• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Penelitian Terdahulu

3.1.5. Aspek-aspek Analisis Kelayakan Usaha

Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan dan menganalisa usaha yang efektif. Aspek-aspek tersebut secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan suatu putusan mengenai suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek-aspek lainnya. Seluruh aspek harus dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan usaha (Nurmalina et al. 2009). Aspek-aspek tersebut adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek finansial.

A.Aspek Pasar

Menurut Nurmalina et al. 2009 mengemukakan bahwa aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang :

1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.

2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri, maupun juga berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya dimasa lalu dan bagaimana perkembangan dimasa yang akan datang.

3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya.

4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle), pada tahap apa produk yang akan dibuat.

5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai perusahaan.

B.Aspek Teknis

Husnan dan Muhammad (2005) menyatakan bahwa aspek teknis merupakan analisis yang berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan- kebutuhan teknis usaha, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi dimana usaha baik akan maupun sedang didirikan dan sarana pendukungnya serta

layout bangunan yang dipilih, peralatan dan teknologi yang diterapkan, dan penentuan luas produksi.

Dapat disimpulkan bahwa aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek pasar. Setelah diketahui pasar mampu menyerap penawaran produk perusahaan dengan baik maka fokus perhatian terhadap aspek teknis perlu dilakukan. Pada aspek teknis ada beberapa hal yang perlu diteliti terlebih dahulu sebelum usaha dilakukan, seperti penentuan lokasi usaha dengan variabel utama dan pelengkap, luas produksi, proses produksi dengan perhitungan resiko produksi, serta layout. Penentuan lokasi usaha diperlukan agar usaha yang telah dipilih untuk dijalankan dapat berjalan lancar dilokasi tersebut seperti dilihat dari sisi kemudahan transportasi, ketersediaan bahan baku, pasokan tenaga kerja, pasokan listrik dan air, serta ada tidaknya pasar yang dituju. Selain itu, dukungan dari kondisi agroekosistem, pemerintah serta masyarakat sekitar juga perlu diperhitungkan karena secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha.

C.Aspek Manajemen

Aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksanaan usaha. Jadwal penyelesaian usaha dan pelaksanaan studi masing-masing aspek dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, deskripsi jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Umar (2005) menambahkan bahwa struktur manajemen antar perusahaan ada kemungkinan terdapat perbedaan. Hal ini, disesuaikan dengan skala usaha, strategi perusahaan serta keadaan karyawan perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan masih dalam skala mikro maka tidak diperlukan direktur utama dan

para manajer sehingga pemegang kendali perusahaan melainkan hanya pemilik perusahaan dan beberapa karyawan (jika dianggap perlu).

D.Aspek Sosial

Nurmalina et al (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu usaha yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial seperti penciptaan kesempatan kerja yang merupakan masalah terdekat dari suatu wilayah.

Gittinger (1986) menambahkan bahwa menganalisis aspek sosial perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani usaha serta implikasi sosial yang lebih luas dari adanya investasi usaha. Hal-hal yang perlu dikaji pada aspek sosial adalah manfaat usaha bagi peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, adanya penerangan listrik, serta kemudahan akses lalu lintas.

Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat berpengaruh positif maupun negatif pada suatu usaha, sehingga aspek ini juga perlu dianalisis. Dengan kata lain, suatu usaha yang dijalankan perusahaan perlu mendapatkan perijinan dari masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya bentrokan antara perusahaan dengan warga setempat karena secara tidak langsung masyarakat yang mendukung akan berpengaruh positif terhadap kenyamanan, ketenangan, dan kelancaran usaha tersebut.

E.Aspek Lingkungan

Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya usaha menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu usaha justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri, sebab tidak ada usaha yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Nurmalina et al. 2009).

Dengan kata lain, pada aspek lingkungan suatu bisnis akan berjalan lama jika usaha yang dijalankan tersebut tidak memberikan dampak buruk terhadap

lingkungan sekitar seperti polusi udara, suara, air dan sebagainya. Jika hal tersebut mungkin terjadi dan tidak dapat dihindari maka tindakan seperti apa yang perlu dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut.

F. Analisis Finansial

Aspek finansial berkenaan dengan pengaruh-pengaruh finansial bisnis terhadap petani sebagai pelaku dalam bisnis tersebut. Menurut Husnan dan Suwarsono (2005) menyebutkan bahwa analisis terhadap aspek finansial dilakukan untuk melihat apakah proyek tersebut mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan keluar perusahaan serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya. Aspek finansial ditentukan berapa jumlah dana modal tetap dan modal awal kerja yang dibutuhkan, struktur permodalan, sumber pinjaman yang diharapkan dan persyaratan, serta kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansial.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2005), pada umumnya ada lima metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut diantaranya metode Average Rate Return, Payback Periode, Present Value, Internal Rate Return, serta Profitability Indeks. Selain itu, Gittinger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi Net Present Value, Gross Benefit Cost Ratio dan Internal Rate Return.

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan nilai selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Husnan dan Suwarsono 2005). Menurut Gittinger (1986), Net Present Value

adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Untuk menghitung NPV, perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Terdapat tiga penilaian investasi dalam metode NPV, yaitu jika NPV lebih besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya, jika nilai NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutup biaya yang

dikeluarkan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. b. Net Benefit and Cost Ratio (Rasio Manfaat dan Biaya)

Rasio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger 1986). Net B/C didefinisikan sebagai angka perbandingan antara jumlah NPV positif sebagai pembilang dan jumlah NPV negatif sebagai penyebut. Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah (Husnan dan Suwarsono, 2005). Untuk menggunakan metode Net B/C perlu menentukan tingkat bunga yang dipergunakan. Nilai Net B/C mengandung dua arti penting, yaitu :

1. NetB/C ≥ 1, maka proyek layak atau menguntungkan.

2. NetB/C ≤ 1, maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan.

c. Internal Rate of Return (IRR)

Perhitungan Internal Rate Return (Tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang. Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

d. Payback Period (PP)

Gittinger (1986) mengemukakan payback period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan, dan dihitung

mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan, sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan.

Dokumen terkait