• Tidak ada hasil yang ditemukan

Esensi Pendidikan Agama Khonghucu Saat Ini dan Masa Depan

BAB I TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU SEBAGAI KOMPONEN MATA

1. Esensi Pendidikan Agama Khonghucu Saat Ini dan Masa Depan

Anda dipersilakan mengajukan argumen tentang tantangan Pendidikan Agama Khonghucu. Cara mendidik seperti apa yang diperlukan agar dapat ditanamkan nilai-nilai moral yang tepat bagi mahasiswa sebagai bangsa Indonesia yang beragama Khonghucu? Apa tantangan-tantangan yang Anda hadapi dalam mengikuti Pendidikan Agama Khonghucu?

Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pendidikan Agama

Khonghucu Saat Ini dan Masa Depan

1. Esensi Pendidikan Agama Khonghucu Saat Ini dan Masa Depan

Mungkin Anda harus berhenti sejenak untuk membaca bagaimana Kongzi dan para guru suci agama Khonghucu terkenal lainnya hidup dengan penuh kehormatan dan memupuk kebijaksanaan dari nilai-nilai moral mereka. Mereka menghargai nilai-nilai budaya dan akar moralnya dan mengembangkan ajaran baru dari pengalaman yang berharga dari semua orang. Pengalaman tersebut mengajarkan mereka bahwa penting bagi manusia untuk bermoral baik, menemukan arti rohani dalam hidup dan hidup dengan penuh cinta kasih dan harmonis dengan sesamanya. Hal ini mengajarkan mereka bahwa hidup yang tidak bermoral adalah merupakan pelanggaran terhadap kehidupan yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Kehidupan manusia bagaikan sebuah kapal suci tempat orang harus berjuang untuk mengisi kehidupan ini dengan menghasilkan sesuatu, bukannya meracuninya.

29

Untuk memahami esensi Pendidikan Agama Khonghucu saat ini dan masa depan, silakan Anda membaca kisah Wang Yang Ming yang ingin seperti nabi, filosof, guru, negarawan dan prajurit.

Wang Yang Ming (1472-1529) adalah seorang anak yang luar biasa. Ketika ia berumur lima tahun, ia dapat menghafal luar kepala cerita pendek yang dibacakan kakeknya. Orang-orang menjadi heran. Ketika ditanya bagaimana ia dapat berbuat demikian, ia segera menjawab, “Ketika kakek sedang membaca keras-keras, aku mendengarkan dengan hati-hati. Kemudian kuingat kata-katanya. Tidak sukar.”

Ia adalah anak yang berbakat dan bakatnya berkembang dalam lingkungan sastra yang disediakan kakek dan ayahnya. Bagaimanapun juga, seperti anak-anak berbakat seumurnya, ia merasakan bahwa pendidikan di sekolah itu membosankan. Suatu hari ia membolos dan memilih bersenang-senang bersama kawan-kawannya. Ketika ayahnya mengetahui dirinya membolos, ayahnya sangat marah dan berkata, “Kita berasal dari keluarga cendekiawan. Tiap generasi membawa kehormatan bagi keluarga dengan menjadi calon yang berhasil dalam ujian negara. Mengapa engkau tidak belajar keras dan menjadi seperti para leluhur kita”. Wang Yang Ming bertanya, “Ayah, mengapa aku harus belajar?” Kemudian ayahnya menjawab, “Hal yang terbesar dalam hidup ialah belajar dan lulus ujian. Hanya dengan berhasil dalam ujian-ujian engkau bisa mendapatkan kedudukan di istana!” Wang Yang Ming menggelengkan kepala karena tidak yakin. Kemudian Wang Yang Ming bertanya, “Apa hebatnya menjadi pejabat negara?”Mendengar pertanyaan Wang Yang Ming tersebut Ayahnya berfikir bahwa Wang Yang Ming bersikap tidak baik. Oleh karena itu, sang ayah menghukum Wang Yang Ming. Guru Wang Yang Ming memilahkannya dan berusaha membuatnya mengerti pentingnya belajar. Guru Wang Yang Ming berkata “Menjadi nomor satu dalam ujian ialah hal yang paling gemilang dalam hidup seseorang”. Perkataan gurunya disanggah oleh Wang Yang Ming dengan berkata “Berhasil dalam ujian bukanlah hal yang terpenting dalam hidup. Yang terpenting ialah belajar seperti nabi”. Ketika mendengar cita-cita Wang Yang Ming pada umur yang sedemikian itu, ayahnya menjadi terhibur.

Wang Yang Ming mempunyai semangat yang tak terbatas. Ia tertarik hampir semua hal dan ingin terampil dalam segala hal. Waktu berumur 14 tahun, ia sudah mahir menunggang kuda dan ahli memanah. Pada suatu perjalanan dengan ayahnya, ia melihat beberapa orang Tartar penunggang kuda sedang berlatih militer. Melihat hal tersebut ia menjadi sangat tertarik belajar strategi militer. Batinnya sangat terkesan sehingga ia ingin menawarkan diri kepada kaisar untuk mengabdikan diri menundukan para penjahat di negerinya.

Gambar 1.11 Wang Yang Ming

30

Mengetahi keinginan putranya seperti itu, sang ayah berkata , “Jangan aneh-aneh! Kamu baru berusia 15 tahun.”

Ketika ia berumur 17 tahun, orang tuanya telah mengaturnya untuk menikah. Ia meninggalkan ibukota dan pergi ke Jiangxi untuk menemui calon istrinya. Pada hari pernikahannya, sementara menunggu upacara dimulai, ia meninggalkan rumah pengantin dan berjumpa dengan pendeta Daoisme yang sedang meditasi. Karena keingintahuannya, ia duduk di depan pendeta dan memperhatikannya. Kemudian ia bertanya kepada pendeta bermacam-macam pertanyaan tentang meditasi dan hidup. Ia sungguh terpesona dengan pemikiran pendeta itu sehingga ia menginap di kuil. Keluarga mempelai perempuan tidak dapat menemukannya sampai esok harinya.

Setelah pernikahannya, ia tinggal satu tahun di rumah mertuanya. Di sana ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk membaca, membuat sajak dan berlatih menulis kaligrafi. Ia juga melakukan penelitian perihal pengetahuan agama dan filsafat secara luas dan mendalam. Setelah setahun, ia membawa pulang istrinya ke kota asalnya. Dalam perjalanan pulang, ia berhenti untuk mengunjungi seorang cendekiawan Khonghucu terkenal yaitu Lou Liang. Lou Liang mengajarkan kepadanya ajaran Zhuxi tentang ‘meneliti hakikat tiap perkara’. Bahwa semua hal mempunyai hukum (Li) dan menasihatinya agar membaca buku-buku karya Zhuxi.

Diprakarsai oleh keinginan menemukan hal baru, Wang Yang Ming membaca dengan lahap semua buku karya Zhuxi yang ia dapatkan. Untuk mempraktekkan apa yang dibacanya, pada suatu kesempatan ia dan temannya duduk di depan serumpun bambu dan mencoba melakukan penelitian untuk menemukan hukum (prinsip) yang dikandung bambu itu. Siang dan malam ia dan temannya berfikir keras dengan tujuan untuk memahami semangat yang dikandung dalam bambu itu. Setelah tiga hari, temannya putus asa dan mundur. Wang Yang Ming terus melakukannya sampai tujuh hari. Akhirnya ia jatuh sakit karena kecapaian mental. Ia tidak mendapatkan hasil apapun dan mengeluh bahwa sifat kenabian tidak dapat tercapai dengan jalan itu.

Wang Yang Ming terus mencoba hal-hal lain. Mematuhi kehendak ayahnya, ia ikut ujian negara di ibukota sampai dua kali, tetapi gagal. Karena putus asa ia dan teman-temannya membentuk sebuah klub puisi, mencoba dapat menonjol dalam penulisan puisi. Bagaimanapun juga, ia segera menginsafi bahwa melantunkan dan mengarang puisi tidak dapat memuaskan usahanya dalam mencari makna hidup.

Ketika ia berumur 28 tahun, akhirnya Wang Yang Ming berhasil lulus ujian negara dan memulai karir sebagai pejabat negara. Dengan penuh semangat dan tenaga ia banyak membuat proposal untuk membangun masyarakat dan meningkatkan taraf hidup rakyat. Tetapi kaisar dinasti Ming pada waktu itu orang yang hanya menyukai kesenangan-kesenangan. Ide-ide Wang Yang Ming seolah sampai pada telinga yang tuli. Wang Yang Ming sangat kecewa dan tidak lama kemudian ia mengundurkan diri.

Pada waktu kembali ke kota asalnya, Wang Yang Ming menjalani hidup yang tenang. Di sana ia banyak berfikir dan bermeditasi. Berkali-kali ia ingin mengundurkan diri dari hidup duniawi dan menjadi pendeta Buddha, tetapi ia adalah seorang yang sangat perhatian terhadap nenek perempuan dan

31

ayahnya. Ia berfikir dan menyadari bahwa sebagai manusia ia tidak bisa lari dari kenyataan yang penuh kesulitan dan kekecewaan. Sebagai seorang anak laki-laki, ia mempunyai tugas bagi ayahnya dan sebagai rakyat ia mempunyai tugas terhadap negaranya. Oleh karena itu, dalam dalam masa hidupnya, ia berusaha mencari apa yang harus menjadi tujuan hidupnya. Ia ingin menjadi seperti nabi, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia ingin menjadi prajurit, tetapi negerinya tidak butuh pengabdiannya. Ia ingin menjadi pendeta, tetapi ia tidak dapat menghilangkan hubungan keluarganya. Ia telah berusaha dengan berbagai cara, mencoba mencari arah hidup. Akhirnya ia kembali ke agama Khonghucu. Ia yakin akhirnya akan mendapatkan jawabnya dari ajaran agama ini.

Wang Yang Ming akhirnya menjadi salah seorang ulama yang mengajarkan ajaran Khonghucu pada jaman dinasti Ming (1368-1643). Hidupnya dipenuhi hal-hal menakjubkan dan misteri, penderitaan dan perjuangan.

Sumber: Epicworldhistory.blogspot.com

Anda dipersilakan mengajukan argumen tentang esensi Pendidikan Agama Khonghucu saat ini dan masa depan?