• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep diri

3. Aspek-aspek konsep diri

Konsep diri dapat mencangkup beberapa aspek. Fitts (dalam Agustiani, 2006) menjelaskan aspek-aspek konsep diri individu dalam dua dimensi besar, yaitu:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal merupakan penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia dalam dirinya. Dimensi internal terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1) Diri identitas merupakan suatu label seseorang yang memiliki fungsi untuk menjelaskan dan membentuk identitasnya. Seiring dengan bertambahnya usia dan interaksinya dengan orang lain, maka label ini akan terus bertambah. Label ini berupa pengetahuan seseorang mengenai dirinya sendiri.

2) Diri pelaku merupakan dorongan rangsang internal dan eksternal dari diri seseorang dalam melakukan sesuatu. Pada aspek ini individu memiliki persepsi tentang tingkah lakunya yang berisikan tentang kesadaran atas perilaku dirinya. Diri pelaku ini sesuai dengan diri identitas seseorang.

3) Diri penilai memiliki fungsi untuk mengamati, menentukan standar, mengkhayal, membandingkan dan menilai. Diri penilai ini juga memiliki fungsi dalam menghubungkan diri identitas dan diri pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Dimensi eksternal bekaitan erat dengan konsep diri positif dan negatif. Dimensi eksternal dibagi menjadi enam aspek, yaitu:

1) Konsep diri fisik merupakan cara seseorang memandang dirinya sendiri dalam hal fisik, kesehatan, penampilan, dan gerak motoriknya. Konsep diri fisik dapat dianggap positif jika memiliki pandangan yang baik dalam hal-hal tersebut, namun akan menjadi negatif jika ia memiliki pandangan yang buruk.

2) Konsep diri pribadi merupakan cara seseorang menilai kepribadiannya beserta kelebihan dan kelemahannya dalam menggambarkan identitas dirinya. Dalam hal ini, konsep diri dianggap positif jika ia memandang dirinya sebagai pribadi yang baik dan negatif jika ia memandang dirinya sebagai pribadi yang buruk.

3) Konsep diri sosial merupakan persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif jika ia memiliki sifat yang menunjukkan bahwa ia memiliki minat untuk berhubungan sosial, namun negatif jika ia memiliki sifat yang menujukkan bahwa ia tidak memiliki minat untuk berhubungan sosial.

4) Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dianggap positif jika ia memiliki kepuasan terhadap kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya. Negatif jika ia tidak merasa puas dengan kehidupan keagamaan dan nilai-nilai moral yang dipegangnya.

5) Konsep diri keluarga, berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran, dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Konsep diri dapat dikatakan positif jika ia merasa baik di dalam lingkungan keluarganya dan negatif jika ia merasa buruk di dalam lingkungan keluarganya

6) Konsep diri akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Konsep diri dianggap positif jika seseorang menganggap dirinya memiliki kemampuan yang baik dalam bidang akademik, namun negatif jika ia menganggap dirinya lemah dalam bidang akademik.

Aspek-aspek konsep diri menurut Fitts yang dijabarkan di atas dapat disederhanakan menjadi lima aspek berikut:

a. Konsep diri fisik

Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan, dan harapan yang dimilikinya terhadap tubuhnya.

b. Konsep diri akademik dan kemampuan

Aspek ini meliputi kemampuan akademik yang dimiliki individu, bagaimana penilaian individu terhadap kemampuan akademiknya, dan harapan yang dimilikinya dalam bidang akademik. Pada aspek konsep diri akademik dan kemampuan ini dapat mengungkapkan juga aspek konsep diri internal diri penilai yang memiliki fungsi untuk mengamati, menetukan standar, mengkhayal, membandingkan, dan menilai.

c. Konsep diri sosial

Aspek ini meliputi bagaimana peranan sosial yang dimiliki individu, interaksinya dengan lingkungan, dan penilaian individu terhadap peranan tersebut. Pada aspek sosial ini dapat juga mengungkapkan juga aspek eksternal konsep diri keluarga yang berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Selanjutnya, aspek sosial juga dapat mengungkapkan pula aspek internal diri identitas yang merupakan suatu label seseorang yang memiliki fungsi untuk menjelaskan dan membentuk identitasnya. Label ini merupakan pengetahuan seseorang mengenai dirinya sendiri yang akan

terus bertambah seiring dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan orang lain..

d. Konsep diri moral-etik

Aspek ini mengenai kehidupan keagamaan dan nilai-nilai yang dimilikinya, penilaiannya, dan harapannya terhadap hal tersebut.

e. Konsep diri kepribadian

Aspek ini mengenai bagaimana perasaan dan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, penilaian terhadap perasaan dan persepsinya tersebut, dan harapannya terhadap perasaan dan persepsi yang dimilikinya. Pada aspek konsep diri kepribadian ini dapat mengungkapkan juga aspek konsep diri internal diri pelaku dan diri penilai. Diri pelaku merupakan dorongan rangsang internal dan eksternal dari diri seseorang dalam melakukan sesuatu, pada aspek ini individu memiliki persepsi tentang tingkah lakunya yang berisikan tentang kesadaran akan tingkah lakunya.

4. Jenis-jenis konsep diri

Dalam perkembangannya konsep diri seseorang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Calhoun & Acocella, 1995):

a. Konsep diri positif

Konsep diri positif memiliki sifat stabil dan bervariasi. Konsep diri positif cukup luas dalam menampung seluruh pengalaman mental individu tentang dirinya yang menjadi positif.

Seorang individu dapat dikatakan memiliki konsep diri positif apabila dapat mengenal dirinya sendiri, sehingga ia dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik positif maupun negatif. Selain itu individu ini dapat menerima pendapat atau fakta-fakta tentang dirinya sendiri, sehingga ia dapat menerima dirinya sendiri dan orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Kemampuan individu ini dalam berinteraksi dengan lingkungannya tentu tidak dapat diragukan lagi, terlebih lagi didukung oleh sifatnya yang dapat menghargai dirinya dan orang lain. Mereka memiliki sikap yang spontan dan orisinil, bebas dalam mengutarakan pendapat, dan dapat mengantisipasi hal-hal negatif. Dengan konsep dirinya yang positif, tentu saja mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai prestasi dan dapat mengaktualisasi dirinya.

b. Konsep diri negatif

Konsep diri negatif bisa terlalu stabil atau kaku yang mungkin disebabkan oleh didikan yang terlalu keras. Individu yang memiliki konsep diri negatif tidak memiliki pengetahuan dan pandangan yang banyak mengenai dirinya sendiri, sehingga ia tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu ini benar-benar tidak tahu siapa dirinya baik kekuatannya maupun kelemahannya.

Mereka akan menciptakan citra diri dan tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari aturan yang sudah dibuatnya, keadaan ini

memunculkan rasa cemas yang selalu mengancam dirinya. selain itu, mereka selalu menilai dirinya negatif dan merasa keadaan dirinya tidak cukup baik. Mereka merasa tidak berharga dibandingkan orang lain dan merasa cemas ketika menghadapi informasi mengenai dirinya yang selalu tidak diterimanya dengan baik karena dianggap mengancam.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2006) ada beberapa faktor yang dapat mempegaruhi konsep diri, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman yang dialami individu terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.

b. Kompetensi

Kompetensi ini dialami individu dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

c. Aktualisasi diri

Mengimplementasikan dan merealisasikan potensi pribadi yang sebenarnya.

Hurlock (2002) mengungkapkan ada beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi konsep diri pada remaja, yaitu:

a. Usia kematangan

Remaja yang lebih cepat matang dan diperlakukan menyenangkan biasanya mengembangkan sikap yang menyenangkan. Sebaliknya, remaja yang terlambat matang dan diperlakukan sebagai anak-anak akan merasa kurang dihargai sehingga remaja tersebut menjadi sulit menyesuaikan diri. b. Penampilan diri

Penampilan diri seorang remaja dapat berdampak munculnya sikap rendah diri ketika menjadi ia berbeda dengan teman sebayanya. Selain itu, cacat fisik yang dialaminya dapat menjadi sumber yang memalukan sehingga perasaan rendah diri itu akan muncul.

c. Kepatutan seks

Kepatutan seks ini meliputi penampilan, minat, dan perilaku. Jika kepatutan ini sesuai maka konsep diri yang dihasilkan baik, namun jika tidak sesuai maka akan berdampak buruk pada perilakunya.

d. Nama dan julukan

Seorang remaja akan merasa malu jika nama mereka dinilai jelek oleh teman sebayanya, terlebih lagi jika teman-temannya memberikan nama julukan yang dimaksudkan untuk mencemooh dirinya.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang dekat dengan salah seorang dari keluarganya akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya ini mempengaruhi kepribadian seorang remaja dengan dua cara. Pertama, konsep diri remaja yang mengikuti dan terbentuk dari anggapan teman-temannya tentang dirinya. Kedua, remaja berada dalam tekanan agar membentuk konsep diri yang sesuai sehingga dapat diakui oleh kelompoknya.

g. Kreativitas

Seorang remaja yang ketika masa kanak-kanak mengembangan kreativitasnya akan membentuk konsep diri yang baik karena dapat mengembangkan perasaan individualitasnya dan identitasnya. Berbeda dengan remaja yang semasa kanak-kanaknya hanya didorong untuk melakukan sesuatu yang sudah ada, ia akan kurang memiliki perasaan individualitas dan identitas.

h. Cita-cita

Remaja yang memiliki cita-cita realistis dengan kemampuannya biasanya akan berhasil, sehingga remaja tersebut akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan puas akan dirinya sendiri. Hal ini tentu saja akan membentuk konsep diri yang positif. Konsep diri negatif akan terbentuk jika seorang remaja memiliki cita-cita yang tidak realistik dengan kemampuannya. Ketika remaja itu gagal maka akan muncul perasaan tidak mampu, bahkan ia akan memunculkan reaksi menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja (Hurlock, Fitts), yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman yang dialami individu terutama pengalaman interpersonal. Pengalaman individu akan terbentuk melalui hubungan khusus seperti dengan keluarga dan hubungan interpersonalnya dengan teman sebaya. Dengan pengalamannya tersebut individu dapat memunculkan perasaan positif dan merasa berharga. Faktor pengalaman ini dapat mengungkapkan pula faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri lain, seperti nama dan julukan, hubungan keluarga, dan teman-teman sebaya.

b. Kreativitas dan kompetensi

Seorang remaja yang ketika kanak-kanak mengembangkan kreativitasnya akan memiliki perasaan individualitas dan identitas diri yang kuat dibandingkan remaja yang tidak mengembangkan kreativitasnya. Kemudian, kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain juga akan mempengaruhi konsep diri remaja tunanetra.

c. Aktualisasi diri

Aktualisasi diri pada remaja akan berhasil menjadi konsep diri yang positif ketika ia memiliki cita-cita yang sesuai dengan kemampuan dirinya yang didukung oleh kemampuannya dalam mengimplementasi dan

merealisasikannya. Faktor aktualisasi diri ini juga akan mengungkapkan faktor cita-cita.

d. Penampilan diri

Penampilan diri adalah penampilan yang berbeda dengan teman sebayanya. Hal ini dapat berupa perkembangan fisik yang dialami seorang remaja atau seperti cacat fisik yang dialaminya. Perbedaan yang ada pada diri seorang remaja, seringkali mengembangkan perasaan rendah diri. Faktor penampilan diri ini juga dapat mengungkapkan faktor yang mempengaruhi konsep diri lain, seperti usia kematangan, penampilan diri, dan kepatutan seks.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja tersebut dapat menentukan seseorang memiliki konsep diri positif maupun konsep diri negatif.

Dokumen terkait