• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. KONSEP DIRI

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Evaluasi individu terhadap diri sendiri, baik positif ataupun negatif, tergantung dari bagaimana ia memandang diri. Evaluasi terhadap diri ini bisa dilihat dari beberapa ciri yang muncul.

Rini (www.e-psikologi.com, 2002), memberikan bahasan tentang evaluasi diri/konsep diri negatif dan positif. Individu memiliki konsep diri negatif ketika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif

akan mudah menyerah sebelum berperang, dan cenderung untuk menyalahkan diri maupun orang lain. Orang dengan konsep diri negatif memandang hidup secara pesimistik dan menyalahkan keadaan, ia juga memandang tantangan sebagai halangan, bukan kesempatan.

Sebaliknya individu dengan konsep diri positif akan terlihat lebih optimistik, penuh percaya diri dan bersikap positif dalam menanggapi segala sesuatu termasuk kegagalan. Kegagalan bagi mereka adalah cambuk untuk berusaha lebih baik lagi, selain itu konsep diri yang positif akan membawa dampak positif pada orang lain disekitarnya.

Menurut Santrock (2003), isi dari konsep diri remaja adalah gambaran kognitif mengenai dirinya yang disebut dengan pemahaman diri (self understanding). Pemahaman diri merupakan bagian dari konsep diri remaja, yang memiliki beberapa aspek antara lain:

a. Abstrak dan idealis

Remaja memandang diri dan menggambarkannya dengan

menggunakan kata-kata yang abstrak dan idealistik. Contoh penggunaan kata-kata abstrak: “Saya hanyalah seorang manusia yang terkadang tidak tahu siapakah diri saya”. Contoh kata-kata pada kata-kata idealis adalah, “Saya merasa bahwa saya bisa menyelesaikan apapun tugas yang diberikan pada saya, karena saya mampu”. Perasaan mampu ini merupakan perwujudan dari konsep diri yang positif.

b. Terdiferensiasi.

Terdiferensiasi merupakan pemahaman diri, ketika remaja mampu membedakan peran yang mereka mainkan dimana mereka berada. Peran seseorang saat dalam keluarga akan berbeda ketika berada di sekolah dan berbeda lagi ketika berkumpul dengan teman-teman. Individu yang bisa menempatkan diri, kapan, dimana dan peran apa yang harus dimainkan, memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri.

c. Kontradiksi dalam diri

Merupakan kemampuan mendefinisikan diri dalam peran yang berbeda-beda yang ada dalam diri mereka, bisa secara positif maupun secara negatif. Perasaan-perasaan kontra akan muncul seperti, merasa jelek namun menarik, bosan namun penuh keingintahuan dan peduli, cantik tetapi otak udang. Contoh terakhir merupakan ungkapan bernada negatif, yang perlahan akan membentuk konsep diri yang negatif pula.

d. Fluktuasi diri

Seorang remaja akan sangat mudah berubah secara emosional. Ketidakstabilan emosi ini ditunjukkan dengan sikap yang berubah drastis. Remaja akan menjadi seorang yang ceria lalu menjadi sarkastis beberapa waktu kemudian. Ketidakstabilan/fluktuasi emosi ini akan terus berlangsung sampai seorang remaja mampu membentuk konsep dirinya secara utuh.

e. Diri yang nyata dan ideal, diri yang benar dan yang palsu.

Diri yang ideal merupakan gambaran diri yang diinginkan, diri nyata adalah diri mereka yang sesungguhnya dan diri yang palsu adalah diri yang secara sengaja ditampilkan berbeda. Remaja akan menunjukkan diri palsu mereka ketika berada pada situasi yang romantis/berhadapan dengan guru/presentasi atau berada di atas panggung, Harter & Lee (Santrock, 2003). Perbedaan yang terlalu jauh antara diri nyata dan ideal menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk menyesuaiakan diri, Carl Rogers (Santrock, 2003). Semakin tipis perbedaan antara diri nyata dan ideal maka semakin baik kemampuan menyesuaikan dirinya, dengan demikian seorang remaja akan menjadi lebih riil dalam memandang realitas. Diasumsikan bahwa mereka akan lebih yakin terhadap diri sehingga terbentuk konsep diri yang positif.

Possible self merupakan satu aspek diri ideal/diri yang diimajinasikan, yang mungkin menjadi kenyataan, baik yang diinginkan maupun yang ditakutkan, Markus & Nurius (Santrock, 2003). Sikap positif remaja di masa depan akan memberikan efek/keadaan positif di masa depan, sehingga terbentuk konsep diri positif. Sebaliknya, sikap negatif remaja di masa depan akan berdampak negatif bagi pembentukan konsep diri remaja di masa mendatang.

f. Perbandingan sosial.

Muncul ketika remaja mulai mempertanyakan, akan membandingkan diri dengan kelompok referensi yang mana. Remaja berusaha

membandingkan diri dengan teman sekelas atau teman sejenis, yang lebih populer, yang lebih menarik secara fisik maupun dengan orang-orang dewasa pada umumnya. Semakin remaja berani untuk membandingkan diri dengan figur tertentu yang ideal, maka konsep dirinya akan positif.

g. Kesadaran diri

Remaja menjadi lebih sadar akan dirinya (self conscious), dan melakukan introspeksi diri lebih banyak. Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan berusaha merefleksikan citra yang ada pada diri mereka. Introspeksi diri juga melibatkan penilaian/opini dari teman-teman, karena remaja membutuhkan dukungan dan penjelasan diri dari teman-temannya, untuk meyakinkannya dalam pencarian identitas diri. h. Perlindungan diri

Perlindungan diri dimiliki remaja dalam usaha introspektifnya untuk memahami diri. Remaja memiliki mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan diri, dengan menolak karakteristik negatif dalam diri mereka. Bagian dari diri yang sering disebutkan remaja adalah deskripsi diri positif seperti, menarik, suka bersenang-senang, sensitif, penuh kasih sayang dan keingintahuan. Deskripsi diri yang negatif, seperti jelek, sedang-sedang saja, depresi, egois dan gugup jarang disebutkan. Hal ini

dilakukan, karena remaja cenderung untuk menggambarkan diri secara ideal.

i. Ketidaksadaran

Remaja yang lebih tua akan lebih yakin bahwa ada aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental yang berada di luar kesadaran, dibandingkan dengan remaja yang lebih muda.

Fits (Agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam 2 aspek besar, yaitu aspek Internal dan aspek Eksternal.

a. Aspek Internal

Aspek ini lebih menekankan pada bagaimana individu memberikan penilaian pada dirinya sendiri, berdasarkan pada dunia yang ada dalam dirinya. Ada tiga bentuk dari dimensi Internal, yaitu:

1) Diri identitas (identity self)

Identity self merupakan aspek paling mendasar dalam konsep diri, yaitu pencarian diri yang bertolak pada pertanyaan mengenai “Siapakah saya?”. Berisi mengenai simbol-simbol yang melekat pada pribadi individu untuk membangun identitasnya, misalnya “Saya Ayu, seorang siswi SMU”.

Berkembangnya kemampuan persepsi seseorang dan hasil dari interaksinya dengan lingkungan, maka pengetahuan seseorang tentang dirinya akan semakin bertambah. Hal-hal yang melekat pada dirnya akan semakin kompleks, begitu juga dengan pengetahuan individu

mengenai dirinya yang semakin bertambah seperti “Saya adalah orang pemarah”, “Saya tidak cantik tapi cukup menarik” dan sebagainya. 2) Diri Pelaku (behavioral self)

Bagian dari diri ini merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran menganai “apa yang dilakukan oleh diri”, misalnya “Saya sedang berjalan”, “Saya sedang marah”.

3) Diri Penerimaan/Penilai (judging self)

Diri penilai merupakan faktor evaluatif, penentu standar, sekaligus perantara dari diri identitas dan diri pelaku. Seseorang

cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang

dipersepsikannya, oleh karena itu label yang dikenakan ada pada diri seseorang tidak sekedar menggambarkan dirinya, melainkan penuh dengan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang nantinya akan berperan dalam pembentukan tindakan yang akan ditampilkan individu. Diri penilai inilah yang akan menentukan seberapa besar kepuasan seseorang tentang dirinya dan mau menerima dirinya.

Kepuasan diri yang rendah akan membentuk harga diri yang rendah, hal ini berakibat pada ketidakpercayaan pada diri. Sebaliknya, individu yang memiliki kepuasan diri tinggi, bisa menerima dirinya, maka ia akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan lebih realistis. Individu akan mampu melupakan keadaan dirinya dan

memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri sehingga berfungsi konstruktif.

b. Aspek Eksternal

Aspek ini memiliki cakupan yang lebih luas, dimana individu menilai diri melalui hubungannya dengan lingkungan, aktivitas sosial dan hal-hal lain di luar dirinya. Lima bentuk dimensi eksternal tersebut antara lain: 1) Diri Fisik (physical self)

Diri fisik berfokus pada bagaimana seseorang mempersepsikan keadaan diri secara fisik. Persepsi tersebut meliputi kesehatan, penampilan diri (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuh yang bisa terlihat secara fisik (gemuk, kurus, pendek, tinggi).

2) Diri etik-moral (moral-ethical self)

Diri ini berkaitan dengan persepsi seseorang tentang dirinya dan Tuhan serta standar pertimbangan etika dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Menekankan pada bagaimana individu menilai diri sebagai makhluk yang mampu mempertanggung jawabkan diri secara moral, dengan penilaian terhadap batasan baik buruk.

3) Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan kemampuan individu untuk menilai dirinya sendiri dan keadaan pribadinya, tanpa melihat hal-hal yang di luar diri dan kondisi fisik, ataupun hubungan dengan orang lain,

namun dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya, dan sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4) Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri individu dalam kedudukannya sebagi anggota keluarga. Diri ini merupakan penilaian pribadi yang meliputi bagaimana ia berperan dalam keluarga, sejauh mana dirinya merasa adekuat dalam keluarga dan bagaimana pandangan seseorang mengenai keluarganya.

5) Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain dan dengan lingkungan sosialnya. Beberapa pemaparan dari aspek-aspek konsep diri diatas, tampak jelas terlihat bahwa konsep diri tidak hanya merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri namun juga dipengaruhi oleh banyak faktor di luar dirinya, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkup pergaulannya.

Berdasarkan definisi tersebut maka penulis merangkum dan mengklasifikasikan konsep diri dalam empat aspek, yaitu:

a. Aspek fisik

Aspek fisik menitikberatkan pada bagaimana seseorang mempersepsikan keadaan diri secara fisik dan segala sesuatu yang dimilikinya, seperti pakaian dan benda-benda miliknya.

b. Aspek psikis

Aspek ini lebih menekankan pada bagaimana pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu untuk menilai dirinya sendiri dan keadaan pribadinya.

c. Aspek sosial

Aspek sosial yaitu hasil dari interaksi individu dengan lingkungannya, meliputi, tanggapan individu terhadap lingkungan, tanggapan lingkungan terhadap individu (menurut individu), sekaligus tanggapan individu pribadi dalam keluarga, teman maupun lingkungan sosialnya.

d. Aspek moral

Aspek ini menekankan pada kesadaran individu sebagai makhluk ciptaan Tuhan, moral, serta nilai-nilai yang ada pada dirinya.

Dokumen terkait