• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan 1 Aspek Produks

4.2.2 Aspek Kualitas Air

Parameter kualitas air selama pemeliharaan selalu dijaga dengan baik, kondisi tersebut dipertahankan dengan menggunakan rangkaian filter di dalam sistem resirkulasi. Kisaran parameter suhu air selama penelitian adalah 27-29 0C (Gambar10). Menurut Perez et al.(2003) suhu terbaik untuk ikan maanvis juvenil maupun indukan adalah berkisar antara 29-31,10C yang menunjang pertumbuhan dengan baik, namun suhu wadah selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran optimum karena sesuai dengan pernyataan Frey (1961) dan Axelrod (1993). Suhu air juga berada dalam rentang optimum untuk pertumbuhan bakteri nitrifikasi di dalam filter yang sesuai dengan pernyataan Fdz-Polanco et al.

(1994). Meskipun selama pemeliharaan parameter suhu air sesuai dengan kisaran optimum ikan maanvis dan pertumbuhan bakteri ikan yang dipelihara tetap terkena serangan penyakit Saprolegniasis yang disebabkan oleh Saprolegnia sp. Penyebab serangan ini adalah kondisi suhu air yang menurun pada hari ke-20 dan cuaca buruk pada hari ke-15 hingga 26 selama masa pemeliharaan. Noga (1993) mengatakan bahwa penyebab serangan saprolegniasis pada umumnya adalah kondisi suhu rendah, dan penurunan suhu.

Parameter derajat keasaman (pH) selama masa pemeliharaan berkisar dari 6,8-7,4. Nilai pH ini berada dalam kondisi optimum untuk pemeliharaan ikan maanvis dan bakteri nitrifikasi yang hidup di dalam filter sesuai dengan pernyataan Lingga dan Susanto (1999) serta Masser et al. (1999). Kadar oksigen terlarut selama pemeliharaan ikan selalu berada di atas 6 ppm. Nilai ini telah sesuai dengan nilai DO yang dianjurkan oleh Losordo et al. (1998). Nilai DO mengalami penurunan seiring dengan peningkatan padat penebaran dan lamanya waktu pemeliharaan yang disebabkan meningkatnya laju konsumsi oksigen oleh ikan yang dipelihara maupun meningkatnya kebutuhan bakteri nitrifikasi terhadap

oksigen. Menurut Stenstrom dan Poduska (1979) proses nitrifikasi akan mencapai nilai maksimum pada kadar DO di atas 4,0 ppm. Axelrod (1993) menyatakan bahwa ikan maanvis membutuhkan kadar DO >4 mg/liter untuk tumbuh dengan baik. Hasil ini menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan maanvis di dalam sistem resirkulasi masih dapat ditingkatkan padat penebarannya tampa melewati daya dukung wadah dan masih mampu untuk menyediakan oksigen terlarut untuk menunjang proses nitrifikasi yang berlangsung di dalam sistem resirkulasi.

Alkalinitas selama masa pemeliharaan berkisar pada kisaran 45,75-59,55 mg CaCO3/liter. Menurut Boyd (1979) nilai ini termasuk pada golongan hard waters dan lebih produktif dibandingkan dengan air yang alkalinitasnya rendah atau soft waters. Produktivitas yang dihasilkan berhubungan dengan kadar fosfor dan elemen esensial lainnya yang meningkat seiring dengan meningkatnya kadar alkalinitas. Kadar amoniak yang terukur selama pemeliharaan berkisar antara 0,0011 hingga 0,0023 mg NH3/liter. Nilai kadar amoniak meningkat seiring dengan peningkatan padat penebaran dan lama pemeliharaan. Peningkatan ini disebabkan oleh akumulasi buangan nitrogen yang semakin bertambah dengan bertambahnya biomassa dan waktu. Nilai amoniak yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem resirkulasi yang digunakan berhasil menekan peningkatan kadar amoniak seiring berjalannya waktu dan tumbuhnya ikan. Rendahnya nilai amoniak ini menjelaskan mengapa sistem resirkulasi mampu mempertahankan daya dukung wadah sehingga nilai parameter teknis produksi yang diperoleh jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan (2009).

Daya dukung wadah (kualitas air) di dalam sistem dipertahankan dengan menggunakan proses filtrasi dan pengelolaan air yang baik. Filtrasi yang digunakan di dalam sistem terdiri dari beberapa proses filtrasi yaitu filter fisik (mekanis), filtrasi kimia, dan filter biologis. Filter karang jahe berperan sebagai filter fisik di dalam sistem resirkulasi yang berfungsi untuk menyaring padatan tak tersuspensi seperti sisa feses ikan maupun sisa pakan cacing sutera. Filtrasi mekanis juga didukung dengan kegiatan penyifonan untuk membuang feses maupun sisa pakan yang ada di dalam wadah pemeliharaan dan filtrasi mekanis oleh bahan filter lainnya.

Filtrasi yang kedua adalah filtrasi kimia. Zeolit dan karbon aktif berperan sebagai filter kimia dalam sistem resirkulasi. Fungsi dari kedua bahan filter ini adalah untuk membersihkan buangan metabolit ikan berupa limbah nitrogen. Gaspard et al. (1983) menyatakan bahwa zeolit bekerja dengan cara pergantian ion antara zeolit dengan ion tertentu yang ada di air buangan. Persamaan kimia pergantian ion oleh zeolit adalah sebagai berikut:

ZNa++ NH4+ ZNH4+ + Na+

Bower dan Turner (1982) juga mengatakan bahwa penggunaan clinoptilolite

(zeolit) pada plastik tertutup untuk kebutuhan tranportasi ikan hidup efektif dalam mengurangi amoniak. Menurut Spotte (1979) karbon aktif bekerja sebagai filter kimia dengan melakukan proses penyerapan terhadap bahan buangan yang ada di dalam air.

Filter terakhir yang bekerja di dalam sistem resirkulasi adalah filter biologis. Bakteri nitrifikasi yang hidup di air pemeliharaan maupun yang menempel pada filter dan bioball berperan sebagai filter biologis pengurai buangan nitrogen ikan. Menurut Spotte (1979) bakteri yang berperan dalam nitrifikasi adalah Nitrosomonas sp. yang mengubah amoniak ikan menjadi nitrit dan Nitrobacter sp. yang mengubah nitrit menjadi nitrat. Parameter kualitas air seperti suhu, kadar oksigen terlarut dan pH yang berada pada rentang optimum bagi proses nitrifikasi membuat proses nitrifikasi di dalam sistem resirkulasi bekerja dengan optimum. Luasan bahan tempelan bakteri pada filter dan bioball

yang digunakan juga menunjang berjalannya proses nitrifikasi dengan baik. Menurut De Silva (2000) karbon aktif sebanyak 1 gram dapat mempunyai luas permukaan hingga 1000 meter perseginya (1000 m/g). Proses filtrasi yang berkerca dengan optimum membuat kadar amoniak di dalam sistem dapat ditekan sampai kadar yang tidak berbahaya.

Parameter kualitas air di dalam sistem resirkulasi selalu berada pada rentang yang optimum bagi ikan maupun bagi bakteri nitrifikasi. Kondisi inilah yang membuat sistem resirkulasi dapat mempertahankan daya dukung wadah sehingga tidak membuat parameter produksi menurun jauh akibat peningkatan padat penebaran hingga 4 kali lipat jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Setiawan (2009).

Dokumen terkait