• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PKL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pembahasan

4.3.7 Pengaturan Pakan

Larva udang membutuhkan sejumlah pakan untuk kelangsungan hidupnya. Secara garis besar pakan yang dimakan dipergunakan untuk kelangsungan hidup, selebihnya baru untuk pertumbuhan. Dengan demikian dalam pemberian pakan untuk larva jumlahnya harus melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya, oleh karena itu seorang pembenih harus mengetahui jumlah pakan, kebiasan dan cara makan dari setiap stadium agar tingkat efisiensinya tinggi.

Gambar 4.10. Pembersihan Nauplus Dari seser

Gambar 4.11. Aklimatisasi Nauplius ke bak pemeliharaan Larva

4.3.7.1 Jenis Pakan

Pada Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee jenis pakan yang digunakan tidak hanya mengandalkan pakan buatan atau pakan alami saja, melainkan kombinasi kedua jenis pakan ini. Jenis pakan alami yang digunakan selama pemeliharaan larva dari nauplius – PL adalah Skeletonema costatum dan Artemia

sp.

Pakan komersil (buatan) dapat dibeli ditoko khusus perikanan, pakan ini ada yang dijual dalam bentuk kalengan maupun bungkusan. Berbagai merk yang dipakai dalam pembenihan udang di BBAP Ujung Batee adalah, Top Flake, Lansy, larva Z Plus, ZM, dan BP. Produk ini sebagian masih diimpor, sehingga harganya lumayan tinggi. Pakan buatan ini digunakan ketika larva telah memasuki stadia zoea.

4.3.7.2 Dosis Ransum

Dosis yang diberikan pada larva tidak dihitung berdasarkan jumlah populasi larva, tetapi diukur dengan satuan ppm, sebab larva membutuhkan pakan yang tersedia setiap saat (adlibitum). Maksud ppm di sini adalah gram per ton volume air media jika pakan berbentuk tepung, sedangkan bila pakan yang diberikan dalam bentuk cair maka dihitung dengan ml/ton. Dosis tersebut hanya digunakan pada pakan buatan , sedangkan pada dosis pakan alami sel/cc/hari atau individu/ekor larva/hari. Misalnya bak pemeliharaan berkapasitas 10 ton, sedangkan jenis pakan 2 jenis yaitu Lansy MPL dan Flake dengan dosis 2 ppm. Dengan demikian Lansy MPL dibutuhkan sebanyak 10 gram dan Flake juga dibutuhkan sebanyak 10 gram.

4.3.7.3 Frekuensi Pemberian

Untuk menghindari terbuangnya pakan dengan sia-sia sebaiknya frekuensi pemberian pakan 4 – 6 kali/hari dengan selang waktu 4 – 5 jam. Karena larva mempunyai sifat suka makan pada malam hari, maka frekuensi pemberian pakan pada malam hari lebih banyak dibanding dengan siang atau pagi hari.

Pakan alami fungsinya bukan hanya sebagai pakan larva, juga sebagai peneduh dan perombakan sisa – sisa pakan yang tidak di manfaatkan. Pemberian

pakan ini bersamaan antara pemberian pakan alami dengan pemberian pakan buatan pada stadia zoea hingga mysis, sedangkan memasuki masa PL pemberian pakan alami bergantian dengan pemberian pakan buatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3. Jenis Pakan ynag diberikan pada Larva Udang Windu

Time Zoea Mysis PL

08.00 BP 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva Z Plus 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Artemia secukupnya 12.00 Fripak 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Fripak 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva Z Plus 5 gr/bak 16.00 Larva ZM 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva ZM 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Artemia secukupnya 20.00 BP 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva Z Plus 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Flek 5 gr/bak 00.00 Fripak 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Fripak 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Artemia secukupnya 05.00 Larva ZM 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva ZM 3 gr/bak Skele 2 ember/bak Larva ZM 5 gr/bak

Pakan yang digunakan: Fripak # 1 CAR Fripak # 2 CAR BP Eguchi Flek Top Larva Z + 100 – 150 µ Larva Z + 150 – 250 µ Larva ZM untuk Zoea Larva ZM untuk mysis

Larva ZM # 3 PL Larva ZM # 4 PL Artemia

4.3.7.4 Cara Pemberian Pakan.

Setiap pemberian pakan, tangan dan peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, selain itu semua pakan yang akan diberikan perlu disaring. Cara pemberian pakannya adalah sebagai berikut.

- Pakan yang terdiri dari beberapa jenis, misalnya Lansy MPL dan Top Flake keduanya dimasukkan ke dalam saringan sesuai dengan stadium.

- Saringan dimasukkan ke dalam ember pakan yang berisi air tawar. Setelah itu saringan diremas – remas sampai pakan yang ada di dalam saringan tersebut habis. Kemudian tambahkan pakan alami (skeletonema sp) secukupnya. - Setelah semua pakan tercampur dengan rata, pakan langsung ditebar merata di

dalam bak pemeliharaan larva.

4.3.7.5 Pengelolaan Kualitas Air

Sebagai faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air perlu dijaga agar tetap dalam kondisi prima. Kualitas air meliputi aspek fisik, kimia dan biologi. Dari ketiga aspek tersebut ada beberapa parameter yang dapat dideteksi secara langsung, seperti kekeruhan, dan warna gelembung – gelembung kecil dipermukaan air sebagai akibat dari kelebihan pakan.

Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan larva udang windu di BBAP Ujung Batee dilakukan dengan beberapa cara, yaitu monitoring, pengecekan kualitas air, dan penyiponan. Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari, suhu optimal yang butuhkan untuk proses metabolisme dan metamorfosis yaitu berkisar antara 29 - 32°C. Sedangkan untuk pengecekan parameter kualitas air selama pemeliharaan larva dilakukan pada setiap pergantian stadia. Parameter pH berkisar antara 7,5 – 8,5, salinitas berkisar 29 – 34 ppt dan kadar nitrit 0,1 ppm hal ini sesuai dengan ketentuan SNI produksi benih udang windu.

Dalam pengelolaan kualitas air ada beberapa perlakuan agar air media tetap sesuai untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva, diantaranya penyiponan, pengaturan pencahayaan, dan pengaturan kedalaman.

4.3.7.6 Penyiponan

Penyiponan dilakukan agar sisa – sisa pakan maupun sisa – sisa metabolik dari larva dapat terbuang keluar dengan cara penyiponan. Tujuan dari dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari pembusukan pakan yang tidak termakan dan kotoran dari larva-larva tersebut. Penyiponan ini dilakukan setelah larva mencapai stadium mysis. Frekuensi penyiponan 2 kali sehari yaitu pada waktu 2 jam setelah pemberian pakan.

4.3.7.7 Pengaturan Cahaya

Masalah cahaya perlu diperhatikan karena setiap stadium larva menghendaki cahaya yang berbeda. Untuk stadium nauplius dan zoea, keduanya bersifat flanktonis yang aktif berenang dipermukan air. Bagi kedua stadium ini diusahakan agar suasana bak pemeliharaan gelap dengan cara menutup bak. Jika ada matahari yang langsung masuk terutama pada siang hari maka akan membahayakan, karena nauplius dan zoea tidak tahan terhadap panas. Akan tetapi penutup bak sekali-kali harus dibuka, misalnya pada pagi hari pukul 07.00 – 09.00 dan sore hari pada pukul 16.00 – 17.00. dengan pengaturan cahaya ini sirkulasi udara segar akan tetap terjadi, sehingga suhu air tetap stabil.

4.3.7.8 Pengaturan Kedalaman air Bak Pemeliharaan

Pengaturan kedalaman air media bertujuan untuk menghemat pakan buatan, menghemat tenaga penyiponan dan untuk menjaga air tetap segar. Untuk itu bak di isi air media secara bertahap, seperti untuk bak kapasitas 10 ton, pertama dimasukkan air sebanyak 8 ton setelah itu ditebar nauplius sebanyak 1.000.000 ekor. Setiap pergantian stadium air bak diganti sebanyak 0,5 ton. Dengan perlakuan ini penyiponan dapat dilakukan pada stadium PL 3.

4.3.7.9 Pengamatan Kondisi Dan Perkembangan Larva

Pengamatan kondisi dan perkembangan larva penting dilakukan karena larva udang dalam hidupnya mengalami beberapa stadia. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui kondisi fisik dan perkembangan tubuh larva yang dapat digunakan untuk mengestimasi populasi sehingga dapat menentukan jumlah pakan yang akan diberikan.

Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil sampel langsung dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter beaker glass kemudian diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva.

Cara membedakan stadium dengan mata telanjang adalah sebagai berikut:

- Apabila larva tampak banyak ekor berarti sudah memasuki stadium zoea. Stadium zoea adalah stadium yang mempunyai tingkat pertumbuhan larva yang paling cepat.

- Jika larva berenang kebelakang, berarti telah memasuki stadium mysis. Stadium mysis adalah stadium terakhir dari larva udang sebelum menjadi udang muda. Untuk para pembenih dini dapat melihat dengan bantuan mikroskop, setelah itu dapat dicocokkan dengan gambar yang ada di literature. Selama stadia zoea, larva mengalami 3 kali ganti kulit (metamorfosa) dalam waktu 4 – 6 hari. Tingkat perkembangan zoea dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4. Tingkat perkembangan larva pada stadia zoea

Stadia Perkebangan Larva

Zoea I Badan pipih dan carapace nyata maka mulai tampak maxilla pertama dan kedua serta maxillaped pertama dan kedua mulai berfungsi. Proses furcal mulai sempurna dan alat pencerna pakan sudah tampak. Zoea II Mata bertangkai pada carapace

sudah terlihat restrum dan duri supra orbital yang bercabang. Zoea III Sepasang uropoda yang

biramus (bercabang dua) mulai bercabang dan ruas tubuh mulai tumbuh.

Setelah fase zoea berakhir, maka fase berikutnya adalah fase mysis dan bentuknya mirip dengan udang muda. Pada fase ini larva bersifat planktonis dan yang paling menonjol adalah gerakannya mundur dengan cara membengkokkan badannya. Pada stadia mysis terjadi 3 kali pergantian kulit yang dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 4.5. Perkembangan larva pada stadia mysis

Stadia Perkebangan Larva

Mysis I Bentuk badan ramping dan memanjang seperti Udang Muda, tetapi kaki renang belum tampak.

Mysis II Tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi belum beruas – ruas Mysis III Tunas kaki renang bertambah

panjang dan beruas – ruas.

Setelah tahap larva mysis, fase selanjutnya adalah Post larva. Pada fase ini tidak mengalami perubahan bentuk tetapi hanya pengalami perubahan panjang dan berat. Fase ini merupakan fase terakhir dari metamorfosa larva udang (PL). post larva yang telah mencapai umur 14 hari sudah dapat dipanen untuk pemeliharaan udang windu.

Gambar 4.12. Post Larva Udang Windu

Pengamatan pertumbuhan bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan larva. Apabila pertumbuhan stadium lambat dapat dipacu dengan pemberian EDTA atau memasukkan antibiotik. Sedangkan untuk memacu perubahan post larva cukup dengan melakukan pergantian air media.

Pengamatan mikroskopis dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva udang dari bak pemeliharaan larva lalu diletakkan di atas gelas objek, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, phatogen yang menyebabkan larva terserang penyakit.

4.3.7.10 Pengendalian Penyakit

Untuk mengamati kesehatan larva perlu dilakukan dengan teliti baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan mikroskop. Kalau dengan mata telanjang dapat ditempuh dengan mengamati aktivitas gerak, aktifitas makan, warna tubuh dan perubahan stadium. Sebagai contoh, bila warna tubuh transparan dan bergaris merah berarti larva sehat. Atau bila larva sudah waktunya berubah stadium tetapi belum berubah berarti larva kurang sehat.

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan prinsip dasar yaitu tindakan pencegahan dan pengobatan. Fluktuasi udara yang cepat berubah mempengaruhi lingkungan pemeliharan larva udang windu yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama dari stadia nauplius ke stadia zoea. a) Usaha Pencegahan Penyakit

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah penyakit yaitu

- Mengurangi kemungkinan memburuknya lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada larva, seperti kandungan oksigen rendah, perubahan suhu dan salinitas yang begitu mencolok, pH air terlalu tinggi ataupun terlalu rendah serta amonia yang terlalu tinggi.

- Pemberian pakan harus memperlihatkan jumlah, mutu, maupun jenisnya sesuai dengan tingkat perkembangan larva.

- Mencegah menyebarnya orgenisme penyebab penyakit, dari satu bak ke bak yang lainnya, dengan menggunakan alat – alat yang lebih teratur dan bersih.

- Air yang digunakan untuk pemeliharan larva dan pakan alami harus benar – benar bebas dari polusi.

b) Usaha Pengobatan

Tindakan ini merupakan upaya terakhir, terutama jika tindakan pencegahan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pemberian obat–obatan harus dilakukan secara tepat, sebab jika tidak dilakukan dengan tepat dapat menimbulkan masalah sebagai berikut:

- Berpengaruh negative terhadap bakteri nitrifikasi yang berperan dalam filter biologis.

- Berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan pakan alami.

- Kemungkinan meninggalkan residu yang sangat berbahaya bagi kehidupan dan pertumbuhan larva yang dipelihara.

Dokumen terkait