• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODE PENELITIAN

3.4. Metode Identifikasi dan Teknik Analisis Data

3.4.5 Arahan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan

4 > 2 >1.5 – 2 >1 – 1.5 ≤ 1 Aman Rawan Kritis Sangat Kritis Sumber : Ashari et al. (1995)

Produksi hijauan merupakan produksi relatif untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan disebut juga perkiraan persentase produktivitas, dimana untuk kelas S1 = 80-100%, S2 = 60-80% dan S3 = 41-60%, dari produksi rata-rata masing-masing hijauan atau daya dukung lahan, sedangkan kelas N tidak diperhitungkan karena persentasinya sangat rendah (<20%) (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001).

Pola ketersediaan hijauan di lahan sawah bersifat lebih fluktuatif dibandingkan pada lahan lainnya, karena dipengaruhi oleh pola tanam dan musim tanam, sehingga ketersediaan hijauan bersifat dinamik.

Analisis spasial untuk mengetahui sebaran tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak dengan menggunakan pendekatan SIG. Proses-proses yang dilakukan yaitu overlay peta satuan lahan dengan peta wilayah kecamatan, joint basis data dengan data atribut satuan lahan, query untuk pembuatan peta tematik, perhitungan luas dan daya dukung hijauan. Diagram alur kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

3.4.5 Arahan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan

Setelah diketahui lahan-lahan yang Sesuai (S) untuk lingkungan ekologis sapi potong dan daya dukung hijauan makanan ternak, maka prioritas arahan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota ditentukan dengan :

a. Penentuan status wilayah penyebaran dan pengembangan ternak sapi potong menggunakan kriteria-kriteria yang dimodifikasi dari tiga unsur pembangunan

sebagaimana diuraikan Ashari et al. (1995) yang dinamakan Nilai Kriteria Karakteristik Kunci, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Cara penilaian dan analisis berdasarkan Pedoman Identifikasi Potensi Wilayah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, disusun oleh Sumanto dan Juarini (2006).

Tabel 6 Nilai kriteria karakteristik kunci

UNSUR KRITERIA KUNCI BATAS NILAI Sumberdaya

Manusia (SDM)

-Pendidikan -Penguasaan lahan

-Mata pencaharian penduduk -Kepadatan penduduk ≥ 16 Peran Kelembagaan Masukan dan Keluaran -KUD -Kelompok peternak -Perusahaan peternakan -Pasar/kios -Penyuluh Pertanian -Bank pedesaan ≥ 7 Sumberdaya Alam (SDA)

-Luas kesesuaian lahan ternak sapi -Daya Dukung pakan alami (IDD) -Kepadatan Ekonomi Ternak

≥ 20 Perkembangan Wilayah dan Teknologi Peternakan -Teknologi prabudidaya -Teknologi budidaya -Teknologi Pasca budidaya -Teknologi Pemasaran

-Status perkembangan kecamatan -Listrik

-Telepon -Sarana jalan

≥ 7

Sumber : Pedoman Identifikasi Potensi Wilayah (2006) dimodifikasi.

b. melihat hasil analisis LQ dan SSA dengan melakukan perbandingan antar kecamatan yang memenuhi kriteria nilai LQ dan SSA tersebut.

Analisis Location Quotient (LQ) dilakukan untuk mengetahui apakah usaha peternakan sapi potong merupakan sektor basis atau non basis pada suatu kecamatan, dengan rumus sebagai berikut :

Xij /Xi. LQij =

X.j / X..

Dimana : Xij = kepadatan ekonomi ternak sapi di kecamatan A

X.j = jumlah kepadatan ekonomi ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota

X.. = jumlah kepadatan ekonomi seluruh peternakan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah : (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas relatif seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama (Panuju dan Rustiadi 2005).

Untuk memahami pergeseran struktur aktifitas usaha ternak sapi potong di kecamatan tertentu dibandingkan dengan di wilayah kabupaten dalam 2 titik waktu digunakan Shift Share Analysis (SSA). Hasil SSA dapat menjelaskan kinerja aktifitas beternak sapi potong di suatu kecamatan dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah kabupaten. Untuk menghitung SSA digunakan rumus sebagai berikut :

X..(t1) X.i(t1) X..(t1) Xij(t1) X.i(t1) SSA = - 1 + - + -

X..(t0) X.i(t0) X..(t0) Xij(t0) X.i(t0)

a b c Dimana : a = komponen regional share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift

X.. = Nilai total kepadatan ekonomi peternakan dalam Kabupaten X.i = Nilai total kepadatan ekonomi ternak sapi dalam Kabupaten Xij = Nilai kepadatan ekonomi ternak sapi dalam kecamatan A t1 = titik tahun akhir

Penilaian Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong (Matching)

Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman HMT Analisis Tingkat Ketersediaan HMT : DD & IDD HMT Peta Ketersediaan HMT Analisis Spasial Peta Administrasi Peta Kesesuaian Lingkungan Ekologis Penilaian Kesesuaian Lahan (Matching) Analisis Kriteria Karakteristik Kunci, LQ, SSA. Data Kualitas/ Karakteristik Satuan Lahan Persyaratan Kesesuaian Lingk Ekologis Persyaratan Kesesuaian Lahan Tanaman HMT -Data populasi dan komposisi ternak ruminansia. -Data luas tanaman pangan

- Lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan sapi potong. - DD lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan sapi potong - Arahan kawasan PP & Kapasitas Peningkatan Populasi Sapi Potong

Data Kualitas/ Karakteristik Satuan Lahan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peranan sektor pertanian termasuk di dalamnya subsektor peternakan semakin menonjol pada pengembangan agribisnis saat ini dan masa yang akan datang, Beberapa keunggulan agribisnis berbasis peternakan adalah : mempunyai kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes (misalnya dalam pengembangan sistem integrasi karet-sapi, kelapa-sapi atau ternak dan pelestarian alam), produk peternakan mempunyai nilai elastisitas tinggi terhadap perubahan pendapatan, sehingga permintaan produk peternakan akan selalu meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Saragih 2000).

Seiring dengan peningkatan pengetahuan dan pendapatan masyarakat, permintaan akan pangan sumber protein hewani juga mengalami kenaikan, terutama terhadap produk unggas dan sapi potong. Untuk itu pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian integral dari sektor pertanian perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan yang ada. Hal ini karena kegiatan pada subsektor peternakan terbukti memiliki peran penting dalam peningkatan pendapatan petani, pemerataan perekonomian dan kesempatan kerja, serta perbaikan terhadap gizi masyarakat. Tujuan ini dapat dicapai melalui peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak.

Strategi pengembangan peternakan untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan perencanaan yang matang dan tepat, sehingga ruang yang digunakan untuk kegiatan pengembangan peternakan tidak bersaing dengan kegiatan lain dan tidak saling mengganggu antara peternakan itu sendiri dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu perlu suatu penataan ruang kawasan peternakan secara khusus, yang disusun berdasarkan potensi lahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ternak, akses ke tempat pemasaran dan sarana prasarana yang menunjang usaha dibidang peternakan tersebut. Dengan demikian diharapkan kegiatan dibidang peternakan dapat berjalan dengan aman dan lancar serta mampu menghasilkan produksi yang optimal dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kegiatan peternakan yang telah memiliki kawasan tersendiri yang lebih jelas dan teratur, selain lebih mudah dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan maupun penanggulangan wabah penyakit yang dapat segera dilaksanakan, juga lebih memudahkan untuk membuat program-program yang bersifat menunjang kegiatan peternakan tersebut.

Penataan kawasan pengembangan peternakan perlu memperhatikan aspek lahan sebagai tempat hidup dan tempat menanam hijauan pakan ternak, jalur transportasi sebagai penghubung dengan tempat pemasaran, aspek penduduk, lokasi kegiatan pertanian sebagai penunjang kegiatan peternakan, dan lain-lain. Selain itu, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 417/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Umum Penyebaran dan Pengembangan Ternak, lokasi penyebaran peternakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : bebas penyakit hewan menular sesuai jenis ternak yang akan disebarkan, sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten/Kota, mendukung kelancaran pemasaran, mendukung efisiensi dan efektivitas pembinaan dan daya dukung lokasi/wilayah memadai (Anonim 2001).

Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Barat dengan ibukotanya sampai saat sekarang masih berada di pusat Kota Payakumbuh dan berada pada jalur darat utama yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Riau. Keadaan ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku didominasi oleh bidang usaha pertanian, dan subsektor peternakan berada pada urutan keempat setelah tanaman pangan, tanaman perkebunan dan kehutanan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan distribusi PDRB atas harga berlaku dari tahun 2002 sampai dengan 2004 seperti tertera pada Tabel 1.

Salah satu komoditi peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota yang ditetapkan sebagai komoditi unggulan adalah ternak sapi potong. Populasi ternak sapi potong dan jumlah rumah tangga pemeliharanya secara signifikan mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir ini, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Perkembangan distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2002 – 2004. Sektor/Subsektor 2002 2003 2004 1. Pertanian 33.25 34.21 34.68 - Tanaman Pangan 13.64 13.68 13.79 - Tanaman Perkebunan 6.94 7.95 8.68 - Kehutanan 5.95 5.56 5.07 - Peternakan 3.87 4.21 4.32 - Perikanan 2.85 2.81 2.82 2. Industri Pengolahan 10.68 10.60 10.28 3. Sektor Lainnya 56.08 55.19 55.05 Sumber : BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2004).

Tabel 2. Populasi dan Rumah Tangga Pemelihara (RTP) ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota

No Tahun Jml Populasi (Ekor) RTP (KK) 1 2002 44.167 17.720 2 2003 53.216 23.108 3 2004 56.789 23.557 4 2005 58.590 25.624

Sumber : Data Statistik Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota 2002 - 2005.

Komoditi ini telah mampu mengekspor produksinya berupa ternak sapi hidup ke luar kabupaten bahkan luar provinsi. Daerah pemasaran yang paling potensial adalah Provinsi tetangga yaitu Riau dan Jambi. Dari segi potensi untuk lokasi pengembangan sapi potong, Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai ketersediaan lahan yang masih luas.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wlayah (RTRW) Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2000, alokasi ruang bagi pengembangan peternakan sapi potong sangat sedikit dan hanya terbatas pada kecamatan-kecamatan tertentu. Mengamati perkembangan usaha dan pertambahan populasi ternak sapi potong dalam empat tahun terakhir, pada kenyataannya kegiatan peternakan sapi potong telah menyebar di beberapa kecamatan lain yang tidak diprioritaskan pada RTRW.

Berpijak dari keadaan tersebut maka diperlukan suatu pengalokasian ruang yang baru untuk pengembangan ternak sapi potong yang sekarang menjadi komoditi unggulan karena mampu menghasilkan produksi yang tinggi dan telah mempunyai pasar tersendiri, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten.

Penyebaran dan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota, jelas membutuhkan ruang yang pasti untuk kegiatan usaha secara berkelanjutan, sehingga dibutuhkan penataan sedemikian rupa untuk terciptanya kondisi usaha peternakan yang efisien, baik dalam praproduksi, produksi maupun pascaproduksi. Adanya alokasi ruang yang jelas, dapat menjadi dasar pembentukan kawasan yang tujuan dan manfaatnya lebih mampu menyentuh masyarakat peternak untuk meningkatkan usahanya ke arah yang lebih baik.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penyusunan tata ruang bagi kawasan peternakan di Kabupaten Lima Puluh Kota selama ini masih mengacu pada tradisi dan budaya masyarakat dalam mengembangkan ternak, sehingga kawasan yang ditetapkan berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan yang sudah ada tanpa mempertimbangkan aspek ekonomis dan potensi wilayah bagi penggunaan yang paling optimal.

Pada kasus-kasus tertentu perkembangan dalam sistem pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota masih menghadapi ketidakpastian usaha, baik secara teknis dan ekonomis maupun secara hukum. Hal ini salah satunya disebabkan oleh belum tersedianya data tentang kesesuaian ekologis dan rekomendasi lahan bagi pengembangan berbagai komoditi peternakan selama ini. Informasi tentang peternakan dan penunjangnya masih terbatas pada data statistik, yang masih belum memberikan arti banyak dalam menunjang strategi pengembangan peternakan itu sendiri.

Evaluasi terhadap potensi wilayah untuk penyebaran dan pengembangan peternakan merupakan salah satu langkah untuk penyediaan informasi dasar yang penting bagi perencanaan yang konsepsional dan berwawasan masa depan, sehingga tercipta kawasan peternakan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Berhubung ternak sapi potong merupakan salah satu usaha peternakan yang potensial di Kabupaten Lima Puluh Kota, maka diperlukan suatu evaluasi terhadap potensi wilayah yang sesuai bagi penyebaran dan pengembangannya, sehingga lahan dan sumberdaya lainnya yang ada dapat dimanfaatkan untuk memberikan produksi yang optimal.

Perencanaan untuk lokasi pengembangan ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota sangat diperlukan untuk menjamin tata ruang khusus yang lebih komprehensif dan menjamin kepastian dan keamanan dalam berusaha. Untuk itu diperlukan suatu analisis terhadap potensi wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota bagi pengembangan usaha peternakan sapi potong yang dapat digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan kawasan pengembangan sapi potong serta dapat digunakan oleh masyarakat yang bergerak di bidang usaha ini.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi areal lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Menghitung daya dukung lahan-lahan yang sesuai bagi usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota.

3. Menentukan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan serta kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota..

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam pengalokasian ruang bagi kawasan peternakan sapi potong yang lebih sesuai dan berwawasan lingkungan, dengan mengacu pada potensi lahan bagi pengembangannya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat pelaku usaha serta investor yang berminat berinvestasi dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong di masa yang akan datang, sehingga lebih aman dan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternaknya dalam rangka peningkatan pendapatan. 3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tentang lahan-lahan potensial sebagai dasar penataan kawasan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima puluh Kota.

1.5. Kerangka Pemikiran

Kesesuaian lahan bagi ternak merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan peningkatan produktifitas ternak, terutama ternak ruminansia seperti sapi potong, sebagai usaha pertanian berbasis lahan (land based agriculture). Hal ini berarti tidak semua kondisi lahan di permukaan bumi sesuai bagi kehidupan ternak ruminansia, termasuk di Kabupaten Lima Puluh Kota yang memiliki populasi ternak sapi yang cukup tinggi di Propinsi Sumatera Barat. Melalui pendekatan kondisi agroklimat dan penggunaan lahannya serta produktivitas hijauan makanan ternak dan tanaman pangan sebagai penunjang pakan ternak sapi potong, maka kesesuaian lahan dan arahan lokasi bagi pengembangan ternak sapi potong dapat ditentukan.

Pelaksanaan penelitian selain pengumpulan dan pengolahan data dan peta dasar (kelerengan, jenis tanah, tinggi tempat dan panjang kemarau) juga melaksanakan survei untuk verifikasi data peta dan untuk memperoleh informasi di sentra-sentra usaha peternakan sapi potong melalui wawancara dan pengamatan langsung lapangan. Informasi daya dukung hijauan makanan ternak disajikan dalam nilai Indeks Daya Dukung (IDD), yang memperlihatkan status masing-masing kecamatan terhadap kemampuan penambahan populasi ternak ruminansia saat ini. Dasar penilaian dan analisis dilakukan pada satuan-satuan lahan yang merupakan unit satuan lahan yang memiliki sifat-sifat yang relatif homogen. Kemudian dilakukan analisis Nilai Kriteria Karakteristik Kunci, yang terdiri dari penilaian terhadap unsur sumberdaya manusia, peran kelembagaan input dan output, sumber daya alam dan perkembangan wilayah serta penggunaan teknologi peternakan. Seluruh hasil analisis dipadukan untuk mendapatkan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima puluh Kota. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian seperti disajikan pada Gambar 1.

1.6. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini antara lain adalah : 1. Peta-peta yang digunakan masih pada tingkat tinjau (skala 1 : 250 000).

2. Penelitian hanya dilakukan pada tingkat kecamatan, yang sebaiknya adalah pada tingkat desa.

3. Pemilikan tanah dan kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi lahan.

4. Evaluasi lahan hanya dilaksanakan secara kualitatif dan perhitungan tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak berdasarkan penggunaan dan penutupan lahan saat ini (present land use).

5. Perhitungan ekonomi, analisis pasar dan estimasi keadaan untuk masa yang akan datang belum dilakukan.

- Lahan-lahan Peternakan Sapi Potong Keadaan Sekarang - Lahan-lahan Tersedia/Berpotensi

untuk Peternakan Sapi Potong

Analisis Location Quotient

(LQ)

Shift Share Analysis

(SSA)

Analisis Nilai Kriteria Karakterisasi Kunci Lahan-Lahan Berpotensi untuk

Penyebaran dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Analisis Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak :

- Daya Dukung - Indeks Daya Dukung

Evaluasi Lahan untuk

Kesesuaian Lahan

untuk Penyebaran dan Pengembangan Ternak Sapi Potong

Overlay

Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Pakan

Ternak Ruminansia Kesesuaian Lingkungan

Ekologis Ternak Sapi Potong (Sistem Kandang)

Peternakan

Usulan Kawasan Penyebaran dan Pengembangan

Peternakan Sapi Potong

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak

Penataan ruang untuk suatu penggunaan tertentu tidak hanya diperlukan bagi pemanfaatan oleh manusia saja, tetapi usaha-usaha yang berkaitan dengan manusia yang menggunakan potensi ruang juga perlu ditata, agar terjadi keseimbangan dan keharmonisan. Apalagi kegiatan-kegiatan yang juga melibatkan makhluk hidup yang jelas sangat tergantung dengan keberadaan ruang sebagai lingkungan hidupnya, seperti halnya dengan kegiatan peternakan, yang cenderung untuk disebarkan dan dikembangkan.

Peternakan merupakan penghasil utama protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang dalam pembudidayaannya membutuhkan tanah/lahan dan air. Penatagunaan tanah dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan, termasuk untuk kegiatan peternakan, sangat diperlukan agar dapat dicapai optimasi dalam pemanfaatan tanah/lahan dan air, serta sekaligus untuk mengurangi konflik dalam penggunaan tanah/lahan dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan (Sitorus et al. 1997).

Pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak di suatu wilayah harus melalui analisis terhadap potensi yang dimiliki wilayah tersebut berkenaan dengan komoditi yang akan disebarkan dan dikembangkan.

Analisis potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan adalah kegiatan karakterisasi komponen-komponen peternakan dalam proses strategi pengembangan peternakan bagi pembangunan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumberdaya manusia, lahan, tanaman sebagai sumber pakan dan ternak yang harus ditingkatkan peranannya. Adapun yang dimaksud dengan penyebaran ternak adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan peran ternak melalui peningkatan sebaran pemilikan maupun intensitas pemilikan ternak dengan berbagai bentuk transaksi yang sifatnya membantu petani. Pengembangan peternakan adalah usaha-usaha pemerintah dalam membantu petani, berupa pembinaan pengembangan komponen-komponen peternakan, baik ternak yang

disebarkan oleh pemerintah untuk rakyat maupun ternak yang telah dimiliki oleh rakyat (Dirjen Peternakan dan Balitnak 1995).

Dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 417/Kpts/OT.210/7/2001 disebutkan bahwa lokasi penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu tempat di wilayah penyebaran dan pengembangan ternak, terdiri dari satu desa atau lebih dalam satu kecamatan yang diprioritaskan untuk penyebaran dan pengembangan ternak. Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan adalah konsentrasi penyebaran dan pengembangan peternakan yang terdiri dari beberapa lokasi dalam satu kabupaten. Wilayah penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu kawasan yang potensial untuk penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu kabupaten atau lebih dalam satu propinsi (Anonim 2001).

Penyebaran dan pengembangan ternak di daerah bertujuan untuk membentuk kawasan peternakan, keseimbangan pembangunan antar wilayah, optimalisasi sumberdaya untuk meningkatkan pendapatan peternak, populasi dan produksi, dalam rangka pemberdayaan masyarakat peternak.

Ruang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang berada di atasnya, termasuk ternak. Pada dasarnya ruang mencakup tiga dimensi yaitu udara, tanah dan air. Pada kenyataannya ruang yang menampung kegiatan manusia berbeda dalam kualitas dan kuantitasnya sehingga dalam usaha untuk menggunakan ruang secara efisien akan menghadapi pilihan-pilihan yang sesuai dengan lokasi, sehingga penggunaan ruang yang efisien merupakan suatu aktivitas memilih atau menentukan dari beberapa kegiatan yang paling menguntungkan dan sesuai untuk suatu lokasi tertentu (Hoover dalam Rustiadi et al. 2005).

Penataan ruang membagi wilayah menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah kawasn yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan (Anonim 1992).

Menurut Tarigan (2005), kawasan budidaya adalah kawasan dimana manusia dapat melakukan kegiatan dan dapat memanfaatkan lahan, baik sebagai tempat tinggal atau beraktifitas untuk memperoleh pendapatan/kemakmuran. Kawasan peternakan merupakan salah satu bentuk dari penggunaan kawasan budidaya dalam struktur ruang suatu wilayah, yang dapat berupa kawasan budidaya yang diatur atau kawasan budidaya yang diarahkan. Kawasan budidaya yang diatur adalah tempat manusia beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Batasan itu dapat berupa jenis kegiatan, volume, ukuran, tempat, atau metode pengelolaannya. Berbeda dengan kawasan yang diatur, cara pemanfaatan lahan yang diarahkan tidak dinyatakan dengan tegas, bahkan pengarahannya sering dilakukan secara sektoral.

Menurut Setyono (1995), konsep tata ruang dalam suatu usaha peternakan adalah konsep pengelompokan aktivitas usaha ternak dalam ruang, sehingga setiap wilayah memiliki pusat-pusat usaha ternak yang didukung oleh daerah-daerah sekitarnya. Pengelompokan aktivitas usaha peternakan ini diharapkan dapat menimbulkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut :

1. Memaksimumkan keuntungan usaha karena kegiatan pra produksi dan proses produksi berada dalam satu lokasi atau kawasan.

2. Memaksimumkan pelayanan, dimana fasilitas pelayanan yang dibangun akan lebih berdaya guna dan berhasil guna terutama dalam menekan biaya transportasi.

3. Menjamin keterkaitan antara aktivitas pra produksi, proses produksi dan pasca produksi.

4. Memudahkan pemasaran hasil-hasil secara lebih terorganisir, sehingga posisi tawar menawar (bargaining power) lebih kuat.

Pengelompokan aktivitas peternakan dalam suatu wilayah yang didukung oleh wilayah sekitarnya dan partisipasi masyarakat dinamakan Kawasan Peternakan. Secara umum Kawasan Peternakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : lokasinya sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam atau sekitar kawasan tersebut, berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak strategis, adanya pengembangan kelompok tani menjadi kelompok pengusaha, sebagian besar

pendapatan masyarakat berasal dari usaha agribisnis peternakan, memiliki prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi yang memadai, memiliki peluang pengembangan atau diversifikasi produk yang tinggi, didukung oleh

Dokumen terkait