• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Data Tapak

4.2.3 Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat

Kota Banda Aceh memiliki kehidupan sosial dan budaya yang didasari oleh Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari adat istiadat, kesenian dan kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan ajaran Agama Islam, sehingga di setiap sendi-sendi kehidupan tidak pernah lepas dari pengaruh Agama Islam. Dari prinsip hidup masyarakat Aceh ini menjadi salah satu faktor penyebab istilah daerah Aceh sebagai Serambi Mekkah. Kesenian tradisional masyarakat Aceh memiliki identitas yang religius, komunal, demokratik dan heroik. Kesusasteraan Aceh terdapat dalam Bahasa Aceh dan Melayu yang dipengaruhi oleh Bahasa Arab. Pakaian sehari-hari masyarakat Aceh disesuaikan dengan prinsip ajaran Islam, yaitu memakai pakaian yang menutup aurat. Tatakrama kehidupan masyarakat Aceh merupakan hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh orang pendatang. Orang pendatang yang masuk ke sebuah perkampungan harus mematuhi peraturan yang berlaku dan melaporkan diri kepada Kepala Kampung untuk saling berkenalan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2011). Seni dan budaya tradisional masyarakat Aceh yang khas ini terdiri dari:

1. Makanan Khas Aceh

Jenis makanan Aceh hampir sama dengan makanan Indonesia lainnya, beragam dan pedas. Kota Banda Aceh juga memiliki banyak makanan khas yang dibuat dengan resep tradisional Aceh sama halnya dengan daerah-daerah Aceh lainnya. Makanan dan minuman khas Aceh yang terkenal, terdiri dari ayam tangkap, mie Aceh, Gule Pliek U, Timphan, Bhoi, Kopi Aceh dan makanan khas lainnya. Makanan dan minuman ini sering dijadikan sebagai bahan antaran mempelai ketika acara pernikahan, bingkisan kunjungan silaturrahmi dan Acara Hari Besar Islam (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2011).

2. Alat Musik Khas Aceh, Tari, Musik dan Lagu Tradisional

Alat musik Aceh yang terkenal adalah “Surune Kalee”, yaitu alat tiup tunggal dari kayu dengan satu lubang di belakang dan tujuh di depan. Ada berbagai jenis seruling (alat tiup) yang terbuat dari bambu, seperti “Buloh Perindu”, “Bansi” dan “Suling”. Alat musik lainnya, yaitu “Rapa-ii” dan “Tak-

tok”. Rapa-ii merupakan tamborin yang dibuat dari kulit kambing. Tak-tok dibuat dari bambu dan sangat mirip dengan angklung dari Jawa. Para pemain alat musik tradisional ini biasanya pria, sedangkan wanita hanya bernyanyi dan bermain tamborin (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2011).

Tarian Aceh umumnya memiliki karakteristik tertentu. Nilai-nilai Islami sering disebarkan melalui tarian. Tari-tarian tersebut berhubungan dengan aktifitas sosial sehari-hari. Semua tarian Aceh ditampilkan oleh satu kelompok dan dinamis dengan hentakan kaki, tepukan dada, punggul dan bahu. Tarian Aceh juga mula-mula berirama lambat, namun sedikit demi sedikit meningkat sesuai dengan tariannya. Beberapa tarian Aceh yang terkenal, antara lain Tari Likok Pulo, Rapai Geleng, Tari Saman (ditarikan oleh para pria) atau Tari Meuseukat (ditarikan oleh para wanita), Seudati, Ranub Lampuan, Tarek Pukat, Perang Sabil dan jenis tarian lainnya (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2011).

Musik Khas Aceh yang terkenal adalah Musik Seurune Kalee. Pemain musik ini terdiri dari satu orang peniup seurune, satu orang pemukul gendang dan tiga orang pemukul rapai. Saat ini, musik ini digunakan sebagai iringan tari Ranup Lampuan dalam menyambut tamu kehormatan dan mengiringi tarian tradisional lainnya. Aceh juga memiliki banyak lagu tradisional. Lagu-lagu Aceh yang terkenal, terdiri dari Bungong Jeumpa, Mars Daerah Istimewa Aceh, Tanoh Lon Sayang, Hymne Daerah Istimewa Aceh, Bungong Seulanga, Dibabah Pinto, Ranup Lampuan, Cut Nyak Dhien, Nariet Piteunah, Teuku Umar, Sare nan Djaya, Top Padee, Ta Eek U Glee, Tarek Pukat, Meu Keureudja, Jak Keutimang dan Mars Iskandar Muda (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2009).

3. Pakaian Tradisional Masyarakat Aceh

Pakaian adat Aceh merupakan bagian dari budaya nasional yang dikembangkan di Aceh. Pakaian standar untuk laki-laki adalah celan hitam, baju hitam tangan panjang dengan satu kancing di leher. Kain songket dililit di pinggang dan satu rencong diselipkan di balik songket bagian depan. Di kepala peci dan di puncak kopiah ini terdapat ornamen emas berbentuk bintang. Pakaian standar untuk wanita menggunakan baju lengan panjang kuning atau merah dengan bordir benang emas di depan dada dan di ujung lengan, bawahnya memakai celana hitam yang dibordir benang emas dan menggunakan sarung

songket di atasnya ditambah tali pinggang yang terbuat dari emas atau perak. Kepala dihiasi dengan kembang goyang dari emas, kalung berurai dari leher sampai pinggang. Tangan memakai gelang dan jari tengah penuh dengan cincin.

4. Ritual Perkawinan Adat Aceh

Adat perkawinan di Aceh merupakan upacara sakral terkait dengan berbagai pakaian adat Aceh yang berbudaya Islami yang masih tetap dilestarikan. Acara pesta perkawinan dan acara menjemput pengantin wanita harus dilakukan oleh setiap pengantin. Pada pesta perkawinan akan disandingkan kedua mempelai di atas pelaminan yang sudah dirancang khusus khas Aceh untuk mengikuti prosesi adat oleh keluarga kedua belah pihak, pengantin seperti Ratu dan Raja dalam acara ini (Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2008).

5. Kerajinan Tangan Khas Aceh

Kota Banda Aceh terdapat kerajinan tangan yang khas, terutama adalah sulaman benang emas, tenunan sutra, barang perhiasan, rencong dan peudeung (pedang). Sulaman benang emas dipakai untuk mendekorasi ruang resepsi pada pesta perkawinan, tatakan, kain alas tempat tidur, sarung bantal, dekorasi penutup dinding, kipas dan sebagainya. Tenunan sutra yang berasal dari Pidie merupakan produksi terkenal di dunia. Kerajinan tangan juga terdapat pada barang perhiasan emas yang merupakan hasil pengrajin pandai emas Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Saat ini, perhiasan Aceh banyak diminati oleh kolektor luar negeri berupa kalung, gelang dan anting-anting yang berukiran motif Pintoe Aceh (Pintu Aceh). Selain itu, pengrajin pandai emas juga menerima pemesanan bingkisan oleh-oleh berupa cinderamata, seperti Rencong Aceh dan Pintoe Aceh dalam ukuran mini. Selain pengrajin pandai emas, juga terdapat pengrajin pandai besi yang sering membuat rencong. Rencong merupakan pisau belati khas orang Aceh yang terkenal semasa perang Aceh. Saat ini, rencong berfungsi sebagai aksesoris pada pakaian tradisional Aceh dan sangat dikenal sebagai cinderamata (Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2008).

6. Festival dan Perayaan Acara di Kota Banda Aceh

Pada Kota Banda Aceh, tepatnya di Pusat Kota Banda Aceh sering dijadikan sebagai tempat suatu festival, perayaan atau karnaval yang biasanya diadakan di Mesjid Raya Baiturrahman, Taman Sari, Taman Putroe Phang,

Lapangan Blang Padang dan Museum Tsunami Aceh. Menurut kalender acara Banda Aceh 2011 yang telah dibuat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, terdapat banyak acara kegiatan, perayaan dan berbagai festival yang telah direncanakan selama satu tahun, seperti perayaan meugang dan open house

Idul Fitri, festival kopi, peringatan peristiwa tsunami, perayaan Hari Besar Islam dan kegiatan lainnya.

4.2.3.2 Persepsi dan Harapan Masyarakat

Dari hasil penyebaran kuesioner kepada 30 responden masyarakat didapat persepsi dan harapan masyarakat mengenai kawasan Pusat Kota Banda Aceh dan rencana pengembangan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata sejarah. Persepsi dan harapan masyarakat ini merupakan persepsi dan harapan masyarakat asli Kota Banda Aceh yang sudah lama tinggal di Kota Banda Aceh. Masyarakat asli Kota Banda Aceh sebagian besar tinggal di Kota Banda sejak mereka dilahirkan, sehingga mereka lebih mengetahui mengenai sejarah dan perubahan kawasan. Seluruh responden mengetahui sejarah Kota Banda Aceh, di mana informasi sejarah kawasan tersebut bersumber dari keluarga, teman, media cetak dan elektronik, buku sejarah, studi, serta seminar. Sumber informasi yang paling banyak berasal dari media cetak dan elektronik (Gambar 13).

20% 16,67% 86,67% 3,33% 3,33% 3,33% keluarga teman

media cetak dan elektronik buku sejarah studi seminar

Gambar 13 Sumber informasi sejarah Kota Banda Aceh

Masyarakat asli di daerah ini sangat mengetahui sejarah yang pernah terjadi di Kota Banda Aceh, sehingga mereka juga mengetahui objek-objek

peninggalan sejarah dan perkembangannya dari masa lalu sampai saat ini. Objek- objek peninggalan sejarah tersebut, terdiri dari Taman Putroe Phang dan Gunongan, Makam Sultan Iskandar Muda, Museum Aceh, Pendopo, Pemakaman Belanda, Mesjid Raya Baiturrahman, Monumen Pesawat Belanda di Lapangan Blang Padang dan Museum Tsunami. Seluruh masyarakat asli daerah ini sudah pernah mengunjungi semua objek-objek sejarah Kota Banda Aceh tersebut lebih dari 10 kali, terutama mengunjungi Mesjid Raya Baiturrahman.

Berdasarkan hasil kuesioner, umumnya masyarakat menilai bahwa kondisi fasilitas, akses dan informasi pada objek-objek sejarah tersebut sudah cukup baik, tetapi perlu adanya pelestarian dan pengelolaan terhadap objek-objek tersebut (Tabel 8). Sebanyak 87% dari masyarakat asli Kota Banda Aceh mengetahui pengembangan kawasan Pusat Kota Banda Aceh. Sebanyak 93,33% dari masyarakat asli ini juga mempunyai keinginan agar objek-objek sejarah tersebut dapat dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata sejarah Pusat Kota Banda Aceh dengan tetap mempertahankan dan melestarikan karakter bangunannya sebagai identitas sejarah.

Tabel 8 Persentase pendapat masyarakat mengenai fasilitas, akses dan informasi

Objek Sejarah Fasilitas memadai (%)

Akses mudah (%)

Informasi jelas (%)

Taman Putroe Phang dan Gunongan 73,33% 100% 90%

Pendopo 100% 96,15% 100%

Makam Sultan Iskandar Muda 76% 100% 92%

Museum Aceh 100% 96,67% 100%

Mesjid Raya Baiturrahman 100% 100% 100%

Monumen Pesawat Seulawah di

Lapangan Blang Padang 63% 100% 93%

Pemakaman Belanda 70,83% 95,83% 95,83%

Museum Tsunami 90% 100% 92%

Masyarakat setuju dengan adanya perencanaan kawasan tersebut menjadi kawasan wisata sejarah yang mempertimbangkan kenyamanan wisata dan kelestarian sejarahnya secara optimal, seperti menyediakan fasilitas yang kurang pada objek sejarah untuk dapat menunjang aktivitas atau kegiatan pengunjung. Masyarakat juga setuju dengan diadakannya atraksi wisata, tetapi sesuai dengan budaya dan syariat Islam di Kota Banda Aceh. Atraksi tersebut seperti tarian tradisional Aceh, pemutaran film atau dokumentasi sejarah, masakan khas Aceh, adat perkawinan di Aceh dan lain-lain. Harapan dari masyarakat dengan

dilakukannya perencanaan kawasan wisata sejarah ini adalah kawasan tersebut dapat berpengaruh besar terhadap peningkatan perekonomian di Banda Aceh dan kotanya semakin berkembang dengan memperhatikan budaya, adat istiadat dan peraturan yang berlaku di kota ini, sehingga Kota Banda Aceh menjadi kota wisata yang dikenal di Nusantara dan seluruh dunia.

4.2.4 Aspek Kepariwisataan

Dokumen terkait