• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1. Identifikasi Lahan untuk Pengembangan Ternak Sapi Potong

Lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong di Kaabupaten Lima Puluh Kota diperoleh dari hasil operasi tumpang tindih (overlay) antara peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan peta kesesuaian tanaman hijauan makanan ternak.

5. 1. 1. Penutupan dan Penggunaan Lahan

Hasil interpretasi citra landsat path/row 127/060 dari Lapan dibantu peta penutupan dan penggunaan lahan tahun 2003 dari Baplan, diperoleh 10 jenis penggunaan dan penutupan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis penggunaan lahan yang paling dominan adalah hutan negara dengan luas 105 433 ha (38.46%) dan kebun campuran dengan luas 66 817 ha (24.38%). Untuk jelasnya jenis penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 dan petanya disajikan pada Gambar 10.

Tabel 14 Jenis penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

No Penutupan Lahan Luas (ha) * Luas (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 9 10 Hutan Negara Hutan Produksi Kebun Campuran Perkebunan Pemukiman Sawah Semak/rerumputan Tanah terbuka Tegalan/Ladang

Tubuh air (danau dan sungai)

105 433 2 377 66 817 16 425 575 19 031 29 180 94 33 527 653 38.46 0.87 24.38 5.99 0.21 6.94 10.65 0.03 12.23 0.24 Jumlah 274 112 100.00

Keterangan : * Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital.

Jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan ternak sapi adalah lahan-lahan usaha tani pada umumnya. Lahan-lahan yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota antara lain adalah lahan pada hutan produksi, kebun campuran, perkebunan, sawah, semak/rerumputan, dan tegalan/ladang, dengan luas keseluruhan 167 357 ha

(61.05% dari luas seluruh Kabupaten Lima Puluh Kota). Lahan-lahan yang kurang berpotensi dan ada yang sulit untuk dialihfungsikan menjadi lahan pengembangan ternak ruminansia yaitu : hutan negara, pemukiman, tanah terbuka dan tubuh air dengan luas 106 661 ha (38.91% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota). Untuk itu lahan-lahan tersebut tidak diperhitungkan dalam penentuan untuk pengembangan sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Gambar 10 Peta Penutupan dan Penggunaan Lahan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Diantara lahan-lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat pengembangan ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah lahan pada kebun campuran yang mempunyai luasan paling besar, tersebar diseluruh kecamatan dan yang paling besar di Kecamatan Pangkalan (16 753 ha). Kebun campuran ini berisi berbagai jenis tanaman seperti kelapa, kopi, cengkeh dan coklat yang diselingi dengan tanaman jagung, kacang tanah, ubi kayu dan sebagian kecil tanaman padi. Berikutnya adalah tegalan/ladang dengan luasan yang paling besar di Kecamatan Gunuang Omeh (8 169 ha).

Faktor penghambat kesesuaian lahan pada umumnya, baik untuk lingkungan ekologis sapi potong maupun hijauan makan ternaknya adalah faktor

lereng dan elevasi, kesuburan tanah terutama pH tanah dan air di sebagian wilayah yang cukup masam. Sebagian besar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai kemiringan lereng yang agak curam sampai sangat curam (>40%), serta ketinggian yang sangat bervariasi. Luas wilayah dengan berbagai kemiringan lerengnya terdapat pada tabel di Lampiran 5. Nilai lereng dan elevasi yang semakin tinggi terkait dengan bahaya erosi yang semakin besar dan suhu udara yang semakin rendah, sehingga tidak sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong dan penanaman hijauan makanan ternak.

5. 1. 2. Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong

Hasil penilaian secara matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan lingkungan ekologis sapi potong, diperoleh kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong. Penilaian didasarkan pada persyaratan iklim, kualitas air dan terrain. Ketersediaan air, jumlah bulan kering dan curah hujan/tahun dianggap seragam dan sesuai pada seluruh wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Hasil yang diperoleh tersebut merupakan basis data untuk analisis spasial dan pembuatan peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong. Analisis dan pembuatan peta dilakukan dengan pendekatan SIG yaitu joint basis data dengan tabel data atribut peta digital satuan lahan dan query. Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota ditunjukkan pada Gambar 11.

Hasil perhitungan dan analisis spasial menunjukkan bahwa lebih dari setengah wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota Sesuai (S) sebagai lingkungan ekologis sapi potong, dengan luas 157 822 ha (57.58%), dengan syarat air minum yang digunakan untuk ternak sapi diberikan sedikit kaporit untuk mentralisir pH air. Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong yang dianalisis di sini adalah kesesuaian lingkungan ekologis sapi dengan sistem dikandangkan, karena sebagian besar usaha peternakan sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah dengan sistem dikandangkan. Luas kesesuaian lahan lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota pada masing-masing kecamatan terlihat pada Tabel 15.

Gambar 11 Peta Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong Sistem Kandang di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Faktor yang merupakan penghambat utama pengembangan sapi potong disebagian lahan Kabupaten Lima Puluh Kota adalah elevasi dan pH air yang sedikit rendah, di bawah kesesuaian ekologis ternak sapi. Faktor elevasi terkait dengan penurunan suhu udara, dimana dengan elevasi di atas 1 250 m dpl suhu udaranya berkisar 12°C-15°C yang akan menyulitkan ternak sapi potong untuk beradaptasi dengan lingkungan. Hutan Negara, tanah terbuka yang merupakan bagian dari hutan negara, permukiman, dan tubuh air tidak diperhitungkan.

Lahan-lahan yang tidak sesuai terdapat pada sebagian penggunaan Lahan-lahan hutan produksi, tegalan/ladang, kebun campuran, dan semak/rerumputan.

Faktor iklim tidak menjadi penghambat utama untuk lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penggolongan iklim untuk Kabupaten Lima Puluh Kota termasuk pola iklim III C (curah hujan tahunan 2000-3000 mm) dan IV C (curah hujan tahunan 3000-4000 mm), sehingga termasuk tipe iklim basah dengan jumlah bulan kering (curah hujan kurang dari 100 mm/bulan) kurang dari 4 bulan (Balitklimat, 2003). Oleh karena itu, ketersediaan air cukup terjamin bagi ternak sapi potong. Atas dasar pertimbangan inilah lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota cukup luas.

Tabel 15 Luas kesesuaian lingkungan ekologis ternak sapi potong sistem kandang per kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota

KECAMATAN LUAS KESESUAIAN (ha) JUMLAH LUAS

N S TD (ha) AKABILURU 417 8 703 1 968 11 088 BUKIT BARISAN 2 959 11 099 688 14 746 GUGUAK 123 12 034 751 12 908 GUNUANG OMEH 1 471 13 607 12 560 27 638 HARAU 256 15 907 11 295 27 458 KAPUR IX 1 151 12 861 36 307 50 318

LAREH SAGO HALABAN 232 7 766 4 051 12 048

LUAK 983 7 454 2 403 10 841

MUNGKA 448 6 382 4 524 11 355

PANGKALAN KOTO BARU 601 39 945 28 158 68 704

PAYAKUMBUH 154 5 733 0 5 887

SITUJUAH LIMO NAGARI 52 4 683 2 613 7 348

SULIKI 780 11 648 1 345 13 773

Jumlah Luas (ha) 9 628 157 822 106 663 274 112 Sumber : Hasil analisis peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem kandang

5. 1. 3. Kesesuaian Lahan Tanaman Hijauan Makanan Ternak

Hasil klasifikasi dan pengolahan peta serta setelah dilakukan pengecekan lapangan, diperoleh sembilan jenis tanaman sebagai sumber hijauan makanan ternak yang dominan dan yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu rumput unggul seperti rumput Gajah dan Setaria, rumput alam, leguminosa, padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Jenis tanaman tersebut sebagai pewakil untuk penilaian kesesuaian lahan tanaman hijauan makanan ternak. Pada

penilaian ini dilakukan penilaian kesesuaian lahan dengan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :

a. Rumput alam (rumput lapangan) dengan pendekatan penilaian terhadap padang penggembalaan (pasture). Rumput alam merupakan jenis tanaman sumber hijauan yang dominan dikebun kelapa.

b. Rumput unggul, dengan pendekatan penilaian kesesuaian lahan untuk rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput setaria (Setaria spachelata).

c. Tanaman pangan yang dominan diusahakan di lahan sawah, yaitu : padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar.

d. Leguminosa sebagai penilaian untuk leguminosa pada umumnya dan untuk tanaman sumber hijauan pada kebun campuran, lahan semak dan rerumputan, tegalan dan hutan produksi.

Tanaman sebagai sumber hijauan makanan ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota ditanam dalam bentuk usaha pertanian multikultur, dalam satu lahan bisa terdiri dari berbagai tanaman. Lahan tegalan/ladang misalnya, terdiri dari tanaman jagung, kacang tanah, legum, ubi kayu, sedikit padi dan rumput alam. Pada lahan-lahan yang lain, aeperti lahan perkebunan yang ditanami karet, gambir, kelapa, kopi, dan coklat, yang dapat juga diselingi tanaman lain di dalamnya, juga lahan semak/rerumputan yang terdapat di dalamnya tanaman pertanian, rumput alam, legum dan sebagainya. Demikian juga dengan lahan kebun campuran dan lain-lain, kecuali lahan sawah yang hanya terdiri dari tanaman padi (monokultur).

Berdasarkan hasil penilaian secara matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman hijauan makanan ternak menghasilkan kelas kesesuaian lahan setiap jenis tanaman sumber hijauan makanan ternak yang dinilai. Hasil yang diperoleh tersebut merupakan basis data untuk analisis spasial dan pembuatan peta kesesuaian lahan dengan pendekatan SIG. Proses SIG yang dilakukan adalah joint tabel basis data dengan tabel data atribut peta digital satuan lahan dan query berdasarkan kelas kesesuaian lahan.

Hasil penilaian menunjukkan bahwa faktor penghambat utama yang dominan di lahan-lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah erosi (e) dan retensi hara (f). Faktor erosi disebabkan oleh sebagian besar wilayah Kabupaten

Lima Puluh Kota mempunyai lereng > 40% yang berupa perbukitan dan pegunungan, sedangkan faktor retensi hara disebabkan pH air dan tanah sebagian besar bersifat masam. Usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan diantaranya dengan penambahan kapur untuk mengurangi kemasaman tanah dan air dan usaha-usaha konservasi tanah untuk mencegah/mengurangi bahaya erosi. Dalam menentukan usaha-usaha perbaikan tersebut diperlukan perhitungan biaya dan manfaat yang cermat sehingga dapat diketahui kelayakannya untuk dilaksanakan.

5. 1. 3. 1. KesesuaianLahan Tanaman Padi (Oryza sativa)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah seperti ditunjukkan pada Tabel 16. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar lahan mempunyai kelas N untuk padi dengan luas 109 723 ha (40.03% dari luas wilayah). Hal ini berarti bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota tidak sesuai untuk tanaman padi. Kelas kesesuaian lahan tertinggi hanya pada kelas S2 dengan luas 6 847 ha (2.50%).

Hasil analisis spasial juga menunjukkan bahwa kelas S2 terluas terdapat pada lahan kebun campuran yaitu 3 296 ha (48.14% dari luas lahan kelas S2), sawah 1 877 ha (27.41%), tegalan/ladang 957 ha (13.98%), semak/rerumputan 490 ha (7.16%), perkebunan 211 ha (3.08%) dan hutan produksi 16 ha (0.23%). Kelas S3 yang terluas terdapat pada kebun campuran yaitu 22 512 ha (44.33% dari luas lahan kelas S3), sedangkan pada lahan sawah hanya 5 660 ha (11.15%). Untuk kelas N yang terluas juga terdapat pada kebun campuran, yaitu 41 009 (37.38%). Hal ini disebabkan lahan kebun campuran memiliki luas paling besar diantara lahan yang dihitung kesesuaian lahannya. Peta kelas kesesuaian lahan padi sawah ditunjukkan pada Gambar 12.

Faktor penghambat utama lahan-lahan untuk pertumbuhan padi sawah pada lahan-lahan tersebut diatas antara lain adalah factor kemiringan lereng yang sebagian besar di atas 16%. Sementara lahan kebun campuran paling banyak mempunyai kemiringan lereng di bawah 8%. Selain itu, pH tanah yang cenderung

masam juga menjadi faktor penghambat, karena tanaman padi membutuhkan pH diatas 5.

Tabel 16 Luas kesesuaian tanaman padi pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Luas Kesesuaian Tanaman Padi (ha) *) Jumlah No Penggunaan Lahan S2 S3 N (ha) 1 Hutan Produksi 16 805 1 556 2 Kebun Campuran 3 296 22 512 41 009 3 Perkebunan 211 7 174 9 040 4 Sawah 1 877 5 660 11 494 5 Semak/rerumputan 490 5 878 22 812 6 Tegalan/ladang 957 8 758 23 812 Total 6 847 50 787 109 723 167 357

Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Berdasarkan kesesuaian lahan tersebut diatas maka pengembangan sapi potong dilahan kebun campuran dan sawah berpeluang untuk dikembangkan dengan sistem integrasi. Kendala yang dihadapi adalah rendahnya kualitas jerami padi sebagai pakan ternak . Oleh karena itu diperlukan usaha peningkatan kualitas jerami padi dengan berbagai teknologi seperti perlakuan amoniasi.

Selain jerami, dedak padi merupakan bahan pakan yang potensial ketersediaannya serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Akan tetapi dedak padi tidak tahan disimpan dalam waktu yang lama, cepat tengik karena mengandung lemak cukup tinggi, sehingga menurunkan kualitasnya. Untuk mempertahankan kualitas dedak padi adalah dengan pengawetan misalnya dengan antioksidan atau asam propionate, kemudian baru dilakukan penyimpanan (Amin 2002).

Gambar 12 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman Padi Sawah (Oryza sativa)

5. 1. 3. 2. KesesuaianLahan Tanaman Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk jagung seperti ditunjukkan pada Tabel 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar lahan merupakan kelas S3 (41.66% dari luas wilayah).

Hasil analisis spasial juga menunjukkan bahwa kelas S3 untuk tanaman jagung sebagian besar terdapat pada lahan kebun campuran dengan luas 46 408 ha (40.64% dari luas lahan kelas S3). Untuk kelas S2 memiliki luasan sedikit sekali yaitu 878 ha (0.32% dari luas seluruh wilayah), dengan lahan terluas juga terdapat

pada kebun campuran. Sedangkan kelas N terdapat pada kebun campuran seluas 20 048 ha (38.34%), semak/rerumputan 12 443 ha (23.80%) dan tegalan/ladang 11 216 ha (21.45%). Peta kelas kesesuaian lahan jagung tertera pada Gambar 13.

Faktor penghambat utama untuk budidaya tanaman jagung pada lahan-lahan tersebut diatas tidak jauh berbeda dengan tanaman padi, yaitu faktor kemiringan lereng, kesuburan tanah, termasuk pH tanah. Defisiensi hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Genotipe jagung memberikan tanggapan yang berbeda terhadap kondisi defisiensi hara. Varietas/galur yang toleran terhadap kondisi defisiensi hara dicirikan oleh akar yang lebih panjang, jumlah akar yang lebih banyak, dan berat kering biji yang lebih tinggi dibandingkan varietas/galur lainnya (Hayat et al. 2006).

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk perbaikan antara lain adalah dengan tindakan konservasi tanah untuk mengurangi resiko erosi dan pemberian kapur pertanian untuk meningkatkan pH tanah. Pemberian pupuk juga dapat dilakukan untuk meningkatkan unsur hara tanah, karena menurut penelitian Harahap (2005), pemberian pupuk mempengaruhi produksi tanaman jagung yaitu panjang tongkol, berat tongkol, jumlah biji pertongkol dan berat 1 000 biji kering. Berat tongkol dan berat biji kering pertongkol tertinggi ditemui pada pemupukan dengan pupuk anorganik yang diberikan melalui tanah.

Tabel 17 Luas kesesuaian tanaman jagung pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

No Penggunaan Lahan Luas Kesesuaian Tanaman Jagung (ha) *) Jumlah

S2 S3 N (ha) 1 Hutan Produksi 16 1 770 591 2 Kebun Campuran 361 46 408 20 048 3 Perkebunan - 12 130 4 295 4 Sawah 176 15 162 3 693 5 Semak/rerumputan 157 16 580 12 443 6 Tegalan/ladang 168 22 143 11 216 Jumlah 878 114 193 52 286 167 357

Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menyokong pengembangan ternak sapi dapat diharapkan dari lahan kebun campuran dan tegalan/ladang dengan komoditi jagung. Limbah tanaman jagung mempunyai kandungan gizi cukup baik untuk pakan sapi. Apalagi di Kabupaten Lima Puluh

Kota jagung merupakan salah satu komoditi pertanian unggulan sebagai pemenuhan kebutuhan pakan utama untuk ternak ayam ras petelur yang populasinya cukup tinggi.

Menurut penelitian Yanuarianto dan Hartadi (2002), konsumsi bahan kering dan bahan organik hijauan Jagung lebih tinggi daripada Rumput Raja dan jerami Kacang Tanah pada sapi Peranakan Ongol yang diberi pakan tunggal dari bahan-bahan tersebut di atas. Perlu diperhatikan bahwa pemberian hijauan jagung untuk pakan ternak sapi perlu disertai dengan tambahan pakan lain untuk melengkapi kecukupan gizinya, terutama pakan yang mengandung protein tinggi, karena kandungan protein pakan sangat penting untuk diperhatikan dalam penyusunan ransum ternak.

5. 1. 3. 3. KesesuaianLahan Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk kacang tanah seperti disajikan pada Tabel 18. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar kesesuaian lahan adalah S3 dengan luasan terbesar di lahan kebun campuran, yaitu 29 607 ha (40.27% dari luas kelas kesesuaian S3) diikuti oleh lahan tegalan/ladang dengan luas 13 889 ha (18.89%). Untuk kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2) luasan terbesar juga terdapat di lahan kebun campuran, yaitu 14 652 ha (52.31%). Demikian juga untuk kelas kesesuaian N luasan terbesar berada pada kebun campuran.

Faktor penghambat utama lahan-lahan untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah pada lahan-lahan tersebut diatas sama halnya dengan tanaman padi dan jagung, yaitu kemiringan lereng dan hara tanah (pH).

Melihat lahan-lahan yang memiliki kesesuaian S2 dan S3 dengan wilayah yang cukup luas, sangat memungkinkan untuk menyokong pengembangan ternak sapi dengan jerami kacang tanah, terutama di lahan kebun campuran, dengan sistem tanaman campuran atau mix farming. Limbah tanaman kacang tanah bisa digunakan sebagai pakan hijauan selingan pengganti rumput, terutama di daerah dengan daya dukung hijauan kurang. Namun pemberian harus ditambah dengan pakan penguat, karena kurangnya nilai gizi limbah. Peta kelas kesesuaian lahan tanaman kacang tanah ditunjukkan pada Gambar 14.

Tabel 18 Luas kesesuaian tanaman kacang tanah pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Luas Kesesuaian Tanaman Kacang Tanah (ha) *) No Penggunaan Lahan S2 S3 N Jumlah (ha) 1 Hutan Produksi 374 1 380 623 2 Kebun Campuran 14 652 29 607 22 558 3 Perkebunan 1 116 11 014 4 295 4 Sawah 3 320 5 398 10 313 5 Semak/rerumputan 3 989 12 233 12 958 6 Tegalan/ladang 4 558 13 889 15 080 Jumlah 28 009 73 521 65 827 167 357 :

Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Gambar 14 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae).

Jerami kacang tanah sebelum diberikan sebagai pakan ternak sapi, hendaknya juga diberi perlakuan, terutama untuk meningkatkan kesukaan

(palatabilitas) ternak terhadapnya. Hal ini karena pemanenan kacang tanah dilakukan pada saat umurnya cukup tua, sehingga jeraminya sudah keras dan warnanya tidak hijau lagi, sehingga ternak sapi kurang menyukai.

5. 1. 3. 4. KesesuaianLahan Tanaman Ubi Kayu (Manihot uttilissima)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk ubi kayu seperti ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19 Luas kesesuaian tanaman ubi kayu pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Luas Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu (ha) *) No Penggunaan Lahan S2 S3 N Jumlah (ha) 1 Hutan Produksi 61 1 693 623 2 Kebun Campuran 602 43 657 22 558 3 Perkebunan 1 126 11 004 4 295 4 Sawah 2 198 6 520 10 313 5 Semak/rerumputan 1 059 15 163 12 958 6 Tegalan/ladang 2 083 16 364 15 080 Jumlah 7 129 94 401 65 827 167 357

Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Hasil analisis menunjukkan bahwa kesesuaian lahan untuk ubi kayu sebagian besar lahan merupakan kelas Sesuai Marjinal (S3) dengan luasan terbesar adalah di kebun campuran yaitu 43 657 ha (46.25% dari luas seluruh kelas S3) dan kelas Cukup Sesuai (S2) yang terluas terdapat di lahan sawah yaitu 2 198 ha (30.83%). Sedangkan kelas Tidak Sesuai (N) terdapat pada kebun campuran dengan luas 22 558 ha (34.27%). Peta kelas kesesuaian lahan tanaman ubi kayu ditunjukkan pada Gambar 15.

Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang sudah sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Selain pertumbuhannya mudah, manfaat yang bisa diperoleh juga banyak, salah satunya adalah hasil sampingan yang dapat dijadikan pakan ternak. Hasil sampingan pada umumnya yang diberikan sebagai pakan ternak berupa daun dan kulit umbi, dengan perlakuan dijemur terlebih dahulu sebelum diberikan, untuk meminimalkan kandungan racunnya.

Gambar 15 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu (Manihot uttilissima).

Faktor penghambat utama lahan-lahan untuk petumbuhan tanaman ubi kayu pada lahan-lahan tersebut diatas antara lain kelerengan, dan kesuburan tanah secara umum. Perbaikan lahan dapat dilakukan dengan pembuatan teras-teras

pada lahan dengan kemiringan yang agak curam dan pemberian pupuk sesuai kebutuhan.

5. 1. 3. 5. KesesuaianLahan Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk ubi jalar seperti ditunjukkan pada Tabel 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar lahan untuk ubi jalar merupakan kelas Sesuai Marjinal (S3) dengan luas 96 267 ha (35.12% dari luas wilayah). Kelas tertinggi hanya pada kelas Cukup Sesuai (S2) dengan luas 18 804 ha (6.86%).

Hasil analisis juga menunjukkan kelas S2 terdapat pada lahan kebun campuran yaitu 8 902 ha (47.34% dari luas lahan kelas S2), sawah 3 109 ha (16.53%), tegalan/ladang 2 409 ha (12.81%), semak/rerumputan 2 659 ha (14.14%), perkebunan 1 547 ha (8.23%) dan hutan produksi 178 ha (0.95%). Kelas S3 yang terluas terdapat pada kebun campuran yaitu 37 867 ha (39.34% dari luas lahan kelas S3), sedangkan pada lahan sawah hanya 12 229 ha (12.70%). Untuk kelas N yang terluas juga terdapat pada kebun campuran, yaitu 20 048 ha (38.34%). Peta kelas kesesuaian lahan tanaman ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 16.

Tabel 20 Luas kesesuaian tanaman ubi jalar pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Luas Kesesuaian Tanaman Ubi Jalar (ha) *) No Penggunaan Lahan S2 S3 N Jumlah (ha) 1 Hutan Produksi 178 1 608 591 2 Kebun Campuran 8 902 37 867 20 048 3 Perkebunan 1 547 10 583 4 295 4 Sawah 3 109 12 229 3 693 5 Semak/rerumputan 2 659 14 078 12 443 6 Tegalan/ladang 2 409 19 902 11 216 Jumlah 18 804 96 267 52 286 167 357 Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Gambar 16 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas).

5. 1. 3. 6. KesesuaianLahan Tanaman Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis spasial dengan pendekatan SIG diperoleh luasan lahan tiap kelas kesesuaian lahan untuk tanaman rumput gajah seperti ditunjukkan pada Tabel 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar lahan merupakan kelas Sesuai Marjinal (S3) (41.66% dari luas wilayah).

Tabel 21 Luas kesesuaian tanaman rumput gajah pada berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Luas Kesesuaian Rumput Gajah (ha) *) No Penggunaan Lahan S2 S3 N Jumlah (ha) 1 Hutan Produksi - 1 786 591 2 Kebun Campuran 410 46 359 20 048 3 Perkebunan 611 11 519 4 295 4 Sawah 137 15 201 3 693 5 Semak/rerumputan 271 16 466 12 443 6 Tegalan/ladang 213 22 098 11 216 Jumlah 1 642 113 429 52 286 167 357

Keterangan : *) Luas merupakan hasil perhitungan pada peta digital

Gambar 17 Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Rumput Gajah (Pennisetum purpureum).

Hasil analisis spasial juga menunjukkan bahwa kelas S3 untuk tanaman rumput gajah sebagian besar terdapat pada lahan kebun campuran dengan luas 46 359 ha (40.87% dari luas lahan kelas S3). Kelas Cukup Sesuai (S2) memiliki luasan sedikit sekali dengan luas keseluruhan 1 642 ha (0.60% dari luas seluruh wilayah), dengan lahan terluas terdapat pada perkebunan. Sedangkan kelas Tidak Sesuai (N) lebih luas dari kelas S2, dengan luas keseluruhan 52 286 ha (19.08%). Peta kelas kesesuaian lahan tanaman Rumput Gajah seperti yang tersaji pada Gambar 17.

Faktor penghambat utama lahan-lahan untuk petumbuhan tanaman rumput gajah ini sama dengan tanaman lainnya yaitu faktor kemiringan lereng dan kemasaman tanah. Berhubung rumput gajah merupakan salah satu rumput unggul pakan ternak, maka untuk penanaman rumput gajah ini perlu peningkatan kualitas lahan dengan pemupukan dan pembuatan teras untuk penanaman di lereng-lereng yang agak curam, karena sebagian besar lahan di kabupaten Lima Puluh Kota berlereng di atas 16%.

5. 1. 3. 7. KesesuaianLahan Tanaman Rumput Setaria (Setaria spachelata)

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan secara matching dan analisis

Dokumen terkait