• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Proses Terpilih pada Tujuh Varietas Beras

Setelah didapatkan proses perendaman yang terpilih pada suhu 60 °C selama 4 jam, selanjutnya diaplikasikan pada beberapa varietas gabah. Proses pembuatan beras pratanak dari beberapa varietas ini sama dengan tahap Pertama. Analisis pada tahap II ini adalah rendemen, mutu giling, derajat putih, komposisi kimia, sifat organoleptik dan sifat fungsional : daya cerna pati, kadar serat pangan, amilosa, indeks glikemik pada beras giling dan beras pratanak.

Dari hasil penelitian, kadar air perendaman varietas beras pratanak berkisar antara 30.57 – 30.89 %bb (Tabel 7). Kadar air perendaman yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (30.89%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Batang Lembang (30.57%). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air perendaman gabah pratanak (Lampiran 16). Hal ini berarti bahwa tidak adanya pengaruh jenis varietas terhadap kadar air gabah hasil perendaman.

Kadar air pengeringan pertama dari gabah pratanak berkisar antara 18.53 – 19.47% (Tabel 7). Kadar air pengeringan pertama yang tertinggi dimiliki oleh

varietas IR 64 (19.47%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Batang Lembang (18.53%).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kadar air pengeringan pertama gabah pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas Mekongga dan IR 64, kecuali varietas IR 42, Gilirang, Ciherang dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar air gabah setelah pengeringan pertama (Lampiran 17).

Tabel 7 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar air gabah hasil perendaman, kadar air pengeringan pertama dan kadar air pengeringan kedua. Varietas Kadar air perendaman (%) Kadar air pengeringan pertama (%) Kadar air pengeringan kedua (%) 1. Sintanur 30.89a 18.92ab 11.99a 2. Gilirang 30.65a 18.62a 11.60a 3. Ciherang 30.74a 18.84ab 11.82a 4. IR 64 30.59a 19.47c 11.23ª 5. Mekongga 30.73a 19.14bc 11.43ª 6. IR 42 30.61a 18.60ª 11.65ª 7. Batang Lembang 30.57a 18.53ª 11.51a

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

Kadar air pengeringan kedua dari gabah pratanak berkisar antara 11.23 – 11.99% (Tabel 7). Kadar air pengeringan kedua yang tertinggi dimiliki oleh varietas varietas Sintanur (11.99%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas IR 64 (11.23%). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air pengeringan kedua gabah pratanak (Lampiran 18).

Rendemen

Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan terhadap berat awal gabah yang digunakan. Dari hasil penelitian, rendemen dari gabah giling berkisar antara 65.57 – 71.84% (Tabel 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah

berpengaruh nyata terhadap rendemen gabah giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas IR 64, IR 42, Mekongga dan Batang Lembang, kecuali varietas Ciherang dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap rendemen beras giling (Lampiran 19).

Rendemen dari beras pratanak berkisar antara 68.97 – 72.13% (Tabel 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen beras pratanak (Lampiran 20).

Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan rendemen 0.40 – 7.98%. Meningkatnya rendemen pada proses pratanak disebabkan oleh gabah sebelum digiling mengalami perendaman dan pemasakan dengan uap panas sehingga ikatan sel-sel dalam beras menjadi lebih kuat akibatnya pada proses penggilingan lebih tahan gesekan pada pengupasan dan penyosohan (Burhanuddin 1981).

Tabel 8 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap rendemen Rendemen (%)

Varietas

Beras giling *) Beras pratanak

Persentase perubahan (%)**) 1. Sintanur 67.48ab 68.97a + 2.21 2. Gilirang 65.57a 70.80a + 7.98 3. Ciherang 67.46ab 70.49a + 4.49 4. IR 64 68.28bc 70.74a + 3.60 5. Mekongga 71.08d 73.16a + 2.93 6. IR 42 70.30cd 71.39a + 1.55 7. Batang Lembang 71.84d 72.13a + 0.40

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*)

Sumber : Argasasmita (2008)

**)

% = + : peningkatan

Derajat Putih

Beras pratanak dengan perlakuan jenis varietas gabah (Gambar 11). Dari hasil penelitian, derajat putih dari beras giling berkisar antara 72.65 – 77.15% (Tabel 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 42, Batang Lembang, Mekongga dan IR 64, kecuali varietas Gilirang tidak berbeda nyata terhadap derajat putih beras giling (Lampiran 21).

Tabel 9 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap derajat putih. Derajat putih

Varietas

Beras giling *) Beras pratanak

Persentase perubahan (%)**) 1. Sintanur 72.65a 58.99ab - 18.80 2. Gilirang 72.79a 61.80bc - 15.10 3. Ciherang 73.57b 55.84a - 24.10 4. IR 64 77.15d 58.48ab - 24.20 5. Mekongga 74.85c 59.68b - 20.27 6. IR 42 74.39c 63.44c - 14.72 7. Batang Lembang 74.84c 60.48bc - 19.19

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan, - : penurunan Sintanur Ciherang Gilirang IR 64 Batang lembang IR 42 Mekongga

Gambar 11 Beras pratanak dari jenis varietas gabah

Derajat putih dari beras pratanak berkisar antara 55.84 – 63.44% (Tabel 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Mekongga, Batang

Lembang, Gilirang dan IR 42, kecuali varietas IR 64 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap derajat putih beras pratanak (Lampiran 21).

Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan derajat putih 14.72 – 24.20%. Gariboldi (1974) menyatakan bahwa pemanasan yang lama menyebabkan pigmen sekam yang larut dalam air perendaman menembus endosperm sebagai akibat panas yang diberikan sehingga warna beras berubah menjadi berwarna kekuningan-kuningan. Perubahan warna yang terjadi pada beras pratanak disebabkan oleh adanya reaksi beberapa asam amino bebas dengan monosakarida pada proses pratanak, sehingga berpengaruh terhadap derajat putih beras pratanak.

Mutu Giling

Dari hasil penelitian, beras kepala dari beras giling berkisar antara 33.12 – 91.49% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras kepala dari beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 42, Gilirang, IR 64, Mekongga dan Batang Lembang terhadap beras kepala (Lampiran 23).

Beras kepala dari beras pratanak berkisar antara 55.74 – 94.70% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras kepala dari beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas IR 64, Gilirang, Sintanur dan Batang Lembang, kecuali varietas IR 42 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap beras kepala (Lampiran 24).

Penerapan teknologi pratanak dapat peningkatan beras kepala sampai 185.60%. Garboldi (1974) menyatakan bahwa peningkatan rendemen beras kepala pada proses pratanak disebabkan karena sewaktu terjadi gelatinisasi granula pati bersatu sama lainnya. Struktur beras dan keretakan dalam endosperm akan hilang dan beras menjadi keras dan kuat, sehingga pada saat penggilingan persentase beras kepala meningkat.

Dari hasil penelitian, beras patah dari beras giling berkisar antara 2.94 – 44.29% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah

berpengaruh nyata terhadap beras patah giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 42, Ciherang dan Sintanur, kecuali varietas Mekongg, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap beras patah (Lampiran 25).

Beras patah dari beras pratanak berkisar antara 1.90 – 21.15% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras patah pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 42 dan Ciherang, kecuali varietas Sintanur, Gilirang, IR 64 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap beras patah (Lampiran 26). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan beras kepala –93.07 – 116.12%.

Tabel 10 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap mutu giling

Varietas Beras giling Beras pratanak Persentase

perubahan (%)*) Beras kepala (> 2/3 ) (%) 1. Sintanur 33.12a 94.59b +185.60 2. Gilirang 72.76d 89.69b +23.27 3. Ciherang 47.05b 55.74a +18.47 4. IR 64 77.71e 88.69b +14.13 5. Mekongga 90.76f 82.32ab -9.30 6. IR 42 53.57c 71.08ab +32.69 7. Batang Lembang 91.49f 94.70b +3.51 Beras patah (1/3 – 2/3 ) (%) 1. Sintanur 44.29d 3.07ab -93.07 2. Gilirang 10.36ab 4.00ab -61.39 3. Ciherang 31.06c 21.15c -31.91 4. IR 64 9.20ab 4.83ab -47.50 5. Mekongga 5.83ab 12.60abc +116.12 6. IR 42 17.08b 17.82bc +4.33 7. Batang Lembang 2.94a 1.90a -35.37 Beras menir (< 1/3) (%) 1. Sintanur 22.59cd 2.34a -89.64 2. Gilirang 16.88bcd 6.31a -62.62 3. Ciherang 21.89cd 23.11b +5.57 4. IR 64 13.10abc 6.47a -50.61 5. Mekongga 3.41a 5.08a +48.97 6. IR 42 29.35d 11.10ab -62.18 7. Batang Lembang 5.57ab 3.41a -38.78

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*)

Dari hasil penelitian, beras menir dari beras giling berkisar antara 3.41 – 29.35% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras menir giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas Gilirang, Ciherang, Sintanur dan IR 42, kecuali varietas Batang Lembang, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap beras menir (Lampiran 27).

Beras menir dari beras pratanak berkisar antara 2.34 – 23.11% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras menir pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, kecuali varietas Batang Lembang, Mekongga, Gilirang, IR 64 dan IR 42 tidak berbeda nyata terhadap beras menir (Lampiran 28).

Mutu beras giling beras berdasarkan SNI No. 01-6128-1999 terdiri dari 5 mutu, dimana mutu I adalah mutu yang terbaik dan seterusnya sampai mutu paling rendah. Mutu beras giling yang baik diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu I beras giling memiliki beras kepala lebih banyak (100%) dari pada beras patah (0%).

Komposisi Kimia Beras Pratanak

Komposisi kimia beras pratanak merupakan analisis dasar dari suatu bahan pangan yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu dalam beras pratanak secara estimasi. Jenis varietas beras pratanak terhadap komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 11.

Kadar Air

Dari hasil penelitian, kadar air beras giling berkisar antara 10.40 – 13.20% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar air beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Mekongga, IR 42, Sintanur, Batang Lembang dan Gilirang, kecuali varietas IR 64 tidak berbeda nyata terhadap kadar air beras giling (Lampiran 29).

Kadar air beras pratanak berkisar antara 11.34 – 11.91% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar air beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Ciherang, Mekongga, IR 64 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar air beras pratanak (Lampiran 30).

Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar air 14.80%. hal ini disebabkan oleh proses pengeringan pada proses pratanak dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan pangan menggunakan energi panas. Kecepatan proses pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal adalah sifat kimia, struktur fisik serta ukuran bahan sedangkan faktor ekternal adalah suhu udara dan kecepatan udara (Fellows 1992).

Kadar Abu

Dari hasil penelitian, kadar abu beras giling berkisar antara 0.47 – 0.77% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, Sintanur dan IR 42, kecuali varietas Mekongga, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu beras giling (Lampiran 31).

Kadar abu beras pratanak berkisar antara 0.56 – 0.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, IR 42 dan Sintanur, kecuali varietas Ciherang, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu beras pratanak (Lampiran 32).

Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan kadar abu 7.69 – 19.15%. Hal ini disebabkan karena selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar abu, kemungkinan berasal dari mineral- mineral yang terkandung dari sekam dan bekatul.

Tabel 11 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia Varietas Beras giling *) Beras pratanak Persentase

perubahan (%)**) Kadar air (% bb) 1. Sintanur 12.51cd 11.73abc - 6.24 2. Gilirang 13.31d 11.34a - 14.80 3. Ciherang 10.40a 11.44ab + 10.00 4. IR 64 10.77ab 11.67abc + 8.36 5. Mekongga 11.67bc 11.66abc - 0.09 6. IR 42 11.82bc 11.91c + 0.76 7. Batang Lembang 13.20d 11.88bc - 10.00 Kadar abu (% bk) 1. Sintanur 0.77c 0.85c + 10.39 2. Gilirang 0.56ab 0.66ab + 17.86 3. Ciherang 0.47a 0.56a + 19.15 4. IR 64 0.56ab 0.63a + 12.50 5. Mekongga 0.49a 0.56ª + 14.29 6. IR 42 0.78c 0.84c + 7.69 7. Batang Lembang 0.68bc 0.75bc + 10.29 Kadar lemak (% bk) 1. Sintanur 1.04c 0.89c - 14.42 2. Gilirang 0.82b 0.78b - 4.88 3. Ciherang 0.77b 0.76b - 1.30 4. IR 64 0.58ª 0.56ª - 3.45 5. Mekongga 0.77b 0.78b + 1.30 6. IR 42 1.23d 1.20e - 2.44 7. Batang Lembang 1.05c 1.01d - 3.81 Kadar protein (% bk) 1. Sintanur 9.02a 6.95cd -22.90 2. Gilirang 8.76a 6.28a -28.33 3. Ciherang 10.80b 7.21d -33.25 4. IR 64 10.85b 7.23d -33.41 5. Mekongga 9.14ª 6.74bc -26.26 6. IR 42 8.59ª 6.64b -22.66 7. Batang Lembang 10.58b 7.15d -32.39 Kadar karbohidrat (% bk) 1. Sintanur 89.18b 91.31ab +2.39 2. Gilirang 89.85b 92.28d +2.71 3. Ciherang 87.96a 91.47b +3.99 4. IR 64 88.02a 91.59b +4.05 5. Mekongga 88.02b 91.92c +4.43 6. IR 42 89.41b 91.32ab +2.14 7. Batang Lembang 87.69a 91.09a +3.88

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*)

Sumber : Argasasmita (2008)

**)

Kadar Lemak

Dari hasil penelitian, kadar lemak beras giling berkisar antara 0.58 – 1.23% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 64 berbeda nyata dengan varietas Ciherang, Mekongga, Gilirang, Sintanur, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar lemak beras giling (Lampiran 33).

Kadar lemak beras pratanak berkisar antara 0.56 – 1.20% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 64 berbeda nyata dengan varietas Ciherang, Gilirang, Mekongga, Sintanur, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar lemak beras pratanak (Lampiran 34). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar lemak 14.42%. Hal ini disebabkan proses pratanak (tahap perendaman dan pengeringan) sehingga kadar lemak menjadi menurun. Kandungan lipida tertinggi biji beras terdapat dalam embrio dan lapisan aleuron (Bechtel dan Pomeranz 1980). Bagian tersebut hilang pada saat penyosohan sehingga kadar lemak menjadi rendah. Kadar lemak dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, dan metode ekstraksi lemak (Damardjati 1988)

Kadar Protein

Dari hasil penelitian, kadar protein beras giling berkisar antara 8.59 – 10.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 42 berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, Ciherang dan IR 64, kecuali varietas Gilirang, Sintanur dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap kadar protein beras giling (Lampiran 35).

Kadar protein beras pratanak berkisar antara 6.28 – 7.23% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas IR 42, Mekongga, Sintanur, Batang Lembang, Ciherang dan IR 64 terhadap kadar protein beras

pratanak (Lampiran 36). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar protein 22.66 – 33.41%.

Kadar protein beras pratanak mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60 – 90 °C) selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya.

Kadar protein dipengaruhi oleh derajat sosoh dan tanah tempat tumbuhnya. Semakin banyak kandungan nitrogen pada tanah tempat tumbuhnya tanaman, menyebabkan kandungan protein pada tanaman tersebut semakin tinggi (Juliano 1979). Oleh karena itu, kandungan protein sampel yang rendah dapat disebabkan rendahnya kandungan nitrogen pada tanah tempat tumbuhnya. Selain itu, proses penyosohan juga dapat berperan dalam rendahnya kadar protein. Proses penyosohan akan menghilangkan bagian aleuron dan embrio sehingga protein didalamnya ikut terbuang. Hal tersebut menyebabkan kandungan protein yang rendah.

Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan by difference, yaitu dengan mengurangi 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksiketon yang memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan (Ghaman dan Sherrington 1992)

Dari hasil penelitian, kadar karbohidrat beras giling berkisar antara 87.69 – 89.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan

varietas Sintanur, IR 42, Mekongga dan Gilirang, kecuali varietas Ciherang dan IR 64 tidak berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat beras giling (Lampiran 37).

Kadar karbohidrat beras pratanak berkisar antara 91.09 – 92.28% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 64, Ciherang, Mekongga dan Gilirang, kecuali varietas IR 42 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak (Lampiran 38).

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karaktersitik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 1992).

Kadar Amilosa

Amilosa tersusun dari molekul D-glukopiranosa berikatan α(1-4) dalam struktur rantai lurus. Molekul amilosa lengkap dapat terdiri dari beberapa sampai 3000 unit D-glukopiranosa (Matta dan Wilbraham 1992). Amilosa merupakan parameter utama yang menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi. Beras yang mengandung amilosa tinggi bila ditanak akan menghasilkan nasi pera dan tekstur keras setelah dingin, sebaliknya kandungan amilosa pada beras yang rendah akan menghasilkan nasi pulen dan teskturnya lunak (Yusof et al. 2005).

Dari hasil penelitian, kadar amilosa beras giling berkisar antara 15.44 – 26.32% (Tabel 12). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Gilirang, Mekongga, Ciherang, IR 64, Batang Lembang dan IR 64 terhadap kadar amilosa beras giling (Lampiran 39).

Tabel 12 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar amilosa Kadar amilosa (%bb)

Varietas

Beras giling *) Beras pratanak

Persentase perubahan (%)**) 1. Sintanur 15.44a 17.93b +16.13 2. Gilirang 16.58b 17.16a +3.50 3. Ciherang 23.03c 21.82d -5.25 4. IR 64 24.59d 22.38d -8.99 5. Mekongga 22.76c 20.90c -8.17 6. IR 42 26.32f 24.00e -8.81 7. Batang Lembang 25.56e 23.43e -8.33

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*)

Sumber : Argasasmita (2008)

**)

% = + : peningkatan, - : penurunan

Kadar amilosa beras pratanak berkisar antara 17.16 – 24.00% (Tabel 12). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Sintanur, Mekongga, Ciherang, IR 64, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar amilosa beras pratanak (Lampiran 40). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar amilosa 5.25% sampai meningkatkan kadar amilosa 16.13%.

Daya Cerna Pati In Vitro

Karbohdirat dari pati yang akan diserap oleh tubuh harus diubah terlebih dahulu menjadi komponen-komponen penyusunya yaitu glukosa. Enzim yang dibutuhkan untuk melakukan tugas tersebut adalah α-amilase yang dihasilkan oleh kelenjar saliva dan pankreas. Namun, enzim α-amilase yang berasal dari saliva dan diinaktivasi oleh pH rendah dalam lambung sehingga tidak terlalu berperan dalam proses pencernaan pati. Enzim α-amilase yang berasal dari pankreas akan berperan memecah pati pada usus halus. Proses tersebut akan diselesaikan pada bagian brush border usus halus dengan bantuan dari enzim glucoamylase dan α-dextrinase. Pada bagian ini juga akan terjadi pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim disakaridise (Sardesai dalam Bernad 2005).

Dari hasil penelitian, daya cerna pati in vitro beras giling berkisar antara 60.70 – 77.24% (Tabel 13). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap daya cerna pati in vitro beras giling. Hasil uji

lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Sintanur, Mekongga, IR 42, Ciherang, IR 64 dan Batang Lembang terhadap daya cerna pati in vitro beras giling (Lampiran 41).

Tabel 13 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap daya cerna pati in vitro

Daya cerna pati in vitro (%bb) Varietas

Beras giling *) Beras pratanak

Persentase perubahan (%)**) 1. Sintanur 67.53c 32.14a - 52.41 2. Gilirang 62.31ab 33.03ab - 46.99 3. Ciherang 63.78b 34.92b - 45.25 4. IR 64 64.42b 34.95b - 45.75 5. Mekongga 60.70a 31.38a - 48.30 6. IR 42 74.99d 42.69c - 43.07 7. Batang Lembang 77.24d 43.84c - 43.24

Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.

*)

Sumber : Argasasmita (2008)

**)

% = - : penurunan

Daya cerna pati in vitro beras pratanak berkisar antara 31.38 – 43.84% (Tabel 13). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap daya cerna pati in vitro beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas IR 64, Ciherang, IR 42 dan Batang Lembang, kecuali varietas Sintanur dan Gilirang terhadap daya cerna pati in vitro beras (Lampiran 42). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan daya cerna pati in vitro 43.07 – 52.41%.

Daya cerna pati in vitro beras pratanak mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan. Proses pemanasan akan menyebabakan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati. Kerusakan granula menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati terpisah dan masuk ke dalam media yang ada. Amilosa akan larut dan sudah tidak dapat lagi dikenal oleh enzim pencernaan sementara amilopektin dapat terurai pula, sehingga penguraian pati tidak sempurna dan daya cernanya berkurang (Greenwood 1989).

Kadar Serat Pangan

Dari hasil penelitian, kadar serat pangan tidak larut beras giling berkisar antara 2.27 – 5.68% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64, IR 42 dan Sintanur, kecuali varietas Mekongga dan Batang Lembang tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras giling (Lampiran 43).

Kadar serat pangan tidak larut beras pratanak berkisar antara 5.41 – 8.65% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras pratanak. Hasil

Dokumen terkait