• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Konsep Teman Sebaya

2.2.7. Aspek-aspek Kualitas Pertemanan

Menurut Mappiare dalam Handayani, 2006 aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut :

a. Pengakuan dan Saling Menjaga

Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.

b. Terjadinya Konflik

Yaitu munculnya perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.

c. Pertemanan dan Rekreasi

Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah.

d. Membantu dan Memberi Petunjuk

Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang.

e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan

Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya.

f. Pemecahan Konflik

Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.

2.3. Akseptabilitas

Seseorang akan menggunakan suatu pelayanan atau program apabila mereka dapat menerima (acceptable) terhadap pelayanan yang diberikan. Menurut WHO (2004) akseptabilitas adalah orang – orang yang membutuhkan layanan dan bersedia untuk mendaptkan layanan (yaitu memenuhi harapan mereka).Akseptabilitas didefinisikan debagai indikasi awal yang mengarah pada interaksi klien dan pemberi layanan (provider) Gilson & Schneider(2007). Terdapat tiga elemen penting akseptabilitas, yaitu :

1. Kesesuaian antara profesional kesehatan (provider) dalam meletakan kepercayaan dan persepsi pasien tentang efektifitas pengobatan, Sejauh mana mereka (pasien) dari kontruksi kesehatan dan pengertian provider terhadap isu – isu penyembuhan yang cocok bagi pasien.

2. Interaksi antara provider dan pasien (dialog). Pasien diberikan kesempatan dan mampu untuk mendiskusikan perawatan yang mereka butuhkan tanpa menunjukan prasangka terhadap pasien.

3. Organisasi pelayanan kesehatan menanggapi keinginan pasien terhadap pelayanan yang mereka inginkan contohnya pelayanan kesehatan seringkali hanya menekankan pada biaya daripada melayani kebutuhan pasien.

Menurut WHO (2002) kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja disebabkan sikap dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang dapat diteriman oleh remaja (unacceptable). Pemanfaatan pelayanan akan meningkat jika ada perbaikan kualitas pelayanan.

Menurut WHO dalam Sovd et al. (2006) tiga dimensi untuk menentukan kualitas pelayanan yaitu kesetaraan (equity), akses (accessibility) dan penerimaan (acceptability) Karakteristik yang berkaitan dengan kesetaraan (equity) termasuk didalamnya kebijakan dan prosedur yang tidak membatasi ketentuan pelayanan kesehatan, dan perlakuan sama pada setiap klien dan staf oleh penyedia layanan. Karakteristik yang terkait dengan akses adalah pelayanan kesehatan gratis atau terjangkau, jam klinik, dekat lokasi klinik dan dukungan dari masyarakat untuk layanan untuk penerimaan (acceptability) termasuk di dalamnya adalah kerahasiaan klien, klinik, menjamin privasi pasien, lingkungan klinik yang menarik, pemberian informasi yang memadai dan alokasi waktu yang cukup untuk klien.

Remaja akan memilih pelayanan kesehatan yang bersifat bersahabat. Adapaun indikator spesifik yang dikembangkan untuk mengukur pelayanan “ Youth-friendly

“menurut Mmari dan Magnani (2003) antara lain : (1) sikap petugas (staf) dalam memberikan layanan kepada remaja; (2) apakah petugas (staf) menghormati privasi kerahasiaan klien remaja; (3) apakah remaja laki – laki menerima dan menggunakan pelayanan kesehatan (4) apakah kebijakan mendukung tersedianya pelayanan kesehatan reproduksibagi remaja (5) apakah klinik kesehatan memberi informasi kepada masyarakat tentang pelayanan yang tersedia untuk remaja (6) apakah remaja menyambut pelayanan kesehatan tanpa memandanf status perkawinan dan umur (7) apakah remaja akan memandang bahwa petugas akan memberikan informasi yang mereka butuhkan.

Untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang bersahabat bagi remaja perlu pelatihan bagi petugas sehingga mempunyai rasa menghormati privasi, menanamkan rasa percaya kepada remaja dan menciptakan lingkungan pelayanan yang nyaman. Dengan adanya pelayanan yang bersahabat,remaja akan merasakan kenyamanan, sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja meningkat.

Masalah kesehatan reproduksi remaja memiliki karakteristik tersendiri, sehingga memerlukan pelayanan yang spesifik. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi bukan hanya datang dari remaja sendiri, tetapi juga dari petugas kesehatan dan masyarakat. Kemampuan tenaga kesehatan sangat penting untuk menyediakan pelayanan yang efektif kepada remaja (Kolencherry, 2004). Remaja butuh informasi yang realistis, akurat dan sesuai dengan kesehatan reproduksinya. Kebanyakan remaja sekarang belajar seksualitas dari teman sebaya, media dan informasi yang sering tidak akurat dan tidak lengkap. Orang tua

sering tidak bersedia mendiskusikan seksualitas secara langsung dan terbuka kepada remaja. Masyarakat sering membatasi kebebasan remaja untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi untuk sendiri dengan norma – norma yang berlaku di masyarakat.

Selain dipengaruhi oleh klien / pasien sendiri akseptabilitas juga dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat yang ada disekitar. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja akan meningkat pemanfaatannya jika dapat diterima (accaptable) dan mendapat dukungan dari masyarakat (WHO, 2002). Perasaan tidak nyaman saat berkunjung ke pelayanan kesehatan reproduksi merupakan salah satu hambatan remaja untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Senderowitz, 1999). Dari penelitian Kolencherry (2004), bahwa hambatan remaja untuk mengakses pelayanan kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh akseptabilitas sosial dan budaya yang ada di masyarakat sekitarnya.

Upaya mencari perawatan, orang selalu mendengarkan nasehat dari orang lain dalam komunitas lokal mereka dimana nasehat ini berdasarkan kepercayaan kesehatan yang mereka anut, reputasi dan rumor dari penyedia layanan, kepercayaan terhadap teknologi kesehatan serta biaya dan kualitas yang dirasakan. Beberapa penelitian menunjukkan bukti bahwa hambatan dari akseptabilitas secara langsung mempengaruhi pemerataan layanan kesehatan.

Menurut Kolencherry (2004), akseptabilitas adalah penerimaan masyarakat terhadap keberadaan pusat pelayanan kesehatan reproduksi, khususnya pelayanan yang diberikan kepada remaja. Pelayanan kesehatan yang diberikan remaja sering di

nilai mambawa dampak negatif oleh masyarakat. Klien akan mencari dan memanfaatkan layanan kesehatan jika dapat diterima konteks sosial dan budaya yang dianutnya.

PATH (2000), menyatakan bahwa masyarakat berpendapat cara efektif untuk mencegah kenakalan remaja adalah dengan menutup semua akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, disamping memperkuat nilai – nilai agama dan moral dalam keluarga. Lebih lanjut dijelaskan, konsep yang benar tentang pemberian infomasi sebenarnya akan memberikan bekal pengetahuan pada remaja tentang sistem, fungsi dan proses reproduksi sehingga remaja dapat menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik agar dapat menjalankan fungsi reproduksinya secara bertanggung jawab.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah masalah sistem pelayanan kesehatan (Berhane et al. 2005). Remaja mempunyai penilaian terhadap sistem pelayanan kesehatan yang akan mereka manfaatkan, Penilaian terhadap pemanfaatan pusat pelayanan kesehatan reproduksi.

Masyarakat perlu memahami tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan antara orangtua dan masyarakat, serta pendekatan kepada tokoh agama untuk mendapatkan dukungan (WHO, 2002).

Dokumen terkait