• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Arti Penting UNIA Bagi Indonesia

3. Arti Penting UNIA Bagi Indonesia Dari Berbagai Aspek

3.2. Arti Penting UNIA Ditinjau Dari Aspek Hukum

Sesuai dengan Bagian VI tentang Penaatan dan Penegakan Hukum, apabila Indonesia meratifikasi UNIA maka Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap kapal-kapal perikanan yang mengibarkan bendera Indonesia yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap tindakan konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan laut lepas. Indonesia juga dapat bekerjasama dengan negara lain yang juga negara pihak UNIA dalam penaatan dan penegakan hukum. Indonesia dapat meminta bantuan kepada negara lain yang berkepentingan atau melalui organisasi pengelolaan perikanan sub regional dan regional yang terkait dalam tindakan penyelidikan. Setiap negara yang dimintai bantuan tersebut berkewajiban untuk membantu. Kewenangan yang diberikan terhadap negara pihak UNIA tersebut tentunya akan memberikan kekuatan hukum bagi Indonesia dalam upaya pencegahan pelanggaran tindakan konservasi.

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dimana 2/3 wilayahnya merupakan laut yang didalamnya terdapat sumberdaya alam hayati yang melimpah, sudah

22

Daftar Inventarisasi Masalah Penjelasan Atas Rancangan Undang-Undang RI Tentang Pengesahan UNIA. Draft Hasil Pembahasan Tgl 20 Februari 2009. DKP.

seharusnya instrumen internasional yang telah ada dirumuskan oleh Indonesia, sehingga Indonesia dapat turut berperan serta. Akan sangat rugi apabila Indonesia tidak berpartisipasi ke dalam peraturan-peraturan internasional tentang laut lepas yang telah ada. Apalagi banyak spesies ikan ekonomis yang berada dalam wilayah laut Indonesia. Ratifikasi juga ditujukan agar pengelolaan dan konservasi dapat dilakukan dengan lebih baik agar sumber daya alam hayatinya dapat tetap terjaga dengan baik. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (selanjutnya disebut UU Perikanan) yang dimiliki Indonesia saat ini sudah cukup menunjukkan bahwa Indonesia sangat memperhatikan kondisi sumber daya perikanan saat ini dan mendukung upaya konservasi dan pengelolaan perikanan untuk menjaga sumber daya tersebut dari kepunahan. Ratifikasi UNIA yang fokus terhadap konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dapat memantapkan kebijakan pemerintah Indonesia dalam memberantas penangkapan ikan secara melanggar hukum di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia oleh kapal-kapal perikanan asing, dan membuka kesempatan bagi kapal perikanan Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas.

Walaupun Indonesia belum meratifikasi UNIA, tetapi pada dasarnya ketentuan- ketentuan dalam UU Perikanan menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari ketentuan konservasi dan pengelolaan dalam UNIA. Ada beberapa ketentuan dalam UU Perikanan yang sesuai dan sejalan dengan UNIA, karena UU Perikanan juga mencakup mengenai kegiatan perikanan di laut lepas seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) UU Perikanan telah dijelaskan bahwa pengelolaan perikanan di laut lepas diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan,

persyaratan, dan/atau standar internasional yang diterima secara umum. Pasal tersebut membuktikan bahwa Indonesia telah melakukan penyesuaian terhadap instrumen-instrumen peraturan internasional mengenai hukum laut, khususnya laut lepas.

Azas dan tujuan UU Perikanan adalah salah satu bagian yang secara jelas telah sesuai dengan UNIA. Azas pengelolaan perikanan Indonesia ada dalam Pasal 2, yaitu berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Sedangkan tujuan pengelolaan perikanan Indonesia tercantum dalam Pasal 3, yaitu:

1. Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil; 2. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara;

3. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja;

4. Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; 5. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;

6. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; 7. Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8. Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan

lingkungan sumber daya ikan secara optimal;dan

9. Menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.23

Selain itu masih ada beberapa pasal dalam UU Perikanan yang mendapat pengaruh dari UNIA, antara lain:

1. Pasal 8 UU Perikanan mengenai larangan penggunaan bahan peledak, bahan kimia ataupun cara-cara yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sesuai dengan prinsip umum UNIA dalam Pasal 1.

23

2. Ketentuan dalam UNIA mengenai kewajiban negara untuk menyesuaikan tindakan konservasi dan pengelolaan dengan yang terdapat dalam Konvensi telah diterapkan UU Perikanan dalam Pasal 9 (larangan memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat di kapal perikanan yang melanggar peraturan), Pasal 14 (pengaturan dan/atau pengembangan pemanfaatan plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan), Pasal 23 (larangan penggunaan alat yang membahayakan manusia atau lingkungan), dan Pasal 52 (penelitian dan pengembangan perikanan).

3. Pengembangan sistem informasi dan data statistik perikanan dalam Pasal 46 UU Perikanan didasarkan pada Pasal 6 UNIA tentang pendekatan kehati-hatian.

4. Ketentuan dalam UNIA mengenai kerjasama internasional untuk konservasi dan pengelolaan (Pasal 8), fungsi-fungsi organisasi atau pengelolaan pengelolaan perikanan sub regional dan regional (Pasal 10), transparansi kegiatan organisasi dan pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan regional (Pasal 12), kewajiban-kewajiban negara bendera (Pasal 18), penaatan dan penegakan hukum oleh negara bendera (Pasal 19), dan kerjasama internasional dalam penegakan hukum (Pasal 20), mekanismenya telah diatur dalam Pasal 10 UU Perikanan mengenai kerjasama internasional.

5. Transparansi kegiatan yang dilakukan oleh negara seperti diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 10 ayat (1) huruf (a) merupakan penerapan dari Pasal 12 UNIA tentang transparansi kegiatan.

6. Kewajiban-kewajiban negara bendera yang diatur dalam Pasal 18 UNIA juga sejalan dengan ketentuan dalam UU Perikanan, tetapi diatur secara terpisah dalam Pasal 9, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 28, Pasal 31, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 47.

7. Prosedur dasar pemeriksaan kapal dan pengejaran yang ada dalam Pasal 22 UNIA memang telah diterapkan dalam UU Perikanan, tetapi dalam UU Perikanan hanya ada kewenangan dari petugas penyidik dalam Bab XIV tentang penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Sidang Pengadilan Perikanan, tetapi tidak ada kewaiban seperti yang terdapat dalam UNIA.

Ketentuan mengenai konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan laut lepas dalam UU Perikanan tidak seluruhnya sesuai dengan ketentuan dalam UNIA masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus segera dibenahi dalam rangka ikut serta aktif dalam mengelola perikanan laut lepas secara lebih profesional dan bertanggung jawab.

Pengaturan pengelolaan perikanan di laut lepas dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia yang mendapat pengaruh dari UNIA selain UU Perikanan antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan. Dalam Penjelasan Umum disebutkan bahwa walaupun sumberdaya ikan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat, namun demikian dalam memanfaatkan sumberdaya ikan harus senantiasa menjaga kelestariannya sehingga dapat memberi manfaat secara terus menerus dan lestari. Salah satu cara untuk menjaga

kelestarian sumberdaya ikan dilakukan melalui perizinan baik bagi perusahaan perikanan Indonesia maupun perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEE Indonesia.

2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam Pasal 6, dijelaskan bahwa setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (selanjutnya disingkat WPP) Indonesia wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (selanjutnya disingkat SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (selanjutnya disingkat SIPI). Dalam Pasal 7, dijelaskan bahwa orang atau badan hukum yang akan melakukan kegiatan usaha perikanan di laut lepas wajib memiliki SIUP, SIPI, Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (selanjutnya disingkat SIKPI), dan pemberiannya memperhatikan ketentuan hukum internasional yang berlaku. Dalam Pasal 8, dijelaskan bahwa kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melakukan kegiatan di WPP Indonesia harus mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan yang telah ditetapkan dalam SIPI dan/atau SIKPI. Khusus bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia dapat menitipkan ikan ke kapal penangkap ikan lainnya berbendera Indonesia atau ke kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia dalam satu kesatuan manajemen usaha termasuk yang dilakukan melalui kerjasama usaha, dan didaratkan di pelabuhan pangkalan di Indonesia. Dalam Pasal 11, dijelaskan bahwa kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia dapat melakukan pengangkutan ikan dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lain

sebagaimana tercantum dalam SIKPI dan/atau dari sentra-sentra kegiatan nelayan ke pelabuhan dan/atau dari pelabuhan dalam negeri ke luar negeri. Dalam Pasal 50, dijelaskan bahwa setiap orang atau badan hukum asing dapat menanamkan modalnya pada perusahaan Indonesia yang menggunakan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disingkat PMDN) Dalam Pasal 61, dijelaskan bahwa ikan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dalam rangka Penanaman Modal Asing (selanjutnya disingkat PMA) dan PMDN wajib didaratkan di pelabuhan pangkalan yang ditetapkan dalam SIPI dan/atau SIKPI

3. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Perikanan seperti diamanatkan dalam Pasal 13 ayat (2) mengenai konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Peraturan Pemerintah ini merupakan amanat dari UU Perikanan Pasal 56 mengenai penyelenggaraan penelitian dan pengembangan perikanan yang diatur dalam Bab VIII Pasal 52 sampai Pasal 55.

3.3. Arti Penting UNIA Ditinjau Dari Aspek Upaya Konservasi dan Pengelolaan Perikanan

Sumber daya hayati laut, meskipun bersifat dapat diperbaharui, namun kemampuan untuk pulihnya bersifat terbatas. Pemanfaatan sumber daya hayati laut yang tidak terkendali dapat berdampak pada menurunnya populasi sumber

daya. Apabila tidak segera direhabilitasi, pada gilirannya sumber daya tersebut akan menjadi kritis dan akhirnya akan terjadi kelangkaan spesies.

Keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi UNIA antara lain untuk meningkatkan upaya perlindungan dan konservasi sumber daya ikan, baik di ZEEI maupun di laut lepas, selain itu juga untuk mengurangi pencurian ikan di wilayah ZEEI Indonesia, di lain pihak Indonesia juga bertanggung jawab atas panangkapan ikan oleh kapal-kapal perikanan yang mengibarkan bendera Indonesia di laut lepas.

Dalam mencapai upaya konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh, negara-negara pihak UNIA akan mendapatkan data dan informasi perikanan yang akurat secara mudah dan tepat waktu, melalui mekanisme pertukaran data dan informasi.

Sebagai negara berkembang, Indonesia akan dapat bekerjasama dengan negara lain untuk meningkatkan kemampuan dalam upaya melindungi dan mengelola sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dan juga untuk mengembangkan perikanan Indonesia, khususnya untuk sediaan tersebut.24

24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan dalam Bab IV, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan UNIA, tindakan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh mewajibkan negara- negara yang terkait untuk menerapkan prinsip pendekatan kehati-hatian, agar dapat diketahui tindakan yang tepat berdasarkan kondisi sumber daya perikanan di suatu wilayah tertentu. Negara-negara yang melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya perikanan laut lepas diwajibkan untuk saling bekerjasama. Kerjasama tersebut diamanatkan dalam bentuk organisasi konservasi dan pengelolaan perikanan sub regional dan regional. Organisasi konservasi dan pengelolaan perikanan regional disebut dengan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Saat ini telah terbentuk beberapa RFMOs yang wilayah pengaturannya mencakup wilayah Indonesia antara lain Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission For The Conservation Of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC).

2. Arti penting UNIA bagi Indonesia dapat ditinjau dari aspek ekonomi, aspek hukum, dan aspek upaya konservasi dan pengelolaan perikanan. Ditinjau dari aspek ekonomi, apabila Indonesia meratifikasi UNIA, Indonesia akan memperoleh alokasi sumber daya jenis ikan yang beruaya terbatas dan ikan yang beruaya jauh melalui penetapan kuota internasional. Sebagai negara berkembang, Indonesia akan mendapat perlakuan khusus, antara lain untuk mendapatkan bantuan keuangan, bantuan teknis, bantuan alih teknologi, bantuan penelitian ilmiah dan bantuan pengawasan dan penegakan hukum. Dari aspek hukum, ratifikasi UNIA dapat memantapkan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam upaya memberantas penangkapan ikan secara melanggar hukum. Peraturan perundang-undangan Indonesia banyak yang telah mendapat pengaruh dari UNIA, sehingga peraturan pengelolaan di Indonesia akan semakin baik. Dari aspek upaya konservasi dan pengelolaan perikanan, Indonesia akan mendapatkan data dan informasi perikanan yang akurat secara mudah dan tepat waktu, melalui mekanisme pertukaran data dan informasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan beberapa pendapat yang dapat dijadikan masukan serta pertimbangan, yaitu:

1. Konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan, khususnya sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh menjadi hal yang sangat penting dan mendesak saat ini. Indonesia sebagai negara yang menjadi lintasan migrasi sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh, harus secepatnya meratifikasi UNIA agar

Indonesia dapat memanfaatkan sediaan tersebut secara maksimal tanpa melupakan tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional dan regional. 2. Indonesia harus menerapkan pengaturan konservasi dan pengelolaan

perikanan laut lepas yang terdapat dalam UNIA ke dalam peraturan- peraturan pengelolaan perikanan nasional.

3. Indonesia turut serta sebagai anggota dan berperan aktif dalam organisasi dan pengaturan perikanan sub regional dan regional yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Bowett, D.W, Q.C.LL.D.1995. Hukum Organisasi Internasional.Cet. Kedua.Sinar Grafika, Jakarta

Fauzi, A., dan Suzi Anna. 2008. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kusumaatmadja, Mochtar.1982. Pengantar Hukum Internasional. Cet. Keempat Binacipta,Bandung

__________. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Alumni Bandung

__________ dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Alumni, Bandung.

Lembaga Pengkajian Hukum Internasional. 2005. Jurnal Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

Syahmin, A.K, S.H.1985. Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969).C.V. AMRICO,Bandung.

______.1985. Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional.Bina Cipta, Palembang.

Tahar, Abdul Muthalib. 2007. Zona-zona Maritim Berdasarkan KHL PBB 1982 dan Perkembangan Hukum Laut Indonesia. Buku Ajar. Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 1995

Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission. 2003 Convention on the Conservation and Management of Highly Migratory Fish

Stocks in the Western and Central Pacific Ocean. 2000. The Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

Naskah Akademis Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (UNIA I995). Departemen Kelautan dan Perikanan.

Naskah Terjemahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (UNIA). Departemen Kelautan dan Perikanan. Naskah Akademik Penerimaan (Acceptance) Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas 1993. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Naskah Penjelasan Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna. 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Hasil Seminar

Makalah seminar “Pengaturan Perikanan di Laut Lepas dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Perikanan Indonesia” pada bulan Maret Tahun 2007 di Hotel Transit 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Perikanan. Tahun 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Daftar Inventarisasi Masalah Penjelasan Atas Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pengesahan UNIA. Draft Hasil Pembahasan Tgl 20 Februari 2009. Departeman Kelautan dan Perikanan.

Pustaka Online

http//www.dkp.go.id.. Diakses pada tanggal 18 oktober 2008

http://www.sdi.dkp.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=18. Diakses pada tanggal 26 April 2009

http://www.ccsbt.org/. Diakses pada tanggal 1 Mei 2009. http://www.google.com/.ratifikasi/panmohamadfaiz.html

General Assembly

Distr. GENERAL A/CONF.164/37 8 September 1995 ORIGINAL: ENGLISH

UNITED NATIONS CONFERENCE ON STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS Sixth session

New York, 24 July-4 August 1995

AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY

MIGRATORY FISH STOCKS

AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY

MIGRATORY FISH STOCKS

The States Parties to this Agreement,

Recalling the relevant provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982,

Determined to ensure the long-term conservation and sustainable use of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks,

Resolved to improve cooperation between States to that end,

Calling for more effective enforcement by flag States, port States and coastal States of the conservation and management measures adopted for such stocks,

Seeking to address in particular the problems identified in chapter 17, programme area C, of Agenda 21 adopted by the United Nations Conference on Environment and Development, namely, that the management of high seas fisheries is inadequate in many areas and that some resources are overutilized; noting that there are problems of unregulated fishing, over-capitalization, excessive fleet size, vessel reflagging to escape controls, insufficiently selective gear, unreliable databases and lack of sufficient cooperation between States,

Committing themselves to responsible fisheries,

Conscious of the need to avoid adverse impacts on the marine environment, preserve biodiversity, maintain the integrity of marine ecosystems and minimize the risk of long-term or irreversible effects of fishing operations,

Recognizing the need for specific assistance, including financial, scientific and technological assistance, in order that developing States can participate effectively in the conservation, management and sustainable use of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks,

Convinced that an agreement for the implementation of the relevant

provisions of the Convention would best serve these purposes and contribute to the maintenance of international peace and security,

Affirming that matters not regulated by the Convention or by this Agreement continue to be governed by the rules and principles of general international law,

Have agreed as follows:

PART I

GENERAL PROVISIONS Article 1

Use of terms and scope

1. For the purposes of this Agreement:

(a) "Convention" means the United Nations Convention on the Law of the Sea

of 10 December 1982;

(b) "conservation and management measures" means measures to conserve and

manage one or more species of living marine resources that are adopted and applied consistent with the relevant rules of international law as reflected in the Convention and this Agreement;

(c) "fish" includes molluscs and crustaceans except those belonging to

sedentary species as defined in article 77 of the Convention; and

(d) "arrangement" means a cooperative mechanism established in accordance

with the Convention and this Agreement by two or more States for the purpose, inter alia, of establishing conservation and management measures in a subregion or region for one or more straddling fish stocks or highly migratory fish

stocks.

2. (a) "States Parties" means States which have consented to be bound by this

Agreement and for which the Agreement is in force.

(b) This Agreement applies mutatis mutandis:

(i) to any entity referred to in article 305, paragraph 1 (c), (d) and

(e), of the Convention and

(ii) subject to article 47, to any entity referred to as an "international

organization" in Annex IX, article 1, of the Convention

which becomes a Party to this Agreement, and to that extent "States Parties" refers to those entities.

3. This Agreement applies mutatis mutandis to other fishing entities whose

vessels fish on the high seas.

Article 2 Objective

The objective of this Agreement is to ensure the long-term conservation and sustainable use of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks

through effective implementation of the relevant provisions of the Convention.

Article 3 Application

1. Unless otherwise provided, this Agreement applies to the conservation and

management of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks beyond areas under national jurisdiction, except that articles 6 and 7 apply also to the conservation and management of such stocks within areas under national jurisdiction, subject to the different legal regimes that apply within areas under national jurisdiction and in areas beyond national jurisdiction as

Dokumen terkait