• Tidak ada hasil yang ditemukan

Argumen tentang Dinamika Keragaman dalam Keberagamaan

BAB III ESENSI DAN URGENSI INTEGRASI KEIMANAN, KEPERCAYAAN, KESATYAAN, DAN

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Keragaman dalam

1. Argumen tentang Dinamika Keragaman dalam Keberagamaan

Dalam kaca mata agama Khonghucu, agama - sebagai bimbingan bagi manusia untuk menempuh jalan suci, hidup selaras dengan firman Tian - terkait erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari keluarga, keluarga adalah bagian dari ma-syarakat dan masyarakat adalah bagian dari kosmos ilahi. Jika manusia menyempurnakan jalan suci, diyakini tata masyarakat dengan sendirinya menjadi sempurna. Dengan demikian, manusia memenuhi perannya dalam rencana keseluruhan yang berjalan sesuai dengan jalan suci yang terjalin di dalamnya. “Jalan suci itu tidak jauh dari manusia, kalau jauh dari manusia, itu bukan jalan suci.” Dalam menyikapi pluralitas agama, umat Khonghucu berpegang pada sabda Nabi, “Bila berlainan jalan suci, jangan berdebat” (Lunyu 15: 40). Perbedaan yang ada bukan untuk diperdebatkan apalagi menghakimi kelompok lain yang berbeda. Seringkali perselisihan muncul karena seseorang menilai orang lain dari sudut pandang diri sendiri tanpa pernah mau mencoba memahami sudut pandang orang lain.

Untuk hidup dalam kebersamaan dan dalam pluralitas, Nabi Kongzi memberikan pedoman. Zi Zhang bertanya, “Bagaimanakah layak tingkah lakunya? Nabi bersabda, “Perkataanmu hendaklah kau pegang dengan satya dan dapat dipercaya;

113

perbuatanmu hendaklah kau perhatikan sungguh-sungguh. Dengan demikian, di daerah Man dan Mo pun, tingkah lakumu dapat diterima. Kalau perkataanmu tidak kau pegang dengan satya dan dapat dipercaya, perbuatanmu tidak kau perhatikan sungguh-sungguh, sekalipun di kampung halaman sendiri mungkinkah dapat diterima? Kalau engkau sedang berdiri, hendaklah hal ini kau bayangkan seolah-olah di mukamu, kalau sedang naik kereta bayangkan seolah-olah hal ini nampak di atas gandaran keretamu. Dengan demikian tingkah lakumu dapat diterima.” Zi Zhang lalu mencatat kata-kata itu pada ikat pinggangnya (Lunyu XV: 6).

Pluralitas semestinya tidak menimbulkan pertentangan atau permusuhan, tetapi menjadi kekuatan yang saling melengkapi. Dalam hal pluralitas, Nabi Kongzi memberi keteladanan dengan menerima murid-murid yang berasal dari berbagai kalangan dan berbagai suku bangsa, tanpa membeda-bedakan latar belakang. Bahkan untuk mengatur pemerintahan dengan baik, Nabi Kongzi tidak menganjurkan menggunakan satu sistem dari budaya tertentu saja.

Beliau lebih mementingkan kepentingan besar di atas kepentingan kecil. Beliau menganjurkan yang terbaik bagi kepentingan rakyat. Sabda beliau, ”Pakailah penanggalan Dinasti Xia, gunakan ukuran kereta kerajaan Yin, kenakan topi kebesaran kerajaan Zhou, bersukalah di dalam musik Shao dan Wu.” Dan menjauhkan hal-hal yang dapat merusak dan membahayakan ”Jauhkan musik negeri Zheng dan jauhilah orang-orang yang pandai memutar lidah. Musik negeri Zheng itu membangkitkan nafsu. Orang-orang yang pandai memutar lidah itu membahayakan” (Lunyu XV: 11).

114

Sumber: soul2souleducare.org

Pluralitas hanyalah bungkus atas suatu anugerah yang sama yaitu watak sejati. Dengan kesadaran semua manusia, tanpa terkecuali mengemban watak sejati, maka dalam berhubungan dengan sesama terus dipenuhi dengan semangat mengembangkan watak sejati, bukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang ada yang sering kali menjauhkan. Watak sejati yang menyebabkan manusia saling mendekat, hidup rukun dan saling menghargai.

Dalam pandangan agama Khonghucu, semua manusia tanpa terkecuali tidak dibeda-bedakan etnisitas, agama ras, budaya, keturunan, tempat tinggal. Semua manusia telah mendapat-kan anugerah xing (watak sejati), Tian ming (firman Tian) berupa benih-benih kebajikan ren yi li zhi (cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan).

Watak sejati merupakan citra Tuhan YME di dalam diri manusia. Tuhan YME memiliki sifat yuan, heng, li, zhen sedangkan manusia memiliki benih kebajikan ren, yi, li, zhi. Berdasar kebajikan Tian, semua manusia dilahirkan sederajat dan tidak ada bangsa atau manusia yang lebih tinggi derajatnya, tidak ada pula bangsa yang terpilih atau bangsa yang tidak terpilih, semua manusia lahir ke dunia baik adanya.

Pengaruh lingkungan yang kurang baik tidak merubah sifat dasar watak sejati tersebut, hanya saja watak sejati menjadi tertutup oleh keburukan. “Yang di dalam watak sejati seorang junzi ialah yang tidak bertambah oleh kebesaran dan tidak rusak oleh kemiskinan; karena dialah takdir yang dikaruniakan (Tuhan YME)” (Mengzi VIIA: 21.3).

Mengzi berkata, “Pada tahun-tahun makmur, anak-anak dan pemuda kebanyakan berkelakuan baik; tetapi pada tahun-tahun paceklik, anak-anak dan pemuda-pemuda kebanyakan berkelakuan buruk. Ini bukan karena Tuhan Yang Maha Esa menurunkan watak dasar yang berlainan, melainkan karena hatinya telah terdesak dan tenggelam di dalam keadaan buruk…” (Mengzi VIA: 7.1).

Karena kesadaran akan kesetaraan manusia di hadapan Tian, seorang umat Khonghucu seyogianya senantiasa berpatokan pada golden rule, ‘apa yang diri sendiri tiada inginkan jangan diberikan kepada orang lain’, dan senantiasa berusaha menjalankan prinsip agar dapat tegak berusaha agar orang lain tegak, agar maju

115

berusaha agar orang lain pun maju sebagai wujud cinta kasih kepada sesama manusia.

Golden rule tersebut mengajak orang untuk mawas diri dan memperlakukan orang lain dengan contoh yang paling dekat yakni diri sendiri. Apa yang disukai belum tentu orang lain menyukai. Kalau tidak suka memaksa orang makan duren kepada kita (karena kebetulan tidak suka duren), maka janganlah kita memaksakan makan duren kepada orang lain. Jangan takut membantu orang lain tegak dan maju, karena pada hakikatnya apabila orang lain yang kita bantu tegak dan maju, kitapun tegak dan maju.

Dalam menghadapi persoalan dan perbedaan, seorang umat Khonghucu berusaha menjauhkan sikap keluh gerutu kehadapan Tian, sesal penyalahan pada sesama manusia dan berkeyakinan di empat penjuru samudera semua manusia bersaudara. Atas dasar kesadaran dan pengamalan nilai-nilai hakiki inilah ajaran Khonghucu menuntun manusia dapat hidup berdampingan dan berinteraksi satu dengan lain.“Watak sejati saling mendekatkan, kebiasaan saling menjauhkan.” (Lunyu XVII: 2) Khonghucu mengajarkan lima hubungan kemanusiaan (wu lun) untuk membangun pola hidup masyarakat yang harmonis, yaitu pemimpin dan pembantu, orangtua dan anak, suami dan isteri, kakak dan adik serta kawan dan sahabat. Lima hubungan kemanusiaan inilah jalan suci yang di tempuh di dunia (Zhongyong XIX: 8).

Lima hubungan kemanusiaan ini dimulai dari keharmonisan hidup dalam keluarga antara suami dan istri, orangtua dan anak, kakak dan adik, kawan dan sahabat, hingga pemimpin dan pembantu. Antara orang tua dan anak ada cinta kasih, antara pemimpin dan pembantu ada kebenaran/keadilan/kewajiban, antara suami dan isteri ada pembagian tugas, antara kakak dan adik ada pengertian tentang kedudukan masing-masing dan antara kawan dan sahabat ada sifat dapat dipercaya (Mengzi III A: 4.8).

Pemimpin hendaklah dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, pembantu sebagai pembantu, orangtua sebagai orangtua dan anak sebagai anak. Bila pemimpin tidak dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, pembantu tidak sebagai pembantu, orangtua tidak sebagai orangtua dan anak tidak sebagai anak, meskipun berkecukupan makanan, dapatkah menikmatinya? (Lunyu XII: 11).

Nabi bersabda, "Ada tiga hal di dalam jalan suci seorang junzi yang belum dapat kucapai. penuh cinta kasih sehingga tidak merasa susah payah. Bijaksana sehingga tidak dilamun bimbang, dan berani sehingga tidak dirundung kecemasan." Zi Gong berkata, "Inilah jalan suci yang telah guru jalani sendiri." (Lunyu XIV:28)

Yang bijaksana tidak dilamun bimbang. Yang berperi cinta kasih tidak merasakan susah payah. Dan yang berani tidak dirundung ketakutan. (Lunyu IX:29)

116

Suka belajar itu mendekatkan kita kepada kebijaksanaan; dengan sekuat tenaga melaksanakan tugas mendekatkan kita kepada cinta kasih dan rasa tahu malu mendekatkan kita kepada berani. (Zhongyong XIX:10)

Bila dalam keluarga saling mengasihi niscaya seluruh negara akan di dalam cinta kasih. Bila dalam tiap keluarga saling mengalah, niscaya seluruh negara akan di dalam suasana saling mengalah. Tetapi bilamana orang tamak dan curang, niscaya seluruh negara akan terjerumus ke dalam kekalutan; demikianlah semuanya itu berperanan. Maka dikatakan, sepatah kata dapat merusak perkara dan satu orang dapat berperanan menenteramkan negara (Daxue IX:3). Maka teraturnya negara itu sesungguhnya berpangkal pada keberesan dalam rumah tangga. (Daxue IX:5)

Dari argumen tentang dinamika keragaman dalam keberagamaan di atas, apakah Anda telah melaksanakannya? Bila belum, hal-hal apa sajakah yang belum Anda lakukan? Apa rencana Anda? Bagaimana pengalaman Anda mengenai membantu orang lain tegak dan maju? Tuliskan dan berbagilah kepada teman dan dosen Anda.