• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Bermain Peran Prososial

7. Aspek-Aspek Bermain Peran Prososial

Bermain peran prososial disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku

prososial. Menurut Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) aspek-aspek perilaku prososial adalah :

a. sharing atau berbagi, suatu tindakan yang ditujukan untuk berbagi

dengan orang lain, baik materi, perhatian dan fikiran maupun kesempatan dengan orang lain.

b. cooperative atau kerjasama, suatu bentuk tindakan yang ditujukan

untuk saling bekerjasama guna mencapai tujuan bersama.

c. donating atau menyumbang, kesediaan untuk memberikan secara

sukarela sebagian miliknya kepada orang yang membutuhkan.

d. helping atau menolong, suatu bentuk tindakan yang ditujukan untuk

membantu orang lain.

e. honesty atau kejujuran, yaitu tindakan mengakui kesalahan dan

commit to user

f. generosity atau kedermawanan, yaitu memberikan sebagian harta yang

dimiliki guna membantu orang lain.

g. mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain, yaitu

memberikan sesuatu kepada orang lain dari apa yang menjadi haknya atau seharusnya didapatkan dari apa yang menjadi haknya.

Menurut Twenge et al. (2007) aspek-aspek perilaku prososial antara lain : a. Mendonasikan uang, merupakan tindakan prososial yang bertujuan

membantu orang lain dengan memberikan sebagian uang yang dimiliki. b. Menolong dengan sukarela, yaitu memberikan bantuan tanpa

mengharapkan imbalan materi.

c. Bekerjasama, adalah kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama. d. Mempercayai orang lain, yaitu tidak memiliki prasangka buruk dalam

berinteraksi dengan orang lain karena telah memiliki kepercayaan pada orang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial terdiri dari berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong, jujur, mempercayai orang lain, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

C. Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep

Diri pada Anak

Wrightsman & Deaux (dalam Basti, 2007) mendefinisikan perilaku prososial sebagai tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak memberi keuntungan pada orang lain daripada dirinya sendiri. Dengan kata lain perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat memberikan keuntungan bagi orang lain. Oleh karena itu, perilaku prososial dapat meningkatkan kualitas hubungan dalam interaksi sosial. Jika individu melakukan tindakan prososial, maka individu tersebut akan cenderung disukai dan memperoleh respon yang positif dari orang lain.Individu yang memiliki kualitas hubungan sosial yang baik akan memperoleh penerimaan dari orang-orang sekelilingnya.

Selain itu, individu yang melakukan perilaku prososial dapat merasakan perasaan-perasaan positif alam dirinya, Perasaan positif tersebut antara lain perasaan berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten serta dapat terhindar dari perasaan bersalah jika tidak menolong, serta perasaan diterima atau diakui dari lingkungannya. Respon dan perasaan positif tersebut dapat mengembangkan konsep diri yang positif pada individu yang memperolehnya.

Orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali (Wicklund dan Frey, 1980 dalam Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Dia dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak pernah kecewa terhadap dirnya sendiri atau bahwa ia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Namun, dia merasa tidak

commit to user

perlu meminta maaf untuk eksistensinya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain.

Konsep diri merupakan cara pandang diri manusia dalam melakukan penilaian pada dirinya sendiri. Maka dari itu, konsep diri berkaitan erat dengan motivasi diri bahkan berpengaruh terhadap performance seseorang (Puspasari, 2007). Individu yang memiliki gambaran yang positif tentang dirinya akan berperilaku sesuai dengan apa yang diyakini tentang dirinya. Konsep diri pada anak berkaitan dengan cara pandang mereka pada atribut-atribut dan kemampuan-kemampuan mereka. Atribut dalam hal ini dapat berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologis yang dimilikinya. Sedangkan kemampuan berkaitan dengan kemampuan mereka dalam bidang akademis.

Anak yang telah memiliki konsep diri yang positif dapat melakukan tugas sekolahnya dengan baik karena anak tersebut memiliki kesan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Anak yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung mengalami kesulitan dalam berinterkasi sosial dan berprestasi.

Pentingnya konsep diri pada tahap perkembangan anak mendorong pendidik dan orang tua agar anak memperoleh respon dan perasaan positif dari orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, pendidik dan orang tua dapat mendidik anak untuk melakukan tindakan prososial. Nancy Eisenberg (dalam Borba, 2008) mengungkapkan bahwa salah satu praktik terbaik membangun psikis dan moral anak adalah menunjukan akibat yang ditimbulkan perilaku anak terhadap orang lain atau menunjukan bagaimana perasaan si korban. Dengan melakukan hal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

tersebut pendidik atau orang tua dapat mendorong perkembangan moral dan perilaku prososial anak. Hal ini bahkan sangat efektif bagi anak yang masih kecil. Salah satu caranya adalah menggunakan metode bermain peran peran prososial.

Perilaku prososial yang dapat diajarkan melalui bermain peran antara lain perilaku menolong, berbagi dan bekerja sama. Melalui bermain peran, anak-anak dibawa dalam pengalaman nyata. Saat memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan, mereka bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang yang butuh pertolongan ketika memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai penolong, anak belajar untuk bagaimana caranya menolong.

Manusia berfikir, bertindak dan merasakan pada saat yang sama, namun mungkin ketiga prosesnya tidak kongruen. Cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan atau mengajari seseorang adalah dengan mencapai totalitas ketiganya. Jadi diperlukan praktek. Bermain peran memberikan alternatif kesempatan untuk mempraktekkan keahlian seseorang dalam berinteraksi pada setting yang menyerupai kehidupan sehari-hari, untuk bereksperimen dan mencoba perilaku-perilaku baru tanpa resiko seperti saat mencobanya dalam kehidupan nyata. Pengulangan dan penguatan pemahaman, perasaan dan keahlian suatu perilaku baru merupakan bagian dari bermain peran (Pfeiffer & Ballew, 1988).

Partisipan dalam bermain peran terlibat dalam perilaku yang aktual, konfrontasi masalah dan orang lain. Mereka memperoleh informasi tentang efek dari perilaku mereka dan tentang bagaimana mereka dapat melakukan tindakan

commit to user

yang berbeda. Sehingga mereka dapat menghubungkan umpan balik dengan bagaimana tindakan aktual mereka dalam situasi yang spesifik. Hal ini dapat menimbulkan motivasi untuk memikirkan kembali serta bereksperimen dengan perilaku baru.

Karena bermain peran merupakan teknik yang aktif, partisipan dalam bermain peran memperoleh banyak pemahaman saat tidak ada pemisah antara pikiran, perkataan dan tindakan. Bermain peran menyediakan kesempatan untuk benar-benar merasakan suatu situasi, termasuk sisi yang berlainan. Hal ini membuat hal yang dipelajari menjadi lebih terinternalisasi.

Dari hasil pengalaman bermain peran prososial diharapkan dapat meningkatkan perilaku prososial anak. Dari peningkatan perilaku prososial tersebut anak akan memperoleh respon positif berupa penerimaan dari orang lain dan perasaan positif berupa perasaan berharga dan diakui sehingga anak dapat mengembangkan konsep diri positif.

Dokumen terkait