• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III : PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

A. Arti dan Pengaturan tentang Kredit dalam

Istilah kredit berasal dari bahasa latin ”creditum” atau ”credo”, dan bahasa Yunani ”credere” yang artinya percaya atau kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan dengan debitur mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan6

6

Rahmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan diIndonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 236

. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan, yang mana seseorang penerima kredit akan memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan terlebih dahulu di dalam perjanjian kredit.

Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan bahwa :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut, bahwa dalam pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Atas hal itu pula, dapat dikatakan bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan.

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata pada Pasal 1754. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan KUHPerdata, tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Perjanjian pinjam meminjam menurut Bab XIII Buku KUHPerdata itu mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari bunyi Pasal 1754 KUHPerdata yang menyatakan adalah sebagai berikut :

”Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang – barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian kredit bank. Hal ini perlu untuk membedakan sumber dari kredit tersebut, yang bersumber dari bank. Pendapat dari Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan sebagai berikut :

”Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan atas pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan – hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir yang dikuasai oleh Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967(sekarang diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992) dan Bagian Umum kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penyerahan uangnya sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua pihak”.7

1. Perjanjian kredit terjadi dalam pinjam uang saja, sedangkan perjanjian pinjam mengganti berlaku untuk semua barang yang sifatnya dihabiskan karena dipakai, seperti beras uang dan lain lain sebagainya

Perjanjian kredit dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standar. Hal ini disebabkan bank telah menyediakan blanko perjanjian kredit, yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu dan tidak diperbincangkan dengan pemohon kredit. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat – syarat yang terdapat dalam blanko formulir atau tidak. Hal yang kosong adalah yang tidak mungkin diisi sebelumya, yaitu jumlah pinjaman, bunga, dan jangka waktu kredit.

Dengan menggunakan perbandingan hukum, terlihat bahwa dalam perjanjian kredit tersebut akan diperlukan ketentuan yang sama seperti perjanjian pinjam mengganti yang tunduk pada Bab V s/d XVIII Buku III KUHPerdata, sehingga akan terlihat bahwa perjanjian kredit itu merupakan hal yang khusus dari perjanjian pinjam mengganti adalah sebagai berikut :

2. Perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 terjadi antara nasabah dengan bank atau antara bank dengan bank sentral (kredit likuiditas) atau dengan kata lain terjadi dalam dunia perbankan, sedangkan perjanjian pinjam mengganti menurut KUHPerdata terjadi dimana saja pada masyarakat pada umumnya.

7

.Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1991. hal.32

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Pada Perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 ditetapkan jangka waktu tertentu juga dikenakan bunga yang telah ditentukan antara bank dengan nasabah, sedangkan perjanjian pinjam mengganti tidak selalu terjadi dengan jangka waktu dan dapat juga terjadi tanpa bunga (maratoir) antara pemnjam dengan yang meminjamkan barang tersebut. 4. Dalam perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 tidak bebas untuk menentukan sendiri tujuan penggunaan kredit, sedangkan perjanjian pinjam mengganti berhak menggunakan pinjamannya dengan bebas.

5. Pada Perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang- Undang No.10 Tahun 1998 dikenakan bunga yang telah ditentukan bank, sedangkan menurut perjanjian pinjam mengganti pembayaran bunga tidak merupakan suatu keharusan.

Dari uraian diatas dapat disimulkan bahwa perjanjian kredit bank di Indonesia tergolong kepada perjanjian bernama karena termasuk pada perjanjian pinjam mengganti. Dalam aspek yang riil adalah perjanjian sepihak yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan ketentuan – ketentuan yang terdapat di dalam model – model perjanjian kredit yang digunakan di lingkungan perbankan. Perjanjian kredit dalam aspek yang riil ini tidak tunduk pada Bab XIII buku III KUHPerdata.

Peraturan yang menyatakan tentang kredit ini adalah tidak terlepas dari peraturan perbankan, sehingga yang menjadi dasar/landasan hukum kredit adalah peraturan mengenai perbankan. Pada mulanya, landasan hukum sistem perbankan di

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953, tentang Pokok-Pokok Bank di Indonesia dan PP Nomor 1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Terhadap Urusan Kredit.

Dalam melalui kurun waktu lebih 10 tahun, sesuai dengan perkembangan politik dan perekonomian yang terjadi pada periode tersebut, maka keluarlah UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok perbankan dan UU Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Selanjutnya agar kemajuan yang dialami oleh perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar – benar dapat memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran rakyat, pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan pada UU Nomor 14 Tahun 1967, perlu dikembangkan dan disempurnakan. Untuk mencapai maksud itu disusunlah Undang- Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang mengatur tentang perbankan.

Dalam rangka pengolahan suatu permintaan kredit, sebagai pertimbangan diperlukan pembahasan dari segi apa sebenarnya yang dapat dihasilkan oleh bank secara potensil dan menyeluruh. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, pembahasan ini dititikberatkan kepada segi – segi idiil dan sprituil kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Hal ini merupakan landasan yang prinsipil sekaligus menyangkut politik dan teknik perkreditan. Oleh karena itu, dalam pengolahan suatu pemberian kredit bank juga mengarahakan kredit itu kepada segi – segi yang positif berdasarkan ketentuan –

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang memiliki beberapa landasan yakni landasan idiil, landasan politis, dan landasan konstitusionil.

Landasan idiil adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang berdasarkan Pancasila, yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi dan bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur. Landasan konstitusional Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengandung ajaran demokrasi sebagai berikut :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Untuk pengaturan lebih lanjut pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, maka dibuat Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank - bank Umum. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang keduduka n Bank Umum dalam hal pemberian kredit.

Khusus untuk Kredit Usaha Kecil, diatur lebih khusus dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, yaitu Nomor 26/24/KEP/DIR, tanggal 29 Mei 1993 tentang Kredit Usaha Kecil. Dalam pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/A/UKK, tanggal 29 Mei 1993 tentang Kredit Usaha Kecil.

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam membicarakan fungsi kredit tidak terlepas dari tujuan kredit yang mencakup ruang lingkup yang luas. Dalam hal ini terdapat dua fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit ini, adalah sebagai berikut :

1. Profitability

Merupakan maksud dan tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapat dari pungutan bunga.

2. Safety

Adalah keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar – benar terjamin sehingga tujuan profitabilitinya dapat benar-banar tercapai tanpa hambatan yang berarti.8

Oleh karena itu Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara, maka tujuan kredit tidak semata – mata mencari keuntungan, akan tetapi disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Faried Wijaya mengatakan kebijakan umum pemberian kredit ditujukan terutama untuk mendorong pembangunan dan mengkonsolidasi serta memperkuat kestabilan moneter. Dengan demikian berarti anggaran kredit merupakan dasar kebijakan kredit oleh Bank Sentral. Ia telah memberikan pembatasan secara kwalitatif dan kwantitatif, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan aktual dalam perekonomian.9

8

M. Tohar, Permodalan Dan Perkreditan Koperasi, Kanisius, Yogyakarta. 1999. hal 89.

9

.Faried Wijaya M. Perkreditan Dan Lembaga-Lembaga Keuangan Kita. Edisi I. BPFE-. Yogyakarta. 1991. hal.56

Dokumen terkait