Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan adanya beberapa area dan obejk sakral yang disucikan oleh warga setempet secara pribadi, keluarga, maupun kelompok masyarakat. Area dan objek sakral tersebut keberadaannya tersebar di berbagai pelosok desa dalam berbagai ukuran, strata, dan fungsinya.
Pada bagian berikut ini diperlihatkan gambaran beberapa area sakral dan objek sakral yang terdapat di wilayah Desa Sambirenteng.
1. Area Sakral
Area sakral dalam wilayah Desa Sambirenteng secara garis besarnya dapat didefinisikan sebagai suatu area ruang terbuka atau lanskap yang dimaknai sebagai area yang disucikan atau memiliki makna ritual dan simbolis bagi
30 masyarakat setempat. Beberapa jenis area yang tergolong sebagai area semacam ini di Desa Sambirenteng antara lain: (a) area tepi pantai; (b) area daerah aliran sungai; (c) area hutan; (d) mata air; dan (e) persimpangan jalan. Lazimnya, area tepian pantai yang dimaknai sebagai area sakral di Desa Sambirenteng merupakan area yang berkaitan dengan tradisi upacara terhadap penguasa laut (Pura Segara), area melasti, maupun area bersejarah yang terkait dengan kedatangan kaum Cina di wilayah ini pada masa lalunya (area tepian pantai di Pura Pagonjongan). Berikut ini diperlihatkan foto-foto area sakral di Desa Sambirenteng.
Area sakral yang tergolong kelompok ini memiliki karakteristik radius kesuciannya yang bervariasi tergantung pemaknaan dari civitas yang dalam hal ini adalah masyarakat Hindu setempat. Sebagai contoh, area sakral tepian pantai ada kalanya dimaknai hanya sebatas radius di mana lokasi perletakan sesajen upacara ditempatkan. Pada bagian lainnya, masyarakat lainnya juga ada kalanya memaknai area sakral wilayah pantai itu sebagai area sepanjang pantai wilayah desanya (wawancara dengan bendesa adat, 2015). Pantai di wilayah Sambirenteng diartikan sebagai area sakral yang menjadi transisi wilayah daratan dan lautan. Hal semacam ini juga berlaku bagi area-area terbuka yang disakralkan di wilayah ini, seperti area hutan, mata air, persimpangan jalan, dan sungai.
Gambaran lebih jelasnya tentang paparan tersebut dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.
Gambar 4.29 Area Sakral Tepian Pantai
Gambar 4.30 Area Sakral Tepi Sungai
Gambar 4.31 Area Sakral Persimpangan Jalan
31 Di beberapa bagian wilayah area sakral tersebut lazimnya terdapat suatu area yang menjadi titik penempatan sesajen upacara keagamaan di wilayah tersebut. Masyarakat Hindu setempat lazimnya tidak hanya memaknai wilayah sakral tersebut secara fisik saja, akan tetapi juga memaknai nilai sakralitasnya terhadap perilaku mereka. Komunitas Hindu di Desa Sambirenteng lazimnya akan tidak bersikap atau berbicara sembarangan di wilayah-wilayah yang diyakini sebagai area-area sakral tersebut.
2. Objek Sakral
Di dalam wilayah Desa Sambirenteng terdapat beberapa jenis objek sakral atau objek keruangan yang benilai suci bagi masyarakat Hindu di desa itu. Objek-objek tersebut secara fisik dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Objek bangunan pura
b. Objek batu besar yang disakralkan tinggalan masa megalitik c. Objek pohon besar yang disakralkan
Objek-objek sakral tersebut lazimnya secara rutin masih tetap diupcarai oleh masyarakat setempat hingga saat ini. Objek bangunan suci pura dapat digolongkan sebagai objek bangunan pura tingkatan Kahyangan Desa, seperti Pura Puseh lan Desa, Pura Bale Agung, Pura Segara, dan Pura Melanting. Adapun pura yang tergolong pura keluarga antara lain pura dadia dan pura ibu yang berjumlah sekitar 16 buah. Adapun beberapa jenis bagunan suci berstatus pribadi antara lain pura catu dan pelinggih yang sangat banyak jumlahnya. Beberapa jenis pura di wilayah Desa Sambirenteng bercikal bakal dari area sakral tempat pemujaan berwujud tinggalan masa megalitik. Di dalam area inti pura ini lazimnya terdapat objek tinggalan batu besar dari masa megalitik, seperti Pura Pagonjongan dan Pura ...
Pura Kahyangan Desa yang terdapat dalam area desa adalah Pura Puseh, Pura Desa, dan Pura Segara. Pura yang tergolong kelompok ini dibangun atau ditetapkan berdasarkan pertimbangan penyetaraan terhadap desa-desa tradisional bercorak Hindu di Bali pada umumnya yang lazimnya menganut sistem pura
32 kahyangan desa tersebut. Keberadaan Pura Kahyangan Desa di wilayah Desa Sambirenteng pada umumnya mulai ditetapkan pada tahun 1960-an atau 1970-an sebagai upaya menyetarakan kedudukan desa ini dengan desa-desa lain di Bali pada umumnya.
Bangunan-bangunan suci di wilayah Desa Sambirenteng memiliki radius kesucian
yang dapat digambarkan sebagai adanya ruang kosong sempit “secukupnya”
antara tembok penyengker pura dan tembok bangunan profan lain yang bersebelahannya dengannya. Keberadaan ruang kosong sempit ini untuk
menetralisir efek negatif yang berupa “aura panas” dari pura yang dapat
berdampak buruk bagi penghuni bangunan profan di sebelah pura. Di lapangan diperoleh gambaran bahwa dimensi lebar ruang sempit antara tembok pura dan tembok bangunan profan tersebut adalah bervariasi antara 0,5-2 meter saja.
Objek batu besar yang disakralkan merupakan batu tinggalan tradisi megalitik. Pada masa sekarang, batu-batu tersebut tetap diupacarai dan dijadikan sebagai lokasi peletakan sesajen untuk kekuatan abstrak penjaga wilayah setempat yang dinamai sebagai ancangan. Batu-batu besar tersebut ada kalanya dilengkapi dengan atribut berupa kain saput poleng, payung tedung agung, maupun pagar dari bambu non permanen. Batu-batu sakral ini tidak pernah dipindahkan dari tempatnya semula.
Hal serupa juga berlaku pada objek-objek pohon besar yang disakralkan. Beberapa jenis pohon besar dari spesies setempat semacam Bekul (Chinese Apple), Ketapang, Don Intaran, dan Beringin, mendapat perlakukan sebagai pohon-pohon yang disakralkan. Pohon-pohon ini menjadi lokasi sesajen upacara dan dilengkapi atribut kain saput poleng. Masyarakat Hindu setempat lazimnya tidak akan sembarangan menyentuh, memotong, maupun menebang pokok utama maupun dahan-dahan pohon sakral ini. Umat lazimnya akan terlebih dahulu melakukan upacara khusus sebelum melakukan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pohon sakral ini.
Objek sakral yang berupa batu besar dan pohon besar digambarkan hanya memiliki radius kesakralan yang hanya sebatas objek tersebut. Orang-orang tidak
33 boleh secara sembarangan menyentuh maupun berbuat seenaknya yang mengenai secara langsung fisik objek-objek sakral ini.
Berikut ini adalah empat gambaran radius kesucian area sekitar pura, batu besar, pelinggih ladang, dan pohon besar di Desa Sambirenteng.
Gambar 4.32 Area Pura Gambar 4.33 Batu Besar Gambar 4.34 Pelinggih Catu Gambar 4.35 Pohon Besar