• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organ Luminesens Tidak Mandiri

FENOMENA BIOLUMINISENS SEBAGAI INDIKATOR STATUS KESEHATAN

B. Organ Luminesens Tidak Mandiri

Tipe organ ini terdapat pada ikan Leweri Batu (Photoblepharon palpebratus) dan ikan Leweri Air (Anomalops

kataptron) Keistimewaan ikan Leweri terletak pada “lentera”

(organ luminesens) yang terdapat di bawah matanya (di bagian pipi). Organ ini berbentuk lonjong dengan panjang kira-kira 10 mm, berwarna putih kekuningan dan menge luarkan cahaya terus menerus berwarna biru kehijauan. Tetapi yang tampak, lentera yang dibawa oleh Leweri Air selalu berkelap-kelip, 10 detik menyala diseling 5 detik padam, sedangkan pada Leweri Batu dalam keadaan nor mal lentera itu dipancarkan terus menerus.

Meskipun struktur jaringan organ lumi nesens pada kedua jenis ikan tersebut sama, namun terdapat perbedaan dalam mekanisme untuk memadamkan pendar cahayanya. Pada Leweri Batu, di sebelah bawah organ lumi nesens terdapat lipatan kulit berwarna hi tam, yang dapat ditarik ke atas sehingga menutupi cahaya yang akan dipancarkan ke luar. Jadi fungsinya mirip kelopak mata pada manusia. Pada Leweri Air, organ lumi nesens yang bentuknya lonjong itu dapat ber putar pada sumbu memanjangnya. Jika organ ini ditundukkan ke bawah dengan cara memu tarnya ke dalam (ke arah badan), yang akan tampak hanya bagian permukaan berpigmen hitam pekat sehingga cahaya tampak padam.

Cahaya yang dipancarkan oleh organ lumi nesens pada ikan Leweri sebenarnya bukan merupakan hasil kegiatan faali secara mandi ri, melainkan dipengaruhi (diaktivasi) oleh bakteri luminesens yang hidup menumpang se bagai simbion di dalam sel-sel organ luminesens itu. Bakteri luminesens ini ber bentuk batang dengan panjang 2 - 3 m. Bakteri ini berperan dalam memproduksi luciferin dan luciferase, sedangkan sel-sel organ luminesens berperan dalam penyediaan energi (ATP) dan oksigen. Oksigen diperoleh melalui suplai dari pembuluh darah yang menuju pembuluh tapis insang.

Peran Bioluminesens bagi Kehidupan Biota Laut

Meskipun publikasi-publikasi dan penelitian menge nai bioluminesens telah ada cukup lama dan semakin ber kembang,

namun informasi tentang peran apa yang sesung guhnya ingin dicapai oleh proses bioluminisens itu da lam beberapa hal masih meragukan.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh Anderson (1973), Shimomura et.al. (1973), dan Harvey (1976), dapat diformulasikan bahwa bioluminisens pada biota laut mempunyai peran sebagai berikut: (a) penginderaan habitat (untuk menerangi tempat hidup), (b) komunikasi visual biota sejenis:, (c) untuk mengenali sesama jenisnya, (d) untuk memberi tanda peringatan bahaya, (e) untuk memperlihatkan tanda-tanda berahi/ ke-matangan seksual (sex recognition), (f) untuk memberikan daya tarik (atraktan) seksual pada lawan jenisnya, (g) untuk memberi aba-aba pergerakan atau ruaya., (h) atraktan pemangsaan (grazing), dan (i) kamufl ase untuk mengelabui musuh (predator).

Penginderaan habitat dengan cara bioluminisens ini dilakukan oleh biota laut tertentu yang hidup di perair an yang sangat dalam, yaitu di daerah : (1) abiso/bati pelagial (150 - 2000 m), (2) abisal (2000 - 4000 m), dan (3) hadal (>4000 m). Karena habitatnya sangat gelap, biota yang hidup di kedalaman ini meneranginya dengan bioluminesens. Adanya cahaya biologis ini se lain dapat menerangi habitat, juga memudahkan orienta si gerak, terutama dalam mengenali medan serta keadaan di sekelilingnya. Beberapa jenis ikan laut yang meng gunakan organ luminesens untuk orientasi dan penerangan habitat ialah ikan Lentera dan ikan Leweri. Dalam hal ini kekuatan pendar cahaya sangat tergantung pada: (a) energi yang dikandung organ luminesensi, (b) ke tersediaan oksigen, dan (c) parameter kualitas air (seperti pH, Alkalinitas, Salinitas dan Kecerahan).

Dalam habitat yang gelap gulita sepanjang masa seperti laut dalam, pola penyebaran photophor di permukaan tubuh suatu organisme akan tampak dengan jelas. Khususnya pada ikan, pola ini sangat rumit, dan berbeda menurut species. Dengan demikian, adanya pola penyebaran photophor ini akan memungkinkan organisme untuk mengenal kerabat speciesnya. Hal ini mungkin penting untuk menjaga agar individu – individu dari satu species tetap berada dalam kelompoknya dan juga untuk menemukan

pasangan bagi keperluan reproduksi.

Bahkan pada beberapa species ikan tertentu, pola penyebaran photophor pada ikan jantan berbeda dengan ikan betina. Hal ini lebih menjamin pemilihan pasangan untuk keperluan reproduksi. Menarik untuk dicatat bahwa William Beebe, salah seorang dari beberapa ilmuwan yang untuk pertama kalinya berhasil mengadakan pengamatan in situ pada ikan mesopelagik, dapat mengenali bermacam species ikan lentera yang berada di tempat gelapmelalui pelacakani pola sebaran photophor.

Komunikasi Visual

Informasi sinyal visual oleh organ luminesens ke kuatannya tergantung pada potensi energetika biota dan keadaan lingkungan di sekelilingnya yang menunjang. Beberapa biota laut ternyata mampu berkomunikasi dengan sesama jenisnya dengan cara memancarkan sinyal cahaya yang khas. Informasi yang diubah dalam bentuk sinyal luminesens dapat ditanggapi oleh spesies itu karena perbedaan ukuran, bentuk, intensitas, warna, gerakan, dan lama waktu pancar (Anderson, 1973; Harvey, 1976).

Kebanyakan transmisi sinyal bioluminesens dapat terhalang oleh : (a) pengadukan massa air (up-welling atau down-welling), (b) penetrasi cabaya matahari dan cahaya bulan. Oleh sebab itu biasanya transmisi ber langsung efektif pada malam hari atau pada keadaan gelap (di perairan yang sangat dalam). Sinyal cahaya biologis dapat diarahkan ke tempat penerima yang di tuju sehingga sinyal tersebut dapat dilihatnya.

Sebagai contoh sejenis Krustasea, yaitu Cypridina sp (Gambar 47), pada saat musim pemijahan (kawin) betinanya memberi sinyal (sex recognition) dengan cara meningkatkan intensitas cahaya yang dipancarkannya dan dikedip kedipkan. Pejantannya akan segera tanggap dan memberi jawaban dengan kedipan cahaya serupa, kemudian kedua nya bersama-sama bergerak ke daerah pemijahan (spawning ground) untuk melakukan perkawinan.

Gambar 47. Cypridina mediterranea

Sumber: (http://en.wikipedia.org)

Penerimaan bioluminensi sebagai sinyal visual ter gantung pada ketajaman mata biota penerima sinyal dan kecerahan perairan. Biota laut luminesens, terutama jenis Krustasea dan Ikan Lentera, memiliki modifi kasi mata sehingga dapat menambah kepekaannya agar lebih mudah berkomunikasi secara visual. Sinyal yang sudah diterima dapat merangsang beberapa tanggapan.

Karena kebanyakan sinyal berlangsung antar pasangan yang berahi, penerimaan sinyal menyebabkan saling ter-tariknya pasangan itu. Biasanya betina diam di tempat nya sambil memancarkan sinyal cahaya (sex attraction dan sex recognition), kemudian pejantan akan menanggapi nya dan datang mendekat. Kemungkinan lain adalah perubahan sinyal yang dikeluarkan sebagai akibat tanggapan sinyal yang diterima, misalnya seekor betina yang se dang berahi berusaha menarik lawan jenisnya dengan me ngubah sinyalnya, sehingga memudahkan pejantan untuk mendekatinya. Pada akhirnya, karena sinyal ini adalah sinyal untuk kawin (memijah) maka efeknya dapat men jadi laten pada faal reproduksi biota laut luminesens.

Sebagai ilustrasi dari fenomeua di atas terjadi pada ikan Lentera, yang mempunyai bentuk komunikasi seksual yang menarik. Karena sulit mencari jodoh di lingkungan yang sangat gelap, maka seringkali ditemu kan hubungan yang amat aneh antara betina dan yang jantan. Betina biasanya berukuran lebih besar dari pejantannya., Untuk mendapat kepastian pertemuan jodoh, maka sang jantan yang tidak pernah menjadi besar akan memberikan sinyal luminesens terlebih dulu. Pada saat itu bila ada betina yang matang kelamin, akan segera menanggapinya dengan memberi sinyal luminesens balasan, yaitu dengan menggerakkan dan memutar organ photogeninya.

Begitu terlihat ada betina yang memberikan tanggapan terhadap sinyalnya, ikan jantan akan segera memburu nya, dan sekaligus menempelkan dirinya pada tubuh ikan betina, sedemikian rupa sehingga merupakan parasit terhadap betinanya. Setelah menempel, ikan jantan tidak pernah lagi berusaha mengaktifkan organ lumine sensinya. Sehingga aktivitas bioluminisens akhirnya diambil alih oleh ikan betina. Ikan jantan hanya ber peran dalam menghasilkan sperma untuk membuahi telur yang dikeluarkan betinyanya. Mulai saat itu sinyal luminesens hanya ditujukan untuk penerangan habitat, komunikasi (pengenalan) sesama jenis dan untuk menarik hewan lain sebagai mangsanya.

Pada beberapa jenis Krustasea dan Cumi-cumi, sinyal cahaya juga dimanfaatkan untuk orientasi gerak dan ruaya. Dengan sinyal tertentu mereka akan ber sama-sama (seperti diberi komando) melakukan gerak nocturnal di malam hari atau ruaya polihalin pada saat salinitas perairan rendah.

Atraktan Mangsa

Bioluminisens sering dipakai oleh biota laut ter tentu, seperti beberapa jenis Krustasea, Cumi-cumi dan Gurita serta ikan Lentera, untuk menarik hewan lain untuk dijadikan santapannya.

Pada ikan Lentera misalnya, bila melihat mangsanya akan segera menggerakkan organ luminesensinya men dekati bagian atas mulutnya. Dengan cara ini hewan mangsa (prey) akan mendekat dan dengan mudah akan dimangsanya. Pada umumnya hewan lain

yang di jadikan mangsa adalah yang mempunyai sifat fototaksis positip.

Gambar 48. Pendar Cahaya pada Ikan Chauloidus luminesens (Sumber: http://upload.wikimedia.org)

Pada ikan pemancing (Ceratoidea), organ penghasil cahaya (esca) di sirip dorsal (illicium) berfungsi sebagai umpan agar organisme yang dimangsa mendekat sampai jarak jangkauan terkaman. Photophor juga berguna untuk menerangi daerah sekelilingnya sehingga suatu predator dapat melihat mangsanya.

Mengelabui Musuh (Predator)

Cahaya biologis seringkali digunakan oleh biota laut tertentu, seperti Krustasea, Cumi-cumi dan Zooplankton tertentu, untuk melindungi diri dari serangan predator (pemangsanya). Caranya adalah dengan memancarkan cahaya yang mirip dengan cahaya biologis yang dikeluarkan oleh organisme lain.

Pada Krustasea tertentu, seperti Mysidacea, Euphausiacea dan Decapoda, bila dikejar musuh sering mengeluarkan sinyal cahaya yang menyerupai cahaya biologis yang dikeluarkan oleh Noctiluca (fi toplank ton) atau Ubur-ubur. Akibatnya predator akan kebi ngungan dalam menetapkan sasaran yang akan dimangsa nya. Sedangkan Cumi-cumi, akan mengelabui musuh atau predatornya

justru dengan cara memadamkan organ luminesensinya dan sebagai gantinya di semburkan suatu cairan berwarna gelap kehitaman.

Photophor dapat pula digunakan untuk menghasilkan suatu “cahaya kilat” yang menyilaukan dan dengan demikian dapat melumpuhkan sejenak predator, sehingga organisme penghasil cahaya, seperti Salmoura sp, dapat menghindarkan diri dari pe-mang saan (Gambar 49).

Gambar 49. Bioluminesens dari Salmoura (Sumber: http://www.oceana.org)

Implikasi Bioluminesens dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut

Diketahui fenomena bioluminesens hanya akan muncul billa beberapa syarat berikut ini terpenuhi (Soedarmo dan Anggoro, 1991). Pertama, adanya organ luminesensi pada biota akuatik seperti: organ fotofor, luciferis dan enzim luciferase. Kedua, tersedianya substrat yang mendukung proses pendar cahaya berlangsung optimal, antara lain: salinitas (harus diatas

30 permil), pH (harus di atas 6.5), cahaya (harus remang-remang sampai gelap), kandungan elektrolit seperti Cl, Na dan Mg (harus berada dalam kondisi mendekati isosmotik atau io-ionik). Agar persyaratan tersebut terpenuhi maka dalam pengelolaan pesisir terpadu harus mampu menjamin agar hidrodinamika dan kualitas air berada pada kondisi layak bagi kehidupan biota yang kebutuhan hidupnya memerkukan mekanisme pendar cahaya. Oleh sebab itu, segala bentuk aktivitas pembuangan limbah (padat dan cair) baik di hulu maupun hilir serta aktivitas penambangan di laut perlu dikendalikan agar tidak mencemari lingkungan atau menyebabkan penyuburan berlebih (eutrofi kasi). Berikut ini diperlihatkan beberapa jenis biota laut yang memiliki kemampuan pendar cahaya dan sangat peka terhadap pencemaran perairan (Gambar 50).

Canthigaster sp Ceratoidei sp.

Linophrynidae sp.

Acanthuridae sp Sterroptyx sp.

Ceratoidei sp

Gambar 50 . Beberapa Jenis Ikan yang Peka dan Meres pon Pollutan dengan Biolumesens (Sumber: http://www.oceana.org}

PENGEMBANGAN BUDIDAYA