• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Budidaya Pakan Alami

2.5.8 Artemia Salina

Menurut Mudjiman (2004), klasifikasi artemia adalah: Phylum : Arthropoda

Kelas : Crustacean Sub kelas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Familia : Artemidia Genus : Artemia. Spesies : Artemia salina

2.5.8.2 Morfologi

Artemia dijual belikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista. Kista ini apabila dilihat dengan mata telanjang berbentuk bulatan kecil berwarna kecoklatan dengan diameter yang berkisar antara 200-300 mikron. Satu gram kista artemia kering rata-rata terdiri atas 200.000-300.000 butir kista. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam apabila diinkubasikan dalam air bersalinitas 5-70 permil. Ada beberapa tahapan proses penetasan artemia ini yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi pengeluaran air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan disusul dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari cangkang. Artemia yang baru menetas disebut dengan nauplius. Nauplius yang berwarna oranye, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0,002 mg. ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antena. Antenulla berukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan antena. Selain itu, diantara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan ocellus. Sepasang Mandibula rudimenter terdapat dibelakang antena.

Nauplius berangsur-angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Pada setiap tingkatan pergantian kulit disebut dengan instar, sehingga dikenal instar I hingga instar XV. Setelah cadangan pakan yang berupa kuning telur habis dan saluran pencernaan berfungsi, nauplius mengambil pakan ke dalam mulutnya dengan menggunakan setae pada antenae. Artemia mulai mengambil pakan setelah mencapai instar II. Saat instar kedua, pada pangkal antenanya tumbuh gnatobasen setae menyerupai duri menghadap ke belakang. Perubahan morfologi yang sangat mencolok terjadi setelah masuk instar X antena mengalami perubahan sesuai dengan jenis kelaminnya, thoracopoda mengalami diferensiasi menjadi tiga bagian yaitu telopodite/eksopodite yang berfungsi sebagai penyaring pakan, endopodite yang berfungsi sebagai alat gerak atau berenang, dan epipodite yang berfungsi sebagai alat pernafasan.

Artemia dewasa biasanya berukuran panjang 8-10 mm yang ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antena sebagai alat sensor, saluran pencernaan yang terlihat jelas, dan II pasang

Thorakopoda. Pada artemia jantan, antena berubah menjadi alat penjepit

(mascular grasper), sepasang penis terdapat di bagian belakang tubuh. Sedangkan pada artemia betina antena mengalami penyusutan, sepasang indung telur atau ovary terdapat di kedua sisi saluran pencernaan, di belakang

Thorakopoda. Telur yang sudah matang akan disalurkan ke sepasang kantong

2.5.8.3 Sifat Ekologi, Fisiologi, dan Reproduksi

Sifat ekologi artemia bervariasi tergantung pada strainnya. Secara umum artemia tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 250C-30oC. Akan tetapi kista artemia yang kering sangat tahan terhadap suhu yang ekstrem dari 27oC hinnga 100oC.

Artemia banyak ditemukan di danau-danau yang kadar garamnya sangat tinggi sehingga disebut juga dengan brain shrimp. Toleransi terhadap kadar garam yang sangat menakjubkan, bahkan pada siklus hidupnya memerlukan kadar garam yang tinggi agar dapat menghasilkan kista. Untuk pertumbuhan biomasa artemia yang baik membutuhkan kadar garam antara 30-50 ppt. Sedangkan kadar garam yang diperlukan agar artemia tersebut dapat mengahasilkan kista yang bervariasi tergantung strainnya, pada umumnya membutuhkan kadar garam di atas 100 permil.

Artemia juga termasuk hewan euroksibion yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang lebar akan kandungan oksigen. Pada kandungan oksigen 1 mg/L artemia masih dapat bertahan. Sebaliknya, pada kandungan oksigen terlarut yang tinggi sampai mencapai kejenuhan 150 %, jenis udang-udangan ini masih dapat bertahan hidup. Kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L.

Kemasaman air (pH) juga mempengaruhi kehidupan artemia. Seperti halnya hewan-hewan yang hidup di air laut, artemia juga membutuhkan pH air yang sedikit bersifat basa untuk kehidupannya. Agar artemia dapat tumbuh dengan baik maka pH air yang baik digunakan untuk budidaya berkisar antara 7,5-8,5.

Satu hal lagi tentang sifat ekologi artemia yang sangat menakjubkan, yakni ketahanannya terhadap kandungan amonia yang tinggi. Pada kondisi budidaya kandungan amonia hingga 90 mg/L masih dapat ditoleransi oleh hewan ini. Akan tetapi, agar pertumbuhan artemia bagus, kandungan amonia pada media budidaya sebaiknya kurang dari 80 mg/L.

Artemia bersifat pemakan segala atau omnivora. Pakan artemia berupa plankton, detritus, dan partikel-partikel halus yang dapat masuk mulut. Artemia dalam mengambil pakan bersifat penyaring tidak selektif (non selectif filter

feeder), sehingga apa saja yang dapat masuk mulut artemia seakan-akan

menjadi pakannya. Akibatnya kandungan gizi artemia sangat di pengaruhi oleh kualitas pakan yan tersedia pada perairan tersebut. Partikel pakan yang dapat ditelan artemia paling besar berukuran 50 mikron. Artemia mengambil pakan dari media hidupnya terus menerus sambil berenang. Pengambilan pakan dibantu dengan antena II pada nauplius, sedangkan pada artemia dewasa dibantu oleh telepodite yang merupakan bagian dari thoracopoda.

Menurut cara reproduksinya, artemia dipilah menjadi dua yaitu artemia yang bersifat biseksual dan artemia yang bersifat partenogenetik. Keduanya mempunyai perkembangbiakan yang berlainan artemia biseksual berkembangbiak secara seksual, yaitu perkembangbiakannya didahului dengan perkawinan antara jantan dan betina. Sedangkan artemia partenogenetik berkembangbiak secara partenogenesis, yaitu betina menghasilkan telur atau nauplius tanpa adanya pembuahan.

Siklus hidup artemia cukup unik, baik jenis biseksual maupun partenogenetik perkembangbiakannya dapat secara ovovivipar maupun ovipar tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas. Pada salinitas tinggi akan dihasilkan kista yang keluar dari induk betina sehingga disebut perkembangbiakan secara ovipar. Sedangkan pada salinitas rendah tidak menghasilkan kista akan tetapi langsung menetas dan dikeluarkan sudah dalam bentuk nauplius sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovovivipar.

Pada jenis biseksual perkembangbiakan diawali perkawinan. Perkawinan sendiri diawali dengan adanya pasangan-pasangan jantan dan betina yang berenang bersama (riding pair). Artemia betina di depan sedangkan jantannya “memeluk” dengan menggunakan penjepit dibelakangnya. Riding pair

berlangsung cukup lama, walaupun perkawinan/kopulasinya hannya membutuhkan waktu singkat. Artemia jantan memasukan penis ke dalam lubang uterus betina dengan cara membengkokan tubuhnya ke depan sambil naik turun.

Dokumen terkait