Pada tahap ini dilakukan optimasi penentuan cara pembuatan beras pratanak. Tahapan pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah. Gabah terlebih dahulu dibersihkan dengan tujuan untuk mendapatkan gabah yang bersih dari kotoran-kotoran seperti jerami, kerikil dan tanah. Pada penelitian ini pembersihan dilakukan melalui pengapungan dengan air, sehingga gabah yang cacat (hampa) dan jerami dapat mengapung di bagian atas gelas piala. Pembersihan gabah sangat penting untuk mendapatkan kondisi optimum dan keseragaman hasil. Proses selanjutnya adalah perendaman.
Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah perendaman berkisar antara 26.86 – 30.84 %bb (Gambar 3). Perendaman dilakukan dengan perbandingan gabah dan air 1 : 3, optimasi pada suhu 50, 60 dan 70 °C selama 2, 4 dan 6 jam untuk mendapatkan kadar air gabah 30%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah perendaman.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah perendaman (Lampiran 1). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam dan suhu 60 °C selama 6 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah perendaman. Oleh karena itu perlu penetapan proses yang dapat mengefisienkan penggunaan energi (suhu) dan mengefektifkan waktu. Proses yang terpilih adalah perlakuan perendaman pada suhu 60 °C selama 4 jam untuk mendapatkan kadar air gabah 30%.
30.84d 30.54d 26.64a 29.79cd 30.89d 27.71ab 30.42d 28.76bc 26.86a 0 5 10 15 20 25 30 35 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
K a dar a ir pe ren dam an ( % )
Gambar 3 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil perendaman. Suhu yang terlalu tinggi memerlukan energi yang lebih banyak, sedangkan waktu perendaman yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya fermentasi. Lama perendaman tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan maka semakin singkat waktu perendaman.
Lama perendaman untuk mencapai kadar air 30% tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan semakin singkat waktu perendaman. Kecepatan absorbsi air akan meningkat dengan naiknya temperatur. Gabah mengabsorbsi air relatif lambat untuk mencapai kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan kurang lebih 29% pada suhu ruang dan suhu 50 °C, kadar air keseimbangan antara 30 – 31% pada suhu 60 °C. Pada suhu 75 °C atau lebih tinggi lagi absorbsi air meningkat (Hoseney 1998).
Menurut Garibaldi (1974), agar perendaman efektif maka ukuran gabah harus sama dan seluruh kariopsis (butir beras) harus tertutup oleh sekam. Jika kariopsis terbuka, maka bentuk dan warnanya akan mengalami kerusakan. Jika perendaman terlalu lama, maka aktifitas enzim meningkat, terjadi fermentasi dan tercampurnya bahan-bahan organik yang mengakibatkan polusi air. Polusi air ini disebabkan oleh kelarutan, kealkalian, pembentukan senyawa-senyawa belerang serta dispersi terlarut air yang ada pada gabah ke sekeliling air tersebut.
Penggunaan air panas pada perendaman bertujuan untuk mempercepat proses absorbsi air ke dalam bahan. Penggunaan air dengan suhu di bawah suhu gelatinisasi pati akan mempertinggi laju absorpsi tanpa memperbanyak air yang
terabsorbsi. Suhu air di atas suhu gelatinisasi menyebabkan waktu yang diperlukan untuk absorbsi cepat, tetapi air yang terabsorbsi lebih banyak daripada yang diperlukan untuk membasahi bagian dalam gabah. Jika air yang terabsorbsi lebih banyak daripada yang diperlukan, maka kariopsis mengembang besar dan sekam pecah dan terbuka.
Gabah yang telah selesai direndam, kemudian gabah dikukus pada presto dengan tekanan vakum (0.7895 atm) selama 20 menit, selanjutnya dilakukan proses pengeringan pertama. Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah pengeringan pertama berkisar antara 16.22 – 18.92 %bb (Gambar 4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah pengeringan pertama. 18.75de 16.22a 18.22cde18.17cde 18.92 e 17.41bc 16.92ab 17.35bc 17.83bcd 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
K a da r ai r pe ng e ri n ga n p e rt a ma ( % )
Gambar 4 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan pertama.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 2 jam dan suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan pertama (Lampiran 2). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi
perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan pertama.
Pengeringan pertama pada gabah pratanak dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 100 °C selama 1 jam hingga mencapai kadar air 18 – 20%. Jika suhu pengeringan yang digunakan kurang dari 100 °C, akan memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama untuk mencapai kadar air tersebut. Jika suhu pengeringan lebih dari 100 °C mengakibatkan pengurangan air terlalu cepat dan menyebabkan gabah menjadi retak, sehingga semakin banyak beras yang patah selama penggilingan.
Setelah proses pengeringan tahap pertama selesai, maka dilakukan
conditioning atau tempering selama 3 jam. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan panas yang diterima selama perendaman, pemasakan dan pengeringan sehingga dapat mengurangi keretakan pada beras saat proses penggilingan.
Pengeringan tahap kedua dilakukan pada suhu 60 °C selama 25 menit untuk mendapatkan kadar air 12 – 14%. Kadar air gabah setelah pengeringan kedua berkisar antara 8.54 – 16.04 %bb (Gambar 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah pengeringan kedua. 16.04f 15.23e 15.23e 15.77f 11.99d 11.37c 11.10c 9.18b 8.54a 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
K ada r air p eng er ing an k ed ua ( % )
Gambar 5 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan kedua.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam dan suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan kedua (Lampiran 3).
Pengeringan kedua pada gabah pratanak dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 25 menit hingga mencapai kadar air 12 – 14%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 1993) untuk kualitas gabah, kadar air yang disyaratkan adalah 14 % bb agar menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik selama proses penggilingan gabah menjadi beras.
Rendemen
Pengukuran rendemen giling beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan terhadap berat awal gabah yang diproses. Dari hasil penelitian, rendemen giling dari beras pratanak berkisar antara 56.86 – 65.62% (Gambar 6). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak.
65.62d 65.11d 64.52d 62.95cd 61.41bc 60.73bc 59.17ab 58.35ab 56.86a 0 10 20 30 40 50 60 70 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
Re nd em e n ( % )
Gambar 6 Hubungan antara perlakuan dengan rendemen
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, dan
suhu 70 °C selama 6 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada rendemen giling beras pratanak. Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam dan suhu 70 °C selama 4 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada rendemen giling beras pratanak (Lampiran 4).
Rendemen giling beras pratanak mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh kandungan air gabah sebelum di giling. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13 – 15%. Gabah pada kadar air optimum disebut gabah kering giling. Kadar air yang lebih tinggi menyebabkan gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah.
Derajat Putih
Pengukuran warna atau derajat putih beras pratanak menggunakan alat kromameter Minolta CR-310. Warna beras pratanak dibaca dengan detektor digital lalu angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah nilai-nilai L, a dan b. Beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman (Gambar 7).
Dari hasil penelitian, derajat putih dari beras pratanak berkisar antara 58.69 – 60.10% (Gambar 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh tidak nyata terhadap derajat putih beras pratanak. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras giling. Desrosier (1988) menyatakan bahwa pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan tersebut dan diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyebarkan, menyerap dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan.
50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam
60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam
70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam
Gambar 7 Beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata pada derajat putih beras pratanak, tetapi memberikan perbedaan yang nyata dengan beras giling (kontrol) (Lampiran 5).
Derajat putih beras pratanak mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan derajat putih, kemungkinan semakin banyaknya lapisan aleouron atau bekatul yang melekat pada endosperm, sehingga warna beras giling menjadi agak coklat yang berasal dari sekam dan bekatul.
72.65b 60.10a59.66a58.01a59.57a58.99a 56.63a59.27 a 58.94a58.69a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Kontrol 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
D e ra ja t p u ti h
Gambar 8 Hubungan antara perlakuan dengan derajat putih
Warna suatu benda akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adanya sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat absorpsi dan refleksi spectrum benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi subyek yang melihat benda. Derajat putih di duga berhubungan dengan reaksi pencoklatan, karena pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Reaksi pencoklatan non enzimatik yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asama amino dengan gula pereduksi dan antara asam- asam amino dengan gula pereduksi.
Komposisi Kimia Beras Pratanak
Komposisi kimia beras pratanak adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu dalam beras pratanak secara estimasi. Komposisi kimia beras pratanak merupakan analisis dasar dari suatu bahan pangan yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Pengaruh suhu dan lama pada proses pengolahan beras pratanak terhadap analisis komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengaruh suhu dan lama perendaman pada proses pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia.
Perlakuan Kadar air (% bb) Kadar abu (% bk) Kadar lemak (% bk) Kadar protein (% bk) Kadar karbohidrat (% bk) 1. Kontrol*) 12.51bc 0.77a 1.04cd 9.02e 89.18a 2. 50 °C dan 2 Jam 10.19a 0.80ab 1.06d 8.46e 89.67a 3. 50 °C dan 4 Jam 10.37a 0.80ab 1.09d 7.77d 90.34b 4. 50 °C dan 6 Jam 11.26ab 0.85bc 1.05d 7.55d 90.55b 5. 60 °C dan 2 Jam 11.82bc 0.85bc 0.96bc 7.22cd 90.98bc 6. 60 °C dan 4 Jam 11.73bc 0.85bc 0.89ab 6.95bc 91.31cd 7. 60 °C dan 6 Jam 11.93bc 0.92d 0.88ab 6.87bc 91.34cd 8. 70 °C dan 2 Jam 12.80c 0.90cd 0.88ab 6.67abc 91.55cde 9. 70 °C dan 4 Jam 12.88c 0.92d 0.85a 6.51ab 91.72de 10. 70 °C dan 6 Jam 12.97c 0.91cd 0.81a 6.12a 92.16e Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.
*)
Sumber : Argasasmita (2008)
Kadar Air
Dari hasil penelitian, kadar air beras pratanak berkisar antara 10.19 – 12.97% bb (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air beras pratanak.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan 60 °C selama 4 jam pada kadar air beras pratanak (Lampiran 6). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 6 jam dan beras giling (kontrol) tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar air beras pratanak.
Kadar air beras pratanak lebih rendah dari kadar air kontrol 12.51 %bb. Hal ini disebabkan olehsemakin berkurangnya jumlah air bebas pada bahan yang dapat dikeluarkan pada saat proses perendaman dan pengeringan.
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan, dengan daya ikat yang berbeda-beda pada setiap bahan pangan lainnya. Beras yang memiliki
kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. SNI 01-6128-1999 mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14%.
Winarno (1992) menyatakan kandungan air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroorganisme yang dinyatakan dalam aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, dimana semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam bahan pangan, maka semakin cepat rusak karena aktivitas mikroorganisme.
Kadar Abu
Dari hasil penelitian, kadar abu beras pratanak berkisar antara 0.80 – 0.91% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras pratanak.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 60 selama 6 jam dan suhu 70 °C selama 4 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar abu beras pratanak (Lampiran 7). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar abu beras pratanak.
Kadar abu beras pratanak lebih tinggi dari kadar abu kontrol 0.77 %bk. Hal ini berarti bahwa adanya pengaruh suhu dan lama perendaman terhadap kadar abu beras pratanak. Selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar abu, kemungkinan berasal dari mineral-mineral yang terkandung dari sekam dan bekatul.
Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan bobot yang terjadi setelah sampel mengalami proses pembakaran pada suhu yang sangat tinggi (500 – 600 °C). Kadar abu secara kasar dapat mencerminkan kadar mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat dan klorida.
Kadar Lemak
Dari hasil penelitian, kadar lemak beras pratanak berkisar antara 0.81 – 1.06% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras pratanak.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar lemak beras pratanak (Lampiran 8). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar lemak beras pratanak. Kadar lemak beras pratanak mendekati kadar lemak kontrol 1.04 %bk.
Lemak memiliki peran yang penting dalam cita rasa suatu bahan pangan. Bahan pangan akan menjadi tengik apabila lemak mengalami reaksi oksidasi sehingga akan terjadi penyimpangan bau dan rasa. Selain itu, kerusakan lemak dapat juga menurunkan nilai gizi bahan pangan tersebut (Winarno 1992). Asam lemak yang terdapat pada beras pecah kulit adalah asam linoleat, asam oleat, dan asam palmitat (Juliano 1972). Pada beras giling, jumlah asam-asam lemak tersebut akan berkurang karena ada sebagian komponen beras yang hilang pada proses penggilingan dan penyosohan.
Kadar Protein
Dari hasil penelitian, kadar protein beras pratanak berkisar antara 6.12 – 9.02% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras pratanak.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada pada kadar protein
beras pratanak (Lampiran 9). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, 60 °C selama 6 jam, 70 °C selama 2 jam, 70 °C selama 4 tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar protein beras pratanak.
Kadar protein beras pratanak lebih rendah dari kadar protein kontrol 9.02 %bk. Hal ini disebabkan oleh adanya panas yang mampu merusak protein (terdegradasi atau terkoagulasi) sehingga menurunkan kadar proteinnya. Protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi untuk beras adalah 5.95.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat gizi penting dalam kehidupan manusia karena berfungsi sebagai sumber energi utama manusia. Karbohidrat dapat memenuhi 60-70% kebutuhan energi tubuh. Selain itu, karbohidrat juga penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan seperti rasa, warna, dan tekstur. Pada penelitian ini, kadar karbohidrat diukur secara by difference, yaitu suatu analisis kadar karbohidrat melalui perhitungan (Winarno 1992).
Dari hasil penelitian, kadar karbohidrat beras pratanak berkisar antara 88.82 – 92.16% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, 50 °C selama 2 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar karbohidrat beras pratanak (Lampiran 10). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 2 jam, 60 °C selama 6 jam, 60 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar karbohidrat beras pratanak. Kadar karbohidrat beras pratanak lebih rendah dari kadar karbohidrat kontrol 89.18 %bk.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat mengandung zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah/proporsi terbesar pada beras. Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam bentuk pati. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis komposisi kimia dilakukan secara by difference. Total jumlah kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat beras adalah 100%.
Kadar Amilosa
Dari hasil penelitian, kadar amilosa beras pratanak berkisar antara 15.44 - - 22.23% bb (Gambar 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C serta lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras pratanak.
15.44a16.50 b17.04bc17.24c17.32d17.93 e19.59 e 18.91f20.06 f22.20 g 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Kontrol 50 °C, 2 jam 50 °C, 4 jam 50 °C, 6 jam 60 °C, 2 jam 60 °C, 4 jam 60 °C, 6 jam 70 °C, 2 jam 70 °C, 4 jam 70 °C, 6 jam Suhu dan lama perendaman
K a da r am ilo s a ( % )
Gambar 9 Hubungan antara perlakuan dengan kadar amilosa
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam dan suhu 70 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar amilosa beras pratanak (Lampiran 11).
Kadar amilosa beras pratanak lebih tinggi dari kadar amilosa kontrol 15.44 %bb. Hal ini berarti bahwa amilosa beras pratanak semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan lama perendaman. Penambahan air selama proses mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi ke luar disebabkan oleh pengaruh panas (Wang et al. 1993).
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa. Ikatan tersebut menyebabkan ikatan amilosa lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Oleh karena itu amilosa sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang dan struktur terbuka. Menurut Damardjati (1988), kadar amilosa memiliki hubungan yang nyata terhadap tekstur nasi. Beras berkadar amilosa sedang menghasilkan nasi yang lunak, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan tidak lengket.
Berdasarkan mekanisme hidrolisis enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis hanya dengansatu enzim yaitu α-amilase. Sedangkan amilopektin, karena mempunyai rantai cabang maka pertamakali yang dihidrolisis adalah bagian luar oleh α-amilase, kemudian dilanjutkan oleh α-(1-6)glukosdase. Selain itu, berat molekul amilopektin memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan amilosa (Lehninger 1982).
Penetapan kadar amilosa juga terdiri atas dua tahap yaitu pembuatan kurva standar dan penetapan sampel. Pengukuran kadar amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding (pengikatan iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5 – 4.8) menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Intensitas warna biru ini kemudian diukur menggunakan spektrofotometer. Semakin tinggi intensitas warna yang terukur, maka kadar amilosa akan semakin tinggi (Juliano 1979).
Kadar amilosa adalah salah satu kriteria penting dalam sistem klasifikasi beras. Menurut Winarno (1992), berdasarkan kandungan amilosanya, beras (nasi) dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25 – 33%; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20 – 25%; (3) beras dengan kadar amilosa rendah 9 – 20%; (4) beras dengan kadar amilosa sangat rendah
< 9%. Beras ketan praktis tidak mengandung amilosa (1 – 2%), sedang beras yang mengandung amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan.