• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Regulasi Emosi dan Indikator Regulasi Emosi yang Tinggi

LANDASAN TEORI

A. REGULASI EMOSI

2. Aspek Regulasi Emosi dan Indikator Regulasi Emosi yang Tinggi

Adapun aspek-aspek yang ada di dalam regulasi emosi antara lain

(Berk, 2006) :

a. Aspek Emosi

Emosi evaluatif yang disadari adalah emosi yang membutuhkan

kesadaran diri anak bahwa mereka berbeda dengan orang lain (Lewis,

2002). Emosi evaluatif yang disadari antara lain adalah rasa bangga,

malu, dan rasa bersalah yang pertama kali muncul pada usia sekitar

dua setengah tahun. Ekspresi dari emosi-emosi ini menujukkan bahwa

anak sudah mulai memahami dan menggunakan peraturan dan norma

sosial untuk menilai perilaku mereka.

Rasa bangga muncul ketika anak merasakan kesenangan

setelah sukses melakukan perilaku tertentu (Lewis, 2002). Rasa bangga

seringkali diasosiasikan dengan pencapaian suatu tujuan tertentu. Rasa

malu muncul ketika anak menganggap dirinya tidak mampu memenuhi

standar atau target tertentu (Lewis, 2002). Anak yang sedang malu

seringkali berharap mereka bisa bersembunyi atau menghilang dari

situasi tersebut. Rasa malu biasanya berhubungan dengan serangan

terhadap self dan dapat mengakibatkan kebingungan dan membuat

anak tidak mampu berkata-kata. Rasa malu bukan merupakan hasil

dari situasi tertentu tetapi lebih disebabkan oleh interpretasi individu

terhadap kejadian tertentu. Rasa bersalah biasanya muncul ketika anak

malu dan bersalah memiliki karakteristik fisik yang berbeda. Ketika

seorang anak menunjukkan rasa malu, mereka seolah-olah

mengecilkan tubuh mereka seperti ingin bersembunyi, sedangkan

ketika mereka mengalami perasaan bersalah, mereka biasanya

melakukan gerakan-gerakan tertentu seakan berusaha memperbaiki

kegagalan mereka.

Salah satu perubahan penting dalam perkembangan emosi pada

masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya kemampuan untuk

membicarakan emosi diri dan orang lain dan peningkatan pemahaman

tentang emosi (Kuebli, 1994). Pada rentang usia 2 – 4 tahun, terjadi penambahan yang pesat mengenai jumlah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan emosi (Ridgeway, Waters, & Kuczac, 1985). Mereka

juga mulai belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari

perasaan-perasaan yang dialami (Denham, 1998).

Ketika menginjak usia 4 – 5 tahun, anak-anak mulai menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merefleksi emosi.

Mereka juga mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat

menimbulkan perasaan yang berbeda terhadap orang yang berbeda.

Lebih dari itu, mereka juga mulai menunjukkan kesadaran bahwa

mereka harus mengatur emosi mereka untuk memenuhi standar sosial

(Bruce, Olen, & Jensen, 1999).

Aspek emosi dalam regulasi emosi adalah kemampuan anak di

muncul di dalam diri mereka. Anak tidak hanya mengenali emosi yang

sedang mereka rasakan, tetapi juga mengenali emosi yang sedang

dirasakan oleh orang lain.

b. Aspek Perhatian

Pertumbuhan lobus frontal korteks serebral memampukan

individu membuat tujuan (anak harus berkonsentrasi untuk mencapai

tujuan yang mereka buat) dan orang tua membantu anak memfokuskan

atensi dengan cara memberikan saran, pertanyaan, dan komentar. Hal

ini dapat membuat anak menjadi lebih dewasa secara kognitif dan

sosial (Bono & Stifter, 2003; Landry et al., 2000). Selain itu dengan

membantu anak belajar memfokuskan atensi, keterampilan anak

menjadi terasah seperti bahasa, eksplorasi, pemecahan masalah,

interaksi sosial, dan kerja sama.

Atensi yang diseleksi ialah fokus individu pada satu aspek

dalam suatu situasi yang berhubungan dengan tujuannya. Atensi yang

diseleksi tergantung pada cognitive inhibition yang merupakan

kemampuan untuk mengontrol gangguan yang berasal dari internal

maupun eksternal. Individu yang memiliki kemampuan ini dapat

mencegah stimulus yang mengganggu konsentrasi atau perhatian

mereka (Dempster & Corkill, 1999). Cognitive inhibition membantu

individu untuk memastikan bahwa individu memproses berbagai

pendek (Bjorklund & Harnishfeger, 1995; Handley et al., 2004;

Klenberg, Korkman, & Lahti-Nuuttila, 2001). Selain menolong

individu untuk mengingat, memahami, dan memecahkan masalah,

kemampuan ini juga menolong individu untuk mengontrol perilaku.

Kemampuan cognitive inhibition meningkat sejak usia antara 3

dan 4 tahun, misalnya ketika anak harus mengikuti sebuah perintah

tetapi tidak mengikuti perintah yang lain. Beberapa anak lebih mudah

mengikuti perintah verbal (Jones, Rothbart, & Posner, 2003).

Singkatnya, kemampuan cognitive inhibition akan meningkat jika anak

mampu memfokuskan atensinya.

Aspek perhatian dalam regulasi emosi adalah kemampuan anak

untuk tetap fokus pada suatu hal ketika anak sedang berada dalam

emosi tertentu. Selain itu, aspek perhatian juga merupakan kemampuan

anak untuk mengalihkan perhatiannya kepada suatu hal yang

berhubungan dengan tujuannya.

c. Aspek Perilaku

Proses reward, punishment, dan imitation digunakan untuk

menjelaskan perilaku anak. Bila anak-anak diberi hadiah atas perilaku

yang sesuai dengan aturan, mereka akan mengulangi perilaku itu. Bila

anak dihukum atas perilakunya, perilaku itu akan berkurang dan

yang mereka lihat, dalam hal ini pengasuh atau orang tua adalah

model.

Teoritikus belajar sosial yakin bahwa kemampuan untuk

menolak godaan berkaitan erat dengan perkembangan kontrol perilaku.

Anak harus mengatasi dorongan atau godaan atas sesuatu yang mereka

ingin lakukan tetapi dilarang. Untuk itu, mereka harus belajar bersabar.

Teoritikus belajar sosial yakin bahwa faktor-faktor kognitif penting

dalam perkembangan kontrol anak. Misalnya, dalam suatu penelitian,

perubahan kognitif anak-anak akan suatu objek yang diinginkan

menolong mereka menjadi lebih sabar (Mischel & Patterson, 1976).

Anak-anak prasekolah diminta melakukan suatu pekerjaan yang

membosankan. Di dekatnya ada badut mesin yang lucu mencoba

membujuk anak-anak untuk bermain dengannya. Anak-anak yang telah

dilatih mengatakan kepada diri mereka sendiri, ”Aku tidak akan melihat Pak Badut ketika Pak Badut memintaku melihatnya”

mengendalikan perilaku mereka dan terus mengerjakan pekerjaan yang

membosankan itu lebih lama daripada anak-anak yang tidak dilatih

untuk berkata seperti di atas.

Aspek perilaku dalam regulasi emosi adalah kemampuan anak

untuk mengendalikan perilaku. Anak memiliki kemampuan untuk

menahan dorongan untuk melakukan sesuatu yang tidak boleh mereka

d. Coping Strategy

Coping strategy atau strategi coping merupakan kemampuan

untuk mengatasi situasi yang dapat menyebabkan stres. Belajar

melakukan coping terhadap stres adalah aspek penting dari kehidupan

emosional anak-anak (Bridges, 2003; Folkman & Moskowitz, 2004).

Sangat penting bagi pengasuh untuk membantu anak melakukan

coping secara efektif. Selain itu, juga perlu mendorong anak untuk

aktif dan memilih strategi pemecahan masalah dalam menghadapi

stres. Dengan cara ini pengasuh dapat menghilangkan setidaknya satu

stressor dari anak dan mengajarkan anak berbagai strategi coping yang

baik.

Anak yang menguasai beberapa teknik coping akan lebih

mungkin untuk beradaptasi dan berfungsi dengan kompeten ketika

dihadapkan dengan stres. Dengan mempelajari teknik coping yang

baru, anak dapat mencegah dirinya merasa tidak berkompeten, dan

juga dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka.

Anak-anak cenderung untuk mengaplikasikan strategi coping

mereka ke semua situasi yang menyebabkan stres. Orang dewasa dapat

membantu hal ini dengan memberikan contoh bagaimana

menggunakan strategi coping ini pada situasi yang sesuai sehingga

menguntungkan bagi mereka.

Aspek coping strategy dalam regulasi emosi adalah

stres. Anak mampu menemukan cara untuk memecahkan

permasalahan dalam rangka mencapai tujuan.

Berdasarkan penjabaran aspek-aspek regulasi emosi di atas, maka

regulasi emosi meliputi emosi (bagaimana cara mengekspresikan,

mengatur, dan mengendalikan emosi), perhatian (bagaimana cara tetap

fokus ketika sedang berada dalam emosi tertentu dan bagaimana cara

mengalihkan perhatian), perilaku (bagaimana cara agar mampu

mengendalikan perilaku), dan coping strategy (bagaimana cara dalam

menghadapi stress). Dari uraian di atas juga dapat diperoleh kesimpulan

mengenai indikator regulasi emosi yang tinggi yaitu:

1. Secara emosi, anak mampu mengekspresikan emosi dengan tepat,

mampu mengatur ekspresi emosi yang sedang dialami, dan mampu

mengendalikan emosi yang meluap-luap.

2. Secara perhatian, anak tetap mampu berkonsentrasi walaupun sedang

berada dalam emosi tertentu dan mampu mengalihkan perhatiannya

kepada tugas yang sedang dikerjakan.

3. Secara perilaku, anak mampu mengendalikan perilakunya.

4. Secara coping strategy, anak mampu mengatasi stress yang sedang

Dokumen terkait