• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja

Seseorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan jika mereka menyadari bahwa pelayanan kesehatan adalah suatu yang dibutuhkan. Jika remaja menyadari bahwa pelayanan kesehatan reproduksi adalah suatu hal yang dibutuhkan remaja akan memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi tersebut.

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem fasilitas kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior). Perilaku ini adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dengan mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. Hal ini dapat dilihat sebagai usaha – usaha mengobati ke fasilitas – fasilitas pelayanan kesehatan modern (puskesmas, perawat, dokter praktek, rumah sakit, dll) maupun pengobatan tradisional (Notoatmodjo, 2003).

Gerungan (2004) menyatakan utilization atau pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung pada persepsi individu terhadap sakit yang diderita. Persepsi adalah kecakapan seseorang untuk melihat dan memahami perasaan – perasaan, sikap – sikap dan kebutuhan – kebutuhan. Persepsi terhadap sakit akan mempengaruhi perilaku aktual seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan.

Perilaku pencarian kesehatan dipengaruhi oleh motivasi eksternal dan internal.Motivasi eksternal berupa sumber daya, keluarga dan rekan – rekan. Sedangkan motivasi internal berupa kecacatan dan kematian yang dirasakan dari satu penyakit dan gejala yang tak berkurang – kurang. Sebagian besar orang

akanmelakukan usaha pencarian kesakitan sesulit apapun untuk membebaskan diri dari gejala – gejala yang dirasakan (Plowden& Miller, 2000).

Menurut WHO (2004) keputusan individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ditentukan oleh sifat masalah dan keadaan keluarga. Remaja dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi tidak hanya tergantung pada ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, tetapi juga tergantung pada kemauan remaja untuk mencari pelayanan kesehatan reproduksi tersebut. Pada umumnya remaja yang berkunjung ke klinik pelayanan kesehatan lebih banyak karena mengalami gangguan kesehatan secara umum dibandingkan dengan konseling kesehatan reproduksi.

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja oleh remaja akan meningkat penggunaannya jika dapat mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai dengan remaja. Selain mengidentifikasi kebutuhan terhadap pelayanan, hal penting lainya adalah mutu pelayanan yang diberikan, karena baik atau tidaknya keluarga sangat dipengaruhi oleh proses yang akan mempengaruhin seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kembali (Azwar, 1996). Lebih lanjut dijelaskan mutu pelayanan kesehatan dipengaruhin tiga unsur yaitu unsur masukan yang terdiri dari tenaga, dana dan sarana. Unsur lingkungan yaitu kebijakan, organisasi dan manajemen. Unsur proses yaitu tindakan medis dan non medis (Azwar, 1996). Pelayanan kesehatan di negara – negara berkembang tidak siap untuk memberikan perawatan yang sesuai karena kurangnya kesadaran terhadap kebutuhan remaja, minimnya pelatihan dan kapasitas dari penyedia layanan (Berhane et al., 2005).

Menurut Russell (2005) kepercayaan adalah pusat hubungan yang baik antara pengguna dan penyedia layanan kesehatan yang efektif mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan karena ketidakpastian kondisi kesehatan pasien yang membutuhkan motivasi dan keputusan dari seorang dokter, kepercayaan memfasilitasi komunikasi dan fokus pada pasien yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Kepercayaan pasien terhadap penyedia layanan berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan.

Menurut Bernane et al (2005) 72% remaja mengaku takut diketahui oleh orangtua atau orang – orang yang merasa kenal sebagai penghalang utama untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi, sedangkan 68,8% karena perasaan malu untuk meminta pelayanan kesehatan reproduksi kepada petugas kesehatan. Hambatan psikososial dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah perasaan cemas, malau dan bersalah dengan orang tua dan teman.

Hasil penelitian Kamau (2006) di Kenya ditemukan bahwa akses pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja masih rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelayanan yang ramah remaja, pelayanan kesehatan di sekolah yang kurang memadai, kurangnyakesadaran remaja terhadap pencegahan masalah kesehatan, kurang jelas dan efektifnya kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi, persyaratan yang kaku bahwa jika ingin menggunakan layanan kesehatan reproduksi harus ada izin orangtua dan sikap dari penyedia layanan yang tidak profesional.

2.5. Remaja

2.5.1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence mempunyai arti yang sangat luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1998). WHO (2002) menggambarkan, masa remaja merupakan suatu perubahan fisik dan emosional. Menurut Sarwono (2006) remaja adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan individu yang berada diantara masa anak - anak dan dewasa.

2.5.2. Perkembangan Remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), dalam tubuh kembangnya menuju remaja , berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahap sebagai berikut :

a. Masa remaja awal umur 11 – 13 tahun, pada tahap ini pada remaja telah tampak perubahan fisik, yaitu fisik mulai matang dan berkembang. Pada masa ini remaja mulai melakukan onani karena terangsang secara seksual akibat pematangan alami.

b. Masa remaja pertengahan umur 14 – 16 tahun, remaja pada tahap ini telah mengalami pematangan fisik penuh, yaitu anak laki – laki telah mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan telah mengalami haid. Pada saat itu gairah seksual remaja sudah mencapai puncak, sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik.

c. Masa remaja lanjut 17 – 20 tahun, pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik penuh seperti dewasa, mereka sudah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mengembangkannya dalam bentuk pacaran.

Menurut Hurlock (1998), remaja mempunyai ciri – ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Dari beberapa ciri remaja, ada 4 perubahan yang hampir bersifat universal, yaitu : 1) meningginya emosi, 2) perubahan tubuh, minat dan peran, 3) perubahan nilai – nilai, dan 4) sikap ambivalen. sikap ambivalen ditujukan remaja adalah keinginan dan tuntunan kebebasan, namun tidak mampu menanggung akibatnya.

2.5.3. Perkembangan Seksualitas Remaja

Perkembangan seksualitas remaja berawal dari masa kanak – kanak. Hanya saja, perubahan hormonal yang menyebabkan mulai berfungsinya alat reproduksi menyebabkan perkembangan seksualitas ketika masa remaja sangatlah khas. Meningkatnya produksi hormon yang terjadi saat remaja menimbulkan khayalan seksual yang umum dialamin remaja. Pada remaja laki – laki perkembangan seksual masa remaja diawalin dengan keluarnya semens saat tidur atau yang lebih dikenal wet dream. Remaja pada saat ini juga mulai merasakan adanya sensasi tertentu saat mereka berdekatan dengan orang yang mereka senangi (Herdian siska &Wardhani, 2000).

Beberapa ciri penting perkembangan seksualitas remaja secara umum adalah : 1. Masa remaja lanjut 17 – 20 tahun, pada masa ini remaja sudah mengalami

perkembangan fisik penuh seperti dewasa, mereka sudah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mengembangkannya dalam bentuk pacaran. 2. Minat terhadap lawan jenis makin kuat disertai keinginan kuat untuk memperoleh

dukungan dari lawan jenisnya.

3. Minat terhadap kehidupan seksual (ingin tahu tentang perilaku seksual dan bagaimana melakukannya).

4. Remaja mulai mencari – cari informasi tentang kehidupan seksual orang dewasa. Bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan keinginan bereksplorasi untuk melakukannya.

5. Minat dalam keintiman secara fisik. Dengan adanya dorongan seksual dan ketertarikan terhadap lawan jenis. Perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Dokumen terkait