• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

D. Konsep Diri Remaja Tunanetra

Masa remaja adalah suatu masa dimana seseorang individu memiliki banyak keinginan dan cita-cita yang ingin mereka capai. Namun, masa remaja ini akan lebih sulit dihadapi oleh penyandang tunanetra dengan segala keterbatasannya. Masalah yang dihadapi penyandang tunanetra juga akan menjadi penghambat dalam menuntaskan tugas perkembangannya sebagai remaja. Hal ini akan menyebabkan perkembangan remaja tunanetra akan jauh lebih lambat dibandingkan remaja normal lainnya. Permasalahan tunanetra yang kuat kaitannya dengan pembentukan konsep diri remaja tunanetra, antara lain adalah kondisi fisiknya yang memiliki kekurangan dalam hal melihat, keadaan motoriknya menjadi terganggu, dan sulit melakukan orientasi terhadap lingkungannya.

Konsep diri akan membuat remaja tunanetra lebih berharga, remaja juga akan menutupi kekurangan dan kelebihan yang membuatnya lebih bersyukur dan bisa membuktikan pada dunia luar jika dirinya juga bisa hidup mandiri seperti orang lain dengan kondisi fisik yang normal. Remaja yang mengalami ketunaan, seperti tunanetra dapat membuktikan kepada semua orang bahwa dirinya juga bisa berhasil seperti orang normal pada umumnya. Mereka harus dapat membuat pandangan masyarakat akan dirinya dengan positif, tidak selalu meremehkan individu yang memiliki kondisi seperti ini.

Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2006) pembentukan konsep diri pada remaja penting peranannya dalam menentukan tingkah lakunya. Jika seorang

anak merasa dirinya adalah anak yang berprestasi, maka ia akan belajar dengan tekun agar dapat menjadi anak yang selalu berprestasi. Sebaliknya jika seorang anak merasa dirinya adalah anak yang nakal, maka ia akan melakukan segala hal yang mengganggu agar tetap menjadi anak nakal. Ketika seorang anak yang merasa dirinya nakal suatu saat membantu ibunya dan dipuji, maka akan ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya sehingga ia akan melakukan kenakalan lagi.

Pembentukan konsep diri pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor (Hurlock, Fitts), yaitu pengalaman individu terutama pengalaman interpersonal, kreativitas pada masa kanak-kanak dan kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu atau orang lain, aktualisasi diri pada remaja, dan penampilan diri. Dari faktor-faktor tersebut, terdapat beberapa faktor yang merupakan dampak dari ketunanetraan, hal ini mempengaruhi konsep diri remaja tunanetra menjadi negatif. Pertama, memiliki kekurangan dalam hal fisik yaitu kebutaan. Kedua, tidak memiliki kondisi yang sama dengan teman-teman sebaya. Menurut Hurlock (2002), ketika seorang remaja menyadari bahwa dirinya berbeda dengan teman sebayanya dapat menyebabkan munculnya perasaan rendah diri. Selain itu, pada remaja tunanetra, cacat fisik dapat menjadi sumber yang memalukan sehingga memunculkan perasaan rendah diri.

Ketiga, kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. Keeempat, adanya perasaan rendah diri dan kurang dihargai. Remaja tunanetra memiliki kekurangan dalam menerima rangsangan visual yang menyebabkan kurang mampu berorientasi dengan lingkungan dan motoriknya terganggu. Hal ini menyebabkan remaja tunanetra mengembangkan sikap terlalu berhati-hati sehingga mereka kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kesulitannya untuk berinteraksi sosial akan membatasi pengalamannya terutama pengalaman interpersonalnya. Menurut Fitts, pengalaman berinteraksi interpersonal akan menjadikan seorang individu merasa berharga. Jika remaja tunanetra gagal dalam melakukan interaksi interpersonal yang menjadikannya memiliki pengalaman interpersonal yang terbatas pada orang-orang tertentu, maka remaja tunanetra memiliki kemungkinan untuk membentuk perasaan yang tidak dihargai.

Kelima, remaja tunanetra seringkali mengalami diskriminasi dari orang lain. Kekurangan remaja tunanetra dalam hal penglihatan akan membatasi kreativitasnya. Ia harus mengetahui kelemahannya dan kelebihannya sehingga dapat berkreativitas. Selain itu, pada bidang kompetensi di suatu area seringkali remaja tunanetra mengalami diskriminasi dari lingkungan yang menjadikannya rendah diri dan merasa kurang dihargai.

Keenam, memiliki pengharapan atau cita-cita yang tinggi terhadap dirinya. Remaja tunanetra dengan segala keterbatasan kesulitan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihannya yang menjadikannya memiliki

cita-cita yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ketika aktualisasi diri tidak dapat diimplementasikan dan direalisasikan, maka yang terjadi remaja tunanetra menjadi putus asa dan merasa gagal.

Selain dampak ketunanetraan diatas yang akan memberikan peluang yang besar bagi remaja tunetra memiliki konsep diri negatif, ada beberapa faktor juga yang akan mempengaruhi remaja tunanetra memiliki konsep diri positif. Menurut penelitian yang dilakukan Fitriyah & Rahayu (2013), konsep diri positif yang dimiliki remaja tunanetra dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dukungan positif dari keluarga dan teman sebaya dan bertemu teman-teman yang memiliki kondisi yang sama. Selain Fitriyah & Rahayu (2013), Lifshitz, Hen, & Weisse (2007) mengungkapkan salah satu faktor yang mempengaruhi remaja tunanetra memiliki konsep diri positif adalah dukungan dari sekolahnya baik dukungan secara verbal maupun kemampuan dalam mengatasi ketunanetraannya tersebut.

Menurut Rogers (dalam Schultz, 1991) konsep diri memiliki dimensi-dimensi, yaitu gambaran diri, harga diri, dan diri yang ideal. Gambaran diri adalah suatu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang bagian-bagian dalam dirinya. Selanjutnya, diri yang ideal merupakan harapan dan cita-cita yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri. Terakhir, harga diri merupakan penilaian individu tentang dirinya sendiri. Pada dimensi ini, seseorang akan menerima dan menghargai keadaan dirinya. Perasaan harga diri ini terbentuk dari perbedaan antara gambaran diri dan diri yang ideal.

Sebagai remaja penyandang tunanetra, tentu saja akan mengalami kesulitan dalam membentuk konsep diri dengan dimensi-dimensi tersebut. Remaja tunanetra tidak dapat melihat fisiknya sendiri atau membandingkannya dengan fisik orang lain, sehingga mereka kesulitan dalam memiliki atau mengetahui gambaran tentang dirinya. Hal ini menyebabkan pengetahuan tentang diri menjadi kurang jelas dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Dimensi harga diri atau penilaian akan diri juga akan sulit dilakukan dengan kekurangan yang ada pada remaja tunanetra. Dalam mengevaluasi dan memberikan penilaian akan dirinya sendiri, seseorang akan membandingkannya dengan orang lain atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Remaja tunanetra yang tidak dapat melihat akan kesulitan dalam membandingkan dirinya dengan orang lain atau norma-norma dengan segala keterbatasannya. Selanjutnya, sesuai dengan dimensi konsep diri tersebut, remaja tunanetra pun akan membentuk ideal-self. Seseorang akan memiliki konsep diri yang tidak sehat ketika memiliki ideal-self yang sulit atau tidak mungkin untuk diwujudkan dan kemungkinan remaja tunanetra memiliki

ideal-self tersebut besar kemungkinannya dengan kecacatan yang dialaminya, sehingga tidak mungkin remaja tunanetra akan memiliki konsep diri yang tidak sehat.

Dengan demikian maka untuk melihat konsep diri remaja dari beberapa dimensi tersebut, maka diperlukan beberapa aspek yang dapat mengungkap hal tersebut. Pertama, aspek diri fisik yang meliputi

pengetahuan, penilaian, dan harapan mengenai fisik dan motorik seseorang terhadap dirinya sendiri. Kedua, aspek akademik dan kemampuan meliputi pengetahuan, penilaian dan harapan seseorang mengenai kegiatan akademik dan kemapuan yang dimilikinya. Ketiga, aspek diri sosial meliputi bagaimana peranan sosialnya, interaksinya dengan lingkungan, penilaiannya terhadap peranan tersebut. Keempat, aspek diri moral-etik yang meliputi kehidupan agama dan nilai-nilai yang dimilikinya, penilaiannya, dan harapannya terhadap hal tersebut. Terakhir, aspek kepribadian yang meliputi bagaimana seseorang melihat kepribadiannya, penilaiannya, dan harapannya terhadap kepribadiannya tersebut.

GAMBAR 2.1

SKEMA KONSEP DIRI REMAJA TUNANETRA

Remaja Tunanetra:

- Kehilangan kemampuan melihat

- Kesulitan dalam menerima rangsangan visual

- Kondisi motoriknya terganggu - Sulit melakukan orientasi lingkungan

Gambaran Konsep Diri Remaja Tunanetra:

- Gambaran diri - Harga diri - Diri yang ideal

Faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja tunanetra: Negatif:

- Memiliki kekurangan dalam hal fisik, yaitu kebutaan - Tidak memiliki kondisi yang sama dengan

teman-teman sebaya.

- Kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. - Seringkali mengalami diskriminasi dari orang lain. - Perasaan rendah diri dan kurang dihargai.

- Memiliki pengharapan atau cita-cita yang tidak realistis

Positif:

- Mendapatkan dukungan positif dari keluarga, teman-teman, dan sekolah

- Memiliki teman-teman yang memiliki nasib yang sama

Dokumen terkait