• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Kajian Pustaka

2.2 Harapan

2.3.3 Aspek Coping Religius

Pargament dkk (2000) (dalam Raiya, 2008) mengidentifikasi dua pola dalam coping religius, antara lain:

a. Coping religius positif

Yaitu coping religius yang menggambarkan sebuah hubungan yang kuat dengan Tuhan, kepercayaan bahwa sebuah makna yang lebih besar akan ditemukan dan rasa akan keterhubungan secara spiritualitas (dalam Raiya, 2008). Coping ini cenderung lebih bermanfaat untuk orang yang mengalami kejadian hidup yang menekan. Ano & Vasconcelles (2005) (dalam Pargament dkk, 2005) menemukan bahwa coping religius positif berhubungan dengan

positive outcomes seperti stress-related growth, pertumbuhan spiritual dan kepuasan hidup yang lebih besar. Selain itu coping religius positif ini juga berhubungan secara negatif dengan negative outcomes seperti depresi, kecemasan, hopelessness dan rasa bersalah.

b. Coping religius negatif

Yaitu coping religius yang menggambarkan ekspresi hubungan yang kurang kuat dengan Tuhan, pandangan yang tidak menyenangkan tentang dunia, perjuangan untuk mencari dan melestarikan makna kehidupan yang secara general lebih bersifat maladaptif (dalam Raiya, 2008). Ano & Vasconcelles (2005) menemukan bahwa coping religius negatif berhubungan positif dengan negative outcomes seperti depresi, kecemasan, sifat tidak berperasaan

orang-orang yang mengalami kejadian negatif. Selain itu coping religius negatif juga memiliki akibat yang berbahaya pada fungsi fisik (dalam Pargament dkk, 2005). Kemudian Tarakeshwar & Pargament (dalam Raiya, 2008) menemukan coping religius positif berhubungan dengan outcome

religius yang lebih tinggi (misalnya perubahan kedekatan dengan Tuhan dan peningkatan spiritual), sedangkan coping religius negatif memiliki hubungan yang lebih besar pada afek depresif dan outcome religius yang rendah.

2.4 Dukungan Sosial (Social Support) 2.4.1 Pengertian

Dukungan sosial banyak diartikan dalam beberapa pengertian. Taylor (2009) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang diberikan oleh orang dengan memberikan kasih sayang dan kepedulian, dan merupakan bagian dari komunikasi dan bersifat mutualisme. Dukungan ini bisa didapatkan dari orang tua, pasangan, teman dan komunitas. Selanjutnya Sherbourne & Stewart (1991) mendefinisikan dukungan sosial dengan melihat fungsi dari beberapa aspek dukungan sosial yang berbeda (emotional support, informational support, tangible support, affectionate support dan positive social interaction) tanpa melihat darimana sumber dukungan sosial tersebut berasal.

Sarason dkk (2001) mengartikan dukungan sosial dengan membagi dukungan menjadi dukungan informasi, dukungan nyata dan dukungan emosi (dalam Diggens, 2003). Gentry & Kobasa, Watson dkk, Wills & Fegan (dalam Sarafino, 1996) mendefinisikan social support sebagai pemberian rasa nyaman,

peduli, penghargaan atau membantu seseorang menerimanya dari orang atau kelompok lain.

Taylor (2009) menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

1. Tangible assistance atau dukungan nyata.

Dukungan yang berbentuk material seperti pelayanan, bantuan finansial atau berupa barang-barang.

2. Informational support atau dukungan informasi.

Dukungan yang berbentuk informasi yang dapat membantu individu lebih memahami kejadian menekan atau stressful yang dihadapi dan dapat menentukan sumber permasalahan dan strategi coping yang akan dilakukan. 3. Emotional support atau dukungan emosional.

Dukungan yang diberikan dengan menenangkan seseorang bahwa mereka adalah orang yang berharga yang patut untuk dipedulikan.

4. Invisible support atau dukungan yang tidak terlihat.

Dukungan yang diberikan seseorang yang terkadang tidak disadari oleh orang yang mendapatkan dukungan yang secara tidak sadar bermanfaat bagi orang kesehatan fisik dan mental orang tersebut.

Sherbourne & Stewart (1991) mengklasifikasikan dukungan sosial antara lain: 1. Informational support, yaitu dukungan yang berupa nasihat, informasi,

2. Emotional Support, yaitu dukungan berupa ekspresi afek yang positif, rasa empati dan ekspresi perasaan yang dapat memberikan ketenangan hati.

3. Affectionate support, yaitu dukungan yang berupa ekspresi cinta dan kasih sayang.

4. Positive social interaction, yaitu dukungan yang berupa ketersediaan orang lain untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama.

5. Tangible support, yaitu dukungan yang berupa pemberian bantuan material atau bantuan yang ditunjukkan dengan perilaku.

2.4.2 Efek Dukungan Sosial

Ada dua model efek dukungan sosial yang dinyatakan Gottlieb (1983), yaitu: 1. Efek langsung (direct effect)

Merupakan dukungan yang diberikan secara langsung dan tidak terkait dengan keadaan stress sebagai peningkatan kesejahteraan dan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.

2. Efek pelindung (buffering effect)

Efek pelindung menggambarkan adanya peranan penting pada dukungan sosial dalam memelihara keadaan psikologis seseorang dalam keadaan mengalami tekanan. Karenanya, model ini melihat sumber daya dalam hubungan sosial yang menimbulkan pengaruh positif sebagai pelindung terhadap efek negatif dari stress.

2.4.3 Sumber-sumber Dukungan Sosial

Sumber dukungan sosial menurut Gottlieb (1983) berasal dari hubungan profesional dan non profesional atau significant others. Adapun yang dimaksud dengan hubungan yang bersumber pada non profesional misalnya pasangan seperti pacar, suami atau istri, anggota keluarga, teman dan sebagainya. Sedangkan hubungan profesional misalnya hubungan dengan psikolog, psikiater, dokter dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan hubungan non profesional sebagai hubungan yang menempati bagian terbesar dari kahidupan seseorang dan menjadi sumber dukungan sosial yang paling potensial. Ini karena hubungan non profesional mudah didapat, memiliki nilai dan norma yang sesuai dengan penerimaan dukungan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya dukungan sosial diberikan. Dengan demikian dua dukungan sosial yang diungkapkan oleh Gottlieb memiliki perbedaan karakteristik tetapi keduanya menandakan adanya hubungan penerima dan pemberi (Gotlieb, 1983).

Sedangkan menurut Rock & Dooley, ada dua sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural. Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat nonformal. Sementara itu yang dimaksud dengan dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam

kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial (Kuntjoro, 2002).

Kuntjoro (2002) menyatakan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan, memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan, berakar dari hubungan yang telah lama, memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam dan dukungan sosial yang natural itu juga terbebas dari beban dan label psikologis.

2.5 Kerangka Berpikir

Setiap manusia pasti pernah mengalami kejadian-kejadian yang bersifat traumatik yang kemudian mengubah kehidupannya. Kejadian traumatik ini dapat memberikan perubahan baik perubahan yang bersifat negatif ataupun positif. Salah satu contoh kejadian traumatik terjadi pada recovering addict atau pecandu yang menjalani pemulihan. Hewit (2002; 2007) menyatakan bahwa adiksi dapat dilihat sebagai sebuah trauma dan dapat memberikan efek positif dan negatif sebagai hasil dari pengalaman yang dihadapi. Trauma ini dapat secara langsung berhubungan dengan pengalaman adiksi yang tidak dapat terkontrol atau secara tidak langsung berhubungan dengan masalah yang diakibatkan penggunaan NAPZA lain seperti peningkatan resiko akan tindakan kekerasan, masalah kesehatan mental dan masalah lain yang berhubungan dengan pengalaman yang menekan (stressful) (Hewit, 2007).

Pengalaman yang dapat memberikan perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi tantangan krisis kehidupan yang tinggi ini disebut dengan Posttraumatic Growth (PTG). Data menyebutkan bahwa orang yang mengalami kejadian traumatik melaporkan beberapa perubahan positif setelah mereka menghadapi kejadian traumatik meskipun berat atau kerasnya penderitaan mungkin seimbang dengan pengalaman akan perubahan positif yang mungkin terjadi (Calhoun & Tedeschi, 2004).

Perubahan positif yang terjadi pasca kejadian traumatik atau Posttraumatic Growth ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ho dkk (2010) harapan (hope) menjadi indikator penting pada PTG pasien kanker rongga mulut. Orang yang memiliki harapan yang tinggi akan memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki keyakinan untuk menghadapi kesulitan yang dihadapi. Mereka fokus pada keberhasilan bukan pada kegagalan yang telah mereka lakukan. Orang dengan harapan tinggi memiliki willpower (komitmen seseorang untuk mencapai tujuan) dan waypower (bagaimana seseorang menemukan cara untuk mencapai tujuan yang diinginkannya) yang baik. Seseorang cenderung memiliki mental yang sangat memadai dan memiliki ide tentang cara meraih tujuan yang juga sangat memadai (Snyder, 1994). Hal ini tentu dapat meningkatkan PTG pada pengguna NAPZA dimana pengguna NAPZA dapat menghadapi kondisi stressful dan memiliki keyakinan untuk melewatinya.

Coping religius juga membantu pengguna NAPZA dalam meningkatkan PTG. Dengan menggunakan agama sebagai pendekatan coping akan masalah yang dihadapi, individu juga mampu mengembangkan perubahan positif dalam

dirinya. Bentuk coping seperti coping religius positif yaitu dengan memberikan penilaian yang baik dan memiliki hubungan spiritual dengan Tuhan juga akan mempengaruhi perkembangan PTG pada seseorang dengan arah pengaruh yang positif. Begitu pula pada coping religius negatif yaitu dengan merasa bahwa kejadian yang ia hadapi adalah hukuman dari Tuhan juga ikut serta mempengaruhi perkembangan PTG dengan arah pengaruh yang negatif. Coping religius memberikan sejumlah tujuan dalam kehidupan dan krisis seperti memberikan arti pada kejadian yang negatif, berperan sebagai kontrol diri dalam situasi yang sulit, memberikan kenyamanan saat seseorang menghadapi suatu masalah, memberikan kedekatan dengan Tuhan dan membantu orang dalam membentuk sebuah tranformasi kehidupan (Pargament dkk, 2005).

Selain itu dukungan yang didapatkan dari lingkungan juga dapat membantu meningkatkan PTG seseorang. Social support dapat mempengaruhi PTG dengan mempengaruhi coping tingkah laku seseorang dan membantu seseorang dalam keberhasilannya beradaptasi dengan krisis kehidupan (Prati & Pietrantoni, 2009). Social support juga dibutuhkan oleh recovering addcit antara lain mendapatkan dukungan baik berupa dukungan material ataupun non-material antara lain seperti dukungan informasi (informational support), dukungan emosi

(emotional support), dukungan kasih sayang (affectionate support), interaksi sosial yang positif (positive social interaction) dan dukungan nyata (tangible support) sehingga mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri dan merasa lebih termotivasi untuk melakukan sebuah perubahan yang positif.

Selanjutnya faktor demografis seperti umur dan fase rehabilitasi juga mempengaruhi perkembangan PTG. Studi yang dilakukan pada penderita kanker payudara menunjukkan bahwa semakin muda usia seseorang saat mengalami kejadian traumatik maka semakin tinggi tingkat PTG-nya. Selain itu McMillen (dalam Hewit, 2007) menyatakan bahwa recovering addict pada fase awal rehabilitasi memiliki tingkat PTG yang rendah, yang kemudian juga dijelaskan pada penelitian yang dilakukan Hewit (2002; 2007) yang didapatkan bahwa

recovering addict pada 3 tahun pasca recovery memiliki PTG yang lebih tinggi. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti faktor manakah yang paling berpengaruh dalam perkembangan PTG pada recovering addict di UPT T&R BNN Lido.

Bagan 2.8 Kerangka Berpikir Posttraumatic Growth (PTG) Waypower Willpower Coping Religius Positif Coping Religius Negatif Informational Support Emotional Support Affectionate Support Positive Social Interaction Tangible Support Fase Rehabilitasi Usia Harapan (Hope) Coping Religius Social Support

2.6 Hipotesis Penelitian

Dokumen terkait