• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG

B. Asas yang Berlaku dalam Pengangkutan

Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pengangkutan adalah pihak pengangkut, pihak pengirim atau pihak penerima yang disebut juga sebagai pengguna jasa. Dalam perjanjian terdapat asas-asas yang mendasari dari perjanjian tersebut. Arti asas secara etimologi adalah dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat)”35 Mahadi menjelaskan bahwa asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan.36

Apabila arti asas tersebut diartikan sebagai bidang hukum maka dapat diperoleh suatu makna baru yaitu asas hukum merupakan dasar atau pikiran yang melandasi pembentukan hukum positif. Dengan perkataan lain asas hukum merupakan suatu petunjuk yang masih bersifat umum dan tidak bersifat konkrit seperti norma hukum yang tertulis dalam hukum positif. Bellefroid memberikan pengertian asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan yang lebih umum. Asas

35

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hal.52

36

hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.37 Jadi pembentukan hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Eikema Hommes adalah praktis berorientasi pada asas-asas hukum, dengan perkataan lain merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif”.38

Pentingnya asas hukum ini dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum ini lazim juga disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, disebut demikian kata Satjipto Rahardjo karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan

hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.39

Asas-asas hukum perjanjian itu, menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah sebagai berikut :

1. Asas kebebasan berkontrak

Terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH. Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Undang-undang memperbolehkan membuat perjanjian berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya. Tujuan dari pembuat

37

Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal.32 38

Ibid., hal.33. 39

undang-undang menuangkan kebebasan berkontrak dalam bentuk formal, sebagai suatu asas dalam hukum perjanjian adalah untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum dilapangan hukum perjanjian.

2. Asas Pacta Sunt Servanda.

Asas ini merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.40

3. Asas Konsensualisme

Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuatnya sendiri seperti undang-undang, kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat.

Suatu perjanjian cukup adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum yang lain.

4. Asas Itikad Baik

Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH. Perdata, semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.

5. Asas Kekuatan Berlakunya Suatu Perjanjian

Pada prinsipnya semua perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja, tidak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, diatur dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH. Perdata.

40

6. Asas Kepercayaan

Seseorang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau memenuhi prestasinya.

7. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, sehingga para pihak wajib menghormati satu sama lain.

8. Asas Keseimbangan

Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.

9. Asas Kepastian Hukum

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

10. Asas Moral

Terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata, dalam asas ini terdapat faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada moral-moral

Asas ini terdapat dalam Pasal 1347 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti. 41

Asas-asas yang mendasari perjanjian pengangkutan antara lain :

a. Asas konsensional

Asas ini mensyaratkan adanya perjanjian pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan dibuat secara tidak tertulis (lisan) namun didukung oleh surat angkutan. Surat angkutan tersebut bukanlah perjanjian tertulis melainkan hanya sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada.

b. Asas koordinasi

Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal ini, perjanjian keseluruhan tidak berlaku dalam perjanjian pengangkutan. Pihak pengangkut baik dalam pengangkutan darat, laut dan udara bukan merupakan buruh pihak pengirim.

c. Asas campuran

Perjanjian pengangkut merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang, dan melakukan perkerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.

d. Asas tidak ada hak retensi.

Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkutan sendiri misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang.42

C. Para Pihak dan Hubungan Hukum dalam Perjanjian

Pengangkutan dengan Angkutan Umum.

41

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal.14

42

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal 23

Mengenai para pihak ini dapat dikemukakan bahwa ada tiga pihak yang terkait, yaitu pengusaha angkutan, pengemudi dan penumpang. Pada dasarnya perjanjian pengangkutan terjadi antara pengusaha angkutan dengan penumpang. Berdasarkan Buku I Bab V bagian Ketiga KUHD tentang pengangkutan darat dan perairan darat, yang dimaksud dengan pengangkut adalah bukanlah sopir pada mobil atau nahkoda pada kapal, tetapi majikan dari sopir atau nahkoda tersebut yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan.43

Ketentuan dalam KUHD tersebut dapat ditemukan pada pasal 91 jo. Pasal 96 KUHD, bahwa yang dimaksud dengan pengangkut pada angkutan penumpang adalah pengusaha angkutan yang mengikatkandiri untuk menyelenggarakan pengangkutan. Menurut HMN. Purwosutjipto, pengusaha angkutan merupakan orang yang bersedia menyelenggarakan seluruh pengangkutan dengan jumlah uang angkutan yang dibayar sekaligus untuk semuanya, tanpa mengikatkan diri untuk melakukan pengangkutan itu sendiri.44 Istilah menyelenggarakan angkutan berarti pengangkutan itu dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya.45

Perusahaan Angkutan Umum berdasarkan Pasal 1 ayat 21 UULLAJ adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum. Ini dimaksudkan bahwa pengangkut harus merupakan badan hukum yang berbentuk perusahaan bukan merupakan usaha perseorangan hal ini merupakan ketentuan yang berbeda dari UULLAJ yang lama

43

HMN. Purwosutjiopto, Op.Cit., hal.28. 44

Ibid., hal. 20. 45

dimana kepemilikan terhadap usaha angkutan umum bisa dimiliki perseorangan. Pada umumnya pengangkutan penumpang dengan angkutan umum mikrolet ini kebanyakan diselenggarakan oleh pengusaha angkutan yang tidak berstatus badan hukum melainkan dimiliki pengusaha secara perseorangan.

Data yang diperoleh dari Organda, bahwa pengusaha angkutan yang memiliki armada angkutan sebanyak 2 sampai 3 armada angkutan prosentasenya 60% dan 1% pengusaha yang memiliki 5 sampai 7 armada angkutan, sisanya dimiliki oleh pengusaha yang memiliki satu armada angkutan.46

Pihak lain yang terkait dalam pengangkutan yaitu pengemudi. Adapun pengemudi menurut Pasal 1 ayat 23 UULLAJ bahwa pPengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi. Pengertian lainnya terdapat dalam butir 12 Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 Tentang Kendaraan, pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermoor. Untuk menjadi pengemudi, seseoranng harus memiliki Surat Ijin Mengemudi atau SIM yang diperoleh setelah melakukan ujian mengemudi. SIM tersebut merupakan Dengan demikian bagi pengusaha angkutan yang memiliki beberapa armada angkutan, maka dalam hal ini pengusaha angkutan dapat memerintahkan orang lain untuk melakukan pengangkutan, karena tidak mungkin baginya untuk menjalankan seluruh armada angkutan sekaligus. Untuk itu pengusaha angkutan merupakan pihak yang mengusahakan dan menyelenggarakan jasa angkutan, sedangkan dimaksud disini adalah pengemudi atau sopir angkutan.

46

http://www.tempo.co/topik/lembaga/462/organisasi-angkutan-darat-organda, diakses tanggal 11 Oktober 2015 Pukul 09.00 Wib.

bukti kecakapan dan keabsahan bagi pegemudi untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan seperti telah diatur dalam Bab VIII tentang Pengemudi dalam UULLAJ.

Adapun pengemudi dalam hal ini merupakan pihak yang menjalankan pengangkutan yang terikat dalam perjanjian kerja dengan pengusaha angkutan.47

Setelah mengetahui para pihak yang terkait dengan pengangkutan penumpang, maka selanjutnya dapat dikemukakan mengenai hubungan hukum yang terjadi antara pihak pengusaha angutan dengan pengemudi dan pengangkut dengan penumpang.

Di sini pengemudi merupakan pihak yang menngikatkan diri untuk melakukan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan dengan imbalan gaji atau upah. Jika pegemudi di sini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas diirinya yang diangkut. Dengan demikian maka penumpang merupakan individu atau perorangan yang berstatus sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban dalam perjanjian pengangkutan, yaitu penumpang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan dengan selamat sampai di tempat tujuan, serta berkewajiban membayar ongkos angkutan.

Hubungan hukum yang terjadi antara pengangkut dan pengemudi ini berdasarkan perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan dalam Pasal 1601 buku ketiga bab VII bagian kesatu KUHPerdata. Adapun perjanjian kerja menurut KUHPerdata yaitu perjanjian antara pihak yang satu (pengemudi) mengikatkan dirinya dibawah

47

perintah majikan (pengusaha angkutan) untuk suatu waktu melakukan pekerjaan atau melaksanakan pengangkutan.48

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan dalam Pasal 1 ayat 14 bahwa : “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Adapun sifat dari perjanjian kerja yang terjadi diantara pengusaha angkutan dan pengemudi adalah hubungan yang bersifat subordinasi atau bertingkat dan pemberi kuasa. Subordinasi berarti bahwa pengusaha angkutan mengikatkan dirinya untuk menyediakan jasa angkutan dan berkewajiban membayar upah bagi pengemudi. Namun adakalanya hubungan yang terjadi adalah pemberian kuasa, maksudnya bahwa pengemudi diberikan kuasa oleh pengangkut untuk melakukan kegiatan pengangkutan, yaitu mengangkut penumpang yang mempergunakan jasa angkutan dan pengemudi tersebut akan menyetorkan sejumlah uang yang telah ditetapkan oleh pengusaha angkutan setiap harinya.

Berdasarkan perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai hubungan hukum yang sejajar atau koordinasi dengan pengangkut. Hal ini berarti bahwa penumpang bukanlah bawahan pengangkut dan pengangkut bukan atasan penumpang, demikian sebaliknya. Penumpang merupakan pihak yang bebas untuk

48

mempergunakan jasa angkutan sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan pengangkut merupakan pihak yang menyelenggarakan pengangkutan.49

49

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transportasi merupakan sarana yang dibutuhkan banyak orang sejak jaman dahulu dalam melaksanakan kegiatannya yang diwujudkan dalam bentuk angkutan. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan atau barang yang peruntukannya untuk umum atau pribadi. Mengenai jalurnya bisa melalui udara seperti pesawat terbang, laut atau perairan seperti kapal atau perahu, dan darat seperti mobil, pedati dan sebagainya.

Kegiatan dari transportasi memindahkan barang (commodity of goods) dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain atau port of destination, maka dengan demikian pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau dengan perkataan lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan sangat bermanfaat untuk pemindahan/ pengiriman barang-barangnya.1

Angkutan memegang peranan yang sangat vital karena tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut.2

Transportasi sebagai dasar untuk perkembangan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi menyebabkan adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat dan budaya suatu bangsa atau daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau bangsa

1

Soegijanta Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 1.

2

tergantung pada tersedianya pengangkutan dalam negara atau bangsa yang bersangkutan.3

Masyarakat yang melakukan kegiatan dengan tujuan yang berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum. Kebutuhan akan angkutan penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility). Seseorang dapat mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha.4

Era modern seperti sekarang ini masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat masih menganggap penting keberadaan angkutan umum karena sebagai alternatif masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau juga para pedagang dalam membawa barang dagangannya.

Masyarakat yang masih tergantung dengan angkutan umum ini tidak di imbangi dengan penyediaan angkutan umum yang memadai, terutama ditinjau dari kapasitas angkut sehingga akibatnya hampir semua angkutan umum yang tersedia terisi penuh dan sesak oleh penumpang. Hal ini menyebabkan para penumpang dalam memakai jasa angkutan umum terkadang kurang nyaman karena kondisi angkutan umum yang penuh dan sesak oleh penumpang.

Kejadian-kejadian di atas dapat dikatakan bahwa transportasi saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan transportasi. Peningkatan kualitas disini dari sisi sarana angkutan umum sendiri seperti halnya penambahan jumlah armada angkutan umum sehingga para

3

A. Abbas Salim, Manajemen Transportasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.6

4

penumpang dalam memakai jasa angkutan umum bisa merasa nyaman dan aman dalam menggunakan angkutan umum tersebut.

Peningkatan kualitas sarana angkutan umum penting dilakukan selain untuk membuat penumpang nyaman dan aman juga demi meningkatkan minat masyarakat untuk memakai jasa angkutan umum. Selain itu perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait dengan sistem transportasi terutama pengguna jasa transportasi sangat penting mengingat pentingnya peran lalu-lintas dan angkutan jalan bagi kehidupan orang banyak serta sangat penting bagi seluruh masyarakat, maka pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan perlu di tata dan di kembangkan serta kepentingan masyarakat umum sebagai pengguna jasa transportasi perlu mendapatkan prioritas dan pelayanan yang baik dari pemerintah maupun penyedia jasa transportasi dan juga perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat sebagai konsumen transportasi juga harus mendapatkan kepastian.

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan juga perlu dilakukan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas jangkauan dan pelayanannya kepada masyarakat dan harus tetap memperhatikan kepentingan umum dan ketertiban masyarakat untuk mewujudkan sistem transportasi yang di inginkan masyarakat guna memenuhi kebutuhannya.

Pengangkutan-pengangkutan tersebut menimbulkan masalah-masalah dalam transportasi yang makin berkembang. Salah satunya adalah mengenai pengangkutan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sejak mesin motor ditemukan, era pengangkutan dengan kendaraan bermotor lambat laun mulai dipergunakan dan dibutuhkan oleh banyak orang. Mengenai pengertian kendaraan bermotor tercantum dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan (selanjutnya disebut UULLAJ) “Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan

Pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor mulai dipergunakan untuk pelayanan umum selain digunakan untuk pribadi. Angkutan umum untuk kendaraan bermotor roda empat di darat seperti bis kota atau antar kota/pulau, mikrolet, taksi, angguna (angkutan serba guna), angkudes (angkutan pedesaan), dan sebagainya mulai banyak dijumpai seiring dengan waktu.5

Hal tersebut akhirnya diatur oleh suatu peraturan hukum oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah tentang lalu lintas dan angkutan jalan umum (UULLAJ). Hal yang diatur dalam ijin trayek, ijin usaha angkutan, ijin operasional, kelaikan angkutan untuk umum beserta persyaratan lain yang ditentukan.

Apabila sudah memenuhi persyaratan dalam UULLAJ tentang lalu lintas dan angkutan jalan maka kendaraan bermotor tersebut layak dijadikan angkutan umum resmi dengan plat nomor kuning. Pelat nomor kuning diberikan kepada kendaraan bermotor beroda empat yang berarti boleh dioperasionalkan sebagai angkutan umum. selain itu kendaraan bermotor pelat nomor kuning sudah dilengkapi asuransi kendaraan maupun asuransi jiwa terhadap awak dan penumpang.

Kendaraan bermotor beroda empat yang digunakan sebagai angkutan umum berupa mobil penumpang dan sejenisnya. Pengertian mobil penumpang

5

menurut Pasal 1 butir 6 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1992 yaitu setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.

Sebagai catatan walaupun keberadaan UU No. 14 Tahun 1992 telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 2009 akan tetapi peraturan pelaksana dari UU No. 14 Tahun 1992 tetap dapat berlaku dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 UU No. 22 Tahun 2009 bahwa :

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

Mengenai tata cara menaik-turunkan penumpang, angkutan umum resmi wajib berpedoman pada UULLAJ. UULLAJ yang mengatur ketentuan angkutan umum adalah Undang-undang No. 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993.6

Tetapi dalam perjalanannya angkutan umum resmi banyak mengalami permasalahan transportasi khususnya persaingan dengan armada kendaraan bermotor pribadi dengan pelat nomor hitam. Kendaraan tersebut tidak seharusnya dipergunakan sebagai angkutan umum akan tetapi sebagai angkutan pribadi sesuai dengan ketentuan UULLAJ.

Benyaknya mobil pribadi sebagai angkutan umum dari hari ke hari mengakibatkan persaingan tidak sehat dengan angkutan umum resmi. Di pihak

6

Sutiono Usman Aji, et.al, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hal.8

angkutan umum resmi, kendaraan tersebut dianggap mengambil bagian rezeki atau penumpang yang seharusnya didapat oleh angkutan umum resmi (penyerobotan).

Selain itu mobil pribadi sebagai angkutan umum dapat menerapkan tarif angkutan semaunya pada penumpang, karena tidak mengacu pada ketentuan tarif yang ditentukan oleh UULLAJ. Ketentuan tarif tersebut hanya berlaku bagi angkutan umum resmi berplat kuning. Ditambah lagi penumpang tidak dijamin dengan asuransi jiwa. Hal ini dapat merugikan penumpang sebagai konsumen. Konsumen yaitu setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak mengambil untuk memproduksi barang/ jasa lain atau memperdagangkannya kembali.7

Mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum cenderung tidak membayar retribusi, tidak masuk terminal dan tidak manggunakan jasa pelayanan uji kendaraan. Mereka tidak mempunyai aturan dalam soal itu, sehingga pemerintah dirugikan. Jika semuanya memenuhi aturan, dana yang mungkin diperoleh pemerintah cukup besar. Ditambah lagi daya jelajah kendaraan tersebut yang bisa masuk kota dan pelosok yang tidak bisa dimasuki angkutan umum resmi.

Mobil pribadi sebagai angkutan umum terjadi di daerah-daerah seperti Medan, Jakarta dan daerah metropolitan lain menimbulkan permasalahan. Di Medan mobil pribadi yang kerap dipanggil angkutan kota (angkot) berplat hitam mulai menjamur. Angkutan kota gelap, berplat hitam mengusik khususnya yang berada di Kualanamu Internasional Airport. Kehadiran mereka menimbulkan

7

kerugian bagi angkutan umum di sekitar Bandara Kualanamu Internasional Airport maupun bagi pemerintah. Bahkan juga mobil pribadi sebagai angkutan umum yang disebut sebagai taksi gelap oleh masyarakat Medan kebanyakan, sekarang sudah berani membuka pangkalan taksi gelap yang di pangkalan tersebut terdapat sekumpulan mobil pribadi berplat nomor polisi berwarna hitam yang di peruntukan untuk mencari sejumlah penumpang dan mengambil ahli fungsi angkutan kota berplat nomor polisi kuning kebanyakan.8

Mobil pribadi di Bandara Kualanamu Internasional Airport yang sering dipanggil dengan taksi gelap makin banyak saja dari hari ke hari dan jenis Kendaraannya makin bervariasi Jenis mobil nya. Para supir taksi gelap cenderung berada di Pintu masuk dan Pintu luar Bandara, dan sebagian dari mereka biasa nya menghampiri setiap orang yang keluar dari Bandara tersebut, kemudian ditanyakan kemana tujuannya, lalu ditawarkan menggunakan jasa taksi gelap mereka.9

Penggunaan istilah taksi dalam masyarakat sebenarnya tidak tepat. Pengertian taksi pada masyarakat ditujukan kepada kendaraan bermotor sebagai angkutan umum yang melayani jalur trayek tertentu dimana kendaraan tersebut tidak dilengkapi dengan argometer dan tanda khusus sehingga bertentangan dengan pengertian taksi menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 41