• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Kegunaan Penelitian

2. Aspek-Aspek Ajaran Iman dan Takwa

a. Aspek-Aspek Ajaran Iman

13

Mohammad Daud Ali, op. cit.,h. 363. 14

Aspek-aspek iman yang merupakan pokok-pokok keyakinan dalam Islam dan menjadi asas seluruh ajaran Islam jumlahnya ada enam sebagaimana yang terangkum dalam istilah rukun iman15, yaitu:

1) Iman kepada Allah

Esensi Iman kepada Allah adalah meyakini tentang kebenaran keesaan Allah, tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Inilah yang disebut dengan bertauhid kepada Allah Swt. Dalam berbagai ayat, Allah memberikan penegasan tentang ke-Esa-an-Nya seperti firman Allah Q.S. Thaha [20]: 14 dan Q.S. Al-Ikhlas [112]: 1-4.16

َٓݙݏڰݎۮ

َ

َ۵ݎأ

َڰّٱ

َ

َفَ۵ݎأَٓ ڰَۮَݑٰ݆ۮََٓ

ݙݎܑ۹عٱ

َ

َܾ݉أݔ

َۺ ٰݕ݇ڰص݆ٱ

َ

َٓݘܕكܓ݆

٧٢

Sesunggunya Aku ini Adalah Allah, tidak ada Tuan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Sholat untuk mengingat Aku. (Q.S. Thaha [20]: 14).17

َܾ݅

َ

َݕݒ

َڰّٱ

َ

َܑحأ

٧

ََ

َڰّٱ

َ

َܑ݋ڰص݆ٱ

َ

٤

ََ

َܑ݆ݕݚَ݆݉ݔَܑ݇ݚَ݆݉

٩

ََ

َݑڰَ݆ݍ݃ݚَ݆݉ݔ

َ

َܑحأَ۴ݕܻك

٢

َ

Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak tdak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (Q.S. Al-Ikhlas [112]: 1-4.

Tauhid dalam hal ini ada tiga pemahaman. Pertama, Tauhid Rububiyyah, ialah mengimani Allah sebagai satu-satunya Rabb (Maha Mencipta, Mengelola, dan Memelihara). Kedua, Tauhid Uluhiyah, ialah mengimani Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Ketiga, Tauhid Asma Wa sifat, ialah bahwa Allah memiliki Nama-nama yang Agung dan sifat-sifat yang mulia yang tidak dapat diserupakan dengan sesuatu apapun.18

2) Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah

15

Muhammad Daud Ali, op. cit., h. 201. 16

Rois Mahfud, Al-Islam: Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h 13.

17

Departemen Agama RI, op. cit., h. 874.

18

Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah Swt yang bersumber dari cahaya; ia tidak dapat dilihat atau diindera dengan panca indera manusia – makhluk gaib. Namun demikian, ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah Swt.19

Malaikat juga diberikan tugas dan peran oleh Allah Swt. yang berkaitan dengan manusia, seperti (1) menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui Rasul-Nya, (2) mengukuhkan hati orang-orang yang beriman, (3) memberi pertolongan kepada manusia, (4) membantu perkembangan rohani manusia, (5) mendorong manusia untuk berbuat baik, (6) mencatat perbuatan manusia, (7) melaksanakan hukuman Allah.20

3) Iman kepada Kitab-Kitab Allah

Orang yang beriman kepada Allah wajib beriman kepada kitab-kitab-Nya. Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan pula kitab-kitab-Nya untuk dijadikan pedoman oleh manusia dalam beribadah dan menata kehidupan manusia demi mencapai keridhaan Allah sebagai puncak dari tujuan hidup yang sesungguhnya.21

Kitab-kitab suci itu memuat wahyu-wahyu Allah Swt. Kitab suci untuk umat Islam adalah Al-Quran, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul yang terakhir untuk pedoman umat manusia sampai akhir zaman. Al-quran juga menyebut kitab suci lainnya antara lain Zabur Nabi Daud, Taurat Nabi Musa, dan Injil Nabi Isa. 22

4) Iman kepada Rasul-Rasul Allah

19

Ibid. h. 17. 20

Mohammad Daud Ali, op. cit., h. 210. 21

Rois Mahfud, op. cit., h 17 22

Rasul yang berarti utusan mengandung makna manusia-manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah dan bertugas menyampaikannya kepada tiap-tiap umatnya. Jumlah rasul sangat banyak dan yang diceritakan di dalam Al-Quran hanyalah 25 Rasul. Setiap rasul memiliki misi profetik yang sama, yaitu menegakkan aqidah yang mengesakan Allah Swt. Para Rasul tersebut diutus dengan membawa Syariat yang berlaku hanya untuk tiap umatnya karena keterbatasan waktu dan tempat, sedangkan Rasul yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw, ia datang membawa syari’at yang berlaku untuk semua manusia sampai akhir zaman.23

5) Iman kepada Hari Kimat

Hari kiamat disebut juga dengan yaumul akhir (hari akhir),

yaumul ba’ats (hari kebangkitan), yaumul hisab (hari perhitungan),

yaumul zaja’i (hari pembalasan). Dalam Al-Quran terdapat sejumlah ayat yang merujuk kepada hari kiamat seperti QS. Al-Qashash [28]: 88; QS. Thaha [20]: 15; QS. Al-Hajj [22]: 1-2; QS. Az-Zumar [39]: 68; QS. Al-Baqarah [2]: 28, dan lain-lain.24

Keimanan akan adanya hari kiamat memberikan satu pelajaran bahwa semua yang bernyawa, terutama manusia akan mengalamai kematian dan akan dibangkitkan kembali untuk dimintai pertanggung jawaban atas segala amal perbuatannya di dunia.25

Orang yang yakin akan hari akhirat dan yakin akan hisab (perhitungan amal perbuatan manusia) pada hari itu, maka dalam dirinya timbul sikap mawas diri serta pengawasan setiap saat ia menyimpang dari jalan yang benar. Dari kesadaran pengawasan diri

23

Rois Mahfud, op.cit., h. 18 24

Ibid, h. 19. 25

itu akan membuat manusia menjadi takwa kepada Allah Swt, walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan perbuatannya.26 6) Iman kepada Qadha dan Qadhar

Yang dimaksud dengan qadha adalah ketentuan mengenai sesuatu atau ketetapan mengenai sesuatu, sedangkan qadar adalah ukuran sesuatu menurut hukum tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud qadha dan qadar adalah ketentuan atau ketetapan (Allah) menurut ukuran atau norma tertentu.27

Iman kepada qadha dan qadar memberikan pemahaman bahwa kita wajib meyakini kemahabesaran dan kemahakuasaan Allah Swt. sebagai satu-satunya Dzat yang memiliki otoritas tunggal dalam menurunkan dan menentukan ketentuan apa saja bagi makhluk ciptaan-Nya. Manusia diberi kemampuan (qudrat) dan otonomi untuk menentukan sendiri nasibnya dengan ikhtiar dan doanya kepada Allah Swt. Atas pilihan yang ditempuh manusia ini, semua akibatnya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt pada hari kiamat kelak.28

b. Aspek-Aspek Ajaran Takwa

1) Hubungan manusia dengan Allah

Hubungan antara manusia dengan Allah adalah hubungan perhambaan yang ditandai dengan ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri kepada Allah Swt. Hubungan dengan Allah dalam arti perhambaan terhadap-Nya merupakan titik tolak terwujudnya ketakwaan. Karena memelihara hubungan dengan Allah terus menurus akan menjadi kendali dirinya, sehingga dapat menghindar dari kejahatan dan kemungkaran, dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah Swt.29

26

Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 229. 27

Ibid, h. 230. 28

Rois Mahfud, op. cit., h. 21. 29

Menurut Mohammad Daud Ali, ketakwaaan yang berhubungan dengan Allah dapat dilakukan dengan : 1) beriman kepada Allah; 2) beribadah kepada-Nya; 3) bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan-Nya; 4) bersabar menerima cobaan-Nya; 5) memohon ampun atas segala dosa. Menurutnya, kelima aspek inilah yang dapat menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia.30

2) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

Takwa dalam kaitan dengan diri sendiri adalah menjaga keseimbangan diri atas dorongan-dorongan nafsu dan memelihara diri dengan baik. Nafsu yang dimiliki manusia harus dikelola dan dikendalikan dengan baik, sehingga menjadi kekuatan yang mendorong manusia ke arah kebaikan, tidak membawa ke tindakan yang jelek.31

Cara-cara takwa terkait dengan dirinya sendiri, di antaranya dengan senantiasa berlaku: 1) sabar; 2) pemaaf; 3) adil; 4) ikhlas; 5) berani; 6) memegang amanah; 7) mawas diri; 8) mengembangan semua sikap yang terkandung dalam akhlak dan budi pekerti.32

3) Hubungan manusia dengan sesama manusia

Substansi ibadah kepada Allah bukanlah pemenuhan ibadah formal kepada Allah semata, tetapi juga pengabdian terhadap sesama umat manusia. Pada kerangka ini, Allah Swt telah memberikan indikator atau menjabarkan ciri-ciri orang yang bertakwa sebagaimana di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 177. Pada ayat itu Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, di antaranya: mengeluarkan harta, tolong-menolong, saling membantu, memaafkan orang lain, menepati janji, kepedulian, dan menegakkan keadilan.33

4) Hubungan manusia dengan lingkugan hidup

30

Mohammad Daud Ali, op. cit., h. 368-369 31

Khozin, op. cit., h. 119 32

Mohammad Daud Ali, op. cit., h. 370. 33

Takwa bisa ditampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkugan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifaanya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung jawab mengelola dan memelihara alam lingkungannya.34

Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan, antara lain dengan memelihara dan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, udara serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk yang lain.

Dokumen terkait