• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Penanganan Masalah Tata Ruang Pesisir dan Laut Penataan ruang pesisir dan laut dimaksudkan untuk

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT BERORIENTASI TATA RUANG

1. Arahan Penanganan Masalah Tata Ruang Pesisir dan Laut Penataan ruang pesisir dan laut dimaksudkan untuk

1. Arahan Penanganan Masalah Tata Ruang Pesisir dan Laut Penataan ruang pesisir dan laut dimaksudkan untuk menyediakan suatu landasan perijinan yang mengatur ketentuan tentang asas dan tujuan, pemanfaatan dan perlindungan (konservasi) sumberdaya pesisir dan laut, kewenangan, pembagian pe ran (hak dan kewajiban) antara para pemangku kepentingan (stakeholders), integrasi serta harmonisasi dengan penataan ruang darat dan udara (sebagaimana diamanatkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 27 tahun 2007 Jo UU No 1 tahun 2014 tentang PWP3K, serta PP No 46 tahun 2016 tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis), keterpaduan pola dan struktur ruang pesisir-laut-darat, sanksi atas kegiatan yang menyimpang atau bertentangan dengan tata ruang. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 034 tahun 2002, bentuk rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi, antara lain:

• Rencana Tata Ruang Kelautan Nasional: merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dengan skala peta Rencana 1: 1.000.000

• Rencana Tata Ruang Pesisir Wilayah Propinsi, merupakan arahan pengembangan perlindungan dan pemanfaatan ruang pesisir wilayah propinsi, dengan skala peta Rencana 1:250.000

Dari hasil pantauan sampai bulan September 2018, ternyata belum semua Provinsi mempunyai Rencana Tata Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam bentuk Rencana Zonasi WP3K yang di-Perdakan. Untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah, saat ini Perda tentang Rencana Zonasi WP3K telah terbit dan diberlakukan lewat Peraturan Daerah (Perda) Momor 13 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2038.

Kenyataan ini menimbulkan implikasi bagi pengendalian pemanfaatan ruang pesisir dan laut, serta memberi peluang timbulnya benturan/konfl ik antar kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai arahan solusi terhadap permasalahan ini perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

• Bagi Kabupaten/Kota yang telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perlu dikuatkan dengan Peraturan Daerah, selanjutnya diintegrasikan dan diselaraskan dengan RZWP3K Provinsi.

• RZWP3K yang telah disusun Provinsi atau di-PERDA-kan perlu ditindaklanjuti dengan Rencana Pengelolaan Pesisir Terpadu (Management dan Action Plan) sesuai hierarki yang berlaku dalam siklus perencanaan penataan pesisir terpadu.

• Perencanaan RZWP3K seyogyanya berbasis pada pende-katan Ekoregion (terpadu antara ekosistem darat dan perairan) dan kepentingan masyarakat, antara lain dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, daya lenting sumberdaya, serta adat istiadat dan status kepemilikan lahan.

• Dari segi penataan pemanfaatan sumberdaya, RZWP3K sebaiknya mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan keadilan secara proporsional, terutama dalam penetapan pemintakatan (zonasi) untuk fungsi lindung (konservasi) dan budidaya (pemanfaatan), termasuk dalam penetapan Kawasan Strategis sebagaimana diamanatkan UU No. 26 dan No. 27 tahun 2007 (diperbarui dalam UU No. 1 tahun 2014) serta PP no. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Pemintakatan hendaknya benar-benar dapat menjamin keharmonisan dan keterpaduan antar zona atau kegiatan, sehingga kegiatan-kegiatan yang kompatibel dapat dipilahkan dari kegiatan yang non-kompatibel, atau zona lindung tidak tumpang tindih dengan zona budidaya/ pemanfaatan umum.

• Dalam proses penyusunan RZWP3K perlu melibatkan seluruh stakeholder, baik pemangku kepentingan internal maupun eksternal, sedapat mungkin juga dikonsultasikan dengan daerah (Kabupaten/Kota/Provinsi) yang berbatasan.

• Perencanaan RZWP3K pada gugus kepulauan (misalnya Kepulauan Karimunjawa) sedapat mungkin dipadukan dan diselaraskan dengan RTRW Kabupaten/Kota di daratan pulau besar (misalnya Kabupaten Jepara).

• Rencana Zonasi WP3K Provinsi perlu diserasikan, diselaras-kan,dan diseimbangkan dengan RTRW yang telah ada. Sebagai catatan, langkah langkah tersebut perlu diiringi kehati-hatian dengan upaya verivikasi dan validasi, baik pada zoning teks maupun zoning map-nya. Kenyataan yang pernah terjadi pada masa lalu, yaitu RTRW Provinsi Jawa Tengah yang sudah di-Perda-kan dengan Perda No. 6 tahun 2010 tentang RTRW Prov.Jawa Tengah 2009-2029, ternyata masih terdapat inkonsistensi atau ketidaksesuaian antara zoning teks dengan zoning map; misalnya, pada zoning teks tertulis di wilayah pesisir-laut Ujung Negoro Kabupaten Batang diplot sebagai Zona Konservasi Taman Laut, namun pada zoning-mapnya ternyata kosong, yang muncul adalah zona lindung sempadan pantai. Kekurang-akuratan yang

lain, misalnya pada penetapan posisi koordinat beberapa ekosistem penting yang dilindungi (misalnya Karang Kretek dan Karang Maeso di Kabupaten Batang), setelah dicek ulang dengan GPS dan penyelaman Under-water GPS pada bulan April 2012 dan Mei 2013 ternyata posisinya tidak sesuai dengan lokasi sebenarnya.

• Rencana Zonasi/Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil perlu dirancang, dilegalkan, diimplementasikan, dipantau dan dievaluasi dampaknya dari sisi sosial-ekonomi dan ekologi. Dalam RTRWP3K, diusahakan agar minimal 30 persen dari total luas wilayah harus dialokasikan (dicadangkan) untuk kawasan lindung (konservasi). Hal ini diperlukan sebagai antisipasi menghadapi ancaman pemanasan global (global warming), terutama berkaitan dengan peningkatan paras (permukaan) laut (sea level

rise) yang dapat memicu peningkatan gelombang pasang

dan abrasi pantai. Pada sempadan pantai perlu dibangun atau dikembangkan sabuk hijau (green belt) mangrove atau vegetasi lainnya dengan lebar/ketebalan sesuai kondisi oseanografi s dan geomorfologi setempat. Ketetapan tentang garis pantai yang dipakai sebagai acuan, harus sama antara RTRW dan RZWP3K (menggunakan garis pantai versi Badan Informasi Geospasial tahun 2013 atau 2017); artinya harus ada sinergi dan harmoni antara tata ruang matra darat dengan tata ruang matra laut.

• Pada tataran nasional, perlu kebijakan penanganan yang tepat dan cermat atas berbagai permasalahan pulau-pulau kecil terdepan dan batas laut wilayah Negara (Delimitasi Batas Maritim) yang sampai saat ini banyak yang belum mencapai kesepakatan dengan beberapa Negara yang memiliki perbatasan laut dengan Indonesia. Masalah perbatasan wilayah laut dengan Negara-negara tetangga, baik yang terkait dengan batas wilayah laut territorial, ZEE, landas kontinen, maupun zona tambahan perlu segera diselesaikan. Hal ini perlu, karena akan terkait dengan penegasan wilayah secara hukum yang memiliki implikasi,

baik pada dimensi politik, keamanan dan ekonomi. Pada dimensi politik dan keamanan, penegasan ini menjadi penting karena akan menjadi payung hukum implementasi kedaulatan dan hak berdaulat, terkait dengan ruang pengelolaan Negara dalam berbagai aspek, beserta upaya penegakan keamanannya. Pada dimensi ekonomi, langkah tersebut akan berguna sebagai penegasan ruang eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam laut Indonesia yang dikuasai Negara bagi sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

2. Arahan Penanganan Konfl ik Pemanfaatan