• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Pelayanan Umum 1 Pelayanan Dasar Urusan Wajib

Dalam dokumen BAB 2_Gambaran Umum Kondisi daerah (Halaman 64-72)

II. Pangan Hewani (Kg)

2.3. Aspek Pelayanan Umum 1 Pelayanan Dasar Urusan Wajib

2. 3.1.1. Pendidikan

a. Murid

Jumlah murid berdasarkan jenjang pendidikan dari TK sampai dengan Madrasah Aliyah dapat dilihat pada Tabel II.40

Jumlah Murid TK/RA pada tahun 2007 s.d. 2009 menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2007 jumlah murid TK/PAUD 61.025 orang, tahun 2008 sebanyak 68.593 orang, dan pada tahun 2009 menjadi 81.540 orang.

Tabel II.40

Jumlah Murid Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan di Kalimatan Selatan Tahun 2007 - 2009

Jenjang Pendidikan Jumlah Murid

2007 2008 2009

TK/PAUD 61,025 68,593 81,540

SD 379,321 456,539 393,213

Paket A (BLM ADA DATA) 1.580 1.080 1.040

SLTP 86,559 98,519 100,117 Paket B 5.280 5.460 3.300 SMU 41,242 45,579 46,032 SMK 19,221 19,836 26,371 Paket C 680 600 1.800 MI 64,038 64,038 64,659 MTs 53,768 53,768 54,252 MA 19,721 19,721 19,889 Jumlah 724,895 826,593 786,073

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, 2010

Jumlah Murid tingkat SD pada tahun 2007 sebanyak 379.321 orang, dan pada tahun 2008 sejumlah 456.539 orang serta pada tahun 2009 sebanyak 393.213 orang; sedangkan untuk MI pada tahun 2007 sebanyak 64.038 orang, pada tahun 2008 tetap 64.038 orang, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 64.659 orang.

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 65

Jumlah Murid pada tingkat SLTP juga semakin meningkat, tahun 2007 jumlah murid SLTP sebanyak 86.559 orang, tahun 2008 meningkat menjadi 98.519 orang dan pada tahun 2009 menjadi 100.117 orang; sementara untuk MTs pada tahun 2007 sebanyak 53.768 orang, tahun 2008 tetap sebanyak 53. 768, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 54.252 orang.

Jumlah murid tingkat SMU juga meningkat, pada tahun 2007 jumlah murid SMU sebanyak 41.242 orang, tahun 2008 menjadi 45.579 orang dan pada tahun 2009 menjadi 46.032 orang. Jumlah murid SMK meningkat tajam, pada tahun 2007 sebanyak 19.221 orang, tahun 2008 sebanyak 19.836 orang, dan pada tahun 2009 menjadi 26.371 orang; sedangkan untuk MA pada tahun 2007 sebanyak 19.721 orang, tahun 2008 tetap sebanyak 19.721 orang, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 19.889 orang.

b. Guru

Jumlah guru di Kalimantan Selatan selalu meningkat dari tahun ke tahun dimana sebarannya menurut jenjang pendidikan dapat diliohat pada Tabel II.41

Tabel II.41

Jumlah Guru Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan di Kalimatan Selatan 2007-2009 Jenjang Pendidikan Jumlah Guru 2007 2008 2009 TK/PAUD 4,206 4,425 5,660 SD 22,542 25,325 30,512 SLTP 7,611 8,873 9,885 SMU 3,673 4,203 3,927 SMK 1,844 1,854 2,317 MI 6,021 6,021 6,021 MTs 5,656 5,656 5,656 MA 2,768 2,768 2,768 Jumlah 54,321 59,125 66,746

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel

Berdasarkan tabel jumlah murid dan jumlah guru tersebut diatas dapat dihitung rasio guru murid sebagaimana terlihat pada Tabel II.42

Dilihat dari rasio guru dan murid di Kalimantan Selatan menunjukkan kondisi yang sangat baik, namun demikian di daerah perdesaan rasio guru dan murid masih relatif besar, demikian juga kualitasnya, serta statusnya.

Kualitas guru di perdesaan masih lebih rendah daripada guru di perkotaan, karena layanan terhadap peserta didik juga masih besar, dan masih dirasakan kekurangan guru sehingga seringkali terpaksa mengangkat guru honorer yang kurang berkualitas dengan status yang kurang jelas, terutama untuk sekolah-sekolah pada lingkungan pendidikan agama. Langkah kongkret yang perlu diambil adalah pemerataan guru sesuai bidang keahliannya

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 66

Tabel II.42

Rasio Guru dan Murid Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan di Kalimantan Selatan 2007-2009

Jenjang Pendidikan Jumlah Murid Per Satu Orang Guru

2007 2008 2009 TK/PAUD 15 16 14 SD 17 18 13 SLTP 11 11 10 SMU 11 11 12 SMK 10 11 11 MI 11 11 11 MTs 10 10 10 MA 7 7 7 Rata-rata Sekolah 11 12 11

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, 2010

c. Sekolah

Rasio murid dengan sekolah berdasarkan jenjang pendidikan selama periode 2007-2009 disajikan pada Tabel II.43

Tabel II.43

Rasio Sekolah dan Murid Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan Di Kalimantan Selatan 2007-2009

Jenjang Pendidikan Jumlah Murid Per Sekolah

2007 2008 2009 TK/PAUD 44 50 44 SD 131 287 309 SLTP 217 221 170 SMU 273 260 269 SMK 315 325 361 MI 121 121 111 MTs 182 182 170 MA 157 157 160

Rata-rata Per Sekolah 196 200 199

Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, 2010

Rasio murid dan sekolah pada jenjang TK/PAUD masih sangat kecil. Kondisi ini mencerminkan bahwa sekolah TK/PAUD belum banyak menampung anak usia PAUD, kondisi ini umumnya disebabkan oleh sarana yang belum memadai dan jarang, serta relatif jauh dari tempat tinggal anak. Rasio murid dan sekolah di SMU dengan di SMK terjadi perbedaan yang sangat signifikan, kondisi ini menunjukkan bahwa minat murid bersekolah di SMK relatif tinggi, dengan rasio hampir 1,4.

2.3.1.2. Kesehatan

a. Ketersedian dan Distribusi Tenaga kesehatan.

Jumlah, jenis, dan kualitas tenaga kesehatan terus meningkat, tetapi distribusinya belum merata. Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk untuk

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 67

dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, perawat, dan bidan di Provinsi Kalimantan Selatan cenderung mengalami peningkatan.

Kesenjangan tenaga kesehatan lebih jelas terlihat antara daerah perkotaan dan perdesaan baik dari segi jumlah maupun rasionya. Kondisi ini lebih disebabkan karena disparitas antar wilayah (Kabupaten/Kota), kemampuan kabupaten/kota dalam menyediakan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan, Length of Stay (LOS) tenaga kesehatan di daerah pedesaan lebih pendek, kemampuan (finansial) masyarakat di daerah perkotaan lebih baik dibandingkan dengan di daerah pedesaan, akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah perkotaan lebih baik (ditinjau dari aspek transpotasi), karakteristik geografis di daerah pedesaan lebih sulit, dan umumnya masyarakat pedesaan lebih memilih pengobatan alternatif/tradisional karena relatif lebih terjangkau (lebih murah), kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel II.44

Tabel II.44

Jumlah Tenaga Medik dan Paramedik Di Rumah Sakit Kalimantan Selatan Tahun 2009

No. Kabupaten/Kota Dr.U Dr.G Dr.Sp P.wat Bdn Apt

1 Banjarbaru 10 2 7 74 38 2 2 Banjar 5 2 13 103 36 4 3 Batola 13 2 3 42 22 3 4 Tanah Laut 9 1 4 50 37 2 5 Tanah Bumbu 4 1 1 10 4 1 6 Kotabaru 7 2 5 64 10 3 7 Tapin 7 2 4 61 7 2

8 Hulu Sungai Selatan 9 1 4 106 15 2

9 Hulu Sungai Tengah 4 2 7 131 14 2

10 Hulu Sungai Utara 8 1 4 72 25 3

11 Balangan 2 1 - 6 10 5

12 Tabalong 8 2 8 79 14 3

13 Banjarmasin (RSUD Pendidikan Ulin) 24 6 57 350 33 8 14 Banjarmasin (RSUD Dr.H.M. Ansyari Saleh ) 20 4 18 152 28 3

15 RSUJiwa Sambang Lihum 11 - 1 93 1 3

Sumber : Dinas Kesehatan Prov Kalsel, 2009

Keterangan :

Dr.U : Dokter Umum Dr.G : Dokter Gigi Dr.Sp : Dokter Spesialis P.wat : Perawat Bdn : Bidan Apt : Apoteker

Catatan :

Data tersebut diatas, tidak termasuk RS Swasta (5 di Banjarmasin, 1 di Banjarbaru, 2 di Kab. Banjar, 1 di Kab. Tabalong) dan RS TNI (2 di Banjarmasin, 1 di Kab. Banjar), dan RS Bhayangkara (1 di Banjarmasin)

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 68

Tabel II.45

Jumlah Puskesmas, Tenaga Medik dan Paramedik Di Kalimantan Selatan Tahun 2009

No. Kabupaten/Kota Jumlah Pendduk

Jumlah Puskes

mas

Dr.U DrG P.wat Bdn Apt

1 Banjarbaru 159.230 7 21 10 42 70 11 2 Banjar 483.967 24 42 18 145 307 2 3 Batola 271.200 16 21 3 114 213 - 4 Tanah Laut 251.806 15 44 11 115 173 2 5 Tanah Bumbu 260.265 8 35 7 138 109 2 6 Kotabaru 276.553 24 39 26 64 111 5 7 Tapin 152.122 13 14 6 109 134 1

8 Hulu Sungai Selatan 206.835 20 36 5 137 151 - 9 Hulu Sungai Tengah 242.189 19 30 6 161 185 2 10 Hulu Sungai Utara 210.672 12 17 3 103 117 5

11 Balangan 100.569 9 23 3 75 105 2

12 Tabalong 204.686 15 19 10 65 135 1

13 Banjarmasin 602.725 26 76 29 137 151 11

14 Jumlah 3.422.819 208 417 137 1.405 1.961 44

Sumber : Dinas Kesehatan Prov Kalsel dan BPS

Jumlah tenaga medik (dokter umum) per Puskesmas berkisar antara 1 s/d 3 orang. Rasio tenaga medik per 100.000 penduduk rata-rata sebesar 12,2 orang dokter. Rasio terbesar berada di Kabupaten Balangan, sebesar 22,9, kemudian Tanah laut dan Hulu Sungai Selatan sebesar 17,5, dan terendah di Kabupaten Batola sebesar 7,7. Hal ini sebenarnya dapat dikatakan cukup memadai. Namun demikian secara faktual dilapangan, tenaga medik lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan. Sedangkan di daerah pedesaan dan terpencil/tertinggal, tenaga medik masih sangat kekurangan. Demikian juga halnya untuk tenaga Perawat dan Bidan. Sedangkan rasio puskesmas per 100.000 penduduk masih sebesar 6,07.

Tantangan kedepan adalah meningkatkan jumlah tenaga medik dan paramedik terampil yang bersedia ditempatkan didaerah pedesaan dan daerah terpencil/tertinggal, meningkatkan manjemen institusi pelayanan kesehatan berbasis edidemiologi, dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas kesehatan (paramedik) terutama yang bertugas di daerah terpencil/tertinggal.

b. Ketersedian Obat dan Pengawasan Obat-Makanan

Ketersediaan dan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan terus membaik, tetapi keterjangkauan, penggunaan dan mutu obat, serta pengawasan obat dan makanan masih belum optimal.Ketersedian obat dan perbekalan kesehatan pada unit- unit pelayanan, masih sangat tergantung pada pengadaan/ketersedian di Dinas Kesehatan setempat. Hal ini kadang-kadang tidak sesuai dengan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan oleh unit-unit pelayanan, sehingga pelayanan tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 69

Didaerah pedesaan terpencil/tertinggal, masyarakat yang tidak mampu mendatangi unit-unit pelayanan, umumnya berobat kepada tenaga kesehatan yang berkeliling dikenal dengan istilah mantri keliling atau berobat secara tradisional. Akses pelayanan kesehatan, masih belum terjangkau oleh sebagian masyarakat, karena alasan transpotasi dan biayanya relatif lebih mahal. Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, masih belum dapat teratasi.

Dari segi ketenagaan, jumlah tenaga farmasi terus meningkat. Dari data yang terdapat pada tabel tersebut diatas, tidak semua Puskesmas memiliki tenaga Apoteker. Kegiatan kefarmasian di Puskesmas, sebagian besar masih dilaksanakan oleh tenaga Asisten Apoteker. Dalam penggunaan obat, telah dilakukan upaya penyuluhan dan penyebaran informasi agar obat digunakan secara tepat dan rasional, serta menghindari penyalahgunaan.

Keamanan makanan masih belum terjamin, yang ditandai dengan penyalahgunaan formalin, bahan berbahaya lain, cemaran mikroba dalam produk makanan termasuk pada jajanan anak sekolah, serta berbagai peralatan dan kemasan makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya. Di samping itu, peredaran narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya secara ilegal. Tantangan ke depan adalah meningkatkan ketersediaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan sesuai keperluan unit-unit pelayanan kesehatan, meningkatkan perencanaan kefarmasian berbasis epidemiologi, meningkatkan pengawasan penyalahgunaan bahan berbahaya yang terdapat dalam makanan dan minuman, meningkatkan penegakan hukum bagi pengedar dan pengguna narkotika dan zat adiktif lainnya.

c. Jaminan Perlindungan Kesehatan Masyarakat

Pembiayaan kesehatan sebagian besar masih berasal dari pemerintah pusat dan kontribusi pemerintah daerah. Anggaran tersebut terutama digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin (Askeskin/Jamkesda). peningkatan upaya keterjangkauan harga obat, dan bantuan pemerintah pada institusi pelayanan kesehatan pusat di daerah. Dsisi lain, untuk melakukan percepatan pencapaian sasaran-sasaran MDGs seperti penurunan AKI, AKB, penyakit menular, gizi, air bersih dan kesehatan lingkungan, perlu dilakukan peningkatan anggaran.

Jaminan pelayanan kesehatan, telah mampu meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, baik di puskesmas maupun di rumah sakit, tetapi belum sepenuhnya dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin terutama untuk daerah pedesaan dan terpencil/tertinggal. Tantangan ke depan adalah meningkatkan pembiayaan jaminan kesehatan, terutama untuk masyarakat miskin di daerah pedesaan dan tertinggal/terpencil (Askeskin/Jamkesda).

d. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan.

Upaya ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu melaksanakan upaya pemeliharaan kesehatan secara mandiri, program ini

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 70

lebih dikenal dengan istilah PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat . Upaya pemberdayaan masyararakat di bidang kesehatan sudah lama tumbuh didalam kehidupan masyarakat, dulu dikenal dengan nama Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa PKMD . PKMD diselenggarakan melalui Pos Penanggulangan Diare, Pos Imunisasi, dan Pos KB Desa, dan Pos-pos lain yang pelayanannya masih terkotak-kotak. Kemudian diintegrasikan dan diberi nama Pos Pelayanan Terpadu ( Posyandu ).

PNPM bertujuan untuk; 1) meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok lainnya, 2) meningkatkan sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, 3) meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

Posyandu lebih dikembangkan dalam rangka percepatan desa sehat, pada tahun 2006 Departemen Kesehatan mencanangkan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui DESA SIAGA. Desa Siaga bertujuan untuk; 1) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, 2) meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, darurat dan sebagainya), 3) meningkatkan keluarga sadar gizi, 4) meningkatkan masyarakat yang berPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), 5) meningkatkan kesehatan lingkungan desa, 6) meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.

Pembentukan PNPM dan Desa Siaga, belum dapat dilaksanakan secara optimal disebabkan karena, masyarakat merasa mendapat tugas/beban tambahan dalam melaksanakan PNPM dan Desa Siaga, waktu pelaksanaan PNPM dan Desa Siaga sering bersamaan dengan waktu masyarakat melaksanakan pekerjaan pribadinya (ke sawah, ke kebun, dan atau pekerjaan lainnya. Tantangan ke depan adalah meningkatkan promosi kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui kerjasama lintas sektor, meningkatkan evaluasi dan revitalisasi PNPM dan Desa Siaga yang sudah terbentuk, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan PNPM dan Desa Siaga melalui pembinaan berkelanjutan.

e. Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat namun aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di daerah terpencil/tertinggal, terhadap fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas.

Akses masyarakat yang berdomisili dekat (sekitar) fasilitas kesehatan umumnya cukup baik. Di beberapa wilayah masih terdapat masyarakat yang mengalami kendala jarak dan waktu untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi jaringan jalan dan listrik yang masih belum memadai. Sedangkan fasilitas Puskesmas Keliling, belum mampu menjangkau. Walaupun akses masyarakat

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 71

terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya sudah cukup bagus, kualitas pelayanannya masih perlu ditingkatkan, terutama pelayanan kesehatan preventif dan promotif.

Jumlah tenaga medik dan paramedik, dapat dikatakan sudah cukup memadai. Namun masih banyak terkonsentrasi dai daerah perkotaan, belum terdistribusi secara merata, terutama di daerah terpencil/tertinggal. Jumlah dokter spesialis di beberapa rumah sakit Kabupaten/Kota, masih belum memadai. Length of Stay (lama tinggal) dokter spesialis di rumah sakit Kabupaten/Kota masih sangat pendek. Hal ini terjadi karena keterbatasan kemampuan Kabupaten/Kota menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan, disamping keterbatasan kemampuan masyarakatnya untuk membeli jasa pelayanan dokter spesialis. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui penyediaan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis.

2.3.1.3. Lingkungan hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Mengingat pentingnya lingkungan hidup ini maka diperlukan suatu usaha Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kalimantan Selatan berada pada urutan 26 dari 33 provinsi.

Secara umum permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kalimantan Selatan berupa (1) belum mantapnya penegakan hukum menyangkut illegal logging, illegal fishing, dan illegal mining, (2) pemanfaatan SDA-LH kurang memperhatikan kaidah konservasi sehingga menyebabkan pertambahan luasan lahan kritis, rusaknya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati; (3) kurangnya komitmen perusahaan terhadap pemulihan lingkungan hidup; (4) sering terjadinya banjir, tanah longsor, dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan; (5) meningkatnya pencemaran udara, tanah dan air (6) Belum sinkronnya RTRWP dengan RTRWK; (7) belum optimalnya pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; dan secara internal kelembagaan masih kurangnya data dan informasi yang terkait dengan PSDAL (Bappeda Kalsel, 2007).

Dampak ekologis dari rusaknya DAS dan Sub-DAS (daratan dan perairan) adalah terjadinya bencana banjir dan tanah longsor yang dirasakan hampir terjadi setiap tahun (musiman). Wilayah-wilayah di Kalsel yang memiliki daya dukung lingkungan rendah sehingga rawan bencana banjir antara lain, Kabupaten Tabalong, Balangan,

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2011 - 2015 Page 72

Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Tapin dan Banjar di bagian utara, serta Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Wilayah-wilayah rawan bencana ini, merupakan wilayah yang dilintasi sungai-sungai besar pada sub DAS Barito. Sedangkan kondisi sungai-sungai besar ini, mengalami pendangkalan, akibat kerusakan parah pada kawasan hutan sepanjang DAS dan pegunungan Meratus yang berfungsi sebagai catchment area, sehingga ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi terutama di kawasan Pegunungan Meratus, musibah banjir dan tanah longsor tidak bisa terelakkan lagi.

Selain masalah banjir dan longsor, pada musim kemarau di Kalimanatan selatan sering terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kondisi ini merupakan produksi gas rumah kaca yang berdampak kepada pemanasan global.

Terdapat 656.743 ha areal izin pertambangan berada di kawasan hutan. Sementara reklamasi dan rehabilitasi areal bekas pertambangan tersebut belum jelas keberhasilannya. Terdapat 761.043 ha lahan kritis yang tersebar di beberapa kabupaten tahun 2009, dibandingkan dengan data tahun 2003 maka peningkatan laju lahan kritis mencapai 40.991 ha per tahun. Sementara, laju reboisasi yang dilakukan sangat tidak seimbang.

2.3.2. Pelayanan Penunjang Urusan Plihan 2.3.2.1.Penanaman modal

Kegiatan penanaman modal di Kalimantan Selatan dilakukan dibawah koordiansi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Kalimantan Selatan. Badan ini tidak bekerja sendiri namun melakukan kerja sama secara intensif dengan instansi-instansi terkait terutama Bappeda, Sekretariat Daerah, dan SKPD nya.

Kegiatan penanaman modal yang diarahkan secara integratif dalam sistem administrasi NKRI mengakibatkan BKPMD dan jajaran Pemerintah Daerah selaku pelaksana harus selalu mengacu pada peraturan dari pusat, termasuk dalam pemberian berbagai fasilitas dan insentif bagi investor.

Salah satu acuan pokok yang telah digariskan adalah ketentuan penyelengaraan urusan penanaman modal dalam UU No.25/2007 yang terdapat dalam

Dalam dokumen BAB 2_Gambaran Umum Kondisi daerah (Halaman 64-72)