• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PEMLASTIS ISOPROPIL PALMITAT

K ARAKTERISTIK B IOPLASTIK Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis meliputi pengujian kuat tarik, perpanjangan putus dan elastic modulus.

Gambar 2 merupakan grafik perbandingan nilai kuat tarik bioplastik pada berbagai selang konsentrasi. Penambahan pemlastis bisa memperlonggar ikatan mulokul-molekul PHA, karena pemlastis tersisip secara fisika pada rantai polimer. Pemlastis juga menjadikan PHA yang tadinya kaku menjadi lebih lunak dan elastis

Nilai kuat tarik pada konsentrasi IPP 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) berturut adalah sebesar 10.923 MPa, 4.9065 MPa, 4.6219 MPa, dan 2.379 MPa.

Kuat Tarik Bioplastik

2,616 ± 0,8940 10,923 ± 0,5554 4,6219 ± 0,7848 6,1371 ± 0,5504 0 2 4 6 8 10 12 0% 10% 15% 20% Konsentrasi IPP Ku a t T a ri k ( M P a )

Nilai Kuat Tarik

Gambar 2. Perbanding nilai kuat tarik pada berbagai selang konsentrasi uji.

Penambahan pemlastis IPP menyebabkan terbentuknya interaksi molekuler dengan rantai polimer PHA dalam bentuk ikatan hidrogen (lihat Gambar 1). Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang sangat lemah, lebih lemah dari ikatan kovalen (Sukardjo, 1985). Pembentukan ikatan hidrogen tersebut menyebabkan peningkatan kecepatan respon viskoelastis dan mobilitas molekuler rantai polimer PHA. Peningkatan mobilitas molekuler tersebut menjadikan kekompakan molekul menjadi berkurang. Kekompakan molekul polimer yang semakin berkurang seiring dengan peningkatan konsentrasi IPP yang kemudian menyebabkan semakin sedikitnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik bahan sehingga kuat tarik bahan semakin turun. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Hammer (1978) yang menyatakan bahwa prinsip kerja pemlastis adalah dengan membentuk interaksi molekuler rantai polimer untuk meningkatkan kecepatan respon viskoelastis pada polimer sehingga dapat meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer.

Pada penambahan pemlastis dengan konsentrasi 30% (b/b), bioplastik masih terbentuk, tapi lembaran bersifat sangat rapuh dan tidak dapat dilakukan pengujian kuat tarik. Hal ini menandakan bahwa pencampuran antara PHA dengan IPP telah jenuh. Nilai kuat tarik pada konsentrasi 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) berturut adalah sebesar 10.923 MPa, 6.1371 MPa, 4.6219 MPa, dan 2.6160 MPa.

Perpanjangan Putus Bioplastik

2,8649 ± 0,8424 2,8534 ± 0,2726 2,7262 ± 0,0826 1,7147 ± 0,5099 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 er p a n ja ng a n P u tus (% ) Nilai Perpanjangan Putus

5 Perpanjangan putus merupakan perubahan

panjang material sampai material tersebut putus akibat menerima gaya regangan pada pengujian kuat tarik. Peningkatan konsentrasi IPP akan meningkatkan kecepatan respon viskoelastis dan mobilitas molekuler rantai polimer PHA. Meningkatnya mobilitas molekuler rantai polimer ditunjukan dengan bahan semakin elastis sehingga perpanjangan putus cenderung akan meningkat. Peningkatan tersebut akan berlaku selama masih terbentuk interaksi molekuler rantai polimer dengan pemlastis.

Pada Gambar 3, dapat kita lihat bahwa nilai perpanjangan putus bioplastik bertambah dengan penambahan IPP sebagai pemlastis. Namun, pada konsentrasi IPP 20% (b/b) perpanjangan putus bioplastik menurun. Hal ini disebabkan karena interaksi molekuler PHA dengan IPP tidak terjadi lagi. Nilai perpanjangan putus pada konsentrasi 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) berturut adalah sebesar 2.7262%, 2.8534%, 2.8649%, dan 1.7147%. Perpanjangan putus bioplastik pada konsentrasi 15% (b/b) IPP merupakan nilai maksimum, hal ini menandakan bahwa penambahan IPP dengan konsentrasi 15% (b/b) sebagai pemlastis mencapai jumlah optimum untuk pembuatan biopastik dari PHA hasil kultivasi R. eutropha pada substrat hidolisat pati sagu. Elastic Modulus 182,64 ± 18,070 500,99 ± 12,306 208,81 ± 14,27 298,18 ± 25,928 0 100 200 300 400 500 600 0% 10% 15% 20% Konsentrasi IPP El a st ic M o dul us ( M Pa) Nilai Elastic Modulus

Gambar 4. Perbanding nilai elastic modulus pada berbagai selang konsentrasi uji.

Gambar 4 menyajikan nilai elastic modulus

bioplastik yang dibuat dengan pemlastis IPP.

Elastic modulus atau yang lebih dikenal sebagai tingkat kekakuan bahan (polimer), semakin turun dengan peningkatan jumlah IPP yang ditambahkan sebagai pemlastis. Nilai elastic modulus pada konsentrasi 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) berturut adalah sebesar 500.99 MPa, 298.18 MPa, 208.81 MPa, dan 182.64 MPa. Dengan semakin meningkatnya kecepatan respon viskoelastis dan mobilitas molekuler rantai polimer PHA karena penambahan IPP sebagai pemlastis, maka elastisitas bahan akan meningkat dan tingkat kekakuan bahan akan semakin turun. Penurunan tingkat kekauan bahan ini akan menurunkan nilai

elastic modulus bioplastik.

Konsentrasi IPP sebesar 15% (b/b) merupakan jumlah optimum pemlastis pada pembuatan bioplastik menggunakan PHA hasil

kultivasi R. eutropha pada substrat hidolisat pati sagu dengan pemlastis IPP.

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat titik yield pada grafik hubungan kuat tarik dan perpanjangan putus pada bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b), dimana pada titik ini terjadi perubahan dari deformasi elastis menjadi deformasi plastis. Ciri ini menunjukan bahwa bioplastik berpotensi memiliki perpanjangan putus yang lebih besar.

Gambar 5. Grafik hubungan kuat tarik dengan perpanjangan putus pada konsentrasi pemlastis IPP 15%

Analisa gugus fungsi (ASTM E 1252-88)

Berdasarkan pengujian gugus fungsi sampel bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) (Gambar 6b), diperoleh informasi beberapa peak

yang muncul. Kemunculan banyak peak ini menunjukkan bahwa dalam bioplastik terdapat banyak jenis ikatan. PHA merupakan suatu poliester yang mempunyai beberapa gugus fungsi dominan seperti karbonil ester (C = O), ikatan polimerik C – O – C, OH, CH, dan CH2. Sebagai

pembanding pengujian gugus fungsi PHA dengan konsentrasi pemlastis 0% (b/b) (Juari, 2006), dapat dilihat pada Gambar 6a.

Hasil identifikasi gugus fungsi yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa semua gugus fungsi dominan dari molekul PHA muncul pada spektra FTIR bioplastik tanpa pemlastis. Gugus fungsi tersebut meliputi karbonil ester (C = O), ikatan polimerik C – O – C, OH, CH, dan CH2.

Sedangkan pada spektra FTIR bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) tidak terdapat peak

gugus OH. Penambahan IPP menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen yang menyebabkan atom H pada gugus OH molekul PHA semakin menjauh dari atom O (lihat Gambar 10). Akibatnya peak gugus OH tidak muncul pada spektra FTIR bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b).

Dari hasil spektrum pada kedua jenis sampel maka dapat diidentifikasi bahwa terdapat banyak jenis ikatan. Identifikasi decara lengkap disajikan pada Tabel 1.

(a) (b)

Gambar 6. Hasil analisa gugus fungsi (a) bioplastik tanpa pemlastis (Juari, 2006); (b) bioplastik dengan 15% (b/b) konsentrasi IPP.

Tabel 1. Hasil identifikasi spektrum FTIR bioplastik

No

Bioplastik 0% pemlastis Bioplastik 15% IPP

Bilangan Gelombang (cm-1) Intensitas Identifikasi Bilangan Gelombang (cm-1) Intensitas Identifikasi 1 3440.38 Sedang NH amida protein 2977.9* Sedang C – H 2 2974.79* Sedang OH karboksilat 2854.4* Sedang C – H 3 2931.13* Tajam C – H 1724.2** Tajam C = O 4 2854.13* Sedang ~ 1455 Sedang C – H2 5 1751.04* Tajam C = O 1380.9* Sedang C – H3 6 1455.57* Sedang C – H2 1300 –1100* Sedang C – O – C polimer 7 1380.61* Tajam C – H3 1000 - 500 Rendah Tidak diketahui 8 1310.87 Tajam N = O Catatan : 1 Identifikasi didasarkan

Nur (1989)

* Gugus PHA

** Gugus PHA yang juga teridentifikasi sebagai gugus IPP

9 1310.87-

1064.10* Tajam

C – O – C polimer 10 979.65-462.83 Sedang Tidak diketahui

Spektra FTIR bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) tidak memunculkan peak untuk gugus OH. Penambahan IPP menyebabkan atom H pada gugus OH molekul PHA semakin menjauh dari atom O dan kemudian atom H berikatan hidrogen dengan atom O pada gugus IPP (lihat Gambar 10). Akibatnya peak untuk gugus OH yang pada sampel bioplastik 0% (b/b) pemlastis yang muncul pada panjang gelombang 2974.79 cm-1, tidak muncul pada spektra FTIR bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b).

Penambahan IPP dengan konsentrasi 15% (b/b) merupakan jumlah optimum pemlastis dalam bioplastik, hal ini ditandai dengan ketidak munculan peak untuk gugus OH pada sampel bioplastik 15% (b/b) konsentrasi IPP karena semua gugus OH pada ujung rantai molekul PHA

Sifat Termal (ASTM D 3418)

Pengujian sifat termal meliputi pengujian suhu peralihan kaca Tg (glass transition) dan suhu

pelelehan Tm (melting point).

Hasil analisa DSC dari bioplastik tanpa pemlastis (Juari, 2006) dan bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) dapat dilihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7a dan 7b terlihat bahwa bioplastik PHA memiliki 2 buah peak suhu pelelehan yaitu pada suhu 149,84 oC dan 168,72

o

C untuk PHA tanpa pemlastis dan 148.7 oC dan 168.8 oC untuk bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b). Kemunculan dua peak yang berbeda pada masing-masing spektra DSC bioplastik menunjukkan bahwa pada bioplastik terdapat dua buah komponen. Komponen yang lebih dominan

7 bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b)

adalah 168.8 oC. Hasil analisa DSC ini relatif

sama, atau dapat dikatakan bahwa tidak terjadi perubahan titik leleh dengan penambahan pemlastis IPP.

Hal ini berbeda dengan pernyataan Billmeyer (1994) yang menyatakan bahwa jika suatu polimer semikristalin mendapat tambahan pemlastis maka akan terjadi penurunan suhu pelelehan (Tm) dan

derajat kristalinitas. Hasil analisa DSC PHA tanpa pemlastis (Juari, 2006) dan bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) tidak dapat dibandingkan secara nyata karena terdapat beberapa perbedaan diantaranya kemurnian bahan baku (PHA) yang digunakan dan keakuratan alat pengujian.

Gambar 7. Hasil analisa sifat termal bioplastik PHA tanpa pemlastis (a), bioplastik PHA dengan konsentrasi 15% (b/b) IPP

Menurut Jandali dan Widmann (1995), suhu transisi kaca (Tg) dapat dianalisa dengan

menggunakan DSC. Suhu transisi kaca terdeteksi oleh adanya peak yang berbentuk seperti anak tangga (tanpa puncak) yang menunjukkan terjadinya peralihan bentuk dari kaca ke termoplastik atau karet. Pada hasil analisa sifat termal bioplastik (Gambar 16) tidak ditemukan

peak yang menunjukkan adanya Tg. Tidak

terdeteksinya Tg disebabkan keterbatasan alat

untuk pengujian sifat termal, selang temperatur pengujian yang digunakan adalah antara 30oC sampai 200oC Lee (1996) dan Poirier et al. (1995), menyatakan bahwa PHB mempunyai Tg

pada suhu sekitar 5oC.

Derajat Kristalinitas (Hahn et al. 1994)

Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metode pendekatan. Metode ini didasarkan pada perubahan entalpi yang terjadi pada saat tercapainya suhu pelelehan yang terukur pada saat pengukuran suhu pelelahan dengan DSC. PHA dengan derajat kristalinitas 100% akan mempunyai perubahan entalpi sebesar 146 J/g. (Hahn et al.,1995).

Pada hasil analisa DSC (Gambar 16) diketahui bahwa perubahan entalpi bioplastik PHA tanpa pemlastis pada saat tercapai suhu pelelehan adalah sebesar 73,76 J/g. Perubahan entalpi bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) adalah sebesar 78.8 J/g pada saat pelelehan. Dengan metode perbandingan langsung antara perubahan entalpi bioplastik sampel dan PHA 100% kristalin, maka dapat diketahui nilai derajat kristalinitas bioplastik PHA tanpa pemlastis sebesar 50,52% dan bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) sebesar 53.97%.

Dari perhitungan derajat kristalinitas diperoleh data bahwa bioplastik dengan konsentrasi IPP 15 % (b/b) memiliki derajat kristalinitas lebih besar dibandingkan dengan bioplastik 0% IPP. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan Billmeyer (1994) yang menyatakan bahwa keberadaan pemlastis akan menyebabkan peningkatan jumlah fraksi amorf sehingga menurunkan suhu pelelehan dan derajat kristalinitas polimer tersebut. Perbedaan ini diperkirakan terjadi karena terdapat perbedaan dalam kemurnian bahan baku (PHA) yang digunakan dan keakuratan alat pengujian analisa DSC.

Knapczyk dan Simon (1992) menyatakan bahwa polimer termoplastik yang derajat kristalinitasnya tinggi meleleh lebih tajam pada suhu tinggi dari pada polimer amorf. Berdasarkan hal tersebut maka analisa derajat kristalinitas lebih didasarkan pada ketajaman peak yang terbentuk pada saat suhu pelelehan.

Dari hasil analisa DSC (Gambar 16) terlihat bahwa peak suhu pelelehan bioplastik tanpa pemlastis lebih tajam dari pada bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b). Peak yang lebih tajam menunjukkan bahwa polimer mempunyai derajat kristalinitas tinggi, maka bioplastik tanpa pemlastis mempunyai derajat kristalinitas yang lebih besar dari pada bioplastik IPP 15% (b/b).

(b) (a) 73.76 J/g 168.72 o C 78.8 J/g 168.8 o C

Motede penentuan derajat kristalinitas yang digunakan ini juga berdasarkan pada pernyataan Allcock dan Lampe (1981) yang menyatakan bahwa pada suhu pelelehan, polimer kristalin meleleh menjadi cairan viskous secara lebih tajam dari pada polimer amorf. Billmeyer (1994) menambahkan bahwa penambahan pemlastis menyebabkan peningkatan jumlah fraksi amorf sehingga menurunkan suhu pelelehan (Tm) dan

derajat kristalinitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penambahan pemlastis IPP menyebabkan derajat kristalinitas bioplastik menjadi turun.

Densitas

Menurut Lafferty et al. (1988), Poli-HB memiliki densitas antara 1,171 sampai 1,260 g/cm3. Nilai yang lebih kecil menunjukan struktur amorf sedangkan nilai densitas yang lebih tinggi menunjukan struktur kristalin. Berdasarkan pernyataan diatas, maka diduga bioplastik PHA pada penelitian ini memiliki struktur amorf yang lebih dominan.

Dari hasil pengukuran densitas bioplastik pada semua selang konsentrasi yang dibuat, didapatkan data bahwa densitas menurun sejalan dengan penambahan pemlastis. Grafik perbandingan densitas pada berbagai selang konsentrasi IPP dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai densitas yang diperoleh pada konsentrasi 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20%(b/b) pemlastis IPP berturut-turut adalah 0.89143, 0.88000, 0.87333, dan 0.69895. Densitas Bioplastik 0,89143 0,88000 0,87333 0,69895 0,00000 0,10000 0,20000 0,30000 0,40000 0,50000 0,60000 0,70000 0,80000 0,90000 1,00000 0% 10% 15% 20%

Konse ntrasi IPP

D e ns it a s ( g /c m 3 ) Densitas

Gambar 8. Grafik perbandingan densitas bioplastik pada berbagai selang konsentrasi IPP

Densitas bioplastik berhubungan dengan sifat mekanis bioplastik tersebut. Poli-β- hidroksialkanoat merupakan polimer rantai lurus dan memiliki kerapatan yang tinggi. Penambahan pemlastis akan menurunkan gaya tarik-menarik antar rantai polimer sehingga kerapatannya berkurang, akibatnya densitas bioplastik menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi pemlastis.

dengan melihat hasil pengujian kuat tarik (Gambar 13a) dan elastic modulus (Gambar 13c), dimana kuat tarik dan elastic modulus semakin turun seiring dengan peningkatan jumlah konsentrasi pemlastis. Sedangkan elastisitas tidak berhubungan dengan densitas, jadi densitas tidak mempengaruhi nilai perpanjangan putus.

Densitas bioplastik juga mempengaruhi nilai derajat kristalinitas. Penurunan densitas bioplastik karena molekul-molekul pemlastis meningkatkan mobilitas molekul-molekul polimer dan membuat polimer menjadi lebih amorf. Struktur molekul amorf memiliki kerapatan yang relatif lebih rendah daripada molekul kristalin. Penurunan kerapatan molekul menyebabkan derajat kristalinitas bioplastik menjadi turun.

KESIMPULAN

Isopropil palmitat yang merupakan ester dari isopropil alkohol dan asam palmitat, dapat digunakan sebagai pemlastis pada pembuatan bioplastik dengan menggunakan PHA dari hasil kultivasi Ralstonia eutropha secara fed batch

pada substrat hidrolisat pati sagu yang digunakan. Kuat tarik bioplastik PHA yang dibuat dengan menggunakan pemlastis IPP semakin turun seiring dengan peningkatan konsentrasi IPP sebagai pemlastis. Nilai kuat tarik bioplastik dengan konsentrasi IPP 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) adalah berturut-turut sebesar 10.923 MPa, 4.9065 MPa, 4.6219 MPa, dan 2.3790 MPa. Nilai perpanjangan putus bioplastik dengan konsentrasi IPP 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) adalah berturut-turut sebesar 2.7262%, 2.1260%, 2.7886%, dan 1.5756%. Dan nilai elastic modulus bioplastik dengan konsentrasi IPP 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b) adalah berturut-turut sebesar 500.99 MPa, 271.30 MPa, 208.81 MPa, dan 175.97 MPa.

Pada pengujian kuat tarik, bioplastik dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) memiliki titik yield, dimana titik ini menandakan terjadinya proses perpindahan deformasi elastis pada deformasi plastis dan memungkinkan bioplastik ini untuk memiliki perpanjangan putus yang lebih besar. Berdasarkan karakteristik mekanik tersebut dapat dinyatakan bahwa bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi IPP 15% (b/b) adalah yang terbaik.

Analisa gugus fungsi bioplastik tanpa pemlastis menunjukkan peak dominan untuk gugus fungsi PHA yaitu adanya gugus C = O ester, gugus C – O – C polimer, gugus OH, gugus

9 molekul PHA dengan molekul IPP. Karena semua

gugus OH pada rantai PHA telah berikatan hidrogen dengan gugus O pada rantai molekul IPP.

Dengan membandingkan ketajaman peak

hasil analisa DSC didapatkan kesimpulan bahwa bioplastik tanpa pemlastis mempunyai derajat kristalinitas yang lebih besar dari pada derajat kristalinitas bioplastik IPP 15% (b/b). Densitas bioplastik menurun sejalan dengan peningkatan jumlah konsentrasi IPP yang digunakan sebagai pemlastis. Penurunan ini disebabkan karena molekul-molekul pemlastis dapat meningkatkan mobilitas molekul-molekul polimer dan membuat polimer menjadi lebih amorf sehingga terjadi penurunan kerapatan molekul poli-β- hidroksialkanoat. Dengan menurunnya kerapatan molekul PHA maka densitas akan turun.

DAFTAR PUSTAKA

Akmaliah, P. 2003. Pengaruh Konsentrasi Pemlastis Dimetil Ftalat Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari

Polyhydroxyalkanoates (PHA) Yang

Dihasilkan Ralstonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Minyak Sawit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Allcock, H.R. dan F.W. Lampe. 1981. Contemporary Polymer Chemistry. Prentice- Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey 07632

Anonim1. Pengembangan Teknologi Untuk Nilai Tambah Sawit. http://www.seafast- info.com/informasi%20gratis/Teknologi%20u ntuk%20Memperoleh%20Nilai%20tambah% 20Sawit.pdf#search=%22%22isopropil%20pa lmitat%22%22.[4 Mei 2006]

Anonim2. Kekristalan Zat Padat. www.unej.ac.id/fakultas/mipa/web_fisika/we bkuliah/ZAT%20PADAT/BAB%20I%20SIS TEM%20KRISTAL.pdf

ASTM D 368 M-III. 1998. Standard Test Method for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting. West Conshohocken, PA.

ASTM D 3418. 1998. Standard Test Method for Transition Temperatures of Polymers by Differential Scanning Calorimetry. West Conshohocken, PA

ASTM E 1252-88. 1998. Standard Test Method for Functional Groups Identification. West Conshohocken, PA

Atifah, N. 2006. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu Sebagai Sumber Karbon Pada Produksi Bioplastik Polihidroksialkanoat Secara Fed- Batch oleh Ralstonia eutropha. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Billmeyer, F.W. 1994. Text of Polymer Science. John Wiley and Sons., Chapters 7, 12 and 17.

Hahn, S. K., Y. K. Chang, dan S. Y. Lee. 1994. Recovery and Characterization of Poly(3- Hydroxybutyric Acid) Synthesized in

Alcaligenes eutrophus and Recombinant

Eschesichia coli. Applied and Environmental Microbiology, p.34-39

Hammer, C.F. 1978. Polymer Blends. vol.2, 17, 219, dalam D. R. Paul and S. Newman, (ed.). Academic Press, New York.

Imamura, T., Yano, T., Kobayashi, S., Suda, S., dan Honma, T. 2001. Method for producing microbial polyester. United States Patent Application : 20010031488.

Juari. 2006. Teknologi Proses Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3- Hidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia Eutropha Pada Sirup Glukosa Pati Sagu Dengan Penambahan Dimetil Pthalat (Dmp) Sebagai Pemlastis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Knapczyk, J. K. dan R. H. M. Simon. Synthetic

Resins and Plastic. Di dalam. J. A. Kent (ed). 1992. Riedel’s Handbook of Industrial Chemistry 9th Edition. Van Nostrans

Reinhold. New York.

Lafferty, R.M., Korsatko, B., dan Korsatko, W. 1988. Biotechnology. Vol.6b. Special Microbial Processes. H.J. Rehm and G. Reed (ed.). VCH Publisher, New York.

Lee SY. 1996. Bacterial Polyhydroxyalkanoates.

Biotechnol. Bioeng. 49:1-14

Nur, M.A. 1989. Spektroskopi. Pusat Antar Universitas-Institut Pertanian Bogor (PAU- IPB), Bogor.

Poirier, Y., Nawrath C., Somerville C. 1995. Production of Polyhydroxyalkanoates, a Family of Biodegradable Plastics and Elastomers, in Bacterial and Plant. Biotechnol. 13: 142-150

Rabek JF. 1983. Experimental Methods in Polymer Chemistry, Physical Principles and Applications. New York : A Wiley- Interscience Publication.

Spink, W. P dan W.F. Waychoff 1958/1959.

Plasticizers. Frados, Joel (ed.). Modern Plastic Encyclopedia Issue. Hildrent Press, Inc. New York.

Sukardjo. 1985. Ikatan Kimia. Rineka Cipta, Yogyakarta.

Sadi, S. dan Purboyo G. 1996. Konsep Agroindustri untuk Produksi Plasticizer dari

Minyak secara Terpadu. Warta PPKS, Vol

Dokumen terkait