• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Setelah diuraikan mengenai pengertian perjanjian, dimana perjanjian

merupakan kesepakatan atas kehendak para pihak maka untuk menciptakan

keseimbangan (equality) dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak

sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak

maka sudah seharusnya kita memahami terlebih dahulu mengenai asas-asas yang

terdapat dalam hukum perjanjian. Asas-asas yang mengatur tentang dapat

dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diantaranya yaitu :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam

hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan wujud dari kehendak masing-masing

para pihak. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah

diatur maupun belum diatur undang-undang, akan tetapi kebebasan tersebut

dibatasi tiga hal yaitu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan

kesusilaan16

Asas kebebasan berkontrak ini dijumpai pada pasal 1338 KUHPerdata yang

berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan adanya penekanan pada kata

semua maka pasal tersebut menyatakan bahwa diperbolehkan membuat perjanjian . Asas ini sering juga disebut dengan sistem terbuka (open system).

Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan

untuk menentukan apa dan dengan siapa perjanjian tersebut diadakan.

16

yang tentang apa saja atau perjanjian yang berisikan apa saja dan perjanjian

tersebut mengikat para pihak yang membuatnya seperti undang-undang.

Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa :

“Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagaian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.17

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata

sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, sejak saat itu

perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum

Jadi, asas kebebasan berkontrak ini menunjukkan bahwa setiap orang diberi

kesempatan untuk menyatakan keinginannya dalam hal untuk mencapai

kesepakatan dalam membuat suatu perjanjian. Perjanjian disini meliputi seluruh

perjanjian, baik yang namananya diberikan maupun namannya tidak diberikan

undang-undang.

2. Asas konsensual (persesuaian kehendak)

18

Asas konsensual menekankan bahwa setiap orang yang sepakat untuk berjanji

mengenai suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya. Dapat disimpulkan bahwa . Asas ini berkenaan dengan

adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian

sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian.

17

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeny, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya. Bandung. 2001. Hlm. 86

18

perjanjian itu cukup secara lisan saja, yang menekankan moral kepada para pihak

untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Pada perkembangannnya asas ini

dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para

pihak yang berjanji. Hal ini dikehendaki sebagai alat bukti, apabila salah satu

pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar

klausa tersebut mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya. Hal tersebut bertujuan

bahwa perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis seperti misalnya akta, dapat

dijadikan sebagai alat bukti yang kuat di dalam persidangan.

Kekuatan pembuktian sempurna ini adalah kekuatan yang memberikan

kepastian yang cukup kepada hakim, kecuali kalau ada pembuktian perlawanan

(tegenbewijs) sehingga hakim akan memberika akibat hukumnya, contohnya

akta19

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan piha lain, harus dapat

menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan . Maka para pihak harus memegang teguh dan menjalankan apa-apa yang

telah menajdi kesepakatan diantara mereka.

3. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan ini dapat dijumpai dalam Pasal 1338 dan Pasal 1334

KUHPerdata. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak lain,

menumbuhkembangkankan kepercayaan diantara kedua belah pihak, yang

menunjukkan bahwa suatu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain,

akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka

perjanjian tidak mungkin akan ditiadakan oleh para pihak.

19 Achmad Ali & Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta. 2012. Hlm. 81

memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercyaan ini, kedua

pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat

sebagai undang-undang20

4. Asas Perjanjian Mengikat (pacta sunt servanda) .

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata. Grotius,

sebagaimana dikutip Mariam Darus Badrulzaman mengakatakan bahwa “pacta

sunt servanda” yakni janji itu mengikat. Selanjutnya ia mengatakan lagi

“promissorum implemndroum obligation” yakni kita harus memenuhi janji kita21

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat dan masing-masing

pihak harus dapat satu sama lain. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1341 .

Dalam sebuah perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat.

Mengikatnya suatu perjanjian terhadap para pihak tidak semata-mata terbatas pada

apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap unsur-unsur lain sepanjang

dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan moral, sehingga demikiankebiasaan

yang mengikat para pihak.

5. Asas Obligatoir

Asas ini memiliki arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut,

baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak

milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat

kebendaan (zakelijke overeeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).

6. Asas Persamaan Hak

20

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka...Op.cit. Hlm. 42

21 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Alumni. Bandung. 1993. Hlm. 109

KUHPerdata. Dalam asas ini, para pihak memiliki posisi yang sama, tidak ada

pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak

terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.

Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya. Apabila

prinsip win-win solution (saling menguntungkan) tidak dapat diwujudkan secara

murni, harus diupayakan agar mendekati perimbangan dimana segala sesuatu

yang merupakan hak para pihak tidak dapat dikesampingkan begitu saja.

Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak

untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

7. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian

yang telah disepakati. Asas ini merupakan lanjutan atas asas persamaan hak. Asas

ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1244 KUHPerdata. Asas ini menuntut

para pihak untuk seimbang dalam perjanjian, baik dalam hak serta kewajiban

hendaklah dilakukan secara seimbang.

Sebagai contoh, bahwa kreditur memiliki hak untut atas pemenuhan prestasi

dan jika diperlukan dapat menuntut pemenuhan prestasi melalui kekayaan debitur.

Namun juga, kreditur memenuhi kewajiban sebagai bagian dari pada

pelaksanakan perjanjian. Dapat dilihat, bahwa kedudukan kreditur dan debitur

8. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai sebuah hubungan hukum harus mengandung kepastian

hukum. Kepastian ini terwujud dari kekuatan mengikatnya sebuah perjanjian

yakni sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

9. Asas Moral

Asas ini terdapat di dalam ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor

yang menjadi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuaan

hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati.

Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela

dari seseorang tidak menimbulkan hak bagi pelakunya untuk menggugat kontra

prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana

seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela (moral) maka yang

bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan

menyelesaikan perbuatannya.

10. Asas Kebiasaan

Ketentuan asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1374 KUHPerdata yang

dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat

untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga

pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti. Pasal 1347 KUHPerdata menyatakan

pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap

secara diam-diam dimaksudkan didalam perjanjian meskipun dengan tegas

Kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal 1339 KUHPerdata ialah kebiasaan pada

umumnya (gewonte) dan kebiasaan yang diatur dalam Pasal 1347 KUHPerdata

meupakan kebiasaan setempat (khusus) atau kebiasaan yang lazom berlaku

digolongan tertentu (bestending gebruikelijk beding)22

Ketentuan mengenai pengaturan asas kepatutan dapat ditemukan di dalam

Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi

perjanjian, dimana asas ini ditekankan pada ukuran mengenai isi dalam perjanjian.

Dalam terapan praktis, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengna kesafaran

hukum masyarakat. Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas

ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam

masyarakat

.

11. Asas Kepatutan

23

C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian .

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam

masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.

Suatu perjanjian agar dapat mengikat dan tidak menemui hambatan-hambatan

dalam pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Di

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disebutkan adanya empat syarat yang harus

dipenuhi agar suatu perjanjian sah, yaitu :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

22Ibid. Hlm. 113

23

Dokumen terkait