Awal kehidupan Hasan Al-Banna di bangun diatas pemahaman konsep Islam dan Iman yang mendalam, yang dapat mempersatukan antara ilmu dan amal, yang dapat mengikat kuat antara konsep fiqih teoritis yang memberikan gambaran dan mengakomodir kebutuhan aplikatif dalam kehidupan praktis. Oleh karena itulah maka yang paling tampak adalah dakwah menuju amar ma'ruf nahi munkar, pewarnaan kehidupan sosial yang diliputi ruh dan akhlaq mulia, orientasi pada pembangunan ja m ’iyyah-jam'iyyah (perkumpulan, organisasi) yang dapat mengajak orang-orang berpegang teguh pada agama, tekun mendirikan sholat, loyal kepada Allah SWT.
Al-Banna aktif dalam berbagai aktivitas Islam semasa dia masih pelajar. Kemudian Iapun mendirikan organisasi di sekolahnya yang bernama organisasi Markalah Al Munkarat (organisasi pemberantas kemunkaran).30 31 Setelah menyelesaikan studi di universitas, Al-Banna di tunjuk sebagai pengajar disebuah sekolah di propinsi Ismailiah. Di propinsi ini pengaruh Inggris tampak sangat dominan, sehingga gaya kehidupan di Ismailiah hampir semuanya bercorak Eropa, layaknya kehidupan yang ada di distrik-distrik di Inggris.
Dengan keprihatian yang sangat mendalam Hasan Al-Banna mendakwahi orang-orang yang masih terpancar kesalehan di wajahnya, dan dia berjanji untuk membentuk embrio proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Supaya tidak memunculkan nama yang baru maka mereka hanya menamakan diri dengan nama " Muslimin" lalu mereka berkata " kita ini adalah “Ikhwanul Muslimin”, yang berarti "para saudara dari kaum muslimin".32
Al-Banna memulai dakwah pergerakannya di Ismailiyah, dan Allah memberkati amal pergerakannya dan membuahkan hasil dari tangannya. Pada kenyataannya dia telah berhasil menjadikan masyarakat kelas miskin menjadi teladan yang gemilang bagi generasi yang mengetahui diri dan agamanya. Mereka itulah generasi pertama dari generasi Ikhwanul Muslimin.
30Fathi Yakan, op.cit., him. 4 31Ibid.
Hasan Al-Banna merintis organisasi Ikhwanul Muslimin " Persaudaraan Islam " yang kemudian mereka menjadikan itu sebagai satu usaha untuk membangkitkan diri setiap umat Islam agar mengkaji keberadaan penjajah Inggris yang telah menimbulkan berbagai bencana, kesengsaraan, serta hilangnya harga diri dan martabat bangsa mesir pada umumnya dan Islam pada khususnya.
Setelah melanglang buana untuk melakukan pengamatan panjang terhadap kondisi umat, sampailah Hasan muda pada kesimpulan bahwa: “Umat harus kembali bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis, kecuali satu itulah pemuda”. Seharusnya umat ini beijaya, dan mereka memang dilahirkan ke dunia untuk itu. Tetapi kenyataannya mereka kini sedang terpuruk dan terpinggirkan, berarti umat Islam harus segera untuk bangkit. Untuk menuju kesana tinggal tersisa satu potensi, yaitu pemuda. Lantas apa yang harus dilakukan untuk mereka? Demikian Hasan tercengang beberapa waktu lamanya. Sampai akhirnya Al-Banna mengambil satu sikap, bahwa tidak ada lain yang dilakukan kecuali mendidik, membina, dan membangun kepribadian pemuda Islam sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi muslim yang tangguh. Itulah yang kemudian menjadi fokus gerakan dakwah yang dipimpinnya. Tercermin dalam kata-katanya yang terkenal dihadapan para pendukung Ikhwan : Nahnu f l ‘asyri at-takwin, fakawwinu anfusakum (kita sekarang ini berada diabad pembentukan pribadi,
maka bentuklah diri kalian masing-masing). Karena dari pribadi-pribadi yang baik akan terbentuk keluarga yang Islami, dari keluarga-keluarga yang Islami akan terbangun sebuah masyarakat muslim yang diridhai Allah.
Jelas sekali bahwa Hasan Al-Banna bersama Ikhwanul Muslimin yang didirikannya pada tahun 1928 mencanangkan idealisme yang demikian tinggi yaitu tegaknya kembali kejayaan Islam. Tarbiyah atau pembinaan menjadi fokus gerakan dakwah Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin-nya. Isyu sentral dari gerakan dakwah Hasan Al-Banna adalah menyeru kepada syumuliatul Islam (kembali kepada ajaran Islam yang utuh dan menyeluruh). Pada hakekatnya semua pemikiran Hasan Al-Banna tertuang dalam organisasi dakwah yang didirikannya yaitu Ikhwanul Muslimin. Al Ikhwan Al Muslimun adalah sebuah gerakan terbesar di zaman modem ini.33
Semannya adalah kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunah serta mengajak kepada penerapan syari'at Islam dalam dunia nyata. Dengan tegar gerakan dakwah ini telah mampu menyiapkan amunisi yang banyak, yaitu para pemuda. Mereka adalah tunas- tunas muda yang akan meneruskan perjuangan Islam. Pada wajah mereka tersemburat cahaya taqwa dan keimanan. Senyum ramah dari bibir mereka, menebarkan cinta kasih persaudaraan. Jiwa mereka tiada henti berdzikir menyebut asma Allah SWT.
Mereka adalah pemuda modem yang tiada dibayang-bayangi kejumudan. Dari apa yang mereka bicarakan tidak terdengar mantra dan jampi-jampi kosong. Tetapi mereka benar-benar berbicara tentang kehidupan nyata. Hati mereka tergantung dilangit tetapi kaki mereka tetap berpijak di bumi. Mereka selalu mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi umat
33WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran : Akar Ideologis dan Penyebarannya,
ini, seperti persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Mereka bagaikan peluru-peluru yang akan melesat dengan cepat dan meluluh lantakkan kedzoliman setelah datang waktu yang ditentukan oleh Allah SWT.
Pada bulan Dzul Qo'dah 1327 H atau April 1928 M adalah bulan didirikannya cikal bakal gerakan Ikhwanul Muslimin. Pendirinya Syaikh Hasan Al-Banna sendiri ( 1324-1368/1906-1949). Tahun 1932 Hasan Al- Banna pindah ke Kairo. Bersama itu pula gerakannya berpindah dari Ismailiyah ke Kairo.34 35
Ustadz Hasan Al-Banna mempunyai peran utama dan pokok dalam melahirkan dan mengembangkan organisasi Ikhwanul Muslimin. Selama setengah tahun sejak Ia sampai di Ismailia yakni 1927 hingga awal-awal tahun 1928 Al-Banna mempelajari kondisi masyarakat dan mencoba mengenali faktor-faktor yang berpengaruh dalam masyarakat mereka. Ia berhasil menjalin hubungan dengan para ulama serta para syaikh tarekat, tokoh, dan berbagai kelompok. Beliau berhasil meraih hati mereka dan melalui merekalah akhirnya ia berhasil menarik perhatian masyarakat luas kepada dakwahnya/3 Sebagai hasil dari kajiannya itu, ia menemukan metode untuk mendakwai dan mendidik masyarakat yang ringkasnya sebagai berikut:
Ustadz Hasan Al-Banna memilih untuk meninggalkan masjid, karena didalamnya berkembang berbagai perselisihan, lalu mengalihkan perhatiannya ke warung-warung kopi. Ia memilih tiga warung kopi yang paling banyak
34Fathi Yakan, op. cit., him. 14 35Hasan Al-Banna, op. cit., him. 115
pengunjungnya. Di sana ia menyusun jadwal kajian, masing-masing dua pelajaran dalam sepekan. Beliau memilih topik-topik yang menyentuh hati sebagai sasaran, misalnya memperingatkan tentang hari akhir. Ia memilih metode sederhana yang kadang-kadang diselingi dengan bahasa pasaran disertai dengan contoh-contoh dan kisah-kisah, retorika yang persuasif tanpa bertele-tele (sekitar sepuluh menit sampai seper empat jam). Dalam waktu sesingkat itu Ia memaparkan sebuah makna yang begitu gamblang lagi berkesan di hati mereka.
Setelah banyak orang yang memintanya agar menjelaskan bagaimana belajar hukum-hukum Islam, beliau mengambil tempat khusus. Di situ beliau menyusun jadwal kajian dengan menggunakan metode aplikatif dalam pengajaran ibadah, disertai dengan pembinaan aqidah yang benar. Semua itu dikuatkan dengan ayat-ayat, hadist-hadist dan peringatan akherat.
Al-Banna berusaha keras untuk menghindari perpecahan dan perbedaan pendapat dan mengalihkan orang-orang yang menanyakan tentangnya dengan cara-cara yang halus serta mengarahkan menuju amal.36 Dengan metode-metode pendidikan semacam ini, Al-Banna berhasil membawa masyarakat untuk peduli terhadap agama dan hukum-hukumnya. Keberadaan Inggris, gaya hidup mewah orang-orang asing dan penderitaan kaum buruh, merupakan faktor yang kuat bagi perkembangan dakwahnya di Ismailia.37 Sehingga pada bulan Dzul- Qo’dah tahun 1347 H bertepatan
36Ibid., him. 108-115
37Dr. Utsman Abdul M u’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Era Intermedia, 2000, him. 185
dengan bulan Maret tahun 1928, enam orang (Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Hashari, Fuad Ibrahim, Abdur Rahman Hazbullah, Ismail Izz, dan Zaki Al
o o
Maghribi) berkunjung ke rumah Hasan Al-Banna. Mereka itu adalah tukang kayu, tukang batu, tukang cukur, penarik pajak, sopir, tukang kebun, dan tukang gerobak.38 39 40
Mereka mengusulkan agar Ia menjadi pemimpin mereka dalam sebuah jama’ah yang berbai ’at kepada Allah untuk hidup demi agama-Nya dan mati di jalan-Nya. Al-Banna menjawab tawaran mereka dengan mengatakan, ’’Marilah kita berbai’at kepada Allah untuk menjadi tentara bagi dakwah Islam, yang dengannya akan terwujudlah kehidupan hakiki dan kemulyaan umat.” Setelah berbai’at mereka bermusyawarah tentang nama “Al Ikhwan Al Muslimun. ,4°
Sebelum Al-Banna pindah dari Ismail ke Kairo pada tahun 1932, Ikhwan telah membangun sebuah masjid, sekolah untuk anak laki-laki yaitu “ M a’had Hira Al Islam ” (sekolah Islam Al-Hira). Sekolah untuk anak perempuan “Ma ’had Ummahatul Mukminin ” (sekolah ibu kaum mukminin), klub olah raga, dan kelompok rihlah. Mereka juga mendirikan sejumlah cabang organisasi di luar Ismailiah, seperti di Syibrakhit, Suez, Jabasat Balah, dan lain-lain.41
38Hasan Al Banna, op.cit., him. 124 39Hasan Al Banna, loc. cit.
40Hasan Al-Banna, op. cit. him. 125
Dengan misi dan tujuan ini, maka mutlak bagi organisasi Al Ikhwan Al Muslimun terikat dengan tsawabit Islam, Islam mempunyai banyak tswabit dalam berbagai aspeknya. Tsawabit ini mengikat semua muslim dan muslimat. Dan karena jamaah Al Ikhwan Al Muslimun adalah jam a’atun min jama'atil muslimin (satu dari sekian banyak jamaah kaum muslimin) maka ia pun terikat dalam seluruh tsawabit Islam. Ia komitmen dengan apa yang dipegang oleh para salaf dan ahlus sunah wal jam a’ah. Ikhwan tidak memonopoli Islam untuk dirinya sendiri. Ikhwan tidak pernah berpegangan bahwa seseorang harus bergabung didalamnya. Sebab Al Ikhwanul Muslimun bukanlah jama'atul muslimun melainkan jama'atun min jama'atil muslimin. Karenanya orang yang tidak bergabung dengan jamaah ini atau keluar darinya tidaklah hilang ke-Islamannya, selama Ia berpegang teguh dengan tsawabit Islam dengan tidak mengubah dan menggantinya serta tidak keluar darinya.42
Adapun sasaran dan tahapan dakwah Hasan Al-Banna adalah sasaran dan tahapan yang mengacu pada manhaj Nabi SAW, baik dalam pemahaman, pembentukan, maupun pelaksanaannya yang mewujudkannya memerlukan tarbiyah yang penuh kesabaran, sasaran dan tahapan itu adalah :
- Membangun kesadaran ruhani imani.
- Membina individu muslim secara integral dalam segala aspek kehidupan, baik dari sisi jasad, akal, ruhani maupun kejiwaan.
42Jum ’ah Amin Abdul Aziz, Tsawabit Dalam M anhaj Gerakan Ikhwan, Asy Syamil, Bandung, 2001, him. 2
- Membentuk keluarga muslim seperti yang disebutkan diatas.
- Mewujudkan masyarakat muslim yang para anggotanya terbina dan menerapkan manhaj Islam dalam kehidupannya.
- Menghimpun kembali khilafah Islamiyah yang telah lama lenyap.
- Mengembalikan eksistensi umat Islam Internasional agar menjadi umat terbaik sebagai pemimpin dunia.
Semua itu memerlukan keija kontinyu yang berkesinambungan, kerja massal agar Islam kembali memimpin masyarakat dan mengarahkan kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan-Nya. Bukan hanya kata- kata yang diucapkan, khutbah yang disampaikan, buku yang ditulis, makalah yang disebarkan. Walaupun memang benar bahwa semua itu adalah penting, akan tetapi itu semua hanyalah bagian dari harokah dan bukan segala-galanya.
^ ^ ^ >*» 4 =^Lp l
"Dan katakanlah, " Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu... (QS.
43
At-Taubah, 9:105).
Semuanya itu merupakan pekerjaan yang bersifat massal tertata yang berpijak pada motivasi diri dan keyakinan pribadi, yakni keimanan dan mencari apa-apa yang ada di sisi Allah bukan di sisi manusia. 43
Bangkitnya motivasi itu dipicu oleh ketegangan yang dirasakan oleh seorang muslim, saat ia tersentuh oleh kebangkitan lalu kesadarannya muncul sebagai buah dari pertentangan antara iman disatu pihak dan realitas umat di pihak lain. Jadi motivasi itu muncul dari banyak hal: rasa cinta kepada agamanya, kesetiaan kepada Allah, kitabnya dan umatnya, perasaan bahwa dirinya dan orang-orang disekitamya telah lalai, semangat untuk berkontribusi kepada umat, semangat untuk membebaskan bumi Islam dari segala kedzoliman serta beramar ma 'ruf nahi mungkar hingga kalimat Allah tegak dimuka bumi. Oleh karena itu muatan da'wah As- Syahid Hasan Al-Banna adalah menggerakkan umat. Menggerakkan akal mereka agar mengerti, menggerakkan hati mereka agar beriman, menggerakkan keinginan mereka agar merancang, dan menggerakkan tangan mereka agar bergerak dan beramal.
Dakwah adalah kerja pikir yang ditujukan untuk mencerahkan akal, keija seruan dan anjuran untuk menggerakkan perasaan, kerja pembentukan dan pembinaan untuk menumbuhkan kepribadian Islam yang utuh, keija sosial yang memberikan kontribusi dalam menyelesaikan problematika masyarakat dan menyebarkan kebaikan, kerja ekonomi yang
bertujuan membebaskan ekonomi negeri-negeri muslim dari
ketergantungan kepada barat dan dari kotoran riba serta prilaku-prilaku yang dilarang, keija politik untuk menegakkan hukum Islam dan memberitakan syariat Islam, kerja jihad untuk membebaskan bumi Islam ditimur dan barat dari segala kekuatan asing, dengan manhaj Nabi.
Yang demikian itu menegaskan bahwa Islam adalah misi tarbiyah sebelum merupakan misi penataan dan perundang-undangan, misi nilai- nilai sebelum merupakan misi jihad dan perang karenanya hal itu memerlukan pemahaman tentang hal-hal berikut: 44
Pertama, bahwa tujuan dari penerapan manhaj nabawi adalah menciptakan kondisi dimana sya’riat Islam dilaksanakan secara utuh . Islam tidak bisa di tuntut untuk memberikan solusi bagi problem yang dihadapi umat manusia sebelum syari’at Islam itu sendiri diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu tidak akan teijadi dengan pemaksaan dan tangan besi melainkan harus dengan tarbiyah dan iman.
Kedua, bahwa keija untuk mencapai tujuan itu haruslah didasarkan pada perencanaan yang bertahap. Setiap pekeijaan pada masing-masing fase saling terkait satu sama lainnya. Pencapaian tujuan pada satu fase akan mengantarkan pada pencapaian tujuan besar Islam itu sendiri, jadi membentuk pribadi-pribadi muslim akan membantu mewujudkan masyarakat muslim dan seterusnya.
Ketiga, bekeija untuk mencapai tujuan-tujuan itu harus berpijak pada amal jama ’i. Dan amal jama ’i bertumpu pada adanya pengendalian masyarakat oleh para pelopor mukmin yang berusaha untuk mengarahkan opini publik agar mejadi berpihak kepada Islam. Kemudian semua potensi berhimpun untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Dan memang Islam adalah agama jama’ah, yang mentarbiyah (mendidik) putra-putrinya untuk selalu memiliki nilai kebersamaan.
KONSEP TARBIYAH ISLAMI Y AH MENURUT HASAN AL-BANNA
A. Pengertian Tarbiyah
Bila merujuk pada kamus bahasa Arab, akar kata tarbiyah berasal dari : rabba - yarbu - riba yang artinya bertambah dan berkembang. Hal ini senada dengan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39:
> « ^
0.>n> > s'
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT.” (Ar-Rum: 39)'
Rabba - yarbu yang memiliki makna tumbuh dan berkembang. Rabba - yarubbu - tarbiyyatan berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperlihatkan.
Imam Baidhawi (wafat 685 H) mengatakan bahwa pada dasarnya ar- rabb itu bermakna tarbiyah yang makna lengkapnya adalah menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaan. Dalam aplikasinya tarbiyah bermakna memperbaiki sesuatu, menjaga dan memeliharanya hingga mencapai kesempurnaan.* 2
‘Departemen Agama RI, A l Aliyy A l Q ur’an dan Terjemahnya, CV. Diponegoro, Bandung 2004, him. 326.
2Solihin Abu ‘Izzudin, Tarbiyah Dzatiyah Kiat Sukses Menejemen Diri, Burhanul Ikhwan Product, Solo, 2002, him. 41
34
V y ' s ' S.
Menurut dokumen jamaah Ikhwanul Muslimin, sebagaimana di nukil oleh Ali Abdul Halim Mahmud dari dokumen asli, tarbiyah memiliki pengertian cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun secara tidak langsung (berupa keteladanan, sesuai dengan sistem dan perangkat yang khas), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.3
Berikut ini penjelasan terhadap definisi di atas secara lebih rinci: 4 1. Cara, yaitu metode dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang
lain.
2. Ideal, yaitu sesuatu yang paling baik, paling utama, dan paling efektif. Cara yang paling ideal adalah cara-cara yang diajarkan Allah SWT, kepada Nabi-Nya dan diajarkan oleh Nabi-Nya kepada para sahabat- sahabatnya. Itu semua terdapat dalam sunah secara umum dan sirah Nabi secara khusus.
3. Interaksi, berinteraksi dengan manusia adalah persoalan yang paling sulit dan rumit. Banyak tokoh pendidik, tokoh masyarakat, dan psikolog yang tidak berhasil membangun interaksi dengan manusia ini secara baik. Mengapa demikian? Karena mereka melakukannya tanpa dibekali pengetahuan yang detail tentang fitrah manusia itu sendiri. Akibatnya mereka meletakkan pola interaksi yang tidak dapat mengakomodasi
3DR. Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Era Intermedia, Solo, 2001, him. 21
kebutuhan fitrah tersebut, sehingga tidak dapat membawa manusia dari keburukan menuju kebaikan atau dari kesesatan menuju hidayah. Cara berinteraksi dengan tabiat manusia - tabiat nama Allah SWT sendiri yang menciptakannya - tidak dapat dirumuskan kecuali dengan kembali kepada bimbingan Sang Pencipta manusia itu sendiri. Dialah Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang dapat membawa maslahat baginya.
4. Fitrah, yakni tabiat manusia dengan segenap unsur yang melekat padanya; keutamaan, kekurangan, dan juga unsur-unsur yang saling bertentangan semisal baik dan buruk, cinta dan benci, cemas dan harap, individu dan kolektif, setia dan khianat, positif dan negatif.
5. Langsung, yakni berupa pengajaran, pembinaan, dan pengarahan pribadi secara langsung. Semua itu bisa dilakukan dengan kata-kata. Kata-kata bisa berupa perintah, larangan, anjuran, himbauan, ancaman, pandangan, pujian, atau peringatan. Ia juga bisa berupa nasehat, kisah, cerita, uraian, kajian, dan siaran (baik melalui radio maupun layar televisi). Semua itu bertujuan untuk mewujudkan lahirnya perubahan.
6. Tidak langsung, yakni berupa contoh dan keteladanan dengan amal shalih, perilaku lurus, serta akhlak yang mulia agar binaan dapat meneladani pembinanya.
Bimbingan langsung dan tidak langsung itu ibarat dua sisi mata uang di mana yang satu tidak bisa dipisahkan dari yang lain. Keduanya harus selalu bersamaan. Bimbingan Al-Qur’an yang berupa perintah dan larangan, ancaman dan janji, anjuran dan peringatan, di samping sejarah hidup Rasulullah saw dengan paparan perilaku utamanya merupakan
contoh yang paling baik dalam memberikan bimbingan langsung maupun tidak langsung ini.
7. Sistem (manhaj). Ia ibarat jalan yang jelas rambu-rambunya dan detail pula jalur-jalurnya. Allah swt. berfiman :
8. Perangkat khusus. Seluruh aktivitas yang tidak bertentangan dengan syariat Allah dan yang dapat mewujudkan proses pendidikan dan kemaslahatan muslim di dunia maupun akhirat masuk ke dalam cakupannya. Perangkat itu meliputi seluruh aktivitas yang dapat merespon setiap perkembangan kehidupan dalam diri manusia, yang tidak berseberangan dengan teks-teks hukum, akhlak, dan nilai-nilai agama, serta menciptakan kemaslahatan bagi seluruh kaum muslimin.
9. Tujuan. Ia merupakan perubahan yang terdapat pada setiap orang, dari kondisi buruk kepada yang baik atau kepada yang lebih baik, dari kufur kepada iman (jika bukan muslim), dari maksiat kepada taat (bagi yang muslim), dari kesesatan menuju hidayah, dari batil menuju benar, dan dari sistem manusia kepada sistem Illahi di setiap
^ > »
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al-Maidah : 48)
Jadi dapat disimpulkan pengertian Tarbiyah Islamiyah adalah proses mempersiapkan orang dengan persiapan yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya meliputi : ruhani, jasmani, dan akal pikiran. Demikian juga dengan kehidupan duniawinya, dengan segenap aspek hubungan dan kemaslahatan yang mengikatnya dan kehidupan akheratnya, dengan segala amalan yang dihisabnya, yang membuat Allah ridha atau murka.5
Ringkasnya, Tarbiyah Islamiyah adalah proses penyiapan manusia agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan ucapan dan tindakannya secara keseluruhan.6
Keseimbangan potensi yang dimaksud adalah hendaknya jangan sampai kemunculan suatu potensi menyebabkan lenyapnya potensi yang lain atau suatu potensi sengaja di mandulkan agar muncul potensi yang lain. Inilah salah satu keistimewaan sistem Islam dan undang-undangnya. Juga keseimbangan antara potensi ruhani jasmani, dan akal pikiran. Keseimbangan antara keruhanian manusia dan kejasmaniannya, antara kebutuhan primer dan sekundernya, antara realita dan cita-citanya, antara ambisi pribadi dan jiwa kebersamaannya, antara keyakinan kepada alam ghaib dan keyakinan pada alam kasat mata. Keseimbangan antara makan, minum, pakaian dan tempat tinggalnya, tanpa ada sikap berlebih-lebihan di satu sisi dan pengabaian di sisi lain. Benar-benar berkesinambungan yang mengantarkan kepada sikap adil yakni adil dalam segala hal.
5Ibid. 6lbid.
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan.” (Al-Baqarah : 143)7