METODOLOGI PENELITIAN
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian karakterisasi dilakukan di Laboratorium Uji Polimer, Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung. Penelitian berlangsung selama sepuluh bulan, mulai bulan Maret sampai Desember 2006.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Bahan Biji Bioplastik
Tahap persiapan bahan biji bioplastik terdiri dari; kultivasi PHA secara
fed-batch, dan proses hilir PHA hasil kultivasi guna mendapatkan PHA yang lebih murni.
1. Kultivasi PHA
Kultivasi Ralstonia eutropha dilakukan secara fed-batch pada bioreaktor skala 13 liter dengan kapasitas kerja 10 liter. Kultivasi sistem fed- batch mampu meningkatkan konsentrasi PHA dan rendemen PHA di dalam sel sebesar lebih dari dua kali lipat apabila dibandingkan dengan kultivasi sistem curah (Atifah, 2006). Kultivasi dilakukan selama 96 jam dengan agitasi 150 rpm, aerasi 0.2 vvm, suhu 34oC, dan pada pH rata-rata 6.9.
Sebelum dilakukan kultivasi pada bioreaktor, terlebih dahulu R. eutropha dibiakkan pada media propagasi (volume 10 mL, 100 mL, dan 1000 mL) selama 3 x 24 jam. Propagasi pertama dilakukan pada media nutrient broth, sedangkan propagasi kedua dan ketiga dilakukan pada media propagasi yang telah terlebih dahulu disiapkan. Komposisi media propagasi dan media kultivasi pada bioreaktor disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Media Propagasi II dan III Serta Media Kultivasi Bahan Propagasi II Propagasi III Kultivasi
(media 90 ml) (media 900 ml) (media 9000 ml) (NH4)2HPO4 0,5094 g 5,094 g 50,94 g
K2HPO4 0,522 g 5,22 g 52,2 g
KH2PO4 0,342 g 3,42 g 34,2 g
MgSO4 0,1 M 0,9 ml 9 ml 90 ml
Mikroelemen 0,09 ml 0,9 ml 9 ml Hidrolisat pati sagu 9,61 ml 96,1 ml 961 ml
Pada tahap awal kultivasi, total gula yang dipakai adalah 30 g/L. Kemudian pada jam ke-48 dilakukan pengumpanan sirup gula dan total gula
23
hidupnya. Bakteri Ralstonia eutropha mengalami fase pertumbuhan
logaritmik hingga jam ke 36 dan memasuki fase pertumbuhan stasioner mulai jam ke 48. Pada fase stasioner konsentrasi residu gula mendekati titik nol (<1 g/L) seiring dengan laju pertumbuhan spesifik (μ) yang menunjukkan angka nol. Pada saat laju pertumbuhan spesifik mendekati nol, bakteri sebagian besar tidak lagi memperbanyak diri, sehingga sumber karbon pada media digunakan untuk pembentukan PHA di dalam sitoplasmanya.
Menurut Ayorinde et al. (1998), galur bakteri dan sumber karbon yang digunakan sangat berpengaruh terhadap PHA yang dihasilkan. Ralstonia eutropha dapat memproduksi PHB (poli-β-hidroksibutirat) menggunakan glukosa dan PHV (poli-β-hidroksivalerat) menggunakan glukosa dan asam propionat. PHB dapat disintesa oleh Ralstonia eutropha jika salah satu elemen nutrisi seperti N, P, S, O atau Mg ada dalam jumlah terbatas namun sumber karbon ada dalam jumlah berlebih (Lee dan Choi, 2001).
Pada penelitian ini, kultivasi dilakukan pada media yang mempunyai rasio C dan N sebesar 10:1 (Atifah, 2006). Nitrogen dijadikan sebagai elemen pembatas untuk pertumbuhan R. eutropha dalam mensintesis PHB. Sumber
nitrogen yang digunakan adalah (NH4)2HPO4. Perhitungan besarnya
(NH4)2HPO4 yang perlu ditambahkan pada saat formulasi media didasarkan
pada total gula sirup glukosa. Total gula pada media fermentasi adalah 30g/L. Konsentrasi C yang terdapat pada sirup glukosa (C6H12O6) adalah 40% dari
nilai total gula atau sebesar 12g/L sehingga konsentrasi N yang diperlukan adalah sebesar 1,2 g/L.
Selain C dan N, media yang digunakan juga mengandung sumber K, P, dan Mg. Sumber K dan P diperoleh dari K2HPO4 dan KH2PO4 dengan
konsentrasi sebesar 5,8 g/L dan 3,8 g/L. Sedangkan sumber Mg diperoleh dari MgSO4 dengan konsentrasi sebesar 10 ml/L.
2. Proses Hilir PHA
Kultivasi PHA pada bioreaktor dilakukan selama 96 jam, setelah itu PHA dapat dipanen dan kemudian dilakukan proses hilir untuk memperoleh PHA dari biomassa sel. Proses hilir ini bertujuan untuk memisahkan PHA dari
bahan-bahan pengotor seperti asam nukleat, protein, lemak maupun sisa media yang masih ada. Proses hilir dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama digest dengan NaOCl 0.2 % dan sentrifugasi serta tahap kedua ekstraksi dengan pelarut.
Endapan PHA yang diperoleh dari proses digest dengan NaOCl 0.2 % dan sentrifugasi, dikeringkan dalam oven dengan suhu ± 50oC selama 24 jam. Setelah PHA kering (Gambar 6), kemudian PHA dihaluskan dengan mortar. Bubuk PHA yang diperoleh ternyata masih kotor, karena bubuk PHA tidak dapat membetuk lembaran saat digunakan dalam pembuatan bioplastik dengan teknik casting. Untuk itu, bubuk PHA perlu dimurnikan lagi.
Gambar 6. PHA kering hasil digest dengan NaOCl 0.2 % dan sentrifugasi
Pemurnian bubuk PHA dilakukan dengan ekstraksi dengan pelarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ini adalah kloroform (CHCl3). Karena
menurut Lafferty et al. (1988) kloroform merupakan jenis pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak PHA dari sel bakteri, karena PHA memiliki kelarutan yang tinggi di dalam kloroform. Atkinson dan Mavituna (1991)
menambahkan bahwa poli-β-hidroksialkanoat (PHA) dapat larut pada
berbagai pelarut seperti kloroform, metilen klorida, etilen klorida, piridin atau campuran diklorometan/etanol.
Dalam proses pemurnian ini, bubuk PHA dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:50 (b/v). Larutan kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirer dan pendingin tegak digunakan untuk
25
Gambar 7. Proses pemurnian bubuk PHA dengan ekstraksi pelarut (reflux)
Setelah dilakukan pengadukan selama 24 jam, larutan PHA + kloroform disaring pada penyaring vakum dan mengunakan kertas saring whatman 42. Hasil penyaringan kemudian diuapkan dalam lemari asap. PHA murni yang terlarut dalam kloroform akan tertinggal dan membentuk lembaran (Gambar 8). PHA murni inilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk membuat bioplastik.
Gambar 8. PHA murni hasil ekstraksi dengan kloroform (reflux)
Rendemen PHA murni yang diperoleh setelah proses pemurnian dengan kloroform adalah sebesar ± 40 % (5 gram dari 20 gram PHA kering), hal ini sesuai dengan pernyataan Lee dan Choi (2001), yaitu bahwa bakteri R.
eutropha dapat mengakumulasi PHA 30-80% dari bobot kering selnya. Rendemen PHA yang diperoleh tidak maksimal, karena ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi, seperti; galur mikroba yang digunakan, jenis substrat yang dipakai, kondisi proses kultivasi, serta metode ekstraksi PHA.
Poli-β-hidroksialkanoat yang dihasilkan oleh R. eutropha pada penelitian ini diduga merupakan jenis poli-β-hidroksibutirat (PHB). Atifah (2006) telah melakukan identifikasi gugus fungsi dari polimer PHA yang
dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon pada saat kultivasi. Dari analisa dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) didapatkan hasil berupa spektrum infra merah yang ada pada PHA dari pati sagu, 15 dari 18 spektrum yang muncul sama dengan spektrum PHB murni (MERCK). Selain sesuai dengan ciri khas grup PHA, juga muncul gugus metil bebas (-CH3) dan metilen tunggal (-CH2-)
yang sesuai dengan struktur PHB sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa PHA yang didapat dari kultivasi Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon, merupakan jenis poli-β-hidroksibutirat (PHB).
Atifah (2006) juga menguji kadar atau tingkat kemurnian PHB yang
diperoleh dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Pada
kromatogram PHB yang dihasilkan muncul peak dominan pada waktu retensi yang mendekati standar (1,18) yaitu pada waktu retensi 1,25 menit dengan konsentrasi 69,69%. Dengan demikian, kadar atau kemurnian relatif PHB sagu terhadap PHB murni sebesar 76,57% (= 69,69 / 91,01 x 100%).