• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek nonfinansial dianalisis dengan membandingkan antar tanaman kayu potensial sejenis di lokasi penelitian, yaitu jabon, sengon, dan mahoni. Aspek yang diukur meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial, serta aspek lingkungan. Setiap aspek terdiri dari 5 indikator, kemudian setiap indikator tersebut diberi skor. Penjumlahan skor dari jawaban tiap aspek selanjutnya dimasukkan ke dalam kategori yang telah dibuat menggunakan Skala Likert. Sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan aspek nonfinansial melalui kategori tersebut. Kategori dan skor dari jawaban tiap aspek nonfinansial disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kategori tingkat kelayakan nonfinansial

No. Kategori Skor

1 Sangat baik 13≤ x ≤15 2 Baik 11≤ x <13 3 Sedang 9≤ x <11 4 Kurang 7≤ x <9 5 Sangat kurang 5≤ x <7 Aspek Teknis

Hasil penilaian indikator aspek teknis menurut petani yang menanam ketiga jenis tanaman pembanding di Desa Brebeg terlihat pada Tabel 10.

24

Tabel 10 Penilaian terhadap indikator aspek teknis Indikator Skor Penilaian

Jabon Sengon Mahoni Kemudahan memperoleh benih/bibit 3 3 1 Jenis teknologi/peralatan yang

digunakan baik

2 2 2

Peluang terkena hama dan penyakit rendah

2 1 3

Kemudahan budi daya dan perawatan 3 1 2 Kemudahan penanganan pasca panen 2 2 3

Total Skor 12 9 11

Berdasarkan hasil penilaian aspek teknis didapatkan total skor untuk jabon 12, sengon 9, dan mahoni 11. Kategori tingkat kelayakan yang dimiliki jabon dan mahoni adalah baik, yang berarti tanaman tersebut memiliki kemudahan dalam pengelolaannya sehingga mendukung secara teknis. Untuk sengon berada pada kategori sedang, yang berarti tanaman tersebut memiliki cukup kemudahan dalam pengelolaannya sehingga cukup mendukung secara teknis. Jadi dapat disimpulkan untuk jabon pada hutan rakyat di Desa Brebeg memiliki aspek teknis yang layak. Kemudahan memperoleh benih/bibit

Input utama yang digunakan dalam penanaman yaitu benih/bibit. Ketersediaan benih/bibit yang mudah dapat memberikan kepastian bagi para petani untuk melakukan usaha tani tersebut. Di antara ketiga jenis tanaman tersebut, perolehan bibit yang paling mudah adalah bibit jabon dan sengon, sedangkan untuk bibit mahoni sulit untuk ditemukan di pasaran wilayah Cilacap.

Bibit jabon yang digunakan untuk penanaman di desa Brebeg yaitu jenis jabon putih. Pusat pembibitan jabon terdapat di daerah Ajibarang, yaitu sekitar 30 km dari Desa Brebeg. Selain di daerah Ajibarang, bibit jabon pun banyak dijual oleh pedagang keliling desa dan bahkan banyak situs-situs internet yang menawarkan bibit jabon untuk wilayah Cilacap. Harga bibit jabon ini pun cukup murah, berdasarkan informasi untuk bibit dengan tinggi 30-40 cm harga Rp2 000 per batang

Pusat pembibitan untuk tanaman sengon berada di daerah Purworejo, yaitu sekitar 150 km dari Desa Brebeg. Sama halnya dengan bibit jabon, bibit sengon banyak dijual di oleh pedagang keliling desa dan di situs-situs internet. Harga bibit sengon adalah yang paling murah dibandingkan jenis jabon dan mahoni, berdasarkan informasi untuk bibit dengan tinggi 30-40 cm dijual dengan harga Rp1 800 per batang.

Berbeda dengan jenis tanaman jabon dan sengon, saat ini bibit tanaman mahoni sulit didapatkan, tetapi berdasarkan informasi dari situs internet pada tahun 2013 harga bibit mahoni dengan tinggi 30-40 cm dijual dengan harga Rp2 500 per batang, harga ini paling mahal dibanding harga bibit jabon dan sengon. Petani desa Brebeg mengaku sulit untuk mendapatkan bibit mahoni karena tidak mengetahui sentra penjualannya, selain itu pedagang keliling desa pun tidak menjual bibit mahoni. Dengan kondisi seperti itu maka jika akan menanam mahoni, petani melakukan pembibitan sendiri dengan sistem pembenihan yaitu mengambil biji yang berasal dari buah mahoni yang sudah tua. Waktu yang dibutuhkan untuk bibit siap tanam yaitu 6 bulan. Pembibitan ini

25 memakan waktu dan biaya yang banyak, sehingga tidak efisien jika diterapkan dibanding dengan petani jika membeli bibit secara langsung.

Jenis teknologi/peralatan yang digunakan baik

Salah satu hal penting untuk menunjang keberhasilan budi daya yaitu dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang baik, sehingga tercapainya efisiensi. Teknologi dan peralatan yang digunakan untuk budi daya tanaman jabon, sengon, dan mahoni relatif sama yaitu masih bersifat konvensional. Jenis teknologi dan peralatan yang digunakan yaitu: bibit, cangkul, ajir bambu dan tali, ember, sekop, sabit, serta sprayer.

Bibit yang digunakan dalam penanaman di Desa Brebeg untuk ketiga jenis tanaman tersebut menggunakan bibit dengan kualitas standar. Alasan penggunaan bibit standar karena lebih mudah dalam hal pengelolaannya, serta biaya pembelian dan biaya perawatannya lebih murah dibandingkan dengan membeli bibit kualitas super. Teknologi dan peralatan lain seperti cangkul, ajir bambu dan tali, ember, sekop, sabit, serta sprayer digunakan karena mudah dalam mendapatkannya serta memiliki harga yang relatif murah. Cangkul digunakan petani saat pembuatan lubang tanam. Ajir bambu dan tali digunakan sebagai tanda titik tanam dan membantu menyangga bibit yang ditanam dengan cara bambu tersebut diikatkan ke bibit menggunakan tali. Ember dan sekop digunakan untuk kegiatan pemupukan. Sabit digunakan untuk pembersihan lahan dan pemberantasan gulma yang mengganggu tanaman. Sprayer digunakan untuk penyemprotan pestisida, dengan jenis handsprayer volume 15 liter.

Peluang terkena hama dan penyakit rendah

Hama dan penyakit merupakan mikroorganisme parasit yang berbahaya bagi tanaman. Hama dan penyakit termasuk masalah yang cukup krusial dalam kegiatan budi daya apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian. Tanaman jabon dan sengon memiliki peluang terserang hama dan penyakit yang cukup tinggi terutama tahun awal penanaman, namun untuk tanaman sengon pada saat tanaman berumur 3 tahun ke atas pun kerap masih mendapat serangan hama dan penyakit. Lain halnya dengan tanaman mahoni yang jarang terserang hama dan penyakit walaupun masih dalam tahun awal penanaman.

Hama yang umumnya menyerang tanaman jabon yaitu ulat grayak (army worm) atau Spodoptera sp. dan hama penggerek akar (uret atau lundi). Hama ulat grayak menyerang jabon pada malam hari dan biasanya meningkat pada musim hujan. Bagian tanaman yang diserang yaitu daun. Daun yang berlubang merupakan salah satu ciri tanaman jabon yang terserang hama ulat grayak. Jika serangan sudah berat, daun jabon akan rusak dan hanya menyisakan tulang daun. Berbeda dengan hama ulat grayak, hama penggerek akar menyerang tanaman bagian akar. Ciri kerusakan yang diakibatkan penggerek akar diantaranya terdapat terdapat bekas gerakan di kulit akar, daun tiba-tiba layu, akar menguning, dan jabon mati secara mendadak. Serangan dari hama ulat grayak dan penggerek akar ini banyak terjadi pada tahun awal penanaman, sehingga dibutuhkan pengendalian secara intens dengan penggunaan insektisida

Hama dan penyakit yang menyerang tanaman sengon paling perlu diwaspadai dengan serius dibanding tanaman jabon dan mahoni. Serangan pada

26

tanaman sengon yang perlu diwaspadai yaitu hama ulat serendang dan penyakit madu. Hama ulat serendang menyerang bagian batang pohon. Gejala serangan terlihat pada kulit pohon yang pecah-pecah, lalu mengeluarkan cairan berwarna cokelat kehitaman. Serangan dari hama ulat serendang yang mengganas dapat mengakibatkan pohon patah. Tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu tebang bagian pohon yang terserang agar hama ulat selendang tidak menjalar ke bagian tanaman yang lainnya. Penyakit yang menyerang tanaman sengon yaitu penyakit madu. Penyakit ini menyerang bagian akar, ditandai dengan adanya benang putih pada bagian bawah kulit akar. Penyakit ini dapat membuat daun menjadi layu dan bahkan jika serangan hebat dapat mematikan tanaman. Tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu dengan menyemprotkan fungisida ke bagian akar secara teratur selama musim hujan.

Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mahoni relatif jarang dilakukan karena tanaman ini tidak terlalu disukai oleh hama. Kalaupun ada hama dan penyakit yang menyerang, pemberantasan dilakukan dengan cara fisik yaitu membuang bagian yang terserang hama dan penyakit pada bagian tanaman. Misalnya jika tanaman mahoni diserang oleh hama penggerek pucuk yang menyerang bagian pucuk daun pada tahun-tahun awal dapat menyebabkan pucuk daun menjadi layu dan mengering, penanganannya dapat dilakukan hanya dengan membuang bagian pucuk yang terserang hama tersebut. Hal itu mengindikasikan tingkat moralitas tanaman mahoni dengan faktor hama dan penyakit lebih rendah dibandingkan tanaman jabon dan sengon.

Kemudahan budi daya dan perawatan

Kegiatan budi daya baik tanaman jabon, sengon, dan mahoni mudah karena jenis komponen yang digunakan untuk budi daya mulai dari penanaman sampai pemanenan relatif sama. Yang membedakan dari ketiga jenis tanaman tersebut adalah perawatannya, yaitu pada kegiatan pengendalian gulma, pemangkasan ranting, pemberian pupuk urea dan TSP, serta pengendalian hama dan penyakit.

Jabon merupakan tanaman yang paling mudah dirawat. Pengendalian gulma dari awal penanaman dibersihkan dengan menggunakan sabit 3 kali setahun dari tahun awal hingga panen. Pada tanaman jabon tidak ada kegiatan pemangkasan ranting, karena ranting dari tanaman jabon gugur sendiri. Pupuk yang digunakan selama perawatan pada tanaman jabon memiliki dosis yang paling sedikit dibanding dengan tanaman sengon dan mahoni. Dosis untuk masing-masing pupuk urea dan TSP yaitu 0.1 kg per pohon, dengan frekuensi pemberian pupuk 3 kali setahun selama 6 tahun. Perawatan terakhir yaitu pengendalian hama dan penyakit yang menggunakan cairan insektisida Fastac 1 ml dicampurkan dengan 0.5 liter air per tanaman, dengan frekuensi tahun 1-2 sebanyak 3 kali penyemprotan dan tahun 3-6 cukup 1 kali penyemprotan saja saat musim hujan tiba.

Di antara ketiga jenis tanaman yang diperbandingkan, sengon merupakan tanaman yang paling sulit untuk dirawat. Pengendalian gulma pada sengon dilakukan tiap tahun dengan menggunakan sabit, tetapi pada tanaman sengon biasanya gulma yang hidup banyak, sehingga diperlukan juga cairan herbisida untuk membantu membuang gulma tersebut. Perawatan selanjutnya yang harus dilakukan pada tanaman sengon yaitu pemangkasan ranting. Tanaman sengon memiliki ranting yang cukup banyak dan pertumbuhannya cukup cepat, oleh

27 karena itu diperlukan kegiatan pemangkasan paling tidak 2 kali setahun agar tidak mengganggu pertumbuhan tinggi dan diameter batang. Selanjutnya untuk pemupukan pada tanaman sengon jenisnya relatif sama dengan tanaman jabon dan mahoni. Hal yang membedakan yaitu komposisi atau dosis yang digunakannya. Tanaman sengon memerlukan dosis pupuk yang paling banyak dibandingkan yang lainnya, yaitu sebanyak 2 kg pupuk urea dan TSP untuk tiap tanaman. Perawatan terakhir yaitu pengendalian hama dan penyakit. Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa peluang terkena hama dan penyakit untuk tanaman sengon lebih tinggi dibanding yang lainnya, tidak hanya pada tahun awal saja bahkan hama dan penyakit dapat menyerang saat pohon sudah besar. Oleh karena itu dilakukan perawatan yang intens dengan pengendalian baik secara fisik dengan memotong bagian yang terkena hama dan juga penggunaan pestisida.

Tanaman mahoni merupakan tanaman yang lebih mudah dirawat daripada sengon. Perlakuan dalam pengendalian gulma sama seperti jabon yaitu cukup menggunakan sabit tiap tahunnya. Pada tanaman mahoni terdapat pemangkasan ranting, tetapi ranting yang tumbuh tidak sebanyak tanaman sengon, sehingga untuk pemangkasan tidak perlu dilakukan secara rutin. Selanjutnya untuk pemupukan dosis yang diperlukan yaitu untuk masing-masing pupuk urea dan TSP sebanyak 1 kg per tanaman, dengan frekuensi 3 kali setahun selama penanaman. Perawatan yang terakhir yaitu pengendalian hama dan penyakit. Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa hama dan penyakit pada tanaman mahoni sangat jarang, sehingga cukup dengan perlakuan pengendalian fisik yaitu memotong bagian tanaman yang terkena hama.

Kemudahan penanganan pasca panen

Seusai dilakukan penebangan, kayu harus segera ditangani dengan baik, sesegera mungkin dipindahkan dari lahan. Setelah pohon tumbang, yang harus dilakukan adalah membersihkan sisa-sisa ranting yang ada, kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian. Penanganan pasca panen berikutnya yaitu dengan perlakuan pengawetan pada kayu. Proses pengawetan kayu bertujuan agar kayu kuat dan tidak mudah rapuh. Pengawetan kayu berhubungan dengan tingkat keawetan kayu yang diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan organisme perusak kayu. Ada beberapa metode dalam pengawetan seperti metode pengeringan, metode perendaman, dan metode kimiawi. Metode pertama adalah pengeringan yaitu dengan mengurangi jumlah air di dalam kayu, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk atau jamur. Teknik metode pengeringan ini yaitu kayu dijemur sambil dibalik setiap 2 jam sekali sampai kering. Metode kedua yaitu perendaman, pelaksanaannya cukup mudah hanya dengan merendam belahan kayu ke dalam kolam, tetapi memakan waktu yang cukup lama yaitu sebulan. Metode terakhir adalah metode kimiawi yaitu dengan memasukkan bahan kimia ke dalam kayu. Senyawa kimia yang dimasukkan ke dalam kayu untuk meningkatkan keawetan merupakan senyawa beracun, sehingga penggunaannya harus benar-benar tepat dan tidak membahayakan manusia.

Berdasarkan keawetannya, kayu dibedakan menjadi 5 kelas. Pembagian kelas ini didasarkan pada umur ekonomis tanaman di lapangan. Kelas I menunjukkan kayu yang sangat awet yaitu dengan lama pemakaian mencapai 25 tahun, kelas II termasuk ke dalam kayu awet dengan lama pemakaian mencapai 15-25 tahun, kelas III termasuk ke dalam kayu yang memiliki tingkat keawetan

28

sedang dengan lama pemakaian mencapai 10-15 tahun, kelas IV termasuk ke dalam kayu yang kurang awet dengan lama pemakaian mencapai 5-10 tahun, serta kelas V termasuk ke dalam kayu awet dengan lama pemakaian kurang dari 5 tahun.

Berdasarkan spesifikasi kelas keawetan kayu, tanaman jabon dan sengon termasuk ke dalam kategori kayu yang kurang awet yaitu kelas IV, sedangkan kayu mahoni masuk ke dalam kategori kayu yang memiliki tingkat keawetan sedang yaitu kelas III. Tingkat keawetan kayu tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keawetan alami kayu maka semakin mudah untuk dilakukan pengawetan, sehingga penanganan pasca panen dapat berjalan lebih efisien.

Aspek Pasar

Hasil penilaian indikator aspek pasar menurut staf Bidang Pengembangan Usaha dan Pemasaran Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penilaian terhadap indikator aspek pasar Indikator Skor penilaian

Jabon Sengon Mahoni Kemudahan informasi pasar 3 3 2 Peluang permintaan tinggi 3 3 2 Mampu berkompetisi di pasar 3 2 1 Kemudahan penjualan produk 3 3 2 Kemudahan memasarkan produk 2 3 1

Total skor 14 14 8

Berdasarkan hasil penilaian aspek pasar didapatkan total skor untuk jabon dan sengon 14 serta mahoni 8. Kategori tingkat kelayakan yang dimiliki jabon dan sengon adalah sangat baik, yang berarti berdasarkan informasi perolehan input hingga pemasarannya, lingkungan pasar sangat mendukung untuk budidaya serta pemasaran tanaman tersebut. Untuk mahoni berada pada kategori kurang baik, yang berarti masih terdapat kesulitan dalam pencapaian indikator aspek pasar, sehingga penanaman di daerah tersebut kurang mendukung dari segi aspek pasar. Jadi dapat disimpulkan untuk jabon pada hutan rakyat di Desa Brebeg memiliki aspek pasar yang layak.

Kemudahan informasi pasar

Menjelaskan tentang kemudahan dalam mencari informasi yang berkenaan dengan pasar meliputi harga input dan output, serta proyeksi permintaan ketiga jenis tanaman tersebut. Informasi pasar untuk harga input berupa pupuk dan pestisida sangat mudah dicari, karena ketiga jenis tanaman kayu tersebut relatif sama penggunaannya. Informasi harga input lain berupa bibit untuk jabon dan sengon mudah dicari, karena di wilayah Cilacap sendiri telah banyak usaha pembibitan jabon dan sengon. Namun untuk info harga dan keberadaan bibit mahoni di wilayah Cilacap sulit untuk dicari, sehingga petani melakukan penanaman menggunakan bibit dari hasil pembenihan biji pada buah mahoni. Di

29 sisi lain informasi mengenai harga jual dari ketiga jenis tanaman tersebut dengan mudah diketahui petani dari pedagang desa.

Informasi proyeksi permintaan untuk ketiga jenis tanaman tersebut dapat diketahui berdasarkan arsip dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap dengan melihat jumlah kebutuhan industri perkayuan di wilayah tersebut. Tetapi informasi mengenai jumlah kebutuhan perusahaan dan jumlah produksi untuk ketiga jenis tanaman tersebut belum dapat diketahui keseluruhan, karena masih terdapat beberapa perusahaan dan hutan rakyat yang tidak menyerahkan datanya kepada pihak Dinas.

Peluang permintaan tinggi

Menjelaskan bahwa komoditi tersebut memiliki peluang permintaan yang tinggi karena memiliki keunggulan daripada yang lainnya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan yang berbahan dasar kayu juga meningkat. Industri-industri yang telah ada sering kali kesulitan untuk menghadapi jumlah permintaan, tetapi di lain sisi bahan baku untuk pembuatan produk sulit untuk didapatkan. Tabel 12 menunjukkan industri primer hasil hutan yang berada Kabupaten Cilacap.

Tabel 12 Industri primer hasil hutan Kabupaten Cilacapa

a Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap

Kapasitas produksi industri primer hasil hutan di Kabupaten Cilacap yang berupa kayu gergajian sebesar 47 000 m3/tahun. Jumlah tersebut merupakan angka yang cukup besar. Oleh karena itu saat ini industri lebih meminta bahan baku kayu yang memiliki waktu panen singkat. Kayu jabon sudah dapat dipanen pada umur 6 tahun, sedangkan sengon pada umur 8 tahun. Kegunaan kayu jabon dan sengon pun sudah dapat disamakan dengan kayu lainnya, selain industri kayu

Nama industri Kapasitas produksi( m3/tahun)

UD Hasil Sawmill 12 000 PT Waroeng Batok Industry 6 000

UD Taher 2 000

UD Jati Unggul Makmur 2 000 PK Ermah Muda 2 000 PK Tiga Saudara 1 000 UD Rukun Jaya 2 000 PK Sari Alba 2 000 PK Sinar Jaya 2 000 UD Pinus Indo 2 000 PK Usaha Putra 1 800 UD Galang Jaya 1 500 PK Purwa Jaya 2 000 UD Garuda Jaya 2 000 Tunggak Semi 700 PK Rimba Jaya 2 000 H Khamami 1 200 Sarno 2 000 UD Dua Putra 800 Total 47 000

30

lapis dan kertas juga dapat dipasarkan ke kayu pertukangan. Untuk kayu mahoni memiliki waktu panen yang cukup lama yaitu sekitar 12 tahun, sehingga dengan munculnya tanaman kayu seperti jabon dan sengon akan menurunkan permintaan industri terhadap kayu mahoni.

Mampu berkompetisi di pasar

Menjelaskan tentang daya saing produk dibandingkan dengan produk lainnya, sehingga keunggulan yang dimiliki dapat dipertahankan keberadaannya di pasar. Tingkat kompetisi produk pertanian termasuk kehutanan untuk tiap produk dapat berubah dari waktu ke waktu, hal tersebut dipengaruhi oleh munculnya varietas-varietas baru yang dianggap memberikan keuntungan yang lebih tinggi apabila dibudidayakan lebih lanjut. Di antara ketiga jenis tanaman potensial yang dibudidayakan di Desa Brebeg, untuk ke depannya kayu jabon diprediksi akan lebih mendominasi daripada kayu sengon ataupun mahoni di dalam industri. Pihak-pihak yang terkait dalam industri kayu akan melihat nilai komersil dari masing-masing tanaman kayu tersebut.

Harga kayu yang dijual baik di tingkat petani maupun di tingkat industri ditetapkan berdasarkan mekanisme tawar-menawar pasar. Berdasarkan informasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap harga rata-rata kayu jabon yang berumur 6 tahun dengan diameter 25 cm di tingkat petani sebesar Rp300 000/batang atau Rp1 100 000/m3, harga kayu sengon umur 8 tahun dengan diameter 25 cm di tingkat petani Rp400 000/batang atau Rp1 200 000/ m3, dan harga kayu mahoni umur 12 diameter 30 cm tahun Rp1 000 000/batang atau Rp2 000 000/ m3. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kayu mahoni memang memiliki harga jual yang cukup tinggi, tetapi memiliki daur yang panjang. Di sisi lain petani dan industri kayu lebih menginginkan tanaman kayu yang memiliki daur yang relatif cepat seperti tanaman jabon dan sengon. Tapi jika diperbandingkan antara tanaman tersebut, maka tanaman jabon yang paling unggul karena memiliki daur hidup yang lebih pendek serta harga jual yang relatif tinggi di tingkat petani. Hal ini juga dapat membangkitkan industri perkayuan karena terjaminnya pasokan kayu secara cepat.

Kemudahan menjual produk

Menjelaskan tentang kemudahan menjual hasil panen yang meliputi aturan/tata cara perdagangan kayu. Setiap kayu yang akan dijual harus disertakan dengan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) kayu, agar dapat diketahui bahwa kayu yang ditebang tersebut merupakan hasil dari penebangan legal. Tata cara penerbitan SKAU ini yaitu:

 Penebangan pohon telah disepakati oleh pihak pemilik dengan penjual

 Batang pohon hasil tebangan diberi label, misal J (untuk jabon)

 Setelah diberi label, batang pohon diukur diameter serta panjang nya

 Buat daftar kayu bulat tersebut dengan mendata jenis kayu, jumlah, serta ukurannya.

 SKAU akan dapat diperoleh

Petani yang menjual kayu selain harus memiliki SKAU juga harus menyertakan surat penguat lainnya. Penjualan kayu untuk jenis jabon dan sengon lebih mudah daripada jenis kayu lainnya, karena cukup menyertakan nota angkutan yang dibuat oleh pemilik kayu atau kepala desa setempat. Sedangkan

31 kayu jenis mahoni harus disertakan dengan Faktur Angkutan Pengolahan (FAKO) yang dibuat oleh kepala desa setempat, tetapi sebelumnya harus ada pihak penguji atau pengukur kayu olahan.

Kemudahan memasarkan produk

Menjelaskan tentang mudahnya aksesibilitas dalam pemasaran hasil panen dari masing-masing tanaman, hal ini dipertimbangkan dalam hal tersedianya pabrik pengolahan yang lokasinya dapat dijangkau. Selain itu juga dikaitkan dengan efisiensi pemasaran di mana petani menjual dalam bentuk pohon berdiri dikarenakan biayanya lebih rendah daripada menebang sendiri, karena transportasi dan peralatan penebangan mahal dan penebangan sampai pengangkutan

Dokumen terkait