• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Bentuk Perlindungan Hukum yang Diberikan PT Summit Oto Finance Kepada Debitor dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

2. ASAS KEADILAN

Pada dasarnya suatu kontrak muncul dikarenakan perbedaan kepentingan diantara para pihak. Oleh karena itu haruslah diawali dengan adanya negosiasi oleh para pihak. Sehingga diharapkan nantinya ditemukan suatu titik temu untuk mencapai kata kesepakatan. Sehingga dapat disumpulkan bahwa suatu kontrak itu merupakan perbedaan kepentingan yang disatukan melalui sebuah kontrak. Suatu hubungan kontraktual antara para pihak selalu tidak dapat dilepaskan dengan suatu keadilan. Hal tersebut dikarenakan suatu kontrak adalah merupakan suatu tempat untuk pertukaran kepentingan yang adil bagi pihak yang satu dengan yang lainnya.

Pembahasan tentang hubungan kontraktual bagi para pihak pada hakikatnya tidak dapat terlepas dari masalah keadilan. Dikarenakan sebuah perjanjian pada hakikatnya tidak terlepas dari masalah keadilan. Perjanjian pada dasarnya adalah suatu tempat menemukan suatu kepentingan antara pihak satu dengan yang lain yang menuntut bentuk pertukaran kepentingan secara adil. Keadilan merupakan sebuah pernyataan yang sering didengar namun pemahaman yang tepat justru rumit bahkan abstrak terlebih lagi bila dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang sedemikian kompleks (Agus Yudha Hernoko, 2013 : 47).

Asas keadilan berarti para pihak yang membuat perjanjian harus bersikap adil dalam pelaksaanaan kontrak terutama yang berkaitan dengan

pembagian keuntungan. Asas proporsionalitas harus dipandang sebagai asas keseimbangan yang bersumber pada penghormatan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, walaupun sebenarnya keseimbangan di sini tidak berarti semuanya seimbang tetapi harus berdasarkan porsi masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut. Jaminan kepastian dan keadilan hukum yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan konsumen adalah merupakan syarat mutlak untuk memberikan perlindungan kepada para pihak yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen selaku debitor sehingga dapat tercipta suatu kemanfaatan bersama (I Gusti Asung Wisudawan. 2013. “Bentuk kepastian perlindungan hukum dalam perjanjian pembiayaan konsumen”

Ganec Swara vol. 7 No.1 Maret 2013. Mataram).

Menurut Gatot Supramono (2009 : 165) asas keadilan lebih tertuju pada isi dari perjanjian bahwa perjanjian harus mencerminkan adanya keadilan pada kedua belah pihak yang berjanji, isi perjanjian harus seimbang antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan tidak ada perbuatan penekanan fisik maupunpsikis sewaktu membuat perjanjian.

Sri gambir Melati Hatta (dalam Agus Yudho Hernoko,2013 : 28) pada disertasinya yang berjudul “Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia”

menyimpulkan bahwa asas keseimbangan juga dipahami sebagai keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam menentukan hak dan kewajibannya dalam perjanjian. Ketidakseimbangan posisi menimbulkan ketidakadilan, sehingga perlu intervensi pemerintah untuk melindungi pihak yang lemah melalui penyeragaman syarat perjanjian.

Adanya doktrin ketidakadilan (unconscionability) adalah suatu doktrin dalam ilmu hukum kontrak yang mengajarkan bahwa suatu kontrak batal atau dapat dibatalkan oleh pihak yang dirugikan manakala dalam kontrak tersebut terdapat klausula yang tidak adil dan sangat memberatkan salah satu pihak, sungguhpun kedua belah pihak telah menandatangani kontrak yang bersangkutan (Munir Fuady, 2001 : 52-53).

Kontrak ketidakadilan (unconscionability) ini mengacu kepada posisi tawar menawar dalam kontrak tersebut yang sangat berat sebelah karena tidak terdapat pilihan dari pihak yang dirugikan disertai dengan klausula dalam kontrak yang sangat tidak adil sehingga memberikan keuntungan yang tidak wajar bagi pihak lainnya. Batal atau dibatalkannya kontrak karena alasan ketidakadilan ini dapat didasari atas dasar (Munir Fuady, 2001 : 53):

1) Tidak dipenuhinya unsur kesepakatan kehendak ( Pasal 1320 KUH Perdata)

2) Kontrak tersebut melanggar ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata) 3) Kontrak tersebut melanggar kesusilaan (Pasal 1337 KUH Perdata)

Pada dasarnya perlindungan dalam bentuk penerapan asas kebebasan berkontrak dan asas keadilan adalah merupakan syarat yang utama untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pihak yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen atau Kreditor dengan Debitornya dapat tercipta suatu kemanfaatan bersama. Selain itu juga diperlukan adanya perlindungan terhadap konsumen sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Diharapkan perusahaan pembiayaan tidak hanya fokus pada profit oriented saja tetapi juga harus fokus pada meraih kepercayaan pada masyarakat dengan memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing pihak (I Gusti Agung Wisudawan. 2013. “Bentuk Kepatian Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen” GaneC Swara. Vol. 7 No. 1 Mataram.).

Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan PT Summit Oto Finance kepada debitor dalam perjanjian pembiayaan konsumen jika dikaitkan dengan asas kebebasan maka penerapannya bisa dikatakan tidak ada sebab perjanjian tersebut telah berbentuk kontrak standar apabila dikaitkan dengan asas keadilan maka kaitannya adalah dengan manfaat bagi para pihak agar jangan sampai terjadi ketidakseimbangan kepentingan antara para pihak.

Asas keadilan pada perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT Summit Oto Finance dengan Debitornya tersebut tidak

melaksanakan perlindungan sesuai asas keadilan sebagaimana seharusnya.

Adapun dapat dilihat dari:

1) Penilaian terhadap asas keadilan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen oleh PT Summit Oto Finance dapat dilihat secara pasti dalam hal pembagian hak dan kewajiban bagi para pihak yaitu pihak Debitor dan pihak Kreditor. Namun jika dilihat dari aspek asas keadilan tentunya juga mengkaitkannya dengan asas proposional. Memang, jika dilihat dari segi ekonomi memang pihak Kreditor memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada pihak Debitor. Tapi tetap saja paling tidak Pihak Kreditor juga harus memberikan posisi perlindungan terhadap Debitor juga dalam perjanjian tersebut.

Dilihat dari isi perjanjian pembiayaan konsumen itu, mengenai pembagian hak dan kewajiban lebih banyak memuat klausul tentang kewajiban dari pihak Debitor. Adapun bila kewajiban debitor adalah sebagai berikut ini:

a) Pasal 2 menyebutkan bahwa Kreditor hanya akan mencairkan fasilitas pembiayaan konsumen sebesar jumlah pinjaman dengan syarat dan ketentuan:

(1) Debitor dan/atau Pemilik Jaminan telah menandatangani Keseluruhan Perjanjian Pembiayaan Konsumen, keuali untuk akta pemberian jaminan secara fidusia dan telah memenuhi kewajibannya berdasarkan dokumen-dokumen tersebut dengan baik dan sempurna.

(2) Debitor dan/atau Pemilik Jaminan telah menyerahkan dokumen yang dipandang perlu oleh Kreditor

(3) Debitor telah membayar uang muka dan biaya-biaya yang harus dibayar dimuka sebagaimna termuat dalam Pasal 13 b) Pasal 3 tentang Pembayaran Angsuran

(1) Debitor wajib menyerahkan Angsuran sesuai dengan Jadwal Pembayaran Angsuran

(2) Keterlambatan pembayaran Angsuran dikenakan denda sebagaimana termuat dalam Pasal 13

c) Pasal 5 tentang Pelunasan Hutang bahwa Debitor wajib memberitahukan kepada Kreditor apabila ia akan melunasi hutang lebih awal namun harus membayar uang pokok Jumlah jaminan, bunga berjalan dan biaya lain yang masih terhutang (jika ada) serta Debitor juga dikenakan Denda yang besarnya termuat dalam Pasal 13.

d) Pasal 6 tentang Asuransi Kendaraan

(1) Debitor dengan biaya sendiri wajib menutup asuransi atas kendaraan pada perusahaan asurnsi yang disetuji oleh Kreditor dengan Klausula Kreditor

(2) Debitor wajib membayar angsuran untuk mendapatkan klaim asuransi

(3) Debitor wajib bertanggungjawab terhadap pembayaran seluruh sisa hutang kepada Kreditor

(4) Debitor wajib melunasi kekurangan dalam jangka waktu &

(tujuh) hari sejak pemberitahuan secara tertulis oleh Kreditor (5) Apabila klaim asuransi ditolak oleh perusahaan asuransi maka

Debitor berkewajiban melunasi seluruh hutang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pemberitahuan tertulis oleh Kreditor

e) Pasal 9 tentang Kewajiban Debitor dan/atau Pemilik Jaminan

(1) Tidak akan menjual, menyewakan, memindahtangankan, mengalihkan hak atau menjaminkan kendaraan kepada pihak lain

(2) Tidak mengirim atau mengizinkan Kendaraan dikirim atau di bawa keluar wilayah RI dan tidak akan memindahkan atau mengubah pendaftaran kendaraan.

(3) Tidak memindah, merubah, menghilangkan, menambah, merusak atau dengan cara lain mengganggu nomor mesin, rangka, pendaftaran atau nomor-nomor seri atau setiap plat merek dagang atau plat tanda pengenal yang terletak pada Kendaraan atau pada etiap bagiannya.

(4) Menggunakan kendaraan sebagaimana mestinya dan tidak akan mengizinkan dalam keadaan apapun seseorang mengendarai, memakai atau menjalankan kendaraan tanpa memiliki SIM yang sah atau memakai kendaraan untuk maksud yang melawan hukum.

(5) Dengan biaya sendiri menguasai dan memelihara kendaraan agar senantiasa berada dalam keadaan baik dan dapat dipergunakan serta mengganti semua suku cadang yang tidak sempurna, habis, hilang atau rusak dengan suku cadang yang mutu dan nilainya sama.

(6) Segera memperbarui pendaftaran kendaraan dan mentaati undang-undang dan peraturan-peraturan mengenai lalu lintas jalan serta memnuhi semua kewajiban biaya dan denda berkenaan dengan hal tersebut.

(7) Memperlihatkan atau memberitahukan letak keberadaan kendaraan apabila diminta oleh Kreditor dan memberi izin kepada Kreditor untuk setiap saat memasuki tanah pekarangan dan bangunan dimana diperkirakan atau diduga kendaraan berada, disimpan dan/atau dipakai, guna pemeriksaan atau pengujian atau pengambilan kendaraan dalam hal terjadinya peristiwa cidera janjia sebagaimana dimaksud Pasal 10.

(8) Menyerahkan kepada Kreditor:

(a) Kwitansi blako 3 (tiga) rangkap dibubuhi materai secukupnya dengan nama dan tandatangan Pemilik Jaminan (b) Asli buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan

tembusan Faktur

(9) Memberitahukan secara tertulis kepada Kreditor apabila Debitor dan/atau Pemilik jaminan mengadakan perubahan alamat tinggal, usaha, anggaran dasar, pemegang saham dan pengurus.

(10)Menyatakan dan menjamin bahwa Debitor dan/atau Pemilik jaminan sebagaimana relevan telah menyerahkan dengan lengkap dan benar anggaran dasar apabila Debitor dan/atau Pemilik jaminan berikut perubahannya terhadap anggaran dasar tersebut pada saat ini tidak atau belum diadakan perubahan lagi.

Sedangkan kewajiban kreditor adalah sebagai berikut ini:

a) Pasal 2 tentang Teknis dan Syarat Pencairan Fasilitas Pembiayaan Konsumen pada ayat 1 menyatakan bahwa pada intinya Kreditor akan mencairkan fasilitas pembiaayaan konsumen sebesar jumlah pinjaman apabila Debitor telah melaksanakan syarat dan ketentuan.

b) Pasal 3 tentang Pembayaran angsuran ayat 6 menyatakan bahwa setiap pembayaran yang dilakukan oleh Debitor akan dibukukan oleh Kreditor dengan urutan prioritas pembayaran pertama-tama biaya-biaya yang timbul, kemudian denda lalu bunga dan terakhir pokok Jumlah pinjaman yang terhutang.

c) Pasal 6 tentang Jaminan menyatakn bahwa pada intinya untuk keperluan penyerahan hak milik secara fidusia maka Kreditor akan menerima kuasa scara tertulis dari Pemilik Jaminan untuk dibuatkan akta jaminan fidusia di hadapan notaris.

d) Pasal 7 tentang Asuransi Kendaraan ayat 2 menyatakan bahwa Asli polis asuransi, endosemen dan kwitansi pembayaran premi disimpan Oleh Kreditor.

e) Pasal 12 tentang Ketentuan Tambahan ayat 6 huruf (a) menyatakan bahwa apabila isi dalam perjanjian di ubah oleh Kreditor maka berkewajiban memberitahukan perubahan tersebut terlebih dahulu dalam waktu 30 hari.

Penulis simpulkan bahwa dengan adanya beberapa klausula tersebut jelas bahwa pembagian hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance belumlah berlaku adil, karena terlihat lebih dominan dalam memihak salah satu pihak.

Pihak Debitor memiliki banyak sekali kewajiban yang tidak sebanding dengan pihak Kreditor. Meskipun memang apabila dilihat dari segi kebutuhan, pihak Debitor dinilai sebagai pihak yang memang

memerlukan pembiayaan tersebut sehingga dituntut banyak melakukan kewajiban lewat perjanjian ini. Dapat disimpulkan oleh Penulis bahwa pada dasarnya PT Summit Oto Finance belumlah secara optimal melakukan perlindungan hukum kepada Debitor lewat pelaksanaan asas keadilan. Hal ini dapat dilihat dari porsi pembagian hak dan kewajiban masing-masing pihak seperti yang telah diuraikan di atas.

Penilaian terhadap asas keadilan juga dapat dilihat dari adanya ketidakadilan mengenai pemberlakuan isi perjanjian pembiayaan konsumen tersebut yaitu terdapat dengan adanya klausula pada Pasal 11 di bagian akhir menyatakan bahwa “Para pihak sepakat untuk tidak memberlakukan Pasal 1266 KUH Perdata mengenai perlunya penetapan pengadilan untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak ”. Artinya bahwa agar para pihak dapat membatalkan secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan.

Hal tersebut selanjutnya terbantahkan degan adanya klausula yang terdapat pada Pasal 12 tentang Ketentuan Tambahan pada ayat 3 yang menyatakan bahwa

“apabila suatu atau hal lebih ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan yang berwenang atau dianggap bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan-ketenntuan lainnya yang terdapat dalam perjanjian akan tetap berlaku dan mengikat Para Pihak”.

Dari klausula tersebut jelas terlihat bahwa pihak Kreditor memberikan peluang untuk dapat bebas dari segala tuntutan yang nantinya dapat diajukan suatu saat oleh Debitor. Maka dengan adanya klausula tersbut membuat pihak Kreditor selalu berada diposisi yang kuat di bandingkan dengan Debitor. Apabila di lihat dari penjelasan diatas mengenai beberapa ketentuan peraturan yang dilanggar oleh PT Summit Oto Finance dalam perjanjian pembiayaan tersebut maka artinya perjanjian ini dapat dibatalkan sebagaimana penjelasan di atas mengenai syarat sahnya perjanjian yang keempat. Dikarenakan ada klausula pada Pasal 12 ayat 3 tersebut maka secara otomatis menggugurkan ketentuan

mengenai syarat sahnya perjanjian yang keempat sehingga perjanjian ini mau tidak mau masih tetap berlaku, dikarenakan Pihak Debitor telah menyepakati perjanjian ini.

Menurut penulis dengan adanya klausula tersebut selain memberikan keuntungan bagi pihak Kreditor ketika terjadi permasalahan mengenai pembatalan perjanjian yaitu di dalam perjanjian pembiayaan tersebut mengesampingkan pendapat hakim mengenai adanya pembatalan perjanjian menskipun perjanjian tersebut telah bertentangan denagan Peraturan perundang-undangan. Artinya selama para pihak telah menyepakati perjanjian ini maka perjanjian masih akan tetap berlaku meskipun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sekalipun.

Dengan kata lain dalam penerapan asas keadilan di sini tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Pihak Kreditor di sini sangat ketat dalam melaksanakan pelakasanaan asas pacta sunt servanda tanpa memperhatikan penerapan asas lainnya khususnya asas keadilan.

Perjanjian Pembiayaan Konsumen tersebut memang telah memberikan klasula mengenai penyelesaian sengketa yang memuat pilihan hukum para pihak apakah akan diselesaikan secara musyawarah atau melalui pengadilan (litigasi) dengan memilih pengadilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa. Terletak di Pasal 14 mengenai Hukum yang Dipakai dan Yurisdiksi Pengadilan. Namun perlu diingat bahwa adanya somasi sebenarnya juga bentuk perlindungan terhadap Debitor ketika terjadi wanprestasi.

Somasi merupakan instrumen hukum guna mendorong debitor untuk melakanakan prestasinya. Adapun momentum adanya somasi yaitu apabila prestasi tidak dilakukan pada waktu yang telah diperjanjikan antara kreditor dan debitor. Somasi biasanya berbentuk surat perintah atau sebuah akta sejenis. Surat teguran ini harus dilakukan paling sedikit 3 kali tenggang waktu surat teguran biasanya adalah 30 hari (I Gusti Agung Wisudawan. 2013. “Bentuk Kepastian Perlindungan Hukum

Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen” GaneC Swara. Vol. 7 No. 1 Mataram).

Dengan kata lain, dengan adanya somasi maka paling tidak masih memberikan kesempatan kepada debitor untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, dengan kata lain tidak langsungnya dilakukan penyitaan terhadap barang akan tetapi masih terdapat wadah untuk bernegosiasi dengan jalan adanya surat somasi tersebut. Sehingga masih dimungkinkan adanya upaya bagi Debitor untuk melunasi hutangnya atau melakukan prestasinya sebagiman mestinya. Selain itu somasi juga dapat diartikan sebagai bentuk implemenatsi musyawarah untuk mufakat anatar para pihak yang terlibat dalam perjanjan pembiayaan konsumen tersebut.

Hal ini tidak dilakukan oleh PT Summit Oto Finance karena dapat dilihat di dalam Pasal 10 tentang Cidera Janji menyatakan bahwa

“Peristiwa dibawah ini merupakan peristiwa cidera janji Debitor dan/atau pemilik Jaminan dalam melaksanakan Perjanjian ini, tanpa perlu didahului dengan surat peringatan khusus atau suatu penetapan dari Pengadilan, melainkan cukup telah terbukti dengan:”Debitor tidak membayar Angsuran, bunga, denda dan/atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatuh tempo sesuai Perjanjian yang dalam hal lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa Debitor telah melalaikan kewajibannya menurut Perjanjian ini, sehingga peringatan dengan juru sita atau surat lain serupa itu tidak diperlukan lagi”.

Dari Pasal diatas dapat dilihat bahwa terdapat kata “sehingga peringatan dengan juru sita atau surat lain serupa itu tidak diperlukan lagi”. Kalimat tersebut membuktikan bahwa PT Summit Oto Finance tidak memberikan kesempatan kepada Debitor ketika wanprestasi untuk berupaya mengusahakan memenuhi prestasinya terlebih dahulu. Penulis simpulkan bahwa dengan adanya klausula tersebut PT Summit Oto Finance tidak memberikan bentuk perlindungan kepada debitornya sebagaimana kaitannya dengan asas keadilan.

Simpulan secara keseluruhannya adalah pada dasarnya bentuk perlindungan yang dilakukan oleh PT Summit Oto Finance hanyalah sebatas pada bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis sehingga dapat

dijadikan alat bukti ketika terjadinya suatu sengketa dan dapat menunjukkan adanya suatu perikatan antara kedua belah pihak. Dikarenakan fungsi utama perjanjian adalah sebagai kepastian hukum. Ketika terjadi suatu sengketa atau permasalahan maka solusinya dapat dicarikan dalam klausula perjanjian itu sendiri.

Berbeda halnya seperti yang terjadi dalam perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance dengan Nomor Perjanjian 20-007-14-06317 justru menimbulkan permasalahan baru. Apabila dilihat dari segi substansi dalam klausul perjanjian pembiayaan konsumen tersebut masih banyak memiliki kelemahan. Di mulai dari bentuk kontrak yang sudah berbentuk baku yang lebih menguntungkan pihak Kreditor, adanya pelanggaran terhadap syarat sah perjanjian khususnya mengenai kausa yang halal, adanya pelanggaran terhadap pemberlakuan asas keadilan dan kebebasan berkontrak dan asas keadilan yang belum di terapkan dengan baik.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance dengan Nomor Perjanjian 20-007-14-06317 belum memberikan perlindungan hukum yang banyak kepada debitor. Akan tetapi justru sebaliknya, debitor dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut berada di posisi yang lemah. Mau tidak mau pasti menerima segala isi perjanjian tersebut karena bentuk perjanjian yang disajikan sudah dalam bentuk baku dan dikarenakan debitor sendiri dalam posisi yang membutuhkan.

Penulis berpendapat bahwa dalam perjanjian ini pihak Kreditor masih di posisi yang sangat dominan dan lebih menjuruskan perjanjian ini dengan sistem “take it or leave it”. Seharusnya sistem tersebut tidak berlaku lagi dikarenakan kedudukan para pihak dalam sebuah perjanjian haruslah memiliki posisi yang seimbang dan tidak merugikan satu pihak mana pun.

Dikarenakan dimata hukum antara kreditor dan debitor memiliki posisi yang seimbang.

Penulis berharap bahwa perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance dengan Nomor Perjanjian 20-007-14-06317 dapat diadakan reschedulling terhadap perjanjian ini agar setiap kesalahan yang dianggap merugikan bagi para pihak dapat dihindari dan pelaksanaan perjanjian ini hendaknya memberikan perlindungan hukum bagi para pihak secara seimbang, dikarenakan semua orang dimata hukum memiliki posisi yang sama.

Dokumen terkait