• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

4) Aspek konatif

Aspek konatif merupakan perkembangan dilihat dari perubahan perilaku warga binaan setelah keluar dari Balai RSBKL Yogyakarta. Perubahan perilaku tersebut dapat terlihat dari apakah warga binaan setelah keluar masih menggelandang dan mengemis atau tidak. Untuk menghindari dari kegiatan mengelandang dan mengemis lagi, maka Balai RSBKL Yogyakarta melakukan tindak lanjut berupa penyaluran kerja, pemulangan ke daerah asal, transmigrasi. Pendampingan dilakukan oleh pekerja sosial sebagai pengelola yang menangani warga binaan. Pendampingan diberikan kepada warga binaan

83

yang sudah memiliki tempat tinggal di Yogyakarta. Adapun bentuk pendampingan yang dilakukan berupa penyaluran kerja, program transmigrasi serta pemulangan ke daerah asal. Seperti yang diungkapkan oleh bapak JW selaku koordinator pekerja sosial di Balai RSBKL Yogyakarta:

“Untuk mendukung perubahan perilaku dari menggelandang dan mengemis, warga binaan yang akan keluar disalurkan untuk bekerja, bisa dipulangkan ke daerah asal dan transmigrasi. Seperti yang kemarin salah satunya warga binaan saya pekerjakan sebagai asisten rumah tangga di rumah saya dan sekarang suami dari warga binaan tersebut saya pekerjakan untuk menjaga angkringan supaya dia tahu bagaimana cara berdagang (catatan wawancara tanggal 6 april 2017).”

Bapak JW selaku koordinator pekerja sosial di Balai RSBKL Yogyakarta berperan dalam memberikan informasi dan mendukung warga binaan untuk memperoleh pekerjaaan. Selain menjadi pekerja sosial, beliau juga seorang wirausaha sehingga ketika beliau membutuhkan tenaga kerja dapat memperkerjakan warga binaan. Hal tersebut dilakukan juga pada Ibu Sv yang sekarang ini ikut membantu usaha membuat tas laptop dan batik. Selain dipekerjakan, ada juga program transmigrasi. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu SW:

“Ada. Tapi yang melakukan itu lembaga bukan saya, mbak. Kalau yang dulu ada yang disalurkan ke tempat kerja, ada yang transimgrasi juga”(cartatan wawancara tanggal 23 maret 2017).

Jadi, Balai RSBKL Yogyakarta melakukan pengembangan pada aspek konatif dilakukan dengan cara penyaluran kerja, program transmigrasi dan pemulangan ke daerah asal.

84

b. Mekanisme pemberdayaan gelandangan dan pengemis berbasis kecakapan hidup yang dilakukan oleh Balai RSBKL dalam mencapai kemandirian

Pemberdayaan sebagai suatu proses pemberian kemampuan kepada pihak yang kurang berdaya dilakukan secara bertahap dalam bentuk pendidikan dan keterampilan untuk memperbaiki kehidupannya sehingga kualitas individu hidup mengalami peningkatan pada bidang pendidikan, keterampilan dan sikap. Untuk mencapai tujuan pemberdayaan tersebut, maka dalam pelaksanaan pemberdayaan dilakukan secara bertahap.

Balai RSBKL Yogyakarta sebagai unit pelaksana teknik dalam memberikan pelayanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam menjalankan fungsinya dalam melakukan pemberdayaan gelandangan dan pengemis melalui prosedur yang bisa dilihat pada gambar 2.

85 Gambar 3.

Mekanisme Balai RSBKL Yogyakarta dalam memberikan pelayanan Rujukan Penyerahanan diri Penerimaan Penempatan Rencana intervensi Pelaksanaan intervensi Kelengkapan persyaratan administrasi Monitoring Resosialisasi Terminasi Penandatangan kontrak Asesmen medis Uji coba resosialisasi -Pemulangan ke daerah asal -Kembali ke masyarakat -Penyaluran bekerja -Pengasramaan -Pemenuhan kebutuhan - Bimbingan- bimbingan keterampilan (olahan pangan, menjahit, kerajinan bambu, pertukangan kayu, pertukangan batu, pertukangan las) - Bimbingan agama - Bimbingan budi pekerti

86

Secara lebih rinci, mekanisme pemberdayaan yang dilakukan oleh Balai RSBKL Yogyakarta dalam mencapai kemandirian dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

1) Tahap Penerimaan gelandangan dan pengemis

Pada tahap penerimaan, Balai RSBKL Yogyakarta menerima gelandangan, pengemis dan pemulung melalui 2 jalur. Pertama yaitu rujukan dari tempat penampungan sementara gelandangan dan pengemis (camps asesment) di daerah Sewon, Bantul. Gelandangan dan pengemis rujukan dari Sewon adalah gelandangan dan pengemis hasil dari operasi yang dilaksankan oleh Satpol PP. Setelah gelandangan dan pengemis berada di Sewon selama 1-2 bulan kemudian di lanjutkan ke Balai RSBKL Yogyakarta untuk selanjutnya dilakukan pembinaan lanjut. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu “Sv”:

“Waktu itu kan saya lagi di perempatan lampu merah, nah ada Satpol PP dan posisi saya ga bawa KTP. Sebenarnya KTP saya ada tapi mati. Trus saya dibawa ke sewon, disana 21 hari trus dibawa ke sini (catatan wawancara tanggal 18 april 2017)”.

Sementara jalur yang kedua yaitu penyerahan diri. Gelandangan dan pengemis yang secara sadar menyerahkan diri kepada Balai RSBKL Yogyakarta. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang warga binaan yaitu Ibu “Sy”. Beliau mengungkapkan:

“Saya nyerahin diri, mbak. Jadi dulu saya pas muter keliling sampai di depan balai to. Nah, lihat kok di sini ada panti. Trus saya ketemu pak JW ngobrol gimana caranya bisa masuk ke panti (catatan wawancara tanggal 10 april 2017)”.

87

Pada tahap penerimaan, pihak Balai RSBKL Yogyakarta juga memperhatikan kuota yang tersedia dikarenakan kouta hanya terbatas 50 orang. Setelah gelandangan dan pengemis diterima, kemudian mereka diberikan surat kontrak perjanjian untuk mengikuti peraturan yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta yang isinya menjelaskan bahwa warga binaan bersedia mengikuti segala bentuk kegiatan dan akan mengikuti peraturan tata tertib yang ada di Balai RSBKL Yogyakarta. Sebelum menandatangani surat perjanjian, terlebih dahulu calon warga binaan dilakukan pengecekan kesehatan. Hal tersebut untuk memastikan calon warga binaan dalam kondisi sehat/tidak memiliki penyakit yang menular. Selanjutnya yaitu tahap penempatan, warga binaan diberikan fasilititas tinggal di Balai RSBKL Yogyakarta selama 1 tahun dengan minimal perpanjangan setengah tahun. Fasilitas yang diberikan oleh Balai RSBKL Yogyakarta yaitu tempat tinggal, makan dan minum, dan perlengkapan mandi.

Setelah warga binaan tinggal di Balai RSBKL Yogyakarta maka secara otomatis warga binaan mengikuti kegiatan dari pukul 08.00- 13.00 sesuai dengan jadwal setiap harinya. Kegiatan yang dikuti berupa bimbingan keterampilan yang meliputi kegiatan pertanian, kegiatan menjahit, kegiatan olahan pangan, kegiatan pertukangan kayu, kegiatan pertukangan batu, kegaiatan pertukangan las, bimbingan agama Islam, bimbingan agama Kristen, bimbingan budi pekerti, bimbingan koramil, senam, serta kerja bakti. Pada kegiatan menjahit dan keterampilan olahan pangan dikhususkan untuk warga

88

binaan perempuan. Sementara kegiatan keterampilan pertukangan batu, las, kayu, kerajinan bambu serta pertanian diperuntukkan bagi warga binaan laki-laki. Selebihnya berkaitan dengan kegiatan yang diikuti oleh semua warga binaan yaitu bimbingan agama, bimbingan budi pekerti, bimbingan koramil serta senam.

2) Proses Penyadaran

Pada proses penyadaran dilakukan pada setiap hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu melalui bimbingan agama, bimbingan budi pekerti, bimbingan kedisiplinan serta bimbingan koramil. Penyadaran dilakukan oleh instruktur yang memilki kemampuan di bidangnya masing-masing. Upaya penyadaran dilakukan dalam rangka merubah mental warga binaan agar menjadi lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak “Tr”:

“Ya, mereka di sini dibina untuk diperbaiki mentalnya sehingga setelah keluar dari sini diharapkan kehidupannnya berubah. Hal tersebut sejalan dari fungsi Balai rehabilitasi dimana di sini tempat untuk merehab gelandangan dan pengemis terutama mentalnya (catatan wawancara tanggal 26 april 2017)”.

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bapak “Tr”, Bapak “JW” juga mengungkapkan bahwa:

“Fungsi dari Balai ini yaitu memperbaiki mental mereka yang dilakukan melalui bimbingan sosial berupa bimbingan agama, bimbingan budi pekerti, bimbingan kedisiplinan serta bimbingan koramil (catatan wawancara tanggal 6 april 2017)”.

Pada proses penyadaran memang tidak bisa berjalan dengan singkat karena untuk menyadarkan gelandangan dan pengemis yang notabene telah merasa nyaman hidup menjadi gelandangan dan pengemis membutuhkan

89

waktu yang lama. Hasil dari perilaku sadar itu sendiri yaitu adanya perubahan sikap yang ditandai adanya perubahan aktivitas mengelandang dan mengemis menjadi memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi kehidupan mereka.

3) Proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan

Pada proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan, Balai RSBKL mewujudkannya dalam bentuk bimbingan keterampilan. Adapun bimbingan keterampilan yang diselenggarakan oleh Balai RSBKL Yogyakarta mengacu pada Perda No.1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis. Bimbingan keterampilan yang diselenggarakan oleh Balai RSBKL merupakan hasil dari proposal yang diajukan ke Dinas Sosial dan semua pembiayaan atas terselenggaranya kegiatan keterampilan dibiayai oleh APBD.

Adapun bentuk kegiatan dari bimbingan keterampilan meliputi keterampilan olahan pangan, keterampilan menjahit, keterampilan kerajinan bambu, keterampilan pertukangan kayu, keterampilan pertukangan batu, keterampilan pertukangan las serta pertanian. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi warga binaan, maka sebelum melakukan praktik terlebih dahulu diberikan pengarahan sebagai bekal untuk praktik. Pada pelaksanaan bimbingan keterampilan lebih berfokus untuk meningkatkan keterampilan warga binaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu “Sm”:

“Kita langsung ngomong-ngomong mbak. Terus untuk harga jualnya kita langsung membicarakan bahannya beli dimana, jadinya berapa nanti dijual berapa. Saya tidak pernah hanya memberikan teori saja mbak. Kita langsung praktik saja (catatan wawancara tanggal 31 maret 2017)”.

90 4) Pendampingan oleh Balai RSBKL

Tahap selanjutnya setelah warga binaan mengikuti semua kegiatan di Balai RSBKL Yogyakarta yaitu resosialisasi, yaitu upaya lembaga dalam membantu warga binaan untuk kembali ke masyarakat. Upaya yang dilakukan yaitu dengan memfasilitasi warga binaan untuk bekerja misalnya di rumah makan, transmigrasi atau dipulangkan ke daerah asal. Upaya tersebut dilakukan guna memberikan kesempatan untuk warga binaan menjadi bagian dari masyarakat lagi dengan kemampuan yang telah dimiliki, yang didapat dari Balai RSBKL Yogyakarta.

c. Faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan gelandangan dan pengemis berbasis kecakapan hidup di Balai RSBKL Yogyakarta