• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Assessment Lanskap Sejarah Kawasan Empang

Kawasan Empang memiliki nilai signifikan sejarah yang berbeda-beda pada setiap zona yang terbentuk. Dari hasil identifikasi karakteristik lanskap sejarah kawasan Empang, diketahui bahwa kawasan tersebut terbagi ke dalam tiga zona berdasarkan fungsi ruangnya dimasa lalu ( Gambar 15), yaitu Zona I. Pusat Pemerintahan, Zona II. Pemukiman Arab, dan Zona III. Pemukiman Pribumi. Penilaian terhadap ketiga zona dilakukan untuk mengetahui nilai signifikan sejarah dengan tingkat tinggi, sedang, dan rendah, meliputi penilaian keaslian (originality) dan keunikan (uniqueness) lanskap sejarah kawasan Empang.

4.3.1 Nilai Keaslian (Originality) Lanskap Sejarah Kawasan Empang

Menurut Harris dan Dines (1988), terdapat beberapa kriteria penilaian yang digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan tingkat keaslian lanskap sejarah. Kriteria yang digunakan dalam penilaian keaslian lanskap sejarah kawasan Empang yaitu pola tata guna lahan, pola pemukiman, tipe bangunan, dan pola sirkulasi (Tabel 3) . Dengan menggunakan kriteria tersebut dapat diketahui tingkat keaslian dari setiap zona yang terdapat di kawasan Empang. Penilaian keaslian (originality) lanskap sejarah kawasan Empang disajikan pada Tabel 12 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 37.

Tabel 12. Penilaian Keaslian (Originality) Lanskap Sejarah Kawasan Empang

Zona Kriteria Total Kategori Pola Penggunaan Lahan Pola Pemukiman Bangunan Pola Sirkulasi Zona I. Pusat Pemerintahan 3 3 2 3 11 Tinggi Zona II. Pemukiman Arab 2 2 2 2 8 Sedang Zona III. Pemukiman Pribumi 2 1 1 2 6 Rendah

Keterangan : Skor 4-7 = Keaslian Rendah, Skor 8-10 = Keaslian Sedang, Skor 11- 12 = Keaslian Tinggi.

Berdasarkan hasil analisis penilaian tingkat keaslian lanskap sejarah di kawasan Empang, zona I pusat pemerintahan masuk dalam kategori tingkat keaslian tinggi. Pola penggunaan lahan relatif tidak mengalami perubahan penggunaan lahan atau perubahan penggunaan lahan yang terjadi kurang dari 25%, dengan pola penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman. Pola pemukiman dalam zona I merupakan pola pemukiman konsentrik dimana alun- alun menjadi pusat orientasi perkembangan pemukiman. Bangunan yang terdapat dalam zona I mengalami asimilasi pada struktur dan elemen bangunannya, namun masih mewakili karakter dan gaya arsitektur masa lalu dengan jumlah bangunan kuno berumur lebih dari 50 tahun cukup banyak.

Sementara pola sirkulasi pada zona I mempertahankan karakteristik kawasan pusat pemerintahan yang berpola konsentrik mengelilingi alun-alun dengan jaringan jalan yang tetap dan relatif tidak mengalami penambahan ruas, sehingga karakter jalan yang ada masih asli.

Zona II pemukiman Arab masuk dalam kategori tingkat keaslian sedang. Pola penggunaan lahan mengalami perubahan penggunaan lahan antara 25 sampai dengan 50%. Perubahan pola penggunaan lahan terjadi akibat adanya alih fungsi bangunan rumah tinggal menjadi toko, terutama di sepanjang penggal Jalan Pahlawan, Jalan RA Wiranata, dan Jalan Raden Saleh sesuai dengan Rencana Penggunaan Lahan Kecamatan Bogor Selatan tahun 2002-2012 sebagai kawasan perdagangan dan jasa. Walaupun terjadi perubahan penggunaan lahan, namun perubahan penggunaan lahan yang sesuai dapat memperkuat karakter kawasan sejarah pada zona II. Pola pemukiman dalam zona II merupakan pola pemukiman konsentrik-linear karena terdapat masjid sebagai elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman dan arah perkembangan pemukiman selanjutnya berorientasi kepada jalan lingkungan dalam pemukiman seperti Jalan Pekojan, Jalan Kaum, dan Jalan Lolongok. Bangunan yang terdapat dalam zona II mengalami asimilasi pada struktur dan elemen bangunannya, namun masih mewakili karakter dan gaya arsitektur masa lalu dengan jumlah bangunan kuno berumur lebih dari 50 tahun cukup banyak. Sementara pola sirkulasi pada zona II dilengkapi oleh jaringan jalan yang mengalami penambahan ruas namun penambahan ruas jalan tersebut masih mempertahankan karakteristik jalan pada masa lalu.

Zona III pemukiman pribumi masuk dalam kategori tingkat keaslian rendah. Pola penggunaan lahan dalam zona III mengalami perubahan penggunaan lahan antara 25 sampai dengan 50%. Perubahan pola penggunaan lahan terjadi dengan adanya alih fungsi lahan terbuka seperti kebun-kebun campuran menjadi lahan terbangun akibat tingginya jumlah penduduk yamg memicu peningkatan kebutuhan akan tempat tingal. Pola pemukiman dalam zona III merupakan pola pemukiman linear karena tidak terdapat elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman dan arah perkembangan pemukiman saat ini lebih berorientasi pada jalan. Bangunan yang terdapat dalam zona III mengalami perubahan pada struktur dan elemen bangunannya, sehingga sudah tidak mewakili karakter dan gaya

arsitektur masa lalu dengan bangunan kuno yang berumur lebih dari 50 tahun jumlahnya sedikit. Sementara pola sirkulasi pada zona III dilengkapi oleh jaringan jalan yang mengalami penambahan ruas namun penambahan ruas jalan tersebut masih mempertahankan karakteristik jalan pada masa lalu.

4.3.2 Nilai Keunikan (Uniqueness) Lanskap Sejarah Kawasan Empang Menurut Harris dan Dines (1988), terdapat beberapa kriteria penilaian yang digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan tingkat keunikan lanskap sejarah. Kriteria yang digunakan dalam penilaian keunikan lanskap sejarah kawasan Empang yaitu asosiasi kesejarahan, integritas, keragaman yang berbeda dari kebiasaan, dan kualitas estetik (Tabel 4). Dengan menggunakan kriteria tersebut dapat diketahui tingkat keunikan dari setiap zona yang terdapat di kawasan Empang. Penilaian keunikan (uniqueness) lanskap sejarah kawasan Empang disajikan pada Tabel 13 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 41. Tabel 13. Penilaian Keunikan (Uniqueness) Lanskap Sejarah Kawasan Empang

Zona Kriteria Total Kategori Asosiasi Kesejarahan Integritas Keragaman Berbeda dari Kebiasaan Kualitas Estetik Zona I. Pusat Pemerintahan 3 2 3 2 10 Sedang Zona II. Pemukiman Arab 3 2 2 2 9 Sedang Zona III. Pemukiman Pribumi 2 1 1 2 6 Rendah

Keterangan : Skor 4-7 = Keunikan Rendah, Skor 8-10 = Keunikan Sedang, Skor 11- 12 = Keunikan Tinggi.

Berdasarkan hasil analisis penilaian tingkat keunikan lanskap sejarah di kawasan Empang, zona I pusat pemerintahan masuk dalam kategori tingkat keunikan sedang. Asosiasi kesejarahan yang terbentuk dalam zona I merupakan hubungan kesejarahan kuat yang tercermin melalui bukti sejarah dalam wujud fisik, seperti alun-alun, masjid, dan bangunan kuno, sehingga dapat menggambarkan struktur pemerintahan yang terjadi di masa lalu secara nyata.

Elemen lanskap sejarah yang terdapat dalam zona I berada di sekeliling alun-alun, namun Pasar Bogor terletak lebih ke arah utara terpisah dari alun-alun, sehingga integritas karakter lanskap sejarah yang terbentuk lemah. Keragaman yang berbeda dari kebiasaan dalam zona I dapat terlihat pada lanskap alun-alun dengan tatanan khas sebagai simbol sebuah pusat kota tradisional pada masa lalu. Elemen lanskap tersebut menjadi satu-satunya perwakilan tipe elemen bersejarah di Kota Bogor. Kualitas estetik dalam zona I masih dapat menunjukkan nilai estetika atau gaya arsitektur masa lalu yang unik pada elemen-elemen pembentuknya. Walaupun pada beberapa elemen seperti alun-alun, Masjid Agung Empang, dan bangunan bekas kediaman Bupati Kampung Baru terjadi penurunan kualitas estetik akibat adanya gangguan internal terkait pengelolaan bangunan dan gangguan eksternal dari lingkungan sekitarnya terkait pengelolaan PKL.

Zona II pemukiman Arab masuk dalam kategori tingkat keunikan sedang. Asosiasi kesejarahan yang terbentuk dalam zona II merupakan hubungan kesejarahan kuat yang tercermin melalui bukti sejarah berupa masjid-masjid tua yang berada dalam lingkungannya, sehingga dapat menggambarkan sejarah perkembangan komunitas Arab pada masa lalu di Kota Bogor. Elemen lanskap sejarah yang terdapat dalam zona II tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga membentuk integritas karakter lanskap sejarah yang lemah. Keragaman yang berbeda dari kebiasaan dalam zona II dapat terlihat dengan keberadaan Masjid Agung, Masjid At Taqwa, dan Masjid An Noer yang menjadi pusat pemukiman Arab di Empang. Elemen tersebut merupakan perwakilan tipe elemen bersejarah dari suatu tatanan lanskap pemukiman khas masyarakat Arab yang bermukim di Kota Bogor. Kualitas estetik dalam zona II masih dapat menunjukkan nilai estetika atau gaya arsitektur masa lalu yang unik pada elemen-elemen pembentuknya. Walaupun kualitas estetik pada elemen Masjid At Taqwa sudah pudar akibat renovasi bangunan masjid yang merubah total bangunan kuno menjadi bangunan bergaya modern.

Zona III pemukiman pribumi masuk dalam kategori tingkat keunikan rendah. Asosiasi kesejarahan yang terbentuk dalam zona III merupakan hubungan kesejarahan lemah, karena elemen lanskap sejarah yang ada saat ini kurang bisa memberikan gambaran kehidupan masyarakat pribumi di kawasan Empang pada

masa lalu secara lebih jelas. Elemen tersebut tersebar dalam jumlah yang sedikit sehingga membentuk integritas karekter lanskap sejarah yang lemah. Keragaman yang berbeda dari kebiasaan dapat terlihat dengan keberadaan bangunan- bangunan kuno bergaya tradisional maupun kolonial indische yang berfungsi sebagai rumah tinggal dalam pemukiman pribumi. Elemen lanskap tersebut menjadi contoh keragaman perwakilan tipe elemen bersejarah yang khas di Kota Bogor. Kualitas estetik dalam zona III masih dapat menunjukkan nilai estetika atau gaya arsitektur masa lalu yang unik pada elemen-elemen pembentuknya, seperti pada bangunan rumah tinggal di Jalan Sadane No. 71.

4.3.3 Hasil Analisis

Overlay peta keaslian dan keunikan lanskap sejarah kawasan Empang menghasilkan sebuah peta komposit (Gambar 42) yang dapat mencerminkan kualitas dan nilai sejarah dari setiap zona dalam kawasan. Perhitungan gabungan dari kedua aspek dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Penilaian Gabungan Aspek Keaslian dan Keunikan Lanskap Sejarah Kawasan Empang

Zona Nilai

Keaslian

Nilai

Keunikan Total Kategori

Zona I. Pusat Pemerintahan 11 10 22 Tinggi Zona II. Pemukiman Arab 8 9 17 Sedang Zona III. Pemukiman Pribumi 6 6 12 Rendah

Keterangan : Skor 8-13 = Rendah, Skor 14-18 = Sedang, Skor 19- 24 = Tinggi.

Perhitungan gabungan aspek keaslian dan keunikan menghasilkan klasifikasi zona dengan nilai signifikansi sejarah tinggi, sedang, dan rendah. Zona I memiliki nilai signifikan sejarah tinggi dengan tingkat keaslian tinggi dan tingkat keunikan sedang. Zona II memiliki nilai signifikan sejarah sedang dengan tingkat keaslian dan keunikan sedang. Zona III memiliki nilai signifikan sejarah rendah dengan tingkat keaslian dan keunikan rendah.

Rencana Penggunaan Lahan Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2002-2012 dapat memberikan pengaruh terhadap kelestarian lanskap sejarah kawasan Empang. Overlay peta komposit dan Rencana Penggunaan Lahan Kawasan Empang Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2002-2012 (Gambar 43) dilakukan untuk mengetahui ketiga zona di kawasan Empang dengan nilai signifikansi sejarah tinggi, sedang, dan rendah berada pada rencana penggunaan untuk kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan jasa, atau kawasan konservasi ekologis sungai.

Zona I dengan nilai signifikansi sejarah tinggi sebagian besar wilayahnya berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa. Hal ini dapat menurunkan kualitas nilai signifikansi sejarah pada zona I, karena rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa secara umum tidak sesuai dengan karakteristik lanskap sejarah yang dimiliki zona I sebagai kawasan bekas pusat pemerintahan pada masa lalu. Rencana penggunaan lahan zona I terutama untuk wilayah Alun-alun Empang sebaiknya diarahkan untuk menjadi sebuah ruang terbuka publik skala kelurahan pada kawasan pemukiman. Namun, rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa juga dapat mengingkatkan kualitas nilai signifikansi sejarah pada zona I terutama untuk wilayah Pasar Bogor yang terletak di sisi utara kawasan Empang, dengan tetap mempertahankan aktifitas ekonomi sebagai sebuah pasar tradisional dan tidak mengubah karakteristik fisik bangunan bergaya arsitektur cina yang ada.

Zona II dengan nilai signifikansi sejarah sedang sebagian besar wilayahnya juga berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa walaupun sebagian kecil masuk dalam rencana penggunaan lahan untuk kawasan pemukiman dan kawasan konservasi ekologi sungai. Peruntukan lahan yang sudah direncanakan dapat meningkatkan kualitas nilai signifikansi sejarah pada zona II apabila dalam pelaksanaannya berwawasan pelestarian kawasan bersejarah sehingga dapat mempertahankan karakteristik lanskap sejarah zona II sebagai kawasan pemukiman Arab yang sudah ada sejak masa Kolonial Belanda. Aktivitas perdagangan dan jasa dapat dilakukan untuk memperkuat karakteristik lanskap sejarah zona II dengan merencanakannya sebagai kawasan perdagangan dan jasa khusus yang menjual berbagai komoditi

barang dagangan khas masyarakat Arab. Wilayah perencanaannya dibatasi hanya untuk kawasan di sisi Jalan Pahlawan, Jalan Raden Saleh, dan Jalan RA Wiranata. Rencana penggunaan lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa tidak boleh merusak karakteristik lanskap sejarah baik secara fisik maupun nilai sejarah dan budaya yang dimilikinya. Sedangkan rencana penggunaan lahan sebagai kawasan pemukiman pada zona II tidak boleh merubah karakteristik pola pemukiman Arab dimana masjid tetap dipertahankan sebagai pusat pemukiman.

Zona III dengan nilai signifikansi sejarah rendah hampir seluruh wilayahnya berada pada rencana penggunaan lahan untuk kawasan pemukiman walaupun ada sebagian kecil wilayah yang masuk dalam rencana penggunaan lahan kawasan perdagangan dan jasa. Peruntukan lahan pemukiman ini tidak boleh dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan dan jasa, karena rencana penggunaan lahan sebagai kawasan pemukiman sudah sesuai dengan karakteristik lanskap sejarah zona III sebagai kawasan pemukiman Pribumi pada masa Kolonial Belanda. Namun, nilai signifikansi sejarah rendah pada zona III perlu ditingkatkan melalui perbaikan citra kawasan yang dapat memperkuat karakteristik lanskap sejarah. Rencana penggunaan lahan untuk kawasan konservasi ekologis di sepanjang Sungai Cisadane dapat mendukung usaha memperkuat citra lanskap sejarah zona III.

4.4 Persepsi, Pendapat, dan Keinginan Masyarakat Terhadap Lanskap

Dokumen terkait