• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Sekilas Profil PT Tapian Nadenggan Langga Payung Mill

6.1.1 Aspek Pasar

Analisis aspek pasar berkaitan dengan seberapa besar pasar merespon terhadap barang atau jasa yang diproduksi baik dari sisi permintaan, penawaran, harga, dan cara pemasaran, sehingga produk dapat memberikan manfaat bagi konsumen yang mengkonsumsi dan menggunakan produk.

Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan banyak diperdagangkan di pasar dunia. Manfaat dari minyak kelapa sawit sangat bervariasi. Banyak industri yang dapat menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produknya seperti industri minyak goreng, industri bahan makanan, industri kosmetik dan energi terbarukan. 6.1.1.1Pola Pemasaran CPO PT Tapian Nadenggan

Sesuai dengan kebijakan pemerintah yang melakukan deregulasi dengan pokok kebijakan 3 juni 1991 (Pakjun 1991) yang menghapuskan berbagai surat keputusan bersama tiga menteri sebelumnya yang maksudnya adalah melonggarkan semua ketentuan tataniaga yang ada untuk memacu ekspor dan mendorong investasi minyak goring di dalam negeri. Berdasarkan pakjun 1991, peluang bagi pengusaha perkebunan untuk melakukan ekspor CPO semakin terbuka. Sebaliknya, kesempatan melakukan impor CPO bagi industri minyak goreng sendiri terbuka. Melalui deregulasi tersebut, harga perdagangan CPO dalam negeri tidak ditetapkan oleh pemerintah dan perdagangan CPO perkebunan swasta tidak lagi melalui mekanisme kantor pemasaran bersama.

Liberalisme perdagangan CPO Indonesia pasca-pakjun-1991 dan kenaikan harga CPO di pasar internasional menyebabkan terjadinya kenaikan CPO di

dalam negeri. Oleh karena itu pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan instrument kebijaksanaan pajak ekspor untuk menjamin ketersediaan CPO di dalam negeri. Melalui SK Menteri Keuangan Nomor 439/KMK.017/1994 tanggal 31 agustus 1994, terhitung tanggal 1 september 1994, pemerintah akan menerapkan pajak ekspor terhadap CPO jika harga minyak goreng di dalam negeri di atas Rp 1.250/kg. Dengan cara demikian, secara tidak langsung telah terjadi export barrier agar persediaan CPO terjamin untuk memenuhi kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri.

Fluktuasi harga yang terjadi pada produk CPO dan PKO didorong oleh adanya mekanisme pasar dan perubahan permintaan dan penwaran harga dunia, di akhir tahun 2010 harga yang terjadi dikisaran Rp 7.500.000 sampai dengan Rp 9.000.000 Per ton sehingga apabila perusahaan akan meningkatkan kapasitas produksinya diharapkan perusahaan akan mampu memperoleh manfaat yang lebih tinggi. Namun demikian, dalam melakukan penjualan bagian pemasaran harus lebih berinteraksi dengan dinamika pasar yang ada sehingga mengetahui apa yang sedang atau akan terjadi di pasar dan dapat memperkirakan harga yang optimum untuk penjualan di masa yang akan datang, sehingga bagian pemasaran perlu jeli dalam membaca tanda-tanda pasar karena kejelian dalam membaca pasar akan sangat menentukan keuntungan perusahaan.

Rantai tataniaga CPO dan KPO saat ini telah dihapuskan. setiap perkebunan swasta bebas melakukan penjualan produknya sendiri-sendiri tanpa melalui kantor pemasaran bersama. Saluran distribusi menjadi lebih pendek dan kesepakatan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan mengacu pada harga CPO internasional di bursa berjangka Kuala Lumpur (MDEX). Sementara, mekanisme pemasaran CPO perkebunan negara masih tetap melalui kantor pemasaran bersama sesuai surat keputusan direksi seluruh PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Negara). Penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan dua kali seminggu (Pahan 2006).

Dalam pemasaran produknya PT Tapian Nadenggan melakukan kerja sama penjualan hasil produksinya kepada PT Sinar Mas atau perusahaan lain sampai akhir tahun 2010, kapasitas pasokan bahan baku yang dipasok kepada PT Sinar mas sejauh ini berkisar antara 50.000 ton sampai dengan 60.000 ton per

tahunnya. Namun pasokan bahan baku masih dinilai kurang dikarenakan PT Sinar mas saat ini diperkirakan mampu mengolah CPO menjadi produk olahan mencapai 600.000 ton/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut apabila PT Tapian Nadenggan berupaya untuk menaikkan kapasitas produksi CPO menjadi 90.000 ton per tahun maka dinilai hasil produksi masih dapat diterima dan diserap oleh PT Sinar mas. Saat ini, permintaan kebutuhan bahan baku CPO oleh industri olahan yang ada di Sumatera Utara mencapai 4.800.000 ton per tahun yang didominasi oleh tujuh perusahaan besar swasta yaitu, Musim Mas, Raja Garuda Mas, Sungai Budi, Karya Mas, Projana Nelayan, Hasil Karsa, Sinar Mas, ketujuh perusahaan merupakan perusahaan yang paling besar menyerap bahan baku CPO sebagai produk olahannya. Dalam kegiatan bisnisnya PT Tapian Nadenggan melakukan alur bisnis dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh perusahaan mekanisme tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

6.1.1.2 Proyeksi Permintaan Crude Palm Oil (CPO)

Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, hinga awal 2008, produksi minyak kelapa sawit indonesia telah mencapai 18 juta ton (GAPKI 2008). Perkembangan industri kelapa sawit sangat didukung oleh luas areal perkebunan kelapa sawit, kebijakan pemerintah, serta biaya tenaga kerja yang relatif rendah dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2007, sekitar 46 persen dari total produksi minyak kelapa sawit dunia berasal dari Indonesia, disusul oleh Malaysia yang memiliki kontribusi sebesar 41 persen dari total produksi dunia. Sampai dengan tahun 2006, luas lahan yang ditanami kelapa sawit mencapai 5,9 juta hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Kondisi konsumsi domestik akan CPO, PKO dan produk turunannya seperti minyak goring menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan produktivitas. Permintaan konsumsi diperkirakan akan terus meningkat salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan penduduk nasional yang diperkirakan sebesar 1,06 persen per tahun. konsumsi CPO untuk kebutuhan industri hilir dalam negeri sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar 12,17 juta ton, kebutuhan kapsitas olah dari industri olahan PT Sinar-Mas sebesar 600.000 ton per tahun. Artinya kebutuhan untuk industri pengolahan CPO masih terbuka luas mengingat PT Tapian Nadenggan masih berproduksi pada kisaran 50.000 ton sampai dengan

60.000 ton per tahun, hal ini berarti PT Tapian Nadenggan baru mencukupi sekitar 10 persen dari kapasitas olah PT Sinar Mas. Perkembangan produksi CPO dan PKO PT Tapian Nadenggan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Produksi CPO dan Kernel PT. Tapian Nadenggan

Tahun TBS yang diolah (Ton) Produksi PKO (Ton) Produksi CPO (Ton)

2000 235.860 14.010,084 54.247,8 2001 249.110 14.797,134 57.295,3 2002 250.020 14.851,188 57.504,6 2003 239.710 14.238,774 55.133,3 2004 244.920 14.548,248 56.331,6 2005 261.610 15.539,634 60.170,3 2006 242.910 14.428,854 55.869,3 2007 249.770 14.836,338 57.447,1 2008 251.460 14.936,724 57.835,8 2009 280.420 16.656,948 64.496,6 2010 201.231 11.953,121 46.283,1 Total 2.707.021 160.797 622.614,8

Sumber: PT. Tapian Nadengan 2009

6.1.1.3 Potensi dan Prospek Pemasaran Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Potensi PT Tapian Nadenggan dilihat dari sumber daya alam saat ini PT Tapian Nadenggan memiliki areal perkebunan yang produktif mencapai 9.500 ha dan masih akan berencana melakukan pengembangan luas areal hingga mencapai 15.000 ha di tahun 2012. Sementara dari sisi sumber daya manusia, PT Tapian Nadenggan memiliki tenaga kerja yang baik dan akan membuka peluang bagi lapangan pekerjaan. Disamping itu, dengan produktivitas tanaman 2,5 ton per ha, PT Tapian Nadenggan masih memiliki peluang untuk berproduksi maksimal.

Produktifitas dan biaya produksi minyak kelapa sawit memiliki produktifitas relatif lebih tinggi dan biaya produksi yang relatif lebih rendah di bandingkan minyak nabati lainnya. Minyak kelapa sawit bisa mencapai produksi hingga 2,5 per ha (bahkan lebih), sedangkan biji kedele hanya mencapai 0,4 ton per ha dan biji matahari mencapai 0,5 ton per ha. Menurut Oil world biaya produksi rata-rata minyak kedele mencapai US$ 300 per ton, sedangkan minyak sawit hanya mencapai US$ 160 per ton. Selain itu Indonesia memiliki keunggulan komparatif yaitu biaya tenaga kerja yang lebih rendah di bandingkan negara lain.

Keunggulan lain dari sisi pengembangan produk yang diperoleh dari produk utama yaitu, minyak kelapa sawit, minyak inti sawit, dan produk

sampingan yang berasal dari limbah. Beberapa produk turunan yang dihasilkan dari pengembangan minyak kelapa sawit diantaranya adalah minyak goreng, produk-produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alcohol, glycerine, metallic soap, stearic acid, methil ester, dan stearin. produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah diantaranya adalah pupuk organik, kompos, kalium, dan serat yang berasal tandan kosong kelapa sawit. Arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan kelapa sawit, perabot, serta papan partikel dari batang. Pakan ternak dari batang dan pelapah serta pupuk organik dari limbah cair yang berasal dari proses produksi minyak kelapa sawit.

Berdasarkan perspektif harga dan pertumbuhan ekspor, perkembangan harga minyak kelapa sawit di pasar dunia berfluktuatif dan bersifat kompleks yang menyangkut faktor alam (iklim), biologis (masa tanaman belum menghasilkan yang lama) dan isu-isu dunia terkini sehingga penawaran dan permintaan jangka pendek menjadi tidak elastis. Fluktuasi harga komoditas perkebunan masih akan menjadi fenomena yang harus disiasati pada masa-masa mendatang. Sedangkan, pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan isu pemanasan global dan pemanfaatan energi terbarukan serta meningkatnya konsumsi dunia. Bahkan, peningkatan konsumsi dan ekspor diprediksikan ini akan terus berlanjut dalam persentase yang lebih besar mengingat faktor yang mendukung hal tersebut cukup banyak, seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri hilir, dan perkembangan energi alternatif.

6.1.1.4 Market Share Minyak Kelapa Sawit PT. Tapian Nadenggan

Indonesia sampai awal tahun 2008, telah mampu melampaui produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan menjadi produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Bahkan, banyak investor malaysia yang mulai melirik dan berminat menaamkan investasinya pada lahan perkebunan di indonesia yang diangap strategis untuk pengembangan bisnis kelapa sawit dikarenakan sulitnya mencari lahan kosong di Malaysia. Pangsa pasar minyak kelapa sawit indonesia sekitar 16 juta ton di ekspor dan sisanya 5,5 juta diserap pasar dalam negeri dipergunakan untuk industri dalam negeri, pasar ekspor indonesia dalam memasarkan CPO nya adalah Cina, India, Malaysia, Amerika Serikat dan Uni

Eropa dengan tingkat pertumbuhan permintaan 7 persen per tahun. Cina merupakan pasar potensial bagi Indonesia diikuti dengan India serta hampir 80 persen impor CPO China dan India berasal dari indonesia untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan bahan baku industri.

Indonesia menghasilkan 21,5 juta ton CPO pada tahun 2009, dengan perincian sekitar 16 juta ton di ekspor dan sisanya 5,5 juta diserap pasar dalam negeri dipergunakan untuk industri dalam negeri, seperti: minyak goreng, industri oleokimia, sabun dan margarine (shortening).

PT Tapian Nadenggan sampai saat ini masih mampu menguasai pasar lokal dengan mendistribusikan minyak kelapa sawit berupa CPO kepada perusahaan PT Sinar Mas yang merupakan industri pengolahan CPO sehingga menghasilkan produk jadi seperti minyak goreng maupun produk oleo kimia lainnya.

Dokumen terkait