BAB II PERJANJIAN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI
D. Jenis-Jenis Perjanjian
1. Jika ditinjau dari segi ilmu hukum, perjanjian dapat dibagi atas tiga
jenis, yaitu :
a. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mana kesepakatan
yang dicapai dalam perjanjian dilakukan secara lisan, melalui
ucapan saja telah mengikat para pihak. Ini berarti bahwa segera
setelah pihak menyatakan persetujuannya atau kesepakatannya
tentang hal-hal yang mereka bicarakan dan akan dilaksanakan,
maka berkewajiban telah lahir pada pihak terhadap siapa yang
berjanji untuk memberikan sesuatu, melakukan atau berbuat
sesuatu, atau untuk tidak melakukan atau berbuat sesuatu.
b. Perjanjian Formal
Perjanjian formal adalah perjanjian yang mana kesepakatan itu
lisan semata-mata antara pihak yang berjanji belum melahirkan
kewajiban pada pihak yang berjanji untuk menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu atau tidak
melakukan atau berbuat sesuatu. Sebagai contoh perjanjian
perdamaian dan perjanjian hibah.
c. Perjanjian Riil
Perjanjian riil adalah perjanjian yang mana dalam perjanjan
tersebut harus memiliki perbuatan nyata yang wajib dipenuhi
mengadakan perjanjian. Sebagai contoh perjanjian pengiriman
barang.
2. Jika ditinjau dari segi prestasi, perjanjian dapat dibagi tiga jenis, yaitu :
a. Perjanjian untuk memberikan (to geven)
Contoh : perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,
perjanjian pinjam meminjam.
b. Perjanjian untuk melakukan sesuatu (to doen)
Contoh : perjanjian perburuhan dan perjanjian melakukan
pekerjaan.
c. Perjanjian tidak melakukan sesuatu (niet te doen)
Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis
dan perjanjian untuk tidak membangun bangungan.
3. Jika ditinjau dari segi kekuatan memaksanya, perjanjia dapat dibagi
atas dua jenis, yaitu :
a. Perjanjian dengan kekuatan hukum sempurna, misalnya dengan
suatu sanksi apabila tidak dipenuhi.
b. Perjanjian dengan kekuatan hukum tidak sempurna, misalnya
perjanjian alami (natuurlijke verbintenis). Hal ini diatur dalam
Pasal 1935 KUHPerdata.
c. Perjanjian tanpa kekuatan hukum, misalnya perjanjian
4. Jika ditinjau dari segi subjek maupun ditinjau dari sudut asal dan
berakhirnya daya kerja perjanjian. Perjanjian dibagi atas sembilan
jenis, diantaranya31
a. Perjanjian Positif dan Perjanjian Negatif. :
Suatu perjanjian dikatakan positif apabila pelaksanaan prestasi
yang dimaksudkan dalam isi perjanjian merupakan tindakan
positif (positive handeling), baik yang berupa
memberi/menyerahkan suaut barang atau melakukan suatu
perbuatan sedangkan perjanjian dikatakan negatif apabila
prestasi yang menjadi maksud perjanjian merupakan suatu
tindakan negatif (negatif handeling). Ini terdapat pada
persetujuan yang berupa “tidak melakukan sesuatu (niet te
doen)”
b. Perjanjian sepintas lalu (voorbygaande) dan yang berlangsung
terus menerus (voortdurende)
Perjanjian sepintas lalu adalah perjanjian dimana dalam
pemenuhan prestasi berlangsung sekaligus dalam waktu yang
singkat dan dengan demikian perjanjianpun berakhir. Sebagai
contoh : perjanjian jual-beli, dimana perjanjian akan berakhir
setelah barang yang dibeli diserahkan serta harga yang disetujui
telah dibayar. Sedangkan perrjanjian yang berlangsung terus
menerus adalah perjanjian dimana dalam pemenuhan
31
kewajiban dan pelaksanaan prestasi berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Sebagai contoh perjanjian sewa-menyewa
dan perjanjian kerja, dimana dalam kedua perjanjian tersebut
berlangsung lama sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
c. Perjanjian Alternatif (altrnative verbintenis)
Pada perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi
kewajibannya melaksanakan prestasi dapat memilih salah satu
diantara prestasi yang telah ditentukan. Perjanjian alternatif
didasari dari segi subjek, yakni debitur diberi kebebeasan
memilih pemenuhan prestasi, dimana prestasi itu dipenuhi
langsung ke pihak kreditur atau pada pihak ketiga. Untuk
memudahkan kita mengetahui apakah perjanjian tersebut
adalah perjanjian alternatif yaitu dengan mengetahui terlebih
dahulu apakah perjanjian tersebut bersifat alternatif, yaitu
dengan melihat apakah dalam perjanjian tersebut terdapat
pengertian “atau”, dimana dalam hal ini pihak debitur tidak
dapat memaksa pihak kreditur untuk menerima prestasi dari
satu bahagian saja, dan sebahagian lagi dari bagian yang lain.
Jika hal tersebut tidak ditentukan secara tegas dalam perjanjian.
d. Perjanjian kumulatif dan konjungtif
Dala m perjanjian kumulatif, prestasi yang dibebankan kepada
pihak debitur terdiri dari bermacam-macam jenis. Dan semua
yang dapat memilih salah satunya, melainkan dalam perjanjian
kumulatif harus dipenuhi seluruhnya.
e. Perjanjian fakultatif
Perjanjian fakultatif ini hanya mempunyai satu objek prestasi,
dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti prestasi yang
telah ditentukan dengan prestasi yang lain, apabila debitur tidak
dapat menyerahkan prestasi yang ditentukan sebelumnya.
Dalam perjanjian fakultatif dapat kita lihat seolha-olah ada
prestasi primer dan sekunder, dimana apabila pretasi primer
tidak dapat dipenuhi maka prestasi sekunder dapat
menggantikannya.
f. Perjanjian generik dan spesifik
Perjanjian generik dan spesifik adalah perjanjian yang hanya
menentukan jenis dan jumlah benda atau barang yang harus
diserahkan debitur seperti yang diatur dalam Pasal 1392
KUHPerdata, sesuai dengan ketentuan pasl tersebut pada
perjanjian generik debitur dalam memenuhi kewajibannya guna
membebaskan dirinya atas pemenuhan prestasi, tidak
berkewajiabn untuk menyerahkan jenis yang terbaik tetapi
sebaliknya sebitur tidak boleh menyerahkan jenis yang paling
buruk. Sedangkan perjanjian spesifik adalah perjanjian dimana
apabila benda yang menjadi objek perjanjian ditentukan hanya
dari benda. Dengan penyerahan benda sesuai dengan ciri-ciri
khusus tadi bagaimana adanya, terbebaslah debitur dari
kewajibannya.
g. Perjanjian yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
(deelbare en ondelbare verbintenis)
Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1296 sampai dengan Pasal
1303 KUHPerdata. Dalam perjanjian yang dapat dibagi
maksudnya adalah dimana apabila prestasi yang diperjanjikan,
baik merupakan benda atau jasa menurut sifat dan tujuan dapat
dibagi-bagi yang diperjanjikan, baik merupakan benda atau jasa
menurut sifat dan tujuan tidak dapat dibagi-bagi maka
perjanjian ini disebut perjanjian yang tidak dapat dibagi.
h. Perjanjian hoofdelijke atau perjanjian solider
Perjanjian hoofdelijke atau perjanjian solider adalah perjanjian
dimana terdapat beberapa orang kreditur serta objek yang
menjadi prestasi dari benda atau perbuatan yang tidak dapat
dibagi-bagi. Perjanjian ini memang hampir sama dengan
perjanjian yang tidak dapat dibagi (ondelbare). Jika kita
mencari letak perbedaannya antara perjanjian hoofdelijke
dengan perjanjian tidak dapat dibagi (ondelbare), maka
perjanjian hoofdelijke bersumber dari persetujuan atau oleh
undang-undang, sedangkan ondelbare bersumber dari sifat
jika hoofdelijke terletak pada subjeknya sedangkan ondelbare
terletak pada objeknya.
i. Perjanjian Bersyarat
Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang pelaksanaanya
digantungkan (afhangen) kepada sesuatu pada masa yang akan
datang yang belum pasti terjadi.
5. Jika ditinjau dari berbagai cara terbentuknya perjanjian, perjanjian
terbagi atas32
a. Perjanjian Timbal Balik :
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual
beli.
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang
memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya
hibah. Sedangkan perjanjian atas bebas adalah perjanjian terhadap
prestasi dari pihak yang satu dan selalu terdapat kontra prestasi dari
pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan hukum.
c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama
Perjanjian bernama (khusus) merupakan perjanjian yang
mempunyai nama sendiri. Maksdunya adalah perjanjian-perjanjian
tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang,
32
berdasrkan jenis yang paling terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama
terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata. Di
luar perjanjian bernama, tumbuh perjanjian tidak bernama yaitu
perjanjian yang tidak daitur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat
pada masyarakat. Pada dasarnya jumlah perjanjian ini tidak
terbatas. Perjanjian ini lahir berdasarkan asas kebebasan
mengadakan perjanjian.
d. Perjanjian Campuran.
Perjanjian campuran merupakan perjanjian yang mengandung
berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang
menyewakan kamar (sewa-menyewa), tetapi juga menyajikan
makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan lainnnya.
Terdapat berbagai macam paham mengenai perjanjian campuran
ini. Diantaranya paham pertama, mengatakan bahwa
ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis
sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractu
sui generis). Paham Kedua, mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan dari
perjanjian-perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi). Paham Ketiga,
mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang
diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan
e. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain.
Dapat dikatakan bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang
menimbulkan perikatan misalnya perjanjian jual beli benda
bergerak. Menurut KUHPerdata, perjanjian jual beli saja belum
mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli.
Untuk beralihnya hak milik jual eli seperti itu dinamakan
perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir)
kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering).
Penyerahan sendiri merupakan perjanjian kebendaan.
f. Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian hak atas benda
dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.
g. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mana kesepakatan
yang dicapai dalam perjanjian dilakukan secara lisan, melalui
ucapan saja telah mengikat para pihak. Ini berarti bahwa segera
setelah pihak menyatakan persetujuannya atau kesepakatannya
tentang hal-hal yang mereka bicarakan dan akan dilaksanakan,
maka berkewajiban telah lahir pada pihak terhadap siapa yang
berjanji untuk memberikan sesuatu, melakukan atau berbuat
Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang mana dalam
perjanjan tersebut harus memiliki perbuatan nyata yang wajib
dipenuhi agar perjanjian yang dibuat tersebut mengikat para
pihak yang mengadakan perjanjian. Sebagai contoh perjanjian
pengiriman barang.
h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya
Perjanjian yang istimewa sifatnya terbagi-bagi atas :
1. Perjanjian liberatoir, perjanjian yang para pihaknya
membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya
pembebasan hutang (kwijschelding) pada Pasal 1438
KUHPerdata.
2. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian antara pihak untuk
menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka
3. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi yang
terdapat pada Pasal 1774 KUHPerdata.
4. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak
bertindak sebagai penguasa (pemerintah). Misalnya perjanjian
ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah.
Setiap perjanjian mempunyai bagian inti dan bagian yang bukan inti33
33
Mariam Darus, Ibid. Hlm 24
. Bagian
inti disebut essensialia dan bagian yang bukan inti terdiri dari naturalia dan
perjanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian secara tegas untuk
dihapuskan. Misalnya menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual.
Aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yaitu secara tegas
diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.