(45)

Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan

balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya.

Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan

morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr),

kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar

perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah

beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan

(46)

Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi

sardine

,

anchovy

, dan

horse mackarel

(Haralabous & Georgakarakos, 1996)

Deskriptor

Simbol & Persamaan

Satuan

General

Species Id

SPE

Morphological

Height

H

m

Length

L

m

Perimeter

P

m

Area

A

m

2

Elongation

L/H

Circularity

P

2

/4

π

A

Rectangularity

(LH)/A

Radius of perimeter

Rmean, Rmin, Rmax, Rcv

m

Fractal dimension

2[ln(P/4)]/ln(A)

Bathymetric

School depth

Dmean, Dmin, Dmax

m

Bottom depth

Bmean, Bmin, Bmax

m

Altitude

Amean, Amin, Amax

M

Energetic

Total school energy

E

V

2

School energy

Emean, Emax, Ecv

V

2

Index of dispersion Evar/Emean V

2

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis

seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Fr

ĕ

on (1988), Diner

et al

. (1989),

Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor

yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat

(47)

(

Scomberomorus spp

), tongkol (

Euthynnus spp

), setuhuk (

Xiphias spp

), dan lemadang

(

Coryphaena spp

); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar

antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang

populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (

Decapterus spp

),

kembung (

Rastreligger

), teri (

Stolephorus spp

), Lemuru bali (

Sardinella Lemuru

),

dan jenis-jenis selar (

Selaroides spp, Alepes spp,

dan

Atale spp

). Dilihat dari

kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai

kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Fr

ĕ

on & Misund

(1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk

mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk

melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk

kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (

fish

schooling

) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang

disebut gerombolan ikan (

fish shoaling

).

2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis

Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan

ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan

berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom

air (Bahri & Fr

ĕ

on, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan

ikan dapat dilihat berikut ini:

(48)

(2) Breder & Halpern (1946) yang diacu Fr

ĕ

on & Misund (1999), kawanan ikan

adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang

tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama.

(3) Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

bersama-sama.

(4) Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

terpolarisasi dan tersinkronisasi.

(5) Fr

ĕ

on & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang

tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi

sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam

kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan

polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara

individu (

nearest neighbour distance

) yang tertentu. Dalam kawanan

umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat

jarang terlihat pada gerombolan ikan.

(6) He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan.

Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (

fish school

) adalah

kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir

dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan

tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena

kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu tetapi tidak terorganisir

sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat

spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan.

Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru

(

sardinella lemuru

). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005),

mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan

ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa

Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi

ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang

(49)

Gambar 10

Sardinella lemuru

Bleeker, 1853 (DKP).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan

ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil

dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target

menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti

sebelumnya antara lain;

(1) Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval,

bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lapisan dasar dan permukaan umumnya

berbentuk pipih sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund,

1993).

(2) Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin

lambat pergerakannya (Hara,1987), tetapi menurut Misund (1993) hal tersebut

tidak berlaku untuk kawanan ikan

capelin

yang bergerak semakin cepat ketika

kawanannya semakin besar.

(3) Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam

hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982).

Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut

pada siang hari (Fr

ĕ

on

et al

., 1993).

Jack Mackarel

banyak dijumpai dekat

permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas

(Williams & Pullen, 1993).

(4) Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin

(50)

vertikal thermoklin. Jika thermoklin semakin dekat permukaan maka kawanan

ikan pelagis semakin tipis dan semakin tebal jika thermoklin bergerak kearah

lapisan dasar (Inakage & Hirano, 1983).

(5) Diperairan Laut Jawa dan Selat Makassar, secara vertikal kawanan ikan di

Laut Jawa berbeda berdasarkan musim (Nugroho

et al

., 1997), tetapi tidak

terdapat perbedaan nyata tentang penyebaran densitas ikan pelagis di perairan

Selat Makassar antara siang dan malam hari (Pasaribu

et al

., 1997).

Selanjutnya He (1989) mengemukakan bahwa kawanan ikan pelagis dapat

dibedakan berdasarkan struktur (

structure

), ukuran (

size

), dan bentuk (

shape

) atau

pola dari kawanan ikan.

2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis

Struktur kawanan ikan dapat dilihat dari pola kawanan (

pattern

) yang

memperlihatkan posisi individu ikan relatif terhadap individu lain yang ada

disekitarnya. Pola yang umum terlihat pada sebuah kawanan ikan adalah pola

berbentuk berlian. Struktur pola pergerakan berbentuk berlian ditentukan oleh jarak

terdekat antara individu yang berdampingan (

nearest neighbouring distance, NND

).

Pengaturan jarak terdekat antar individu ikan dilakukan untuk mengurangi tekanan air

yang diterima ikan ketika sedang beruaya (Freon & Misund,1999). Lebih lanjut He

(1989) mengemukakan bahwa semakin panjang ukuran ikan maka semakin besar

jarak terdekatnya tetapi semakin cepat ikan beruaya maka semakin kecil jarak

terdekat antara individu. Posisi ikan dalam kawanannya diilustrasikan dengan

(51)

NND: nearest neighbouring distance

Gambar 11 Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989).

Besarnya variasi jarak terdekat antar individu bergantung pada spesies ikan,

sudut arah pergerakan kawanan (

heading

) yang dipengaruhi oleh arah arus, dan

ukuran ikan dalam kawanan (

size

). Kalaupun terdapat variasi jarak terdekat antara

individu akibat variasi ukuran panjang ikan, variasi tersebut tidak akan lebih dari 30%

(He, 1989).

2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis

Ukuran kawanan ikan adalah luasnya ruang yang ditempati oleh kawanan

ikan. Ukuran kawanan ikan bervariasi dan dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan,

waktu harian (siang atau malam hari), musim, dan tahapan fisiologis perkembangan

ikan (Freon & Misund, 1999). Spesies ikan pelagis besar umumnya menunjukkan

kawanan ikan yang lebih besar tetapi dengan densitas yang lebih kecil dibanding

spesies ikan pelagis yang lebih kecil (He, 1989).

Pada malam hari umumnya kawanan ikan terpecah menjadi

kawanan-kawanan yang mengelompok pada kawanan-kawanan yang lebih kecil yang berpencar pada

(52)

Pada musim gugur (

fall

) dan musim dingin (

winter

) kawanan

anchovy

membentuk kawanan ikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kawanan ikan

anchovy pada musim semi (

spring

) dan musim panas (

summer

) (Fr

ĕ

on & Misund,

1999). Pada musim gugur dan musim dingin

anchov

y utara dapat membentuk

kawanan ikan dengan ukuran 25-35 m pada arah horisontal dan 12-40 m pada arah

vertikal sedangkan ukuran kawanan

hering

saat makan lebih kecil dibandingkan

dengan saat memijah tetapi, ukuran kawanan ikan

hering

dan

capelin

yang terbesar

dapat ditemukan pada saat ikan tersebut memijah (He, 1989).

2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis

Bentuk kawanan ikan bervariasi. Jika dilihat dari atas maka rataan

perbandingan antara panjang, lebar, dan kedalaman kawanan ikan adalah sebesar 3: 2:

1 (He, 1989). Variasi bentuk kawanan ikan ini bergantung pada aktivitas kawanan

tersebut saat terdeteksi. Bentuk kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya

berbeda dengan bentuk kawanan ikan yang sedang makan.

Kawanan ikan yang sedang menghadapi pemangsanya umumnya membelah

menjadi bagian yang kecil atau berubah bentuk menjadi bentuk bola yang berputar

dengan tujuan untuk membingungkan pemangsanya. Pecahan-pecahan kecil dari

ikan-ikan tersebut akan membentuk kawanan seperti semula jika ancaman dari

pemangsa telah dapat dihindari (Fr

ĕ

on & Misund, 1999).

Kawanan ikan yang sedang beruaya cepat memiliki ukuran panjang kawanan

yang lebih besar dibandingkan dengan lebarnya (He, 1989). Gambar 12 dan Gambar

13 menggambarkan beberapa ilustrasi tentang bentuk dan pola kawanan ikan di

(53)
[image:53.792.50.699.75.566.2]
(54)
[image:54.792.99.671.83.486.2]
(55)

(2) Tipe 2,

Fish in school

menggambarkan citra akustik sebaran beberapa kawanan

ikan yang terstruktur yang terdapat pada kolom air.

(3) Tipe 3,

Fish in aggregations

menggambarkan sejumlah besar gema dari

ikan-ikan tunggal yang menggerombol yang menyebar secara acak pada kolom air,

tanpa adanya struktur yang jelas.

(4) Tipe 4 dan 5,

Fish in a pelagic & demersal layers

menggambarkan citra akustik

dari kawanan besar ikan pelagis (a) dan ikan demersal (b) yang terdapat di kolom

dan dekat dasar perairan.

Dalam disertasi ini deskriptor akustik kawanan ikan pelagis dengan tipe 2, 4 dan 5 yang

akan diukur sebagai data penelitian. Hal ini didasarkan pada studi literatur yang

dilakukan sebelumnya dimana hampir semua kawanan ikan pelagis ekonomis beruaya

(56)

Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik, ekstraksi deskriptor hidroakustik, dan identifikasi kawanan ikan berdasarkan deskriptor hidroakustik.

Pengukuran data hidroakustik sebagian besar dilakukan secara vertikal dan dilakukan dengan alat scientific echosounder. Data hasil pengukuran selanjutnya diproses dengan cara tertentu dan ditampilkan dalam bentuk citra akustik dua-dimensi (2-D). Walaupun digambarkan secara 2-D, informasi yang terdapat pada sebuah data citra akustik bersifat tiga-dimensi (3-D). Karena itu, dari citra akustik yang dihasilkan dapat diperoleh informasi tentang bentuk dan posisi kawanan ikan dalam kolom air serta intensitas hamburan balik dari kawanan tersebut.

Metode identifikasi yang digunakan hingga saat ini tidak dapat secara langsung bekerja pada citra akustik maka identifikasi tidak dilakukan secara langsung pada citra tersebut tetapi pada deskriptor hidroakustik yang terkandung dalam data citra akustik. Karena itu, ekstraksi deskriptor akustik yang terdapat pada sebuah data hidroakustik merupakan permasalahan tersendiri dalam disertasi ini. Saat ini telah tersedia banyak program ekstraksi yang dapat digunakan untuk keperluan itu tetapi dalam disertasi ini digunakan Program ADA-2004.

(57)
[image:57.612.85.472.88.643.2]

Gambar 14 Diagram alir metode penelitian.

15 Desk. teridentifikasi

8 Desk. utama

METODE STATISTIK

JSTPB1

JSTPB2

8 Desk. utama

JSTPB3

Validasi Silang

Identifikasi JSTPB3 Identifikasi

JSTPB2

Validasi Silang

SELESAI Identifikasi

STATISTIK

Rancangan awal JSTPB Citra akustik

Ikan Uji

Citra Akustik Ikan Target

Matriks Data Akustik

Hitungan Deskriptor

Identifikasi JSTPB1 17 Desk

(58)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam disertasi ini, identifikasi spesies kawanan lemuru dilakukan dengan Metode Statistik dan Metode JST. Hasil dari kedua metode ini selanjutnya dibandingkan untuk melihat apakah terdapat perbedaan nyata antara hasil keduanya. Dalam melakukan identifikasi, kedua metode ini pada dasarnya melakukan hal yang sama yaitu melihat kesamaan antara varibel deskriptor dari ikan target dengan variabel-variabel deskriptor dari ikan uji.

Gambar 14 menunjukkan seluruh proses yang akan dilakukan dalam mengolah data akustik baik data akustik kawanan ikan target (data akustik dari kawanan ikan yang sudah diidentifikasi dan klasifikasi), maupun data akustik kawanan ikan uji (data akustik dari kawanan ikan yang akan di identifikasi dan klasifikasi). Dengan demikian data kawanan lemuru akan terdiri dari dua kelompok data yaitu kelompok data kawanan ikan target dan kelompok data kawanan ikan uji.

3.1 Data Akustik

Data akustik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data threshold dari kawanan lemuru (Sardinella lemuru) yang diperoleh dari hasil survei akustik yang telah dilakukan sebelumnya.

Data akustik lemuru diperoleh dari hasil survei akustik yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dilakukan di Selat Bali pada bulan September 1998 (musim peralihan II, September-November), bulan Mei 1999 (musim peralihan I, Maret-Mei), dan bulan Agustus 2000 (musim timur, Juni-Agustus) dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya IV. Pengukuran data akustik dilakukan dengan SIMRAD Scientific Echosounder EK-500 tipe bim terbagi (split

beam) dengan tipe transduser ES120-7F dengan frekwensi 120kHz, dan

maksimum daya pancar 1500watt. Transduser dipasang secara tetap (hull

(59)

Gambar 15 Lintasan survei kapal Baruna Jaya IV di Selat Bali tahun 1998, 1999, 2000.

3.1.1 Pemrosesan data akustik

Pemrosesan data akustik dilakukan terhadap data ikan target dan data ikan

uji. Pemrosesan data lemuru dilakukan dengan program SIMRAD Echo

Processing 500 (EP-500) versi 5. dengan menggunakan fasilitas analyze pelagic layer, analyze trace tracking, dan analyze expended integral dengan Time Varied Gain (TVG) 40log(r). Dari pemrosesan ini didapatkan citra akustik dan Matriks Data Akustik (MDA) dari kawanan ikan target dan ikan uji yang akan diidentifikasi. Secara garis besar citra akustik dan MDA didapatkan dengan cara sebagai berikut:

(1) Menghapuskan jejak-gema (echo-trace) dari konsentrasi biomassa bukan target dengan menetapkan ambangbatas (threshold) Scattering Volume (SV) dan Target Strength (TS) dari spesies kawanan ikan target.

(2) Mengelompokkan pixel dari kawanan ikan target, untuk hitungan nilai deskriptor.

(60)

Pada tahapan ini dihasilkan matriks data akustik yang berisi nilai SV, TS dan informasi tambahan lainnya seperti posisi vertikal dan horisontal kawanan ikan. Hasil dari tahapan ini selanjutnya digunakan sebagai data masukan dalam menghitung nilai-nilai deskriptor. Sebelum citra akustik kawanan ikan diproses lebih lanjut maka terlebih dahulu dilakukan seleksi morfometrik, batimetrik, dan energetik terhadap citra tersebut. Hal ini dilakukan selain untuk mengurangi kemungkinan tercampurnya data kawanan ikan yang diinginkan dengan data kawanan ikan lainnya juga untuk memudahkan dalam proses pengelompokan nantinya. Kriteria morfometrik, batimetrik, dan energetik yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1) Kriteria Morfometrik; ukuran minimal panjang dan tinggi kawanan ikan masing-masing 5m dan 6m, sedangkan ukuran maksimalnya tidak dibatasi. Kriteria ini diambil berdasarkan hasil penelitian Simmonds et al. (1996); Coetzee (2000); Bahrie & Freon (2000) terhadap kawanan ikan mackarel, sardine, anchovy, dan herring.

(2) Kriteria Batimetrik; posisi vertikal kawanan ikan dibatasi antara selang kedalaman 10-

Gambar

Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi ( Artificial Neural Networks in Medicine
Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah
Gambar 8 JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf
Gambar 12 Bentuk-bentuk  kawanan   ikan   yang   terdeteksi dengan peralatan Sonar (He, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “Perencanaan Distribusi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisa dan

Berdasarkan fakta - fakta di atas, maka penelitian mengenai peran kepuasan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam hubungan kausal antara

Pada dasarnya bluetooth diciptakan bukan hanya untuk menggantikan atau menghilangkan penggunaan kabel didalam melakukan pertukaran informasi, tetapi juga mampu menawarkan

Analisis ragammenunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran menggunakan media powerpoint pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas V SD

Hemodialisa merupakan suatu proses #ang digunakan pada pasien dalam keadaan Hemodialisa merupakan suatu proses #ang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan

mampu: (1) mengintegrasikan materi multikultur kedalam mata pelajaran/bidang studinya secara holistik, (2) memilih dan mengembangkan model pendidikan multikultur yang visibel